• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spread Harga Gabah

III. METODE PENELITIAN

3.3. Prosedur Analisis

3.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spread Harga Gabah

Faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras akan dianalisis menggunakan model ekonometrika. Dalam era globalisasi, pasar beras internasional mempunyai pengaruh besar terhadap pasar beras domestik. Kenaikan harga beras internasional akan mendorong pedagang besar melakukan ekspor beras ke luar negeri, yang selanjutnya akan mengurangi suplai beras domestik, dan pada gilirannya akan meningkatkan harga beras eceran di tingkat konsumen. Keterkaitan harga beras di tingkat konsumen dan di tingkat produsen yang bersifat asimetri (Simatupang, 2001), sehingga peningkatan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga gabah di tingkat petani. Pada akhirnya, kenaikan harga beras internasional akan meningkatkan spread harga gabah dan beras.

Faktor lain yang mempengaruhi spread harga gabah dan beras adalah harga BBM. Kenaikan harga BBM akan menyebabkan biaya transportasi meningkat, sehingga harga beras eceran yang diterima oleh konsumen juga akan meningkat. Hipotesisnya adalah bahwa kenaikan harga BBM akan meningkatkan spread harga gabah dan beras.

Nilai tukar petani (NTP) menunjukkan rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani dalam persentase. NTP merupakan salah satu indikator proxy yang dapat mengukur tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, maka tingkat kesejahteraan petani dari sisi pendapatan lebih baik daripada dari sisi kebutuhan petani baik untuk konsumsi maupun produksi. Karena sebagian besar petani di Indonesia adalah net consumer beras sehingga diharapkan kenaikan NTP akan menurunkan spread harga gabah dan beras.

Di Indonesia, beras merupakan komoditas yang memperoleh intervensi dari pemerintah cukup besar. Pemerintah telah menetapkan harga dasar gabah dan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras melalui Instruksi Presiden (Inpres) mengenai kebijakan perberasan. Kebijakan menaikkan HPP diduga akan meningkatkan harga beras di tingkat konsumen lebih besar daripada harga gabah di tingkat petani. Oleh karena itu, kenaikan HPP diduga akan meningkatkan spread harga gabah dan beras.

Bulog merupakan lembaga yang salah satu fungsinya adalah menjaga kestabilan harga beras. Beberapa instrumen yang dilakukan oleh Bulog adalah melakukan pembelian gabah di petani dan penggilingan, serta pembelian beras di pasaran; menjaga stok Bulog; dan melakukan impor beras apabila cadangan beras tidak mencukupi kebutuhan pangan nasional. Bulog menjaga harga di tingkat produsen melalui pengadaan dalam negeri dengan menyerap surplus yang dipasarkan petani selama periode panen berdasarkan HPP. Semakin tingginya pembelian beras yang dilakukan Bulog diharapkan akan mengurangi spread harga gabah dan beras.

Selama beras domestik masih memiliki ketergantungan terhadap produksi beras luar negeri, maka nilai tukar akan sangat berpengaruh terhadap harga beras domestik. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan

menyebabkan beras di luar negeri menjadi relatif lebih murah, yang pada gilirannya akan mendorong impor beras masuk ke Indonesia. Terdepresiasinya nilai tukar nominal akan meningkatkan harga beras eceran di tingkat konsumen, yang selanjutnya akan meningkatkan spread harga gabah dan beras.

Selain itu, perlu diperiksa pula apakah kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dapat mempengaruhi spread harga gabah dan beras di Indonesia, seperti perubahan status Bulog dari LPND menjadi Perum dan perubahan penerapan harga dasar gabah menjadi harga pembelian pemerintah.

Model ekonometrika untuk spread harga gabah dan harga beras yang dibangun dalam penelitian ini, dalam bentuk natural logaritma adalah sebagai berikut:

lnHGBt = f(lnHIt, lnHBBMt, lnNTPt, lnHPPGt, lnHPPBt, lnJPBt, lnJPGt, lnSBt, lnDBt, lnER DSB DHPP DMt, t, t, t)+εt ... (2)

Di mana HGBt adalah spread harga gabah dan beras (Rp/kg), HIt adalah

harga beras internasional (US$/ton), HBBMt adalah harga BBM (Rp/Liter), NTPt

adalah indeks nilai tukar petani, HPPGt adalah harga pembelian pemerintah untuk

gabah kering giling (Rp/kg), HPPBt adalah harga pembelian pemerintah untuk

beras (Rp/kg), JPBt adalah jumlah pembelian beras oleh Bulog (ton), JPBt adalah jumlah pembelian gabah oleh Bulog (ton), SBt adalah stok beras Bulog (ton), DBt

adalah distribusi beras yang dilakukan oleh Bulog (ton), ERt adalah nilai tukar

(Rp/US$), DSBt adalah dummy untuk status Bulog (sebelum dan sesudah berstatus

Perum), DHPPt adalah dummy untuk harga pembelian pemerintah (sebelum dan

sesudah penerapan HPP), DMt adalah dummy untuk musim (panen, paceklik,

gadu), εt adalah galat acak. Semua harga domestik dideflasi dengan CPI, sementara harga beras internasional yang digunakan adalah harga beras Bangkok dan juga dideflasi dengan CPI pada negara yang bersangkutan. Nilai tukar dideflasi dengan CPI US/CPI Indonesia pada periode yang sama.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang akan diuji dalam model ekonometrika ini adalah:

1. Kenaikan harga beras internasional, harga BBM, NTP, dan melemahnya nilai tukar akan meningkatkan spread harga gabah dan beras di Indonesia.

2. Kenaikan HPP untuk beras dan gabah, jumlah pembelian beras dan gabah, stok beras, dan distribusi beras akan mengurangi spread harga gabah dan beras.

Penerapan model ekonometrika dinamis ini didahului dengan melakukan pengujian terhadap data deret waktu yang digunakan. Pengujian yang dilakukan adalah uji untuk mengetahui kestasioneran suatu data deret waktu dan keterkaitannya dalam jangka panjang. Kemudian model yang dibangun diestimasi dan dilakukan uji diagnostik.

Uji Unit Root

Pengujian unit root dilakukan untuk mengetahui apakah data deret waktu yang digunakan stasioner atau tidak. Dalam penelitian ini digunakan uji Dickey- Fuller (DF) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF). Uji Dickey-Fuller (DF) dilakukan dalam dua model yaitu:

1. Intersep tanpa trend

t t

t X

X = + +∈

Δ α δ −1 ... (3)

2. Intersep dan trend

t t

t t X

X = + + +∈

Δ α β δ 1 ... (4)

Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) juga dilakukan dalam dua model menurut Seddighi (2000) yaitu dengan:

3. Intersep tanpa trend

= − + − + Δ +∈ + = Δ q j t j t j t t X X X 2 1 1

δ

δ

α

... (5) 4. Intersep dan trend

= − + − + Δ +∈ + + = Δ q j t j t j t t t X X X 2 1 1

δ

δ

β

α

... (6) Hipotesis yang digunakan adalah:

:

0

H

δ

=0

Mengandung unit root

:

1

H

δ

<0

Tidak mengandung unit root

Penyisipan persamaan awal DF dengan beda kala dari variabel dependen (lagged difference) adalah untuk mengeliminasi kemungkinan autokorelasi pada

error. Untuk mengetahui berapa banyak penambahan koefisien beda kala yang harus dimasukkan dalam persamaan digunakan kriteria Akaike information criterion (AIC) dan Schawrtz criterion (SC). Kemudian nilai kritis hasil uji tersebut dibandingkan dengan nilai kritis MacKinnon 95 persen (α = 0.05). Jika t hasil uji ADF lebih negatif dari pada τ tabel MacKinnon, maka tolak H0 yang berarti bahwa tidak terdapat unit root sehingga dapat disimpulkan data deret waktu tersebut stasioner. Hal ini juga berlaku sebaliknya, jika tidak dapat menolak

0

H maka dapat disimpulkan data tersebut tidak stasioner.

Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan uji derajat integrasi pada variabel yang dinyatakan mengandung unit root atau tidak stasioner pada derajat nol. Uji derajat integrasi penting untuk mengetahui berapa kali variabel harus di- difference. Uji ini dilakukan dengan melakukan difference pada variabel non stasioner sampai hasil uji Dickey-Fuller (DF) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF)-nya tidak lagi mengandung unit root atau berhasil menolak hipotesa nol yang berarti bahwa variabel stasioner pada derajat integrasi tersebut.

Uji Kointegrasi

Pengujian kointegrasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel dalam jangka panjang. Uji ini dapat dilakukan dalam dua kondisi, pertama jika terdapat beberapa variabel yang stasioner pada order yang sama I(1) atau setelah dilakukan first difference. Kedua, adalah jika kombinasi linier variabel-variabel dari model yang dibentuk stasioner pada I(0). Pengujian dapat dilakukan dengan pendekatan Engle-Granger dan Johansen (Seddighi, 2000).

Langkah yang dilakukan pertama-tama adalah estimasi dengan OLS terhadap variabel-variabel dalam model yang berorder sama dalam keseimbangan jangka panjang sebagai berikut:

t kt k t t t X X X Y = β0+β1 1 +β2 2 +...+β +∈ ... (7) Langkah selanjutnya dari perhitungan di atas dihasilkan residual et sebagai

estimasi dari equilibrium errort. Kemudian dengan uji ADF residual tersebut diuji stasioner dalam bentuk persamaan OLS sebagai berikut:

t q j j t j t t e e e =

δ

+

δ

Δ +

υ

Δ

= − + − 2 1 1 ... (8)

Hipotesis yang digunakan adalah: :

0

H

δ

=0

Tidak ada kointegrasi

:

1

H

δ

<0

Ada kointegrasi

Jika tδhasil uji ADF lebih negatif dari pada τtabel MacKinnon, maka tolak H0yang berarti bahwa terdapat kointegrasi antara variabel-variabel tersebut, begitu pula sebaliknya. Hasil uji dapat diperoleh dari output program komputer E Views 5.1.

Metode Pendugaan Model

Berdasarkan hasil uji unit root dan kointegrasi yang dilakukan, model integrasi pasar dan model spread harga gabah dan beras dapat diestimasi menggunakan ECM. Semua pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer E Views 5.1.

3.3.4. Integrasi Pasar

Integrasi pasar dianalisis untuk mengetahui hubungan harga antar pasar, baik secara spasial (antar harga beras) maupun secara vertikal (antara harga beras dan gabah). Untuk hubungan secara spasial, akan dianalisis untuk harga beras eceran dan harga beras grosir di Indonesia. Untuk pasar beras di tingkat eceran, akan dianalisis di 12 kota besar di Indonesia, yaitu Medan, Padang, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Pontianak, Makasar, Denpasar, dan Mataram. Untuk pasar beras di tingkat grosir, akan dianalisis di 4 kota yang memiliki 4 pelabuhan besar di Indonesia, yaitu Surabaya, Medan, Jakarta, dan Makasar. Sementara, secara vertikal, akan dianalisis antara pasar beras di tingkat eceran dan pasar gabah di tingkat petani.

Integrasi spasial terjadi jika perubahan harga di suatu pasar direfleksikan oleh perubahan harga pada pasar yang berbeda secara geografis untuk suatu produk yang sama, sedangkan integrasi vertikal adalah perubahan harga di suatu pasar direfleksikan oleh perubahan harga pada pasar yang berbeda secara vertikal

untuk produk yang sama (dalam suatu area geografis). Integrasi vertikal erat kaitannya dengan konsep marjin pemasaran, biasanya marjin dari produsen – konsumen atau marjin produsen – pedagang eceran (Trotter, 1992).

Dua pasar dikatakan terintegrasi, jika terjadi perdagangan antar lokasi tersebut, dan harga pada daerah importir yang sama dengan harga pada daerah eksportir dengan biaya transportasi dan biaya trasfer lainnya. Integrasi pasar itu sendiri tidak otomatis berarti pasar bersifat persaingan sempurna (Ravallion, 1986 dan Baulch dalam Ismet et. al., 1998). Secara tipikal integrasi pasar telah diuji dengan model statistik sederhana bivariate correlation, pendekatan ini dikritik secara tajam oleh Ravallion (1986) dan ditawarkan pendekatan model dinamik perbedaan harga spasial untuk menguji hipotesis alternatif integrasi pasar. Akan tetapi model Ravallion tidak mempertimbangkan sifat kenonstasioneran dari deret data harga.

Sementara, jika pasar terintegrasi secara vertikal, intervensi pada pasar konsumen/pedagang eceran akan efektif berdampak pada pasar produsen. Sebaliknya jika pasar tidak terintegrasi, intervensi yang dilakukan tidak akan mencapai target yang diinginkan pada harga di tingkat produsen. Transmisi harga usahatani-eceran (farm-retail) yang taksimetri (asymmetry) dapat terjadi karena adanya: (1) konsentrasi industri pada pasar setelah gerbang usahatani (farmgate), (2) intervensi pemerintah dalam penentuan harga, dan (3) dampak perbedaan geseran (shift) pada permintaan eceran dibandingkan penawaran usahatani. Karena hal tersebut, kenaikan biaya-biaya akan ditransmisikan dengan cepat melalui sistem pemasaran atau sebaliknya.

Untuk mengetahui integrasi pasar di Indonesia digunakan vektor kointegrasi dan model vektor koreksi galat (vector error correction model/VECM). Secara umum, tahapan tersebut merupakan proses pembangkitan data (Data Generating Process/DGP), sebagai berikut:

1. Uji Pendahuluan untuk variabel-variabel kointegrasi, melalui pengujian unit root/integrasi pada setiap variabel jika ada. Pengujian dengan Dickey- Fuller (DF), Augmented DF (ADF), atau uji Philip-Perron, untuk model persamaan:

0 1 1 1 k t t i t i t i x α αT δx β x u = Δ = + + +

Δ + ... (9) t

x adalah vektor (p x t) yang merupakan pengamatan ke-t pada variabel p. 2. Model unresctricted VAR (Vector Autoregression) untuk menduga

hubungan keseimbangan jangka panjang, dengan prosedur kemungkinan maksimum (maximum likelihood) uji kointegrasi pada model persamaan:

1 1 ... , 1,...,

t t t k t k t

x =μ + Π x + + Π xt= T ... (10) Selanjutnya ordo ke-k dan VAR pada level dari persamaan di atas dapat diparameterisasi dan diformulasi dalam bentuk vector error correction model (VECM)

3. Model restricted VECM, dengan model persamaan

1 1 ... 1 1 1 , 1,...,

t t t k t k t t

x μ x x− + x ε t T

Δ = + Γ Δ + + Γ Δ + Π + =

Di mana: Γ = − + Π =i 1 (1 1,...,k−1) dan Π = − + Π + + Π1 1 ... k. Jika variabel-variabel adalah kointegrasi, sisaan dari regresi keseimbangan dapat digunakan untuk menduga VECM.

Ravallion (1986) mengembangkan model integrasi pasar untuk pasar urban (sentral) yang berhubungan dengan pasar-pasar perdesaan (lokal), dimana harga pasar sentral mempengaruhi harga di pasar lokal. Akan tetapi dalam pengembangan konsep kerangka kerja dilakukan melaui semua pasangan harga (bivariateprice) pada areal spasial. Jika pola statik formasi harga diantara N pasar, dimana pasar 1 adalah pasar sentral, maka model integrasi pasar tersebut adalah:

1 1( 2, 3,..., N, 1)

p = f p p p X ... (11)

1 i( ,i i), 2,...,

p = f p X i= N ... (12) Di mana p1 adalah harga di pasar sentral, pi harga di pasar lokal,

, ( 1, 2,..., )

i

X i= N adalah vektor pengaruh lainnya terhadap pasar lokal. Fungsi , ( 1, 2,..., )

i

f i= N dapat dianggap sebagai kondisi keseimbangan pasar, dengan mempertimbangkan pilihan spasial utama dan biaya penyesuaian (adjustment) yang dihadapi pedagang ketika memutuskan ke mana barangnya akan dijual.

Karena tujuan utama pendugaan model adalah pengujian hipotesis integrasi pasar, maka alternaif hipotesis dapat dimasukkan (nested) dalam model

1 1 1 1 1 1 1 1 2 0 t j t j k j kt t t j k j p a p b p c X e = = =

=

+

∑∑

+ + yang lebih umum dan dalam bentuk

terestriksi. Untuk pendugaan diasumsikan fungsi , (fi i=1, 2,..., )N dalam bentuk linier dan stokastik (stochastic term). Persamaan (11) dan (12) dalam bentuk struktur dinamik, dengan periode deret harga t pada daerah i diasumsikan:

1 1 1 1 1 1 1 1 2 0 k t j t j j kt t t j k j p a p b p c X e = = = =

+

∑∑

+ + ... (13) 1 0 it ij it j ij it j i it it j j p a p b p c X e = = =

+

+ + ... (14) e adalah bentuk galat acak (random error), dan parameter tetap adalah a, b dan c, dimana j = 0,..., n dan k = 2, ..., N.

Dalam bentuk parameter persamaan (14), hipotesis yang biasanya diuji adalah sebagai berikut:

a. Pasar tidak terintegrasi (independent): berarti pasar tersegmentasi dengan syarat bij =0, untuk k = 2, ..., N.

b. Pasar terintegrasi jangka pendek: kenaikan harga pada pasar sentral segera ditransmisikan pada harga di pasar lokal, jika bi0 =1, ini yang dikatakan integrasi pasar jangka pendek dalam bentuk kuat (strong form). Ada juga efek bedakala (lag) pada harga ke depan jika aij =bij =0, untuk

1, 2,...,

j= n. Hal ini dalam bentuk restriksi, dimana pasar lokal terintegrasi dengan pasar sentral dalam satu periode waktu, ini yang dikatakan integrasi pasar jangka pendek dalam bentuk lemah (weak form) dengan syarat 1 1 0 ij ij j j a b = = + =

.

c. Pasar terintegrasi jangka panjang: di mana keseimbangan jangka panjang adalah satu, yaitu pasar adalah konstan sepanjang waktu. Integrasi pasar jangka panjang memiliki syarat

1 1 1 ij ij j j a b = = + =

.

Pengujian keindependenan menunjukkan pengaruh harga di pasar sentral (p1) dan bedakala p1 pada suatu lokasi independent (tidak terkait) dengan harga

maka diskriminasi harga terjadi dengan biaya marjinal (MC) konstan. Integrasi pasar jangka pendek dalam bentuk kuat, menunjukkan produsen dan konsumen tidak terkonsenterasi pada satu titik (single point, basing-pricing system), di mana harga berbeda hanya karena biaya trnsportasi. Sedangkan integrasi pasar jangka pendek dalam bentuk lemah, menunjukkan adanya efek bedakala dan berarti adanya kolusi dan kartel tak lengkap (incomplete cartel) antar produsen. Integrasi pasar jangka panjang menunjukkan jumlah efek bedakala harga p1 dengan harga

i

p (contemporaneous) dan bedakala harga pi sama dengan satu, berarti perubahan harga di pi akan sama besar dengan perubahan harga di p1(Faminow dan Benson, 1990).

Tingkah laku harga spasial pada pasar regional/internasional adalah indikator yang penting yang menggambarkan keragaman pasar secara keseluruhan. Pasar tidak terintegrasi kemungkinan dikarenakan informasi harga tidak akurat, yang disebabkan oleh keputusan produsen dalam memasarkan produknya terdistorsi, dan kontribusi dari pergerakan produk yang tidak efisien. Prosedur alternatif untuk mengevaluasi keterkaitan pasar secara spasial telah dikembangkan dalam kerangka kointegrasi oleh Engle dan Granger dalam Goodwin dan Schroeder (1991).

Law of One Price (LOP) yang merupakan persyaratan integrasi pasar akan tercapai jika harga-harga pasar berbeda hanya karena biaya transportasi. Engle dan Granger (1987) mengembangkan uji kointegrasi dengan meregresikan suatu variabel nonstasioner terhadap variabel nonstasioner lainnya, kedua variabel akan terintegrasi pada ordo yang sama dan uji dari bentuk sisaan adalah stasioner. Jika bentuk sisaan stasioner dengan proses white noise, maka kedua variabel tersebut terkointegrasi dan mempunyai hubungan jangka panjang.

Jika dua deret data ekonomi, p1 dan p2, di mana masing-masing deret

tersebut nonstasioner dan memerlukan satu kali diferensiasi (transformasi) untuk menjadi deret yang stasioner, maka kombinasi linier dari dua deret tersebut adalah:

1t 2t t

menghasilkan deret sisaan (residual) et yang juga stasioner. Pada kasus ini, deret

1

p dan p2 terkointegrasi, pada ordo (1,1) dengan parameter kointegrasi β dan hubungan pada persamaan (15) dikatakan sebagai regresi kointegrasi. Secara umum, dua deret dikatakan terkointegrasi pada ordo (d,b) jika deret individualnya adalah stasioner pada ordo (d) dan kombinasi liniernya adalah terkointegrasi pada ordo (d-b) (Engle dan Granger, 1987).

Engle dan Granger (1987) mengajukan prosedur dua tahap untuk menguji sifat-sifat kointegrasi dari sepasang data ekonomi deret waktu yang nonstasioner. Tahap pertama adalah pendugaan parameter dari regresi kointegrasi dengan menggunakan teknik regresi OLS standar, dimana sisaan (et) adalah:

1 2

t t t

e = p − −α βp ... (16) Tahap kedua, dengan menggunakan hasil estimasi tahap pertama, Engle dan Granger (1987) menyarankan 7 cara pengguanaan uji kointegrasi yang berbeda. Dalam uji tersebut adalah (1) Cointegration Regression Durbin Watson (CRDW), (2) Dickey-Fuller (DF), (3) Augmented DF (ADF), (4) Restricted Vector Autoregression (RVAR), (5) Augmented RVAR (ARVAR), (6) Unrestricted VAR (UVAR), dan (7) Augmented UVAR (AUVAR). Detail penerapan dari uji-uji tersebut dapat dilihat juga pada Goodwin dan Schroeder (1991), serta Rao (1994).

Uji alternatif untuk integrasi pasar yang dikembangkan oleh Engle dan Granger (1987) dan Mohanty et al. (1996) berdasarkan model koreksi galat (error correction model, ECM). ECM dalam bentuk sederhana, dengan dua variabel harga p1t dan p2t dapat dituliskan sebagai berikut:

1t 2t ( 1 1t 2t 1) t

p a p b p βp u

Δ = Δ − − + ... (17) Di mana ut adalah sisaan dengan nilai tengah nol dan ragam yang konstan. a

adalah efek jangka pendek perubahan p1t dan p2t, serta b adalah ukuran koreksi

penyesuaian p1t dan p2t, di mana:

1t 2t t

pp +v ... (18) Di mana (p1 1t −βp2t1) adalah sisaan dari hubungan jangka panjang yang divergen, dan berhubungan dengan sisaan dari persamaan lag (15), tanda negatif b

memperlihatkan penyesuaian yang dilakukan untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Hubungan jangka panjang β dapat diduga dari persamaan (18) dan selanjutnya disubtitusikan pada persamaan (17) untuk mendapatkan penyesuaian jangka pendek.

Jika rataan (mean) dan ragam (variance) dari suatu deret data yang tidak tergantung pada waktu, maka deret data tersebut dikatakan stasioner. Untuk mendapatkan deret data yang stasioner dilakukan dengan diferensiasi dalam bentuk bedakala antar data deret waktu. Stasioner dan tidaknya suatu data deret waktu dapat diketahui dengan menggunakan uji Dickey-Fuller (DF) ataupun Phillip-Perron (PP), seperti yang diuraikan dibawah ini (Enders, 1995):

0 1 1 1 1 1 t t t t ki x α αT δx β x u = Δ = + + +

Δ + ... (19) Di mana ∆ adalah operator diferensiasi pertama, xt adalah variabel dengan data deret waktu, T adalah tren waktu, α α δ β0, 1, , 1 adalah koefisien, k adalah jumlah

bedakala, dan ut adalah bentuk sisaan. Jika hipotesis nol menunjukkan adanya unit root tidak ditolak maka deret data dikatakan tak stasioner. Untuk menghilangkan kemungkinan sisaan otokorelasi pada deret data, perlu dipilih panjang bedakala k berdasarkan kriteria Schwarz Bayesian (Nagubadi et al.,2001).

Uji kointegrasi Engle dan Granger (1987) dua tahap dikritik karena pengujian tersebut mensyaratkan salah satu dari pasangan variabel yang diuji harus variabel eksogen. Johansen dalam Enders (1995) mengembangkan prosedur kemungkinan maksimum (maximum likelihood) uji kointegrasi untuk hubungan kointegrasi variabel ganda (multivariate). Uji ini tidak memerlukan persyaratan salah satu variabel harus eksogen. Pada metodologi Johansen, uji kointegrasi variabel ganda dengan model statistik dasar tanpa restriksi dimensi-p untuk model vector autoregression (VAR) dengan bedakala ordo-k, yaitu:

1 1 ... , 1, 2,...,

t t t k t k t t

x =μ + Π x + + Π xDt= T ... (20) Di mana xt adalah vektor (px1) yang menunjukkan pengamatan ke-t pada

variabel p tingkat level, μt adalah vektor (px1) intersep, Π1,...,Πk adalah (pxp)

matriks parameter, Dt adalah variabel nons tokastik seperti dummy musim (seasonal dummy),

φ

adalah (px1) vektor koefisien untuk variabel non stokastik, k

adalah jumlah lag, dan εt adalah (px1) vektor sebaran normal, independen, dan identik (NIID) dengan sebaran nilai tengah nol dan matrik ragam-peragam

t t

ε ε = Ω. Ordo ke-k dan VAR pada level dari persamaan di atas dapat diparameterisasi dan direformulasi dalam bentuk model vektor koreksi galat (vector error correction model, VECM), sebagai berikut:

1 1 ... 1 1 1 1 , 1, 2,..., t t t k t k t t x μ x x− − x φD ε t T Δ = + Γ Δ + + Γ Δ + Π + + = .. (21) Di mana, Γ = − + Πi 1 (i=1,...,k−1)dan Π = − + Π + + Π1 1 ... k t x

Δ adalah (px1) vektor dari variabel terintegrasi dengan ordo nol, I(0), pada sistem Γ1,...,Γk1 dan Π adalah matriks koefisien, dan lambang lainnya sama seperti didefinisikan sebelumnya.

Simbol Γi menggambarkan dinamika jangka pendek (SR) dan Πadalah

matriks koefisien jangka panjang (LR). Pangkat matriks LR adalah Π =

αβ

' yang merupakan jumlah vektor kointegrasi dalam sistem. Informasi dinamik LR dari sistem adalah tercermin dalam matriks β, efek SR dan keseimbangan adalah diukur dari matriks α. Kolom dari matriks β adalah vektor kointegrasi representasi dan kombinasi linear variabel x yang stasioner. Representasi kolom matriks α memberikan bobot dari setiap persamaan error correction term (ETC) yang mengindikasikan kecepatan penyesuaian pada keseimbangan.

Uji rasio kemungkinan (likelihood) yang disarankan Johansen dalam Enders (1995) adalah untuk mengukur jumlah vektor kointegrasi pada data. Uji ini disebut uji lacak (trace) yang digunkan untuk uji pangkat dari matriks kointegrasi, yaitu: 1 ( ) ln(1 ) p trace I i r r T λ λ = + = −

− ... (22) dimana T adalah jumlah pengamatan, λI adalah dugaan akar ciri (eigen values) didapat dari matriks dugaan Π, dan r adalah pangkat yang mengindikasikan jumlah vektor kointegrasi. Pangkat r dan matriks Πditentukan dari jumlah vektor kointegrasi dari variabel-variabel dalam sistem. Jumlah vektor kointegrasi dapat menggambarkan kendala-kendala dari sistem ekonomi yang diberlakukan pada pergerakan variabel-variabel pada model VAR dalam LR (Dickey et. al., dalam Nagubadi et. al., 2001)

Dengan memperhatikan jumlah vektor kointegrasi, yaitu pangkat Π, maka tiga kemungkinan kasus yang perlu diperhatikan, yaitu: (a) jika pangkat Πadalah nol, maka tidak ada informasi LR dan diferensiasi pertama VAR adalah representasi yang memadai, (b) jika pangkat Πadalah penuh, xt adalah stasioner

pada level, dan VAR pada level adalah representasi yang memadai, dan (c) jika pangkat Πlebih besar dari nol dan lebih kecil dari jumlah variabel (p), dan β'xt adalah stasioner walaupun xt tidak stasioner dan bentuk ECT adalah representasi yang memadai. Jika ada p variabel dalam sistem, integrasi untuk semua pasar memerlukan pangkat (p-1). Jika pangkat matriks Πadalah lebih kecil dari p, hipotesis nol integrasi penuh ditolak. Pada kasus ini, derajat integrasi pasar dikatakan lebih rendah, dan LOP tidak dipenuhi oleh semua pasar secara simultan.

Jika uji kointegrasi pada hubungan keseimbangan LR dipenuhi, maka terjadi integrasi pasar jangka panjang. Akan tetapi integrasi pasar SR dapat juga diuji dengan menggunakan VECM. VECM memasukkan hubungan bedakala pada spesifikasi dinamik harga antar pasar dalam jangka panjang ke dalam bentuk ECT. Model ECT dapat memperlihatkan bagaimana kecepatan perbedaan harga antar pasar mencapai keseimbangan.

IV.

PERGERAKAN HARGA DAN POLA SPREAD HARGA

Dokumen terkait