BAB I PENDAHULUAN
B. PENERIMAAN SOSIAL REMAJA
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Ada banyak faktor yang mempengaruhi penerimaan sosial seseorang antara lain ciri-ciri kepribadian seseorang, kesehatan, jenis dan nilai kelompok, status ekonomi keluarga dan kebudayaan.
a. Ciri-ciri Kepribadian
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994: 788) mendefinisikan kepribadian sebagai sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang. Allport (Inge Hutagalung, 2007: 1) mengatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ciri kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan sosial seseorang. Ciri-ciri kepribadian setiap orang itu berbeda. Ada ciri-ciri kepribadian yang diterima oleh orang lain dan ada juga ciri kepribadian yang tidak diterima oleh orang lain. Inge Hutagalung (2007: 5) ciri kepribadian ini tampak dalam pola-pola terorganisasi yang dikenal dalam istilah sifat.
Penerimaan sosial seseorang dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian yang disukai. Remaja yang diterima oleh teman sebaya tidak berarti memiliki pola kepribadian yang sempurna, tetapi memiliki sifat-sifat yang baik lebih banyak daripada sifat-sifat yang buruk. Sebaliknya, remaja yang
kurang diterima oleh kelompok teman sebaya memiliki sifat-sifat yang buruk lebih banyak daripada sifat-sifat yang baik.
Menurut Hurlock (1978 : 296) hampir semua anak yang diterima dalam kelompoknya adalah anak remaja yang ramah dan kooperatif. Mereka yang dapat menyesuaikan diri tanpa menimbulkan kekacauan, mengikuti peraturan, menerima dengan senang apa yang terjadi, baik, sedangkan remaja yang mendapat penolakan adalah anak yang memiliki kepribadian yang egosentris, terpaku pada diri sendiri, tidak dapat menyesuaikan diri di kelompok dengan baik. Cole (1959) berpendapat bahwa gadis yang periang, tenang, ramah, tulus hati, dan penuh pengertian, potensial untuk mendapat penerimaan.
Selain sifat yang mendukung penerimaan, ada juga sifat pribadi yang mendapat penolakan, misalnya sifat kasar, suka bertengkar, mudah marah, sombong, dan keras kepala. Sifat-sifat inilah yang kurang diterima. Rice (1996) mengatakan bahwa ada beberapa sifat kepribadian yang mengakibatkan remaja kurang diterima adalah kasar, acuh tak acuh, bermusuhan, tidak dapat menguasai diri, suka menguasai, mudah marah, egois, pesimistis, suka mengeluh, tidak bisa diandalkan, pembohong, kurang sportif, tidak bisa humor, berpikiran kotor dan sombong. Menurut Cole (1959) sifat pribadi yang kurang diterima adalah agresif, mudah tersinggung, malu, pasif, dan terlalu cerewet.
Ciri kepribadian juga tercermin dalam perilaku seseorang. Inge Hutagalung (2007: 5) mengatakan bahwa perilaku merupakan cerminan
sikap seseorang. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1994: 755) perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Perilaku yang berhubungan dengan orang lain disebut perilaku sosial. Definisi perilaku sosial menurut Bruno (1989) adalah perilaku yang berkaitan dengan interaksi antara dua orang atau lebih. Perilaku sosial diklasifikasikan menjadi dua yaitu perilaku prososial dan perilaku anti sosial. Prososial adalah perilaku yang cenderung membangun dan membantu dalam pencapaian tujuan kelompok. Perilaku anti sosial adalah perilaku yang cenderung merusak dan mengganggu kelancaran pencapaian tujuan kelompok.
Hurlock (1992) berpendapat bahwa perilaku sosial mendukung penerimaan sosial adalah perilaku sportif, bersedia untuk bekerjasama, kreatif, mampu bertanggung jawab, bersikap bijaksana dan sopan. Medinnus (1969) mengatakan bahwa individu yang penuh empati, dan individu yang merasa aman, berpeluang besar untuk mendapatkan penerimaan sosial dari teman sebayanya.
Perilaku sosial yang menyebabkan individu kurang diterima antara lain karena individu sulit untuk diajak bekerjasama dalam menyelesaikan tugas, tidak sopan, malas bergaul. Menurut Hurlock (1992: 217) perilaku sosial yang mengakibatkan penolakan sosial adalah perilaku yang suka menonjolkan diri, mengganggu dan menggertak orang lain, senang memerintah, tidak bekerjasama, dan kurang bijaksana.
b. Penampilan Diri
Orang cenderung menerima baik buruknya seseorang berdasarkan kesan pertama terhadap penampilannya. Orang yang penampilan fisiknya menarik cenderung lebih disukai daripada yang penampilan fisiknya kurang menarik. Karen Dion dan E. Berseherd (Hamachek, 1982) menemukan bahwa anak-anak lebih responsif terhadap teman-temannya yang secara fisik berpenampilan menarik, dan sebaliknya menganggap anak-anak yang secara fisik berpenampilan tidak menarik sebagai anak yang agresif dan menakutkan. Hutagalung (2007: 81) Mengatakan bahwa orang lain akan merasa nyaman, betah, dan senang dengan penampilan diri yang enak dipandang mata.
Cross dan Cross (Hurlock, 1992: 219) menjelaskan pentingnya penampilan bagi remaja sebagai berikut: “kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi umat manusia. Matthew (1996: 136) menegaskan bahwa “jika anda ingin mendapatkan banyak teman, pandai-pandailah mengatur cara berpenampilan.” Menurut Matthew (1996) terdapat tiga aturan dalam berpakaian yaitu berpakaian rapi, sederhana, dan sesuai dengan kondisinya. Remaja yang berpenampilan seperti ini berpeluang untuk mendapatkan penerimaan.
c. Kesehatan
Hurlock (1978 : 96) mengatakan bahwa kebanyakan remaja yang populer tampaknya memiliki kesehatan yang baik. Mereka penuh semangat, antusias, dan bersedia terlibat dalam kegiatan bersama. Remaja
yang kondisi kesehatannya buruk kurang berpartisipasi dalam kegiatan kelompok bersama teman sebaya. Akibatnya remaja yang kondisi kesehatannya buruk akan mendapat penolakan atau diabaikan dalam kelompok teman sebayanya. Selain faktor kesehatan, cacat fisik juga dapat mengakibatkan remaja sulit untuk ikut berpartisipasi dalam suatu kelompok bersama teman sebaya. Menurut Hurlock (1978 : 97) orang yang cacat fisik sulit melakukan peran serta sosial. Dengan peran serta sosial yang kurang akan mengakibatkan remaja kurang di terima dalam kelompok teman sebaya.
d. Jenis dan Nilai Kelompok
Santrock (2003 : 231) mengatakan bahwa remaja bergabung dalam suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok akan sangat menyenangkan, menarik, dan memenuhi kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, meningkatkan harga diri, dan memberi mereka suatu identitas. Oleh karena itu remaja sangat membutuhkan penerimaan dalam kelompok teman sebaya.
Hurlock (1978) berpendapat bahwa penerimaan tergantung pada besar kecilnya kelompok dan sifat-sifat dalam kelompok. Kriteria penerimaan dalam kelompok kecil bersifat personal. Seseorang akan diterima dan ditolak dalam kelompok berdasarkan siapa dirinya, apa yang dimilikinya, dan apa yang dilakukannya. Sedangkan kriteria penerimaan
dalam kelompok besar lebih berhubungan dengan hal-hal yang dapat disumbangkan bagi kelompok.
Sifat kelompok akan menentukan penerimaan kelompok. Orang yang memiliki keterampilan sosial yang sesuai dengan kelompok, besar kemungkinan memperoleh penerimaan. Olahraga merupakan salah satu keterampilan yang mendukung untuk mendapatkan penerimaan. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Rice (1996) yang mengatakan bahwa remaja laki-laki yang berprestasi dalam bidang olah raga mudah memperoleh penerimaan daripada remaja yang hanya berprestasi dalam bidang akademik.
Menurut Hurlock (1978) remaja melakukan hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai kelompok akan memperoleh penerimaan sosial lebih besar. Prioritas nilai kelompok remaja putera dan kelompok remaja putri cenderung berbeda. Kelompok remaja puteri sangat mengutamakan penampilan dan kelompok remaja putera lebih menekankan nilai keberanian. Remaja puteri yang berpenampilan menarik lebih mudah mendapatkan penerimaan daripada remaja putri yang berpenampilan buruk. Sedangkan dalam kelompok remaja putera, remaja putera yang sangat baik hati dan sopan cenderung kurang diterima karena remaja ini menolak tindakan yang mengandung resiko, misalnya kebut-kebutan, mabuk-mabukan, berkelahi. Remaja ini dinilai kurang berani menghadapi tantangan.
e. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi juga ikut berpengaruh dalam penerimaan dan penolakan dalam kelompok teman sebaya. Tinggi rendahnya status sosial orang tua ikut menentukan penerimaan remaja dalam kelompoknya. Lulf (Hurlock, 1978: 98) menjelaskan bahwa status sosial ekonomi adalah suatu ukuran yang penting untuk menentukan bagaimana seseorang memandang orang lain. Orang cenderung menghargai mereka yang berpenghasilan tinggi dan kurang menghargai yang berpenghasilan rendah.
Remaja yang kurang diterima dalam kelompok biasanya yang memiliki status sosial ekonomi orangtua yang rendah. sehingga mereka cenderung bersikap minder, menutup diri, kurang percaya diri karena merasa tidak disenangi kelompok. Sebaliknya remaja yang status sosial ekonominya orang tuanya tinggi akan lebih mudah diterima dalam kelompok.
f. Budaya
Faktor budaya ikut mempengaruhi penerimaan seseorang. Perbedaan budaya akan sangat berpengaruhi pada penerimaan maupun penolakan seseorang. Orang perlu memahami dan menyesuaikan diri dengan budaya lain sebelum orang tersebut tinggal bersama dengan masyarakat yang berbeda budaya dengan dirinya. Misalnya seorang remaja Flores yang mau bergabung dengan remaja Jawa perlu mempelajari budaya Jawa supaya remaja tersebut diterima dalam kelompok.