ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN DAN PETANI TAMBAK
DI KABUPATEN ACEH UTARA
TESIS
Oleh
JUMMAINI 057019016/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN DAN PETANI TAMBAK
DI KABUPATEN ACEH UTARA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
JUMMAINI 057019016/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis
:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TINGKAT
PENDAPATAN NELAYAN DAN PETANI
TAMBAK DI KABUPATEN ACEH UTARA
Nama Mahasiswa : JummainiNomor Pokok : 057019016
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui : Komisi Pembimbing
(Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ac, Ak) (Drs. Amlys S. Silalahi, M.Si) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Hj Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 22 Desember 2008
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ac, Ak Anggota : 1. Drs. Amlys S. Silalahi, M.Si
2. Prof. Dr. Hj Rismayani, SE, MS 3. Drs. Syahyunan, M.Si
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN DAN PETANI TAMBAK DI KABUPATEN ACEH UTARA
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya.
Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
benar dan jelas
Medan, Desember 2008
Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Nelayan dan Petani Tambak, di Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh modal, pengalaman, tenaga kerja, lama melaut dan luas lahan terhadap tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara. serta perbedaan tingkat pendapatan antara nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah modal, pengalaman, tenaga kerja dan lama melaut berpengaruh terhadap tingkat pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Utara. Hipotesis kedua modal, pengalaman, tenaga kerja dan luas lahan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara. Sedangkan hipotesis ketiga adalah terdapat perbedaan tingkat pendapatan antara nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
Hasil analisis untuk nelayan dan petani tambak menunjukkan bahwa modal, pengalaman, tenaga kerja, lama melaut dan luas lahan secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Koefisien determinasi (R2) untuk nelayan sebesar 0,599 yang berarti variasi kemampuan modal, pengalaman, tenaga kerja dan lama melaut dalam menjelaskan variasi tingkat pendapatan nelayan sebesar 59,9% sedangkan sisanya sebesar 40,1% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Koefisien determinasi (R2) untuk petani tambak 0,638 yang berarti variasi kemampuan modal, pengalaman, tenaga kerja dan luas lahan dalam menjelaskan variasi tingkat pendapatan petani tambak sebesar 63,8% sedangkan sisanya 36,2% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model
Hasil uji t (secara parsial) untuk nelayan terdapat pengaruh yang signifikan antara modal dan tenaga kerja terhadap pendapatan nelayan dan modal merupakan variabel yang paling dominan, Untuk petani tambak terdapat pengaruh yang signifikan antara modal dan pengalaman terhadap pendapatan petani tambak, dan pengalaman merupakan variabel yang paling dominan. Hasil analisis Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan nelayan dengan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa modal, pengalaman, tenaga kerja, lama melaut dan luas lahan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
ABSTRACT
The title of this research is the analysis on the influence of the income degree of the Tambak farmers and fishermen, in Kabupaten Aceh Utara. The aim of this research are to know and analyze the influence of capital, experience, labor, fishing experience, and the land extensive to the income degree of the Tambak farmers and fisherme in Kabupaten Aceh Utara.
The first hypothesis is capital, experience, labor, and fishing experience influence the income degree of the Tambak fishermen in Kabupaten Aceh Utara The second hypothesis is capital, experience, labor, and the land extensive influence the income degree of the Tambak farmers in Kabupaten Aceh Utara. The third hypothesis is there is a difference in the income degree between the Tambak farmers and the fishermen in Kabupaten Aceh Utara.
The data analysis uses the multiple linier regression analysis, with F-test and t-test and the degree of believing is 95 % with α 0,05. The third hypothesis uses the ANOVA test to know the difference of the income degree between the Tambak farmers and fishermen in Kabupaten Aceh Utara.
The analysis result shows that capital, experience, labor, fishing experience, and the land extensive simultaneously have significant influence to the income degree of Tambak Farmers and fishermen on degree of believing is 95 % with α 0,05. The determination coefficient for fishermen is 0,599 means that variation of capital, experience, labor, and fishing experience around 59,9 % explain variation of the fishermen’s income degree while the other 40,1 % are explained by other factors. The determinant coefficient for tambak farmers is 0,638 means that variation of capital ability, experience, labor and the land extensive explain variation of the farmers’ income degree around 63,8 % while the other 36,2 % are explained by other factors.
The partial (t-test) for fishermen is that there is a significant influence between capital, and labor to the fishermen’s income and capital is the most dominant variable. For tambak farmers, there is a significant influence between capital and experience to the tambak farmers’ income, and experience is the most dominant. The result from the ANOVA test shows that there is no significant difference between the income of tambak famers’ and tambak fishermen in Kabupaten Aceh Utara.
The conclusion if this research is that capital, experience, labor the fishing experience, and the land extensive significantly influence to the farmers’ and fishermen income degree. There is no significant difference between the tambak farmers’ and fishermen income degree in Kabupaten Aceh Utara
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis ini. Selawat
serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya penerangan
dan ilmu pengetahuan ke dunia ini.
Tesis ini mengangkat tentang kondisi sosial ekonomi nelayan dan petani
tambak di Kabupaten Aceh Utara di tinjau dari segi pendapatan. Tema faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan nelayan dan petani tambak yang diangkat
disebabkan adanya fenomena yang menarik terkait citra tentang kemiskinan yang
melekat pada kehidupan masyarakat pesisir yang di dominasi oleh nelayan dan petani
tambak. Dari tahun ke tahun citra itu terus melekat pada mereka. Kendati telah
banyak bantuan-bantuan yang mereka terima dan alat-alat yang sudah mulai canggih
yang mereka gunakan, namun hingga saat ini belum terlihat bahwa kehidupan
masyarakat pesisir itu lebih baik atau jauh dari kemiskinan.
Permasalahan di atas akan diangkat dalam penelitian ini, dengan melihat dari
segi modal, pengalaman, tenaga kerja, lama melaut, dan luas lahan yang nantinya
akan didapat suatu gambaran dari akar permasalahan. Kelebihan dari penelitian ini
adalah tergambarnya perbedaan pendapatan dari dua kelompok masyarakat yang
menekuni pekerjaan berbeda tetapi sama-sama di bagian perikanan dan sama-sama
Terima kasih kepada Bapak Prof. dr. Chairuddin. P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. Juga kepada Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penelitian tesis ini, penulis banyak mendapatkan arahan,
bimbingan, bantuan, maupun kritikan kontruktif, oleh karenanya penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tinginya kepada kedua
pembimbing; Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ac, Ak selaku pembimbing pertama,
Drs. Amlys S. Silalahi, M.Si selaku pembimbing kedua. Terima kasih juga turut penulis sampaikan kepada tim penguji; Prof. Dr. Hj Rismayani, SE, MS sekaligus ketua Program Studi Ilmu Manajemen, Drs. Syahyunan, M.Si sekaligus sekretaris Program Studi Ilmu Manajemen, dan Drs. HB. Tarmizi, SU yang telah memberikan banyak masukan dan saran-saran dalam rangka penyempurnaan tesis ini.
Terima kasih kepada Drs. A. Hadi Arifin, M.Si selaku Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal) yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis, juga
kepada Faisal Matriadi, SE, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Unimal yang telah memberikan bantuan moril dan spirit kepada penulis untuk menyelesaikan
pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (SPs-USU).
Terima kasih kepada teman-teman, baik yang kuliah di Magister Ilmu
Ekonomi SPs-USU, maupun rekan-rekan kerja khususnya di Fakultas Ekonomi
Terakhir penulis menyampaikan terima kasih kepada suami tercinta Muhifuddin dan kedua ananda tersayang Noerista Audreya Frantika, Muhammad Mifdhal Amsyar, atas segala keikhlasan memberikan dukungan, semangat dan pengertian serta kasih sayang kepada penulis untuk mengikuti pendidikan sampai dengan selesai
di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari tesis ini masih mengandung banyak kekurangan, baik dari
segi isi maupun tata cara penulisannya, karenanya penulis mengharapkan kritik dan
saran kontruktif demi kesempurnaan di masa datang. Penulis mengharapkan kiranya
penelitian tesis ini memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya
Medan, oktober 2008
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Jummaini lahir di Bireuen Kabupaten Aceh Utara tahun 1978, Islam, anak
keempat dari lima bersaudara dari Bapak Zakaria Hanafiah (Alm) dan Ibu Ruhani M.
Yusuf. Menikah dengan Muhifuddin tahun 1997 dikaruniai 1 putri dan 1 putra yaitu
Noerista Audreya Frantika dan Muhammad Mifdhal Amsyar. Sejak tahun 2002
sampai pada saat ini bekerja sebagai Staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi
Universitas Malikussaleh yang beralamat di Reuleut Lhokseumawe.
Mulai menuntut ilmu pada tahun 1984 di Sekolah Dasar (SD) Negeri 19
Lhokseumawe, dan lulus tahun 1990. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 3 Lhokseumawe pada tahun 1990, dan lulus tahun 1993.
Melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Lhokseumawe
pada tahun 1993, dan lulus tahun 1996. Pada tahun 1998 melanjutkan studi Strata-1 di
Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh (UNIMAL) Lhokseumawe jurusan
Manajemen, lulus tahun 2002. Dan pada tahun 2005 melanjutkan ke Sekolah
Pascasarjana (Strata-2) Program Studi Magister Ilmu Manajemen Universitas
3.8 Model Analisis……….. ... 48
4.9Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak. 89
4.9.1Modal ... 89
4.11 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan... 101
4.11.1 Uji Pengaruh Secara Serempak (Uji F)... 102
4.11.2 Uji Pengaruh Secara Parsial (Uji t) ... 103
4.11.2.1 Pengaruh Modal Terhadap Pendapatan Nelayan ... 103
4.11.2.2 Pengaruh Pengalaman Terhadap Pendapatan Nelayan.. 105
4.12 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani
Tambak... 108
4.12.1 Uji Pengaruh Secara Serempak (Uji F)... 110
4.12.2 Uji Pengaruh Secara Parsial (Uji t)... 111
4.12.2.1 Pengaruh Modal Terhadap Pendapatan Petani Tambak.... 111
4.12.2.2 Pengaruh Pengalaman Terhadap Pendapatan Petani Tambak... 112
4.12.2.3 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Petani Tambak... 113
4.12.2.4 Pengaruh Luas Lahan Terhadap Pendapatan Petani Tambak... 114
4.13 Analisis Uji Beda ... 115
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 117
5.1Kesimpulan... 117
5.2Saran... 118
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Jumlah Produksi, Nilai Produksi Perikanan Laut dan Budidaya
Tambak Tahun 2006... 4
2.1 Penelitian terdahulu... 15
3.1 Jumlah dan Lokasi Sampel Nelayan dan Petani Tambak... 43
3.2 Definisi operasional variabel... 46
4.1 Jumlah Penangkap Perikanan Laut Menurut Jenis Alat Tangkap di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2005 – 2006... 58
4.2 Jumlah Petani, Luas Tambak dan Produksi Tambak di Wilayah Penelitian Tahun 2006... 61
4.3 Karakterisktik Nelayan Berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin dan Status Perkawinan... 64
4.4 Karakterisktik Nelayan Berdasarkan Pendidikan... 66
4.5 Jumlah Tanggungan Keluarga Nelayan... 67
4.6 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Nelayan... 68
4.7 Pendapatan dan Pekerjaan Sampingan Nelayan... 71
4.8 Modal yang diperlukan untuk Melaut... 74
4.9 Sumber Modal yang digunakan untuk Usaha... 75
4.10 Penggunaan Modal... 76
4.11 Pengalaman Nelayan dalam Melaut... 77
4.12 Jumlah Tenaga Kerja yang digunakan... 78
4.13 Peralatan yang Digunakan Untuk Menangkap Ikan... 79
4.15 Karakterisktik Petani Tambak Berdasarkan Kelompok Umur, Jenis
Kelamin dan Status Perkawinan... 82
4.16 Karakterisktik Petani Tambak Berdasarkan Pendidikan... 84
4.17 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Tambak... 85
4.18 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Petani Tambak... 86
4.19 Pendapatan dan Pekerjaan Sampingan Petani Tambak... 87
4.20 Modal yang diperlukan untuk Proses Produksi... 89
4.21 Sumber Modal yang digunakan untuk Usaha... 90
4.22 Penggunaan Modal... 91
4.23 Pengalaman Bertani Tambak... 92
4.24 Jumlah Tenaga Kerja yang digunakan... 93
4.25 Luas Lahan Bertani Tambak... 94
4.26 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Untuk Data Nelayan dan Petani Tambak... 97
4.27 Uji Ramsey Test Untuk Uji Linieritas... 98
4.28 Collinearity Statistics Untuk Data Nelayan dan Petani Tambak... 99
4.29 Hasil Uji Glejser Untuk Data Nelayan dan Petani Tambak... 100
4.30 Hasil Estimasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan... 101
4.31 Koefisien Determinasi (R2) Model Penelitian untuk Nelayan... 102
4.32 ANOVA Model Penelitian Untuk Nelayan... 103
4.33 Hasil Estimasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak... 109
4.34 Koefisien Determinasi (R2) Model Penelitian untuk Petani Tambak ... 109
4.35 ANOVA Model Penelitian Untuk Petani Tambak... 110
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Nelayan dan Petani Tambak... 13
4.1 Normal P-P Plot Data Nelayan dan Petani Tambak Untuk Uji
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuisioner Penelitian... 123
2 Output SPSS: Deskriptif Data Nelayan... 128
3 Output SPSS: Frekuensi Data Nelayan... 130
4 Output SPSS: Deskriptif Data Petani Tambak... 142
5 Output SPSS: Frekuensi Data Petani Tambak... 144
6 Output SPSS: Regresi Data Nelayan... 156
7 Output SPSS: Regresi Data Petani Tambak... 161
8 Output SPSS: Kolmogorov-Smirnov Data Nelayan... 166
9 Output SPSS: Kolmogorov-Smirnov Data Petani Tambak... 167
10 Output SPSS: Glejser Test Data Nelayan... 168
11 Output SPSS: Glejser Test Data Petani Tambak... 170
12 Output SPSS: Ramsey Test Data Nelayan... 172
13 Output SPSS: Ramsey Test Data Petani Tambak... 174
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Nelayan dan Petani Tambak, di Kabupaten Aceh Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh modal, pengalaman, tenaga kerja, lama melaut dan luas lahan terhadap tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara. serta perbedaan tingkat pendapatan antara nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah modal, pengalaman, tenaga kerja dan lama melaut berpengaruh terhadap tingkat pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Utara. Hipotesis kedua modal, pengalaman, tenaga kerja dan luas lahan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara. Sedangkan hipotesis ketiga adalah terdapat perbedaan tingkat pendapatan antara nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
Hasil analisis untuk nelayan dan petani tambak menunjukkan bahwa modal, pengalaman, tenaga kerja, lama melaut dan luas lahan secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Koefisien determinasi (R2) untuk nelayan sebesar 0,599 yang berarti variasi kemampuan modal, pengalaman, tenaga kerja dan lama melaut dalam menjelaskan variasi tingkat pendapatan nelayan sebesar 59,9% sedangkan sisanya sebesar 40,1% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Koefisien determinasi (R2) untuk petani tambak 0,638 yang berarti variasi kemampuan modal, pengalaman, tenaga kerja dan luas lahan dalam menjelaskan variasi tingkat pendapatan petani tambak sebesar 63,8% sedangkan sisanya 36,2% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model
Hasil uji t (secara parsial) untuk nelayan terdapat pengaruh yang signifikan antara modal dan tenaga kerja terhadap pendapatan nelayan dan modal merupakan variabel yang paling dominan, Untuk petani tambak terdapat pengaruh yang signifikan antara modal dan pengalaman terhadap pendapatan petani tambak, dan pengalaman merupakan variabel yang paling dominan. Hasil analisis Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan nelayan dengan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa modal, pengalaman, tenaga kerja, lama melaut dan luas lahan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
ABSTRACT
The title of this research is the analysis on the influence of the income degree of the Tambak farmers and fishermen, in Kabupaten Aceh Utara. The aim of this research are to know and analyze the influence of capital, experience, labor, fishing experience, and the land extensive to the income degree of the Tambak farmers and fisherme in Kabupaten Aceh Utara.
The first hypothesis is capital, experience, labor, and fishing experience influence the income degree of the Tambak fishermen in Kabupaten Aceh Utara The second hypothesis is capital, experience, labor, and the land extensive influence the income degree of the Tambak farmers in Kabupaten Aceh Utara. The third hypothesis is there is a difference in the income degree between the Tambak farmers and the fishermen in Kabupaten Aceh Utara.
The data analysis uses the multiple linier regression analysis, with F-test and t-test and the degree of believing is 95 % with α 0,05. The third hypothesis uses the ANOVA test to know the difference of the income degree between the Tambak farmers and fishermen in Kabupaten Aceh Utara.
The analysis result shows that capital, experience, labor, fishing experience, and the land extensive simultaneously have significant influence to the income degree of Tambak Farmers and fishermen on degree of believing is 95 % with α 0,05. The determination coefficient for fishermen is 0,599 means that variation of capital, experience, labor, and fishing experience around 59,9 % explain variation of the fishermen’s income degree while the other 40,1 % are explained by other factors. The determinant coefficient for tambak farmers is 0,638 means that variation of capital ability, experience, labor and the land extensive explain variation of the farmers’ income degree around 63,8 % while the other 36,2 % are explained by other factors.
The partial (t-test) for fishermen is that there is a significant influence between capital, and labor to the fishermen’s income and capital is the most dominant variable. For tambak farmers, there is a significant influence between capital and experience to the tambak farmers’ income, and experience is the most dominant. The result from the ANOVA test shows that there is no significant difference between the income of tambak famers’ and tambak fishermen in Kabupaten Aceh Utara.
The conclusion if this research is that capital, experience, labor the fishing experience, and the land extensive significantly influence to the farmers’ and fishermen income degree. There is no significant difference between the tambak farmers’ and fishermen income degree in Kabupaten Aceh Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat,
telah dilaksanakan pada beberapa Pelita (Pembangunan Lima Tahun) dan sampai
sekarang terus digalakkan dan dilaksanakan. Upaya pembangunan berorientasi pada
pembangunan manusia. Indeks pembangunan manusia Indonesia masih tergolong
rendah, ini dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat yang masih sangat rendah.
Pembangunan dapat dijalankan dengan baik bila didukung oleh sumber daya manusia
yang berkualitas termasuk mempunyai kemampuan dan keterampilan yang cukup,
sumber daya alam yang cukup, serta lingkungan politik, ekonomi, dan sosial budaya
yang kondusif.
Perwujudan pemerataan pembangunan mengandung makna berupa upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, dan masyarakat pedesaan
khususnya dalam penanggulangan kemiskinan. Pengentasan kemiskinan harus
ditangani dari berbagai dimensi seperti ekonomi, akhlak, dan keilmuan. Sasaran
penanggulangan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan dan kesempatan
berusaha kelompok masyarakat miskin, meningkatkan akses masyarakat miskin
terhadap permodalan, bantuan teknis, dan berbagai sarana dan prasarana produksi.
Pembangunan kawasan pesisir diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat pesisir yang sebagian besar nelayan dan petani tambak yang tergolong
miskin (Kompas, 14 April 2007). Pendayagunaan sumber daya perikanan ditujukan
untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memperluas lapangan kerja dan
kesempatan berusaha. Taraf hidup masyarakat pesisir dapat ditingkatkan jika
pendapatannya sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan masyarakat
pesisir tidak terlepas dari banyaknya tangkapan ikan yang mereka dapatkan.
Untuk memperoleh pendapatan yang tinggi maka nelayan dan petani tambak
harus bisa meningkatkan hasil perikanan dan budi daya tambak. Selain itu nelayan
dan petani tambak juga harus bisa menjaga dan memperbaiki kualitas tangkapan dan
budi daya tambak. Buruknya kualitas tangkapan ikan disebabkan pengolahan tidak
sesuai prosedur yang baik. Kerusakan hasil perikanan yang antara lain disebabkan
busuknya ikan dalam perjalanan dari tempat penangkapan sampai ketempat penjualan
(Kompas, 12 April 2007). Untuk menjaga dan memperbaiki kualitas tangkap dan budi
daya ikan, diperlukan adanya peralatan (teknologi) yang memadai serta tenaga kerja
yang berpengalaman.
Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang ada di Nanggro
Aceh Darussalam (NAD) yang terdiri dari 22 kecamatan dengan jumlah penduduk
pasca tsunami 502.288 jiwa. Secara geografis Kabupaten Aceh Utara terletak pada
posisi 04. 46.00o – 05. 00. 40o Lintang Utara (LU) dan 96.52.00o – 97. 31.00o Bujur
Tmur (BT), dengan luas wilayah 3.296,86 Km2, memiliki sumber daya kelautan yang
tambak-tambak air payau dan air asin. Penduduk di sekitar pantai sebagian besar mata
pencaharian pokoknya sebagai nelayan dan juga sebagai petani tambak (air asin dan
air payau).
Masyarakat yang mata pencaharian sebagai nelayan adalah orang yang aktif
melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan di laut. Masyarakat nelayan ini
tinggal di desa pesisir dan mata pencaharian utama sehari-hari adalah melaut.
Sedangkan petani tambak adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan mengelola
tambak dalam memperoleh pendapatannya. Petani tambak ini tinggal di desa pesisir
atau berdekatan dengan lokasi tambak dan mata pencaharian utamanya berasal dari
mengelola tambak. Saat ini jumlah tenaga kerja di bidang perikanan tangkap
(nelayan) sebanyak 5.222 orang dan jumlah tenaga kerja di bidang perikanan
budidaya (tambak) sebanyak 5.406 orang. Bagi nelayan dan petani tambak,
kebutuhan fisik minimum atau kebutuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh
pendapatan yang diterimanya. Rata-rata pendapatan per bulan kepala rumah tangga
untuk nelayan perahu motor Rp1.867.583,- sedangkan untuk petani tambak Rp
1.258.518,- (BPS, 2006).
Jumlah produksi, nilai produksi hasil perikanan laut (nelayan) dan budi daya
tambak (petani tambak) di Kabupaten Aceh Utara tahun 2006 sebagaimana disajikan
Tabel 1.1 Jumlah Produksi, Nilai Produksi Perikanan Laut dan Budidaya Tambak tahun 2006
Jenis Usaha (Kegiatan) Jumlah Produksi (Ton)/Th
Nilai Produksi (000 Rp)/Th
1. Perikanan laut (nelayan)
2. Budi daya tambak (petani tambak)
10.003
2.764,89
117.030.200
81.642.570
Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Utara (2006)
Dalam perkembangannya pendapatan nelayan dan petani tambak sulit
ditentukan. Seringkali nelayan dan petani tambak memperoleh pendapatan tinggi,
rendah dan bahkan tidak memperoleh pendapatan sama sekali. Keadaan ini
tergantung pada beberapa faktor, diantaranya seperti harga ikan dan musim bagi
nelayan juga faktor penyakit ikan bagi petani tambak. Pasca tsunami nelayan dan
petani tambak di Kabupaten Aceh Utara banyak yang menggunakan pola tradisional
baik dalam melaut maupun dalam mengelola tambak. Di tambak-tambak belum
adanya kincir air dan pengatur oksigen, serta belum teraturnya air masuk dan keluar
yang secara langsung mempengaruhi kualitas air bagi udang atau ikan di dalam
tambak. Demikian juga para nelayannya masih ada yang menggunakan perahu
dayung, meskipun sudah banyak yang menggunakan perahu motor tetapi masih
merupakan perahu ukuran kecil. Hal ini disebabkan antara lain kesulitan modal,
kurangnya pengalaman, kurangnya luas lahan tambak serta status perahu dan
Sejak dilanda konflik yang berkepanjangan, petani tambak di Kabupaten
Aceh Utara tidak dapat seperti biasa menjalankan aktifitas pertambakannya. Banyak
tambak (lahan) mereka terbengkalai begitu saja. Di tambah lagi dengan bencana alam
gempa dan gelombang tsunami telah menghancurkan infrastruktur dan melumpuhkan
perekonomian daerah seperti kerusakan pada bidang perikanan dan kelautan.
Sebagian besar korban adalah masyarakat pesisir. Mereka kehilangan sanak keluarga,
tempat tinggal, dan sarana lainnya termasuk tempat pencaharian pendapatan mereka.
Pasca tsunami banyak perahu nelayan (hampir 80%) yang mengalami
kerusakan maupun hilang serta banyaknya lahan pertambakan yang rusak akibat
endapan lumpur bergaram. Bagi nelayan, hal ini tentu saja memerlukan modal yang
cukup untuk dapat kembali melaut. Demikian juga dengan petani tambak, untuk dapat
bertambak kembali tidak hanya memerlukan modal yang cukup tetapi juga
memerlukan waktu yang cukup lama untuk kestabilan struktur tanah.
Dalam hal ini pemerintah daerah khususnya pemerintah Kabupaten Aceh
Utara bersama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) telah menyusun
perencanaan dan melakukan berbagai upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di semua
bidang yang mengalami kerusakan, salah satunya adalah sektor perikanan. Walaupun
belum sepenuhnya, namun Pemerintah telah banyak merehabilitasi kerusakan di
bidang perikanan dan kelautan, seperti pemberian perahu bermotor, perbaikan tempat
pelelangan ikan (TPI), pemberian peralatan melaut atau bertambak serta pembersihan
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan NGO’s memberikan bantuan perahu
motor dan bantuan lainnya kepada nelayan yang usahanya terkena dampak dari
stunami baik secara individu maupun perkelompok. Modal nelayan yang menerima
bantuan pada daerah ini umumnya berasal dari berbagai sumber baik dari modal
sendiri, kredit, bantuan pemerintah/NGO’s, atau toke/pengusaha. Nelayan ini pada
umumnya telah menekuni profesi sebagai nelayan lebih kurang sepuluh tahun.
Banyaknya tenaga kerja yang digunakan atau yang bekerja menentukan
tingkat pendapatan dari nelayan, namun hal ini tidak terlepas dari pada besar kecilnya
perahu yang digunakan oleh nelayan. Mengenai jadwal berlayar, biasanya nelayan
didaerah ini berlayar setiap hari kecuali hari jum’at. Mereka setiap hari pergi pagi
pulang sore atau pergi sore maupun malam pulang pagi, bahkan ada yang berlayar
lebih dari satu hari tergantung dari besar kecilnya perahu yang digunakan.
Demikian juga dengan petani tambak, setelah terjadinya tsunami semua
pertambakan dangkal (terendam lumpur tsunami) dan alat-alat pertambakan banyak
rusak bahkan saluran air tidak dapat digunakan lagi. Oleh pihak pemerintah daerah
dan BRR membersihkan semua pertambakan yang sudah dangkal akibat lumpur
tsunami dan memperbaiki semua saluran air sehingga semua tambak dapat digunakan
lagi oleh petani tambak. Pada dasarnya banyak pertambakan di Aceh Utara yang
digunakan untuk pemeliharaan udang. Namun setelah tanah pertambakan terendam
lumpur tsunami, sisa-sisa lumpur mengakibatkan struktur tanah pertambakan tidak
stabil sehingga udang-udang sering terkena penyakit dan banyak yang mati. Petani
Pada umumnya petani tambak yang ada di Aceh Utara mengelola
pertambakan secara tradisionil. Modal petani tambak pada daerah ini umumnya
berasal dari berbagai sumber baik dari modal sendiri, kredit, bantuan
pemerintah/NGO’s, atau pengusaha tambak. Banyaknya tenaga kerja tambak yang
dipakai oleh pemilik tambak tergantung kepada besarnya luas lahan tambak. Petani
tambak ini merupakan orang yang sudah berpengalaman di bidangnya dan bertambak
merupakan pekerjaan utama mereka. Dalam hal memelihara ikan, pemilik tambak
juga banyak dibantu oleh pihak keluarga baik oleh anak-anak atau istri mereka.
Dengan adanya rehabilitasi dan bantuan tersebut dari pemerintah, sudah
sewajarnyalah perkembangan produksi tangkap dan budidaya ikan akan meningkat.
Sehingga pendapatan nelayan dan petani tambak juga akan meningkat. Dengan
meningkatnya pendapatan seharusnya kesejahteraan nelayan dan petani tambak juga
akan semakin meningkat. Namun pada kenyataan dilihat dari struktur sosial ekonomi
kehidupan masyarakat nelayan dan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara belum
mencerminkan tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak itu lebih baik, bahkan
pada musim tertentu kehidupan mereka terlihat begitu memprihatinkan. Oleh karena
itu penulis ingin menganalisa lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Sejauh mana pengaruh faktor-faktor modal, pengalaman, tenaga kerja dan
lama melaut (jam kerja) terhadap tingkat pendapatan nelayan di Kabupaten
Aceh Utara.
2. Sejauh mana pengaruh faktor-faktor modal, pengalaman, tenaga kerja, dan
luas lahan terhadap tingkat pendapatan petani tambak di Kabupaten Aceh
Utara.
3. Sejauh mana perbedaan antara tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak
di Kabupaten Aceh Utara.
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh dan menganalisis faktor-faktor modal,
pengalaman, tenaga kerja, dan lama melaut (jam kerja) terhadap tingkat
pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Utara.
2. Untuk mengetahui pengaruh dan menganalisis faktor-faktor modal,
pengalaman, tenaga kerja, dan luas lahan terhadap tingkat pendapatan petani
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan antara nelayan dan petani
tambak di Kabupaten Aceh Utara.
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi para nelayan dan petani tambak yang ingin memperbaiki produktivitas
usahanya, agar dapat memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan sehingga pendapatan dapat ditingkatkan dan dapat terciptanya
kesejahteraan hidup.
2. Bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Sebagai masukan untuk dijadikan
bahan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat Nelayan dan Petani
Tambak.
3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengalaman serta dapat
memperluas ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi khususnya mengenai
faktor-faktor produksi.
4. Bagi pihak-pihak lain atau peneliti selanjutnya dapat menjadi acuan atau
referensi dalam melakukan penelitian yang sama dimasa mendatang dengan
1.5. Kerangka Pemikiran
Menurut Raharja dan Manurung (2000) besarnya pendapatan seseorang sangat
tergantung dari produktivitasnya. Sementara produktivitas dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya seperti keahlian (skill), mutu modal manusia (human
capital), juga kondisi kerja (working conditions).
Usaha nelayan ataupun usaha petani tambak pada prinsipnya dapat
digolongkan sama dengan bentuk perusahaan, dimana untuk memproduksi secara
umum diperlukan modal, tenaga kerja, teknologi, dan kekayaan alam (Sukirno, 1985).
Bagi nelayan dan petani tambak, produksi ikan yang dihasilkan sama dengan
pendapatan.
Menurut Soekartawi (2002), modal dalam usaha tani dapat diklasifikasikan
sebagai bentuk kekayaan baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk
menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu
proses produksi. Dengan demikian pembentukan modal mempunyai tujuan untuk
yaitu : a) untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut ; dan b) untuk
meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), input tenaga kerja terdiri dari
kuantitas tenaga kerja dan ketrampilan angkatan kerja. Kualitas input tenaga kerja,
yaitu keterampilan, pengetahuan, dan disiplin angkatan kerja, adalah satu-satunya
unsur penting dari pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal, dapat digunakan
Sasmita (2006), mencoba memasukkan variabel pengalaman sebagai nelayan
dalam penelitiannya yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Asahan. Dengan menggunakan analisis
regresi menemukan hasil penelitian bahwa variabel modal kerja, tenaga kerja, dan
waktu melaut (jam kerja) berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan
pendapatan usaha nelayan. Sedangkan variabel pengalaman sebagai nelayan
berpengaruh positif, tetapi tidak signifikan terhadap peningkatan pendapatan usaha
nelayan. Modal kerja sangat dominan mempengaruhi peningkatan pendapatan usaha
nelayan.
Menurut Daniel (2002), luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu
yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian.
Dalam usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti
kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin
tidak efisien usaha tani yang dilakukan. Kecuali bila suatu usaha tani dijalankan
dengan tertib dan administrasi yang baik serta teknologi yang tepat.
Sementara Adnan (2006), dalam penelitiannya yang berjudul hubungan
program motorisasi terhadap peningkatan produksi dan pendapatan nelayan bertujuan
mengetahui pengaruh perubahan teknologi armada penangkapan terhadap tingkat
produksi (hasil tangkapan nelayan) dan mengetahui perbedaan pendapatan nelayan
berdasarkan teknologi armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa produksi hasil tangkapan ikan paling besar di capai
lanjut dapat disimpulkan bahwa antara teknologi memberikan perbedaan pendapatan
yang diterima oleh nelayan.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditentukan bahwa tingkat pendapatan sangat
dipengaruhi oleh produktivitas. Produktivitas sangat ditentukan oleh faktor-faktor
produksi. Produktivitas dalam menangkap ikan ditentukan oleh modal fisik, modal
manusia, sumber daya alam, dan pengetahuan teknologis. Bagi nelayan dan petani
tambak, produksi ikan (hasil tangkapan) sama dengan pendapatan dan dalam
memproduksi memerlukan faktor-faktor produksi di atas.
Penelitian yang dilakukan berkenaan dengan penelitian Sasmita (2006),
dimana variabel pendapatan dipengaruhi oleh variabel faktor-faktor produksi dan
dengan model yang digunakan mampu menjelaskan hubungan faktor-faktor produksi
dengan pendapatan.
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan, secara singkat dapat
Gambar 1.1: Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak
1.6.Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan kerangka pemikiran
maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
1. Faktor-faktor modal, pengalaman, tenaga kerja, dan lama melaut (jam kerja)
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Utara. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi : 1. Modal 2. Pengalaman 3. Tenaga kerja 4. Luas lahan
Pendapatan petani tambak Faktor-faktor yang
Mempengaruhi : 1. Modal 2. Pengalaman 3. Tenaga kerja 4. Lama melaut
(jam kerja)
Pendapatan nelayan
Perbedaan Usaha Nelayan
2. Faktor-faktor modal, pengalaman, tenaga kerja, dan luas lahan berpengaruh
terhadap tingkat pendapatan petani tambak di Kabupaten Aceh Utara.
3. Terdapat perbedaan tingkat pendapatan antara nelayan dan petani tambak di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Thn Judul Peneliti Variabel Hasil
- Untuk petani tambak:
Semua variabel signifikansi 99 persen dan hipotesisnya diterima.
Lanjutan Tabel 2.1
Thn Judul Peneliti Variabel Hasil
Sedangkan variabel jarak melaut, modal dan tenaga kerja tidak berpengaruh tangkapan nelayan. Hal ini terlihat dari besarnya konstanta untuk jenis teknologi tradisional, jenis teknologi motor tempel, dan jenis teknologi kapal motor, masing-masing sebesar 16.087 untuk perahu tradisional, 16.568 untuk perahu motor tempel serta 16.699 untuk kapal motor. Semakin tinggi nilai konstanta atau koefisien teknis, semakin tinggi hasil tangkapan.
Lanjutan Tabel 2.1
Thn Judul Peneliti Variabel Hasil
dan Rp. 6.850.099,-, dengan kapal motor. Lebih lanjut disimpulkan bahwa
Rangkuti - Variabel dependen: perahu motor adalah biaya melaut, status perahu, Faktor ini juga yang
paling dominan mempengaruhi
Lanjutan Tabel 2.1
Thn Judul Peneliti Variabel Hasil
2006 Analisis
Modal kerja, tenaga kerja, dan waktu melaut (jam kerja) berpengaruh positif persen, 90 persen, dan 95
persen. Sedangkan
Lanjutan Tabel 2.1
Thn Judul Peneliti Variabel Hasil
seseorang dalam
organisasi kerja nelayan maka makin besar pula pendapatan nelayan.
Adapun perbedaan dan persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan semua
referensi di atas adalah:
1. Referensi Salim, perbedaannya: untuk melihat tingkat pendapatan nelayan
menggunakan variabel jumlah perahu. Sedangkan pada penelitian ini
menggunakan variabel lama melaut. Persamaannya: sama-sama ingin mengetahui
tingkat pendapatan kedua sampel (petani tambak dan nelayan) dan melihat
perbedaan pendapatan antara kedua sampel.
2. Referensi Adnan, perbedaannya: melihat tingkat pendapatan nelayan dari variabel
teknologi(motorisasi). Sedangkan pada penelitian ini melihat tingkat pendapatan
nelayan dari variabel modal, pengalaman, tenaga kerja dan waktu melaut.
Persamaannya: sama-sama ingin mengetahui tingkat pendapatan nelayan.
3. Referensi Rangkuti, perbedaannya: melihat tingkat pendapatan nelayan perahu
motor dan nelayan perahu layar dari variabel biaya melaut, status perahu,
pengalaman dan tingkat pendidikan. Sedangkan pada penelitian ini melihat
tingkat pendapatan nelayan dari variabel modal, pengalaman, tenaga kerja, dan
lama melaut. Persamaannya: sama-sama ingin mengetahui tingkat pendapatan
4. Referensi Sasmita, perbedaanya: melihat tingkat pendapatan nelayan yang
menggunakan perahu motor berkapasitas ≤5 gross ton (GT), berkekuatan 23-30
daya kuda dan status perahu milik sendiri maupun milik orang lain
(toke/pengusaha) . Sedangkan pada penelitian ini melihat tingkat pendapatan
nelayan yang mendapat bantuan perahu motor dari pemerintah daerah, yang harus
membayar cicilan perahu perbulan dan nantinya status perahu akan menjadi milik
dari kelompok nelayan perahu motor tersebut. Persamaannya: sama-sama ingin
mengetahui tingkat pendapatan nelayan yang dipengaruhi oleh variabel modal ,
pengalaman, tenaga kerja, dan lama melaut (waktu melaut).
5. Referensi Masyuri, perbedaannya: melihat tingkat pendapatan nelayan dari segi
produktivitas nelayan. Sedangkan pada penelitian ini melihat tingkat pendapatan
nelayan dari variabel modal, pengalaman, tenaga kerja dan lama melaut.
Persamaannya: sama-sama ingin mengetahui tingkat pendapatan nelayan dengan
menggunakan sarana produksi.
2.2. Teori Pendapatan
Masalah pendapatan tidak hanya dilihat dari jumlahnya saja, tetapi bagaimana
distribusi pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi arah gejala distribusi pendapatan dan pengeluaran di Indonesia: pertama,
perolehan faktor produksi dalam hal ini faktor yang terpenting adalah tanah. Kedua,
perolehan pekerjaan yaitu perolehan pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai tanah
dalam hal ini yang terpenting adalah produksi pertanian dan arah gejala harga yang
diberikan kepada produk tersebut.
Menurut Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima
oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan,
bulanan maupun tahunan.
Dewasa ini sumber pendapatan sebagian besar rumah tangga di pedesaan tidak
hanya dari satu sumber, melainkan dari beberapa sumber atau dapat dikatakan rumah
tangga melakukan diversifikasi pekerjaan atau memiliki aneka ragam sumber pendapatan
(Susilowati dkk, 2002).
Pendapatan rumah tangga pertanian ditentukan oleh tingkat upah sebagai
penerimaan faktor produksi tenaga kerja. Nilai sewa tanah sebagai penerimaan dari
penguasaan asset produktif lahan pertanian. Dengan demikian tingkat pendapatan rumah
tangga pedesaan sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan faktor produksi.
Menurut Rahardja dan Manurung (2000), pendapatan adalah total penerimaan
(uang dan bukan uang) seseorang atau suatu rumah tangga selama periode tertentu.
Menurutnya juga, Pendapatan uang (money income) adalah sejumlah uang yang diterima
keluarga pada periode tertentu sebagai balas jasa atas faktor produksi yang diberikan.
Masih menurut Rahardja dan Manurung (2001), pendapatan personal adalah
bagian pendapatan nasional yang merupakan hak individu-individu dalam perekonomian,
sebagai balas jasa keikutsertaan mereka dalam proses produksi.
Menurut Dahuri (2003), untuk melihat tingkat pendapatan nelayan juga bisa
2.3. Konsep Pendapatan (Income)
Pendapatan merupakan konsep aliran (flow concept). Menurut Raharja dan
Manurung (2000), ada tiga sumber penerimaan rumah tangga, yaitu:
1) Pendapatan dari gaji dan upah
Gaji dan upah adalah balas jasa terhadap kesediaan menjadi tenaga kerja. Besar
gaji / upah seseorang secara teoritis sangat tergantung pada produktivitasnya. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas, yaitu: a) Keahlian (skill), adalah
kemampuan teknis yang dimiliki seseorang untuk mampu menangani pekerjaan yang
dipercayakan. Makin tinggi jabatan seseorang, keahlian yang dibutuhkan makin tinggi,
karena itu gaji atau upahnya makin tinggi. b) Mutu modal manusia (Human capital),
adalah kapasitas pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang, baik
karena bakat bawaan (inborn) maupun hasil pendidikan dan latihan. c) Kondisi kerja
(Working conditions), adalah lingkungan dimana seseorang bekerja. Penuh resiko atau
tidak. Kondisi kerja dianggap makin berat, bila resiko kegagalan atau kecelakaan kerja
makin tinggi. Untuk pekerjaan yang makin beresiko tinggi, upah atau gaji makin besar,
walaupun tingkat keahlian yang dibutuhkan tidak jauh berbeda.
2) Pendapatan dari Aset produktif
Aset produktif adalah aset yang memberikan pemasukan atas balas jasa
penggunaannya. Ada dua kelompok aset produktif. Pertama, aset finansial (financial
assets). Kedua, aset bukan finansial (real assets).
Pendapatan dari pemerintah atau penerimaan transfer (transfer payment) adalah
pendapatan yang diterima bukan sebagai balas jasa atas input yang diberikan.
Menurut Rosyidi (2002), ada dua pihak yang menggerakkan roda perekonomian,
kedua pihak itu ialah swasta di satu pihak, dan pemerintah di pihak lainnya. Didalam
perekonomian liberal, maka peranan di dalam perekonomian hampir seluruhnya
dimainkan oleh pihak swasta, yakni oleh pihak individu dan pihak business yang
menyediakan barang dan jasa yang menjadi pemuas kebutuhan masyarakat, sebagai
imbalan bagi jasa-jasa produktif yang diterimanya dari masyarakat seperti tenaga, tanah,
dan sebagainya. Di pihak lain, dari pihak masyarakat ke pihak bisnis mengalirlah uang
dalam bentuk pembelian-pembelian, sedangkan dari arah yang sebaliknya- dari business
ke masyarakat- mengalir pula dalam bentuk upah, gaji, bunga, sewa, dan sebagainya.
Demikianlah adanya arus perputaran perekonomian dari saat ke saat di dalam sebuah
perekonomian swasta.
Selanjutnya pada pendapatan dan penghasilan adanya arus uang yang mengalir
dari pihak dunia usaha kepada masyarakat dalam bentuk upah dan gaji, bunga, sewa, dan
laba. Ini adalah bentuk-bentuk pendapatan yang diterima oleh anggota masyarakat.
Penghasilan bisa jadi lebih besar dari pada pendapatan, sebab secara teoritis, penghasilan
bruto harus dikurangi dengan setiap biaya yang dikorbankan oleh seseorang demi
mendapatkan pendapatannya.
Arus pendapatan (upah, bunga, sewa, dan laba) itu muncul sebagai akibat adanya
jasa-jasa produktif yang mengalir ke arah yang berlawanan dengan arah arus pendapatan
pendapatan mengalir dari business ke masyarakat. Semua ini memberi arti bahwa
pendapatan harus didapatkan dari aktivitas produktif. Konsep pendapatan nasional
pengertiannya hanyalah sederhana saja, yakni pendapatan nasional tidak lebih daripada
penjumlahan semua pendapatan individu.
2.4. Produksi
Menurut Rosyidi (2002), bagi kebanyakan orang, produksi diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan didalam pabrik-pabrik atau kegiatan di lapangan pertanian. Secara
lebih luas, setiap proses yang menciptakan nilai atau memperbesar nilai sesuatu
barang adalah produksi. Atau dengan mudah dikatakan bahwa produksi adalah setiap
usaha yang menciptakan atau memperbesar daya guna barang. Produksi tidak dapat
dilakukan tanpa bahan-bahan yang memungkinkan dilakukannya produksi itu sendiri.
Faktor-faktor produksi itu terdiri atas: a) tanah atau sumber daya alam; b) tenaga
kerja manusia atau sumber daya manusia; c) modal, dan; d) kecakapan tata laksana
atau skill. Sekalipun tidak ada yang tidak penting dari keempat faktor produksi
tersebut, namun yang keempat itulah yang terpenting, sebab fungsinya adalah
mengorganisasikan ketiga faktor produksi yang lain.
Produksi menciptakan pendapatan. Pembuatan barang dan jasa oleh bisnis
tentu memerlukan jasa-jasa produktif dari semua faktor produksi, dan dari situlah
munculnya pendapatan, yakni berupa balas jasa untuk semua faktor produksi itu
Usaha nelayan ataupun usaha petani tambak pada prinsipnya dapat digolongkan
sama dengan bentuk perusahaan, dimana untuk memproduksi secara umum diperlukan
modal, tenaga kerja, teknologi, dan kekayaan alam (Sukirno, 1985). Bagi nelayan dan
petani tambak, produksi ikan yang dihasilkan sama dengan pendapatan.
Produksi (production) merujuk pada transformasi dari berbagai input (tenaga
kerja, modal, dan tanah atau sumber daya alam) atau sumber daya menjadi output
berupa barang dan jasa.
Menurut Soekartawi (2005), faktor produksi memang sangat menentukan
besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan
bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga
kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting diantara faktor
produksi yang lain. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output)
biasanya disebut dengan fungsi produksi.
Resiko produksi perikanan adalah yang paling besar dalam konteks
produk-produk pertanian, karena sebagian besar produk-produk perikanan berasal dari produk-produksi
perairan umum yang tunduk pada kaedah general proverty rights dimana mereka
yang menguasai akses akan menguasai produksi yang relatif besar.
Menurut Daniel (2002), proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan
yang dibutuhkan tanaman, ternak, maupun ikan dapat dipenuhi. Persyaratan ini lebih
dikenal dengan nama faktor produksi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen,
kerja. Ketiga faktor produksi tersebut merupakan sesuatu yang harus tersedia, yang
akan lebih sempurna kalau syarat kecukupan pun dapat terpenuhi.
Menurut Mankiw (2001), Produktivitas merupakan faktor penting. Banyak
faktor menentukan produktivitas dalam menangkap ikan, misalnya, jika memiliki
lebih banyak jaring ikan, jika tahu teknik-teknik menangkap ikan yang baik, jika
pulaunya memiliki suplai ikan yang banyak, dan jika mampu menemukan tempat
terbaik untuk menangkap ikan di sekitar pulau. Masing-masing faktor yang
menentukan produktifitas ini kita sebut modal fisik, modal manusia, sumber daya
alam, dan pengetahuan teknologis, dapat diaplikasikan terhadap perekonomian yang
lebih kompleks dan realistis.
2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
Samuelson dan Nordhaus (2004), Para ekonom telah menemukan bahwa mesin
kemajuan ekonomi harus bertengger di atas empat roda yang sama. Keempat roda, atau
empat faktor pertumbuhan itu adalah:
1. Pembentukan modal ( mesin, pabrik, jalan)
2. Sumber daya manusia (penawaran tenaga kerja, pendidikan, disiplin , motivasi)
3. Teknologi (sains, rekayasa, manajemen, kewirausahaan)
4. Sumber daya alam (tanah, mineral, bahan baker, kualitas lingkungan)
Rahardja dan Manurung (2001), faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan
ekonomi adalah:
2. Tenaga kerja (kualitas SDM terkait dengan kemajuan teknologi produksi)
3. Teknologi (dapat memanfaatkan teknologi madia atau tepat guna secara optimal)
4. Uang (memegang peranan dan fungsi sentral dalam proses produksi)
5. Manajemen (peralatan yang dibutuhkan untuk mengelola perekonomian modern)
6. Kewirausahaan atau Entrepreneurship (diharapkan dapat menjadi motor
pertumbuhan dan modernisasi perekonomian)
7. Informasi (pengambilan keputusan dapat lebih cepat dan lebih baik sehingga
alokasi sumber daya ekonomi makin efisien)
Mankiw (2001), faktor yang menentukan produktivitas dapat diaplikasikan
terhadap perekonomian yang lebih kompleks dan realistis. Faktor yang dimaksud adalah:
1. Modal fisik (peralatan dan infra struktur yang digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa)
2. Modal manusia (pengetahuan dan keahlian-keahlian yang diperoleh pekerja
melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman)
3. Sumber daya alam (input-input produksi barang dan jasa yang disediakan oleh
alam, sungai dan deposit-deposit mineral)
4. Pengetahuan teknologis (pemahaman masyarakat tentang cara terbaik untuk
memproduksi barang dan jasa)
2.5.1. Modal
Menurut Mulyadi (2005), modal usaha nelayan adalah nilai aset (inventaris)
penangkap modal terdiri dari: alat-alat penangkapan (pukat dan lain-lain), boat atau
sampan penangkap, alat-alat pengolahan atau pengawet di dalam kapal, dan alat-alat
pengangkutan laut (carier).
Penilaian modal usaha nelayan dapat dilakukan menurut tiga cara: 1) penilaian
didasarkan kepada nilai alat-alat yang baru, yaitu berupa ongkos memperoleh alat-alat
tersebut menurut harga yang berlaku sekarang; 2) berdasarkan harga pembelian atau
pembuatan alat-alat, jadi berapa investasi awal yang telah dilaksanakan nelayan, bertolak
dari sini, dengan memperhitungkan penyusutan tiap tahun, dapat dihitung nilai alat-alat
atau modal pada waktu sekarang; 3) dengan menaksir nilai alat pada waktu sekarang,
yakni harga yang akan diperoleh apabila alat-alat dijual.
Menurut Soekartawi (2002), modal dalam usaha tani dapat diklasifikasikan
sebagai bentuk kekayaan baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk
menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses
produksi. Dengan demikian pembentukan modal mempunyai tujuan yaitu: a) untuk
menunjang pembentukan modal lebih lanjut; dan b) untuk meningkatkan produksi dan
pendapatan usaha tani.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), modal adalah salah satu dari tiga
faktor produksi yang utama. Dua lainnya, tanah dan tenaga kerja, sering disebut
faktor-faktor produksi primer. Yang berarti penawarannya sangat ditentukan oleh faktor-faktor-faktor-faktor
non ekonomi, seperti tingkat kesuburan dan geografi Negara. Dalam contohnya dengan
waktu menangkap ikan menjadi lebih produktif dalam kaitannya dengan ikan yang
ditangkap perhari.
Menurut Suadi (2006), peningkatan efisiensi penggunaan modal dan pengelolaan
yang efektif pada sumber daya ikan, dapat meningkatkan pendapatan nelayan.
2.5.2. Pengalaman Tenaga Kerja
Menurut Rangkuti (1995), pengalaman adalah seseorang yang telah menekuni
pekerjaannya selama beberapa tahun. Seseorang nelayan yang telah menekuni
pekerjaannya 15 sampai 30 tahun, dapat dianggap nelayan yang berpengalaman dan
dapat dijadikan pawang.
Menurut Buwono (1993), pada usaha pertambakan, penerapan pemeliharaan
intensif bukan hanya pada segi teknis pemeliharaannya, tetapi sistem pengelolaannya
juga baik dari sumber daya manusianya maupun permodalannya perlu diusahakan secara
intensif. Sumber daya manusia, khususnya teknisi dan staf ahli, merupakan salah satu
kunci penting dalam pengembangan perusahaan, karena menentukan tinggi rendahnya
produksi yang dipelihara dan berperanan penting dalam menerapkan strategi
pemeliharaan yang berwawasan lingkungan.
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, setiap personil industri per-udangan
perlu menambah pengetahuan dan ketrampilan yang berkaitan dengan masalah
pemeliharaan Udang, baik teknis pemeliharaan, teknis pemilihan lahan yang cocok,
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), input tenaga kerja terdiri dari
kuantitas tenaga kerja dan ketrampilan angkatan kerja. Kualitas input tenaga kerja, yaitu
keterampilan, pengetahuan, dan disiplin angkatan kerja, adalah satu-satunya unsur
penting dari pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal, dapat digunakan dan dirawat
secara efektif hanya oleh tenaga-tenaga kerja yang trampil dan terlatih.
Menurut Rosyidi (2002), kecakapan (skill) yang menjadi faktor produksi disebut
orang dengan sebutan entrepreneurship. Jelas sekali entrepreneurship ini merupakan
faktor produksi yang intangible (tak dapat diraba), tetapi sekalipun demikian tak syak
lagi peranannya justru amat menentukan. Entrepreneurship atau skill ini adalah amat
penting peranannya sehubungan dengan hasil yang akan dihasilkannya dan juga
merupakan faktor produksi yang justru paling menentukan didalam perkembangan
perekonomian masyarakat.
Faktor penentu produktivitas dari modal manusia merupakan istilah ekonom
untuk pengetahuan dan keahlian yang diperoleh pekerja melalui pendidikan, pelatihan,
dan pengalaman. Modal manusia meliputi keahlian-keahlian yang diperoleh, juga
pelatihan-pelatihan kerja (Mankiw, 2001).
Masih menurut Gitosudarmo (1999), akibat bertambahnya pengalaman didalam
mengerjakan suatu pekerjaan atau memproduksikan suatu barang, dapat menurunkan
rata-rata ongkos per satuan barang. Hal ini adalah logis karena dengan bertambahnya
pengalaman seseorang didalam mengerjakan pekerjaan itu, tentu saja akan diperoleh
pelajaran untuk melakukannya dengan lebih baik serta lebih efisien. Kekeliruan yang
kesalahan yang sama. Jadi, apabila pengalaman kerja meningkat dan mencapai dua kali
lipat dari semua maka akan terdapat suatu penurunan biaya produksi per unit yang cukup
berarti besarnya.
Menurut Ahyari (1999), terdapat empat klasifikasi tenaga kerja yaitu: a) tenaga
kerja ahli dan terlatih; b) tenaga kerja ahli tetapi belum terlatih; c) tenaga kerja tidak ahli
tetapi terlatih; d) tenaga kerja tidak ahli dan tidak terlatih. Dimaksudkan dengan tenaga
kerja ahli merupakan tenaga kerja dengan bekal pendidikan formal tertentu atau
pendidikan ahli yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga kerja terlatih
merupakan tenaga kerja yang telah mempunyai pengalaman kerja tertentu dalam jangka
waktu tertentu pula (misalnya lima tahun).
2.5.3. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam proses produksi
untuk menghasilkan barang maupun jasa disamping faktor produksi modal, teknologi,
dan sumber daya alam. Tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan dan
menggerakkan segala kegiatan, menggunakan peralatan maupun teknologi dalam
menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan
dan juga membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian (terampil)
Menurut Nopirin (2000), penggunaan tenaga kerja sebagai variabel dalam proses
produksi lebih ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah
Menurut Soekartawi (1993), Besar kecilnya tenaga yang dipakai oleh suatu
usaha pertanian akan sangat tergantung dari tersedianya modal. Dalam batas-batas
tertentu, maka dengan cukup tersedianya modal, maka tidak ada alasan untuk tidak
mempergunakan tenaga kerja dalam jumlah yang diperlukan.
Setiap usaha kegiatan nelayan yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga
kerja, banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan kapasitas kapal
motor yang dioperasikan sehingga akan mengurangi biaya melaut yang diharapkan
pendapatan tenaga kerja akan lebih meningkat, karena tambahan tenaga kerja tersebut
tidak profesional (Masyhuri, 1999).
Faktor tenaga kerja tidak hanya cukup dilihat dari segi jumlahnya saja, melainkan
juga harus diperhatikan kualitas dari tenaga kerja tersebut. Dengan adanya perbaikan
kualitas tenaga kerja, maka batas penurunan produksi total karena pertambahan jumlah
tenaga kerja akan dapat ditunda sampai jumlah tenaga kerja yang lebih besar. Pekerja
adalah mereka yang sungguh-sungguh bekerja atau melakukan kegiatan produksi dalam
suatu perekonomian dan mendapatkan upah sebagai balas jasa mereka (Suparmoko dkk,
2000).
2.5.4. Lama Melaut (jam kerja)
Dari berbagai faktor produksi yang dikenal, capital dan labor merupakan dua
faktor produksi yang terpenting. Capital adalah seperangkat peralatan yang digunakan
Fungsi produksi mencerminkan teknologi yang ada karena secara implisit
menunjukkan cara mengubah capital dan labor menjadi output. Jika ditemukan cara
produksi yang lebih baik, akan diperoleh lebih banyak output dari penggunaan capital
dan labor yang jumlahnya sama.
Dengan berubahnya waktu terjadi perubahan dalam supply faktor produksi
maupun teknologi, output yang dihasilkan juga akan berubah. Semakin meningkat
kuantitas labor dan capital akan semakin banyak output yang dihasilkan (Herlambang
dkk, 2002).
Masih menurut Herlambang dkk (2002), perusahaan menghasilkan lebih banyak
output jika memiliki lebih banyak mesin atau jika pekerjanya bekerja lebih lama.
Dari sisi jam kerja, rumah tangga tani memanfaatkan waktu siang, sedangkan
rumah tangga nelayan dalam penangkapan ikan pada umumnya malam hari, kecuali
nelayan yang mengusahakan budi daya ikan laut dan jenis produk lainnya.
Ketergantungan hidup nelayan terhadap musim sangat tinggi, karena tidak setiap
saat nelayan bisa turun melaut, terutama pada musim ombak yang bisa berlangsung
sampai lebih dari satu bulan. Akibatnya, hasil tangkapan menjadi terbatas. Selain itu
rendahnya teknologi penangkapan yang dimiliki nelayan serta masih banyaknya nelayan
yang belum memiliki peralatan tangkap, semakin memojokkan nelayan dalam kondisi
kemiskinannya.
Menurut Miller dan Roger (2000), produksi merupakan konsep arus. Apa yang
dimaksud konsep arus (flow concept) disini adalah produksi merupakan kegiatan yang
sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Pemakaian sumber daya dalam suatu
proses produksi juga diukur sebagai arus. Modal dihitung sebagai sediaan jasa,
katakanlah mesin, per jam; jadi bukan dihitung sebagai jumlah mesinnya secara fisik.
Menurut Masyhuri (1999), Pada umumnya penangkapan ikan lepas pantai yang
dilakukan dalam waktu yang lebih lama dan lebih jauh dari daerah sasaran tangkapan
ikan mempunyai banyak kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi) yang
lebih banyak dan tentu memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan
penangkapan ikan dekat pantai.
Istilah produktivitas (productivity) mengacu kepada kuantitas barang dan jasa
yang bisa dihasilkan seorang pekerja per-jam kerja (Mankiw, 2001).
2.5.5. Luas Lahan
Pesatnya jumlah perusahaan pertambakan yang terhampar di Indonesia tak lepas
dari ketersediaan lahan pertambakan dan potensi sumber daya alam maupun sumber daya
manusia yang memungkinkan dikembangkan usaha budi daya (Buwono, 1993).
Menurut Soekartawi (2002), pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat
dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga dari segi lain, misalnya aspek kesuburan
tanah, macam penggunaan lahan dan topografi.
Masih menurut Daniel (2002), luas penguasaan lahan merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam
usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien
usaha tani yang dilakukan. Kecuali bila suatu usaha tani dijalankan dengan tertib dan
administrasi yang baik serta teknologi yang tepat. Tingkat efisiensi sebenarnya terletak
pada penerapan teknologi. Karena pada luasan yang lebih sempit, penerapan teknologi
cenderung berlebihan (hal ini erat hubungannya dengan konversi luas lahan ke hektar),
dan menjadikan usaha tidak efisien.
Menurut Rosyidi (2002), yang dimaksud dengan tanah bukanlah sekedar tanah
untuk ditanami atau untuk di tinggali saja, tetapi termasuk pula didalamnya segala
sumber daya alam. Istilah tanah maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi
faktor produksi, yang antara lain meliputi: a) tenaga penumbuh dari pada tanah, baik
untuk pertanian, perikanan, maupun pertambangan; b) ikan dan mineral, baik ikan dan
mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala, dan sebagainya) maupun ikan dan mineral
laut.
2.6. Nelayan dan Petani Tambak
Pada dasarnya wilayah pesisir dimanfaatkan oleh masyarakat Nelayan dan petani
tambak. Nelayan berbeda dengan petani tambak. Perbedaan yang mendasar adalah
nelayan memanfaatkan wilayah pesisir sebagai tempat bekerja, sedangkan petani tambak
mengelola daerah rawa, sungai, sawah, dan sejenisnya untuk mengelola ikan dan produk
perikanan lainnya (Elfrindi dalam mulyadi, 2005)
Petani tambak tidak tergantung dengan musim ikan karena petani tambak yang
komersial biasanya mengelola perikanan dengan siklus tertentu, sedangkan nelayan
namun ikan dari petani tambak biasanya dibudidayakan sehingga sangat tergantung pada
bibit, makanan, perawatan, dan lainnya.
Sementara itu, nelayan tidak ikut dalam proses budi daya, kecuali secara natural
mereka berupa menangkap ikan yang sudah terbudi daya dengan sendirinya mengikuti
ekosistem kelautan. Gabungan antara nelayan pantai dengan petani tambak lazim dikenal
dengan rumah tangga perikanan. Dalam konteks nelayan, nelayan tradisional diartikan
sebagai orang yang bergerak di sektor kelautan dengan menggunakan perahu layar tanpa
motor, sedangkan mereka yang menggunakan mesin atau perahu motor merupakan
nelayan modern.
Dalam konteks rumah tangga nelayan, persoalannya jauh lebih kompleks bila
dibandingkan dengan rumah tangga konvensional. Walaupun dalam sensus sektor
perikanan merupakan subsektor dari pertanian, keberadaan rumah tangga nelayan
memiliki ciri khusus bila dibandingkan dengan rumah tangga tani. Perbedaan yang
muncul dari kedua rumah tangga ini antara lain: 1) Rumah tangga tani dan petani tambak
mengandalkan tanah yang terbatas sebagai salah satu faktor produksi, sementara rumah
tangga nelayan menggunakan wilayah pesisir sebagai suatu faktor produksi, 2) Pada
rumah tangga tani lahan terbatas penggunaannya, sedangkan laut bagi rumah tangga
nelayan adalah tidak terbatas yang dibatasi oleh batas-batas teritorial administrasi, 3)
Petani dalam proses produksinya terikat dengan musim, sementara rumah tangga nelayan
sarat dengan siklus bulan (Mashuri dalam Mulyadi, 2005)
Menurut Dahuri (2003), nelayan dikategorikan sebagai tenaga kerja yang