• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Verba Turunan

4.5 Faktor Terjadinya Interferensi BI di Kota Padangsidimpuan

4.5.2 Faktor Interferensi Morfolog

Interferensi yang terjadi pada bidang morfologi meliputi afiksasi (prefiks par-, prefiks mar-, sufiks –an, konfiks marsi-/-an, na+Adj+-an) dan reduplikasi. Berikut adalah pemaparan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi dalam bidang morfologi. Data ini merupakan data yang telah dibahas pada pembahasan interferensi morfologi sebelumnya.

a. Faktor interferensi prefiks par-

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi prefiks par- adalah sebagai berikut:

1. Untuk keefektifan kalimat. Seperti yang telah dijeaskan sebelumnya, penggunaan prefiks par- ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena jika disebutkan dalam BI akan sangat panjang penjelasannya. Misalnya pada data (14) berikut:

Ikutnya marga Silitonga parBulog sama parPLN. pref pref

„Marga Silitonga yang bekerja di Bulog dan PLN juga ikut‟

Jika kalimat di atas tidak menggunakan prefiks par- maka kalimatnya akan menjadi Ikutnya marga Silitonga yang bekerja di instasi Bulog sama marga Silitonga yang bekerja di instansi PLN. Hal ini di nilai penutur kurang efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan prefiks BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan tepat maknanya.

2. Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan prefiks par- untuk menyatakan makna „ bagian‟, „orang‟ (dari) suatu pekerjaan, instansi,

golongan, atau sesuatu hal yang berhubungan dengan yang dilakukannya, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI.

3. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI tidak memiliki prefiks yang secara detail menggambarkan makna „ bagian‟, „orang‟ (dari) suatu pekerjaan, instansi, golongan, atau sesuatu hal yang berhubungan dengan yang dilakukannya, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan prefiks ini ke dalam tuturan BI.

b. Faktor interferensi prefiks mar-

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi prefiks par- adalah sebagai berikut:

1. Kedwibahasaan penutur yang tidak sejajar karena kebiasaan penutur yang cenderung lebih sering menggunakan BAM, sehingga tingkat kemampuan menguasai kedua bahasa tidak sejajar, jenis penutur ini lebih menguasai BAM dari pada bahasa BI sehingga menimbulkan kekeliruan penutur dalam menggunakan prefiks mar-. Misalnya pada data (17) berikut:

Siang-siang pun kau marlampu. ber-

„Siang hari pun kau menggunakan lampu‟

Interferensi mar- digunakan dalam tuturan BI karena memiliki kemiripan kata dalam BAM yaitu lappu ‟lampu‟ sehingga penutur keliru menggunakan prefiks mar- pada kata lampu. Ha ini disebabkan penutur lebih sering menggunakan BAM dari pada BI sehingga ketika muncul kata yang mirip dengan BAM penutur keliru menempatkan prefiks yang tepat untuk kata tersebut.

2. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Interferensi prefiks mar- melekat pada kata sapaan menyatakan „tingkatan kekerabatan‟ atau „panggilan kekerabatan‟. Interferensi ini tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia karena dalam BI tidak memiliki prefiks yang secara detail menggambarkan makna yang sama dengan mar- dalam BAM, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan prefiks ini ke dalam tuturan BI. Misalnya pada data (20) berikut:

Markakaknya kau sama si Gloria. ber-

„Panggil kakak kau pada si Gloria‟ c. Faktor interferensi sufiks -an

1. Faktor interferensi sufiks –an dalam BAM ke dalam tuturan BI merupakan suatu kebiasaan penutur dalam berbahasa. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu (BAM) ke dalam bahasa penerima (BI) yang sedang dipergunakan. Hal ini terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan karena kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Dwibahasawan kadang-kadang tidak sadar menggunakan unsur-unsur BAM yang sudah dikenalnya pada saat menggunakan BI.

2. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Misalnya pada data (24) berikut:

mahal  KD (mahal) + sufiks -an= mahalan „lebih mahal‟ Mahalan pulsa di lopo etek itu.

-an

„Lebih mahal pulsa di lopo tante itu.‟

Penutur menggunakan sufiks ini karena sufiks -an dalam BI tidak menyatakan makna „lebih‟ seperti yang penutur ingin ungkapkan. Sehingga

penutur memindahkan dan menggunakan prefiks ini ke dalam tuturan BI untuk menyatakan perbandingan „lebih‟ dalam tuturannya.

d. Faktor interferensi konfiks marsi-/-an

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi konfiks marsi-/-an adalah sebagai berikut:

1. Untuk keefektifan kalimat. Penggunaan konfiks marsi-/-an ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena konfiks marsi-/-an ini langsung menyatakan makna „saling‟, sehingga dalam kalimat tidak perlu lagi menggunakan kata „saling‟.

Hal ini di nilai penutur lebih efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan konfiks marsi-/-an BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan tepat maknanya.

2. Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan konfiks marsi-/- an untuk menyatakan makna „saling‟, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI.

3. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI tidak memiliki konfiks yang secara detail menggambarkan makna „saling‟, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan konfiks ini ke dalam tuturan BI. e. Faktor interferensi konfiks na+Ajd+-an= „sangat‟

1. Untuk keefektifan kalimat. Penggunaan konfiks na+Ajd+-an ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena konfiks na+Ajd+-an ini langsung menyatakan makna „sangat‟, sehingga dalam kalimat tidak perlu lagi menggunakan kata sangat, sekali atau kata yang menyatakan „sangat‟lainnya . Hal

ini di nilai penutur lebih efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan konfiks na+Ajd+-an BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan tepat maknanya.

2. Faktor kebiasaan, karena kebiasaan penutur menggunakan konfiks na+Ajd+-an untuk menyatakan makna „sangat‟, sehingga terbawa ke dalam tuturan BI dan dilekatkan pada leksikal BI.

3. Faktor tidak cukupnya kosa kata bahasa penerima. Dalam BI tidak memiliki konfiks yang secara detail menggambarkan makna „sangat‟, sehingga penutur Kota Padangsidimpuan memindahkan konfiks ini ke dalam tuturan BI.

f. Reduplikasi

1. Interferensi partikel ini terjadi karena kebiasaan penutur yang menggunakan BAM dalam keseharian sehingga terbawa dalam tuturan BI dan digunakan dalam bentuk tuturan reduplikasi.

2. Interferensi terjadi karena kemampuan personal penutur. Kemampuan berbahasa penutur dalam menguasai kedua bahasa kurang sehingga menggunakan bentuk reduplikasi secara tidak tepat pada bahasanya.

Dokumen terkait