• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

1.2. Perumusan Masalah

Beras merupakan komoditi strategis yang dapat mempengaruhi kestabilan ekonomi, sosial bahkan politik. Komoditi beras masih menjadi salah satu komoditi kunci dalam mempengaruhi kestabilan harga-harga umum. Kenaikan harga beras dapat memicu kenaikan harga barang-barang lain. Oleh karenanya komoditi beras senantiasa menjadi perhatian serius pemerintah. Keseriusan ini dapat dilihat dari besarnya intervensi pemerintah dalam perberasan nasional melalui berbagai kebijakan guna menciptakan stabilisasi harga. Secara umum, tujuan kebijakan pemerintah di bidang harga adalah untuk: (1) membantu meningkatkan pendapatan petani; (2) meningkatkan produksi dan mengurangi ketergantungan impor; dan (3) menjaga daya beli konsumen.

Gambar 1 menunjukkan bahwa harga gabah dan beras nasional periode Januari 1993-Desember 1997 cenderung stabil, yaitu pada rata-rata Rp 900.7 per kg untuk beras dan Rp 443.4 per kg untuk gabah. Namun pada periode berikutnya, harga beras eceran terus meningkat secara signifikan, dari Rp 1391.1 per kg pada Januari 1998 menjadi Rp 2007 per kg pada Juni 1998 (atau meningkat sebesar 44.3 persen), kemudian menjadi Rp 5267 pada Mei 2008 (atau meningkat sebesar 162.4 persen).

Hal yang sama juga terjadi pada harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani. Gabah kering giling didefinisikan sebagai gabah yang mengandung kandungan air maksimum 14 persen, kotoran/hampa maksimum 3 persen, butir hijau/kapur maksimum 5 persen, butir kuning/rusak maksimum 3 persen, dan butir merah maksimum 3 persen. Harga GKG meningkat sebesar 33.2 persen, dari Rp 662.4 per kg pada Januari 1998 menjadi 882.2 per kg pada Juni 1998, kemudian meningkat sebesar 208 persen menjadi Rp 2545 per kg pada Mei 2008. Walaupun terjadi peningkatan yang cukup besar pada periode Juni 1998-Mei 2008, menarik untuk diperhatikan bahwa harga GKG di tingkat petani relatif lebih fluktuatif pada periode Januari 2003-Mei 2008 dibandingkan pada periode Juni 1998-Desember 2002. Hal tersebut juga menyebabkan spread antara harga gabah dan beras pada periode Januari 2003-Mei 2008 lebih fluktuatif dibandingkan dengan periode sebelumnya. Peran pemerintah, khususnya Bulog, dalam melakukan stabilisasi harga pada periode tersebut perlu dipertanyakan, apakah status Bulog sebagai Perum menyebabkan pasar semakin tidak terintegrasi sehingga pemerintah sulit mengontrol harga gabah dan beras.

Secara umum, spread harga gabah dan beras yang semakin membesar sejak tahun 1998 dapat disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, spread tersebut dapat disebabkan oleh besarnya biaya yang diperlukan dari proses pembelian gabah di tingkat petani sampai penjualan beras di tingkat eceran. Biaya tersebut meliputi biaya penyimpanan, penjemuran, penggilingan, biaya pengolahan, serta biaya distribusi antar wilayah (transportasi) yang melibatkan banyak pelaku pasar. Sistem pemasaran yang menimbulkan biaya yang tinggi akan berdampak bukan saja mengurangi surplus produsen, tetapi juga akan membebani konsumen.

Gambar 1 Harga beras eceran dan gabah kering giling (GKG) di tingkat petani periode Januari 1993-Mei 2008.

Kedua, keterkaitan harga beras di tingkat konsumen dan di tingkat produsen yang bersifat asimetri (Simatupang 2001). Peningkatan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga gabah di tingkat petani. Sedangkan, penurunan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan sempurna dan cepat ke harga gabah di tingkat petani. Sebaliknya peningkatan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan sempurna dan cepat ke harga beras di tingkat konsumen, sedangkan penurunan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan tidak sempurna dan lambat ke harga beras di tingkat konsumen. Artinya, fluktuasi harga beras atau gabah cenderung merugikan petani dan konsumen. Kalau pun ada manfaatnya, yang menikmati marjin harga gabah dan beras tersebut adalah pedagang dan pihak penggilingan padi.

Ketiga, kenaikan harga beras internasional juga mendorong terjadinya kenaikan harga beras domestik, sehingga turut memperbesar spread antara harga gabah dan beras domestik. Kenaikan harga beras awalnya dipicu oleh beberapa negara produsen, seperti Thailand, India, Bangladesh, dan Mesir yang melakukan pembatasan ekspor untuk menjamin pengadaan beras domestik dan menjaga harga dalam negeri.

Pasar gabah dan beras kita semakin jauh dari sempurna dan cenderung merugikan petani yang sebagian besar berperan sebagai net consumer. Inilah yang menjadi alasan kuat perlunya intervensi pasar oleh pemerintah. Namun,

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Jan-93 Se p- 93 Me i- 94 Jan-95 Se p- 95 Me i- 96 Jan-97 Se p- 97 Me i- 98 Jan-99 Se p- 99 Me i- 00 Jan-01 Se p- 01 Me i- 02 Jan-03 Se p- 03 Me i- 04 Jan-05 Se p- 05 Me i- 06 Jan-07 Se p- 07 Me i- 08

Harga Beras Eceran Kualitas Sedang (Rp/kg) Harga GKG Tk. Petani (Rp/kg)

bagaimana peran pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) mengenai HPP dan lembaga Perum Bulog dalam menciptakan kestabilan harga.

Karena spread harga gabah dan beras ini dapat dipicu dari dua sisi, yaitu dari sisi harga gabah dan dari sisi harga beras. Oleh karena itu, sebelum mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga tersebut, analisis akan didahului dengan melihat pergerakan harga gabah, harga beras grosir dan eceran, baik di tingkat nasional maupun provinsi, selanjutnya akan dilihat pula bagaimana pola spread harga gabah dan beras tersebut antar pulau dan antar provinsi di Indonesia.

Selanjutnya, kemampuan pemerintah untuk menentukan kebijakan harga gabah dan beras yang tepat juga akan sangat ditentukan oleh tingkat kepahaman para pengambil kebijakan tersebut terhadap struktur, tingkah laku, dan efektivitas pasar gabah dan beras. Salah satu cara untuk memahami struktur, tingkah laku, dan efektivitas pasar tersebut adalah dengan memahami kekuatan relatif suatu pasar serta mekanisme transmisi harga dari satu pasar ke pasar lainnya melalui kajian integrasi pasar.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan-permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pergerakan harga beras, baik di tingkat eceran maupun di tingkat pedagang besar, serta harga gabah di tingkat petani?

2. Bagaimana pola spread antara harga gabah dan harga beras, baik antar waktu (time series) maupun antar wilayah (spatial)?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi spread harga gabah dan harga beras?

4. Bagaimana bentuk integrasi pasar antar wilayah, baik antar pasar beras, maupun antara pasar gabah dan pasar beras di Indonesia?

Dokumen terkait