• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interferensi Bahasa Angkola Mandailing terhadap Tuturan Bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Interferensi Bahasa Angkola Mandailing terhadap Tuturan Bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan Chapter III V"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera Utara. Penggunaan bahasa Indonesia di daerah ini sangat khas dengan perpaduan budaya setempat. Secara geografis, Kota Padangsidimpuan dikelilingi oleh Kabupaten Tapanuli Selatan yang dulunya merupakan kabupaten induknya. Kota ini berbatasan dengan Tapanuli Utara yang sekaligus merupakan persimpangan jalur darat untuk menuju kota Medan, Sibolga, dan Padang (Sumatera Barat) melalui jalur lintas barat Sumatera. Topografi wilayahnya yang berupa lembah yang dikelilingi oleh Bukit Barisan Padangsidimpuan juga terdapat banyak sungai yang melintasi kota ini, antara lain sungai Batang Ayumi, Aek Sangkumpal Bonang (yang sekarang menjadi nama pusat perbelanjaan di tengah kota ini), Aek Rukkare yang bergabung dengan Aek Sibontar, dan Aek Batangbahal.

Gambar 3.1 Peta Kota Padangsidimpuan

(2)

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kalimat BI yang terinterferensi BAM di Kota Padangsidimpuan. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa tuturan lisan yang diperoleh dari percakapan yang terjadi di lingkungan masyarakat Kota Padangsdidimpuan dari berbagai ranah (ranah pasar, ranah keluarga, ranah lingkungan sosial masyarakat, dsb). Informan dalam penelitian ini tidak terbatas, karena pengumpulan data ini dilakukan terhadap penutur BI di Kota Padangsidimpuan yang melakukan percakapan sehari-hari. Untuk menemukan faktor interferensi pada permasalahan (2), akan dilakukan pembagian kuisioner dan wawancara terhadap tiga orang informan perempuan. Informan perempuan dipilih karena peneliti melihat bahwa perempuan cenderung lebih banyak menggunakan tuturan lisan dibandingakan dengan laki-laki. Informan diwawancara untuk menemukan faktor terjadinya interferensi sekaligus menguji data yang peneliti temukan di lapangan. Tiga orang informan tersebut ditetapkan memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Berjenis kelamin wanita. 2. Berusia antara 17-55 tahun.

3. Lahir, tinggal, dan dibesarkan di Kota Padangsidimpuan serta jarang atau tidak pernah meninggalkan Kota Padangsidimpuan.

4. Menguasai dua yaitu BAM dan BI.

(3)

3.3Metode Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran fenomena-fenomena kebahasaan yang ditemui dalam BI di Kota Padangsidimpuan. Untuk itu, diterapkan metode deskriptif kualitatif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2011:68-69).

Terdapat tiga jenis metode yang digunakan dalam menggambarkan interferensi BAM terhadap BI secara menyeluruh. Ketiga metode tersebut adalah: (1) metode dan teknik pengumpulan data, (2) metode dan teknik analisis data, dan (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data.

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap sebagaimana dikemukakan oleh Sudaryanto (2015: 203-208).

(4)

Pada teknik simak bebas libat cakap ini, peneliti hanya menyimak dan memperhatikan apa yang dikatakan oleh penutur dalam percakapan, tanpa ikut serta dalam proses percakapan orang-orang yang saling beriteraksi tersebut. Informan dalam penelitian ini tidak terbatas, karena pengumpulan data ini dilakukan terhadap penutur BI di Kota Padangsidimpuan yang melakukan percakapan sehari-hari. Misalnya, percakapan sehari-hari pada ranah pasar dalam situasi jual beli, pada ranah lingkungan masyarakat dalam situasi arisan, rapat, percakapan antar tetangga, percakapan dalam pergaulan di masyarakat, dan pada ranah keluarga dalam situasi perkumpulan keluarga, dan percakapan antar anggota keluarga. Teknik ini didukung oleh teknik catat, yang dilakukan apabila ditemukan tuturan yang mengandung data.

Metode selanjutnya yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode cakap dengan teknik (dasar) pancing didukung teknik (lanjutan) cakap semuka, teknik cakap tansemuka, teknik rekam, dan teknik catat. (Sudaryanto, 2015: 208).

(5)

merekam dialog tersebut. Disamping perekaman dapat pula dilakukan pencatatan pada kartu data jika data muncul, yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Sementara itu, teknik cakap tan semuka dilakukan untuk mengumpulkan data dengan menyediakan kuisioner yang mengandung pertanyaan tentang penggunaan bahasa penutur dalam kehidupan sehari-hari, yang peneliti bagikan kepada informan. Melalui daftar tanyaan yang peneliti berikan diharapkan dapat menunjukkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya interferensi di Kota Padangsidimpuan.

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Miles dan Hubermen (1984) menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing / verification). Langkah pertama setelah memperoleh data dari lapangan adalah mereduksi data, dengan cara memilah-milah data dan menghilangkan data yang tidak berhubungan dengan interferensi, kemudian dilanjutkan dengan mengelompokkan data yang terinterferensi BAM. Penyajian data adalah hasil dari penelitian yang dilakukan sehingga menemukan suatu kesimpulan.

Analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi dan faktor terjadinya interferensi BAM dalam tuturan BI yang ada di Kota Padangsidimpuan.

(6)

Metode padan digunakan untuk menganalisis interferensi BAM terhadap tuturan BI, sedangkan untuk menemukan faktor terjadinya interferensi diklasifikasikan berdasarkan faktor interefensi yang dikemukan oleh Weinrich.

Untuk menganalisis masalah (1) yaitu interferensi BAM terhadap tuturan BI digunakan metode padan. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015: 15). Alat penentu yang dimaksud adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referen bahasa yang berasal dari luar bahasa yang digunakan dapat berupa hubungan sosial, budaya, konteks terjadinya peristiwa, dan sebagainya. Metode padan berguna untuk mengidentifikasi interferensi BAM yang terjadi dalam tuturan BI dengan teknik (dasar) pilah unsur penentu (PUP), alatnya ialah daya pilah bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti (Sudaryanto, 2014:27).

(7)

menyamakan (HBS) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Berikut ini adalah contoh penerapan teknik baca markah.

(7) Si Andro sama si Yola marsiejekan nama bapaknya. ber V an

„Andro dan Yola saling bergejekan nama bapaknya masing-masing‟

Dari data di atas, terlihat kata marsiejekan merupakan bentuk interferensi BAM. Bentuk marsiejekan dipilah menjadi dua unsur yaitu, ejek dan marsi-/-an. Konfiks marsi-/-an dalam BAM dilekatkan pada kata ejek yang merupakan leksikal BI, sehingga jika diamati bentuk marsiejekan pada kalimat di atas menunjukkan bahwa pemarkah marsi-/-an sebagai pemarkah yang berkaitan dengan resiprokal. Teknik baca markah sangat penting untuk mengetahui kejatian makna leksikal „ejek‟ yang diacu oleh konfiks marsi-/-an yang memarkahi makna „saling‟ (resiprokal), sehingga marsiejekan dapat dimaknai sebagai „saling ejek‟.

Bentuk ini merupakan interferensi morfologi konfiks marsi-/-an pada kata „marsiejekan‟ yang menyatakan makna „saling mengejek‟pada tuturan BI.

(8)

(8) Perginya bapak ke pesta itu. part

„Ayah pergi ke pesta itu‟

Dari data di atas terlihat bahwa partikel do dalam BAM diterjemahkan menjadi nya dalam BI. Bentuk do dari segi lingual dalam BAM berbeda dengan bentuk nya dalam BI. Partikel do berfungsi sebagai penegas kata yang berada di depannya, sementara klitik –nya memarkahi ketermilikan, tetapi karena terjadi interferensi BAM terhadap tuturan BI sehingga nya di terjemahkan sama maknanya dengan do. Fungsi -nya dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan telah berubah dan mengikuti sistem BAM yaitu sebagai penegasan unsur tertentu sehingga dalam tuturan kata nya telah sama fungsinya dengan partikel do yaitu sebagai pemarkah topik.

Contoh lain penggunaan teknik traslasional yang digunakan pada analisis interferensi leksikal BAM terhadap tuturan BI adalah sebagai berikut:

(9) Balanga „wajan‟

Pake balanga kalau mau menggoreng. wajan

„Kalau menggoreng pakai wajan‟

(9)

3.3.3 Metode Teknik Penyajian Hasil Analisis

Penyajian hasil analisis data ini dirangkum dalam dua metode, yakni metode formal dan metode informal. Metode informal berarti metode penyajian hasil data yang disajikan dalam bentuk paparan menggunakan kata-kata biasa (verbal).

(10)

3.4 Kerangka Berfikir Peneliti Masalah 1

Interferensi BAM terhadap BI di Kota Padangsidimpuan

Teknik Pengumpulan Data Data

Metode Simak Reduction (Teknik)

(dasar) Sadap Bebas Libat Cakap Catat

Data

Teknik Analisis Data (Metode Padan)

Baca Markah Traslational Data Display

Teknik

HBS HBB

(11)

Masalah 2

Faktor Interferensi BAM terhadap BI di Kota Padangsidimpuan

Teknik Pengumpulan Data

Metode Cakap Reduction Data

Teknik

(dasar) pancing cakap semuka cakap tan semuka rekam

Data

Data Display Analisis Deskriptif

Conclusion Drawing

(12)

BAB IV

INTERFERENSI BAHASA ANGKOLA MANDAILING DALAM TUTURAN BAHASA INDONESIA

4.1 Bentuk-Bentuk Interferensi BAM terhadap Tuturan Bahasa Indonesia Pada bab 4 ini dideskripsikan interferensi yang terjadi dalam sistem BI pada bidang Fonologi, Morfologi, Sintaksis, dan Leksikal serta faktor-faktor yang menyebabkannya di Kota Padangsidimpuan. Bab ini sekaligus sebagai jawaban terhadap masalah dalam penelitian ini.

Masyarakat penutur bahasa di Kota Padangsidimpuan menguasai lebih dari satu bahasa yaitu BAM dan BI. Penguasaan dua bahasa atau lebih ini berdampak pada penggunaannya secara bergantian dan akhirnya berdampak terjadinya bentuk interferensi dalam tuturan BI yang selalu digunakan di daerah itu. Dari data yang ditemukan, unsur-unsur BAM di Kota Padangsidimpuan yang masuk ke dalam bahasa BI meliputi aspek fonologi, gramatikal dan leksikal. Hal ini menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan terhadap kaidah BI. Berikut adalah pemaparannya.

4.1.1 Interferensi Fonologi

(13)

Interferensi fonologi terjadi apabila lafal bahasa yang digunakan dalam suatu bahasa menyerap fonem dan lafal dari bahasa lain. Verhaar mengelompokkan jenis kedua bunyi tersebut menjadi bunyi segmental dan suprasegmental (Verhaar, 1996:55). Interferensi fonologi dalam penelitian ini meliputi interferensi suprasegmental yaitu bunyi pengucapan/intonasi BI dipengaruhi oleh bunyi BAM dan interferensi segmental meliputi asimilasi, penambahan fonem, perubahan fonem, dan penghilangan fonem yang dipengaruhi oleh BAM. Berikut adalah pemaparannya.

A. Interferensi Suprasegmental

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bunyi suprasegmental adalah sesuatu yang menyertai fonem tersebut yang itu dapat berupa tekanan suara, panjang-pendek suara, dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu. Semua yang tercakup ke dalam istilah suprasegmenal itu tidak dapat dipisahkan dari suatu fonem. Verhaar (1996:55) mengatakan unsur suprasegmental terdiri atas intonsi, nada, dan tekanan (aksen).

Interferensi suprasegmental yang terjadi pada tuturan bahasa Indonesia di Kota Padangsidimpuan hanya ditemukan intonasi saja yang dipengaruhi oleh intonasi BAM. Intonasi adalah perubahan tinggi-rendahnya nada pada kalimat. Intonasi merupakan salah satu unsur suprasegmental dalam fonologi yang dimiliki oleh setiap bahasa yang yang digunakan ketika bertutur.

(14)

logat. Di setiap daerah di Indonesia dalam berkomunikasi kebanyakan telah terinterferensi intonasi bahasa daerah ketika berbahasa Indonesia. Hal ini tidak dapat dihindari karena pengaruh kebiasaan penutur berbahasa dan berintonsi bahasa daerah sehingga ketika bertutur dalam BI akan terbawa secara tidak sengaja yang menyebabkan adanya sebutan lafal Jawa, lafal Sunda, lafal Medan, dsb. Hal yang sama juga terjadi di Kota Padangsidimpuan.

Tuturan/pengucapan BI di Kota Padangsidimpuan menjadi berintonasi/berirama/berlagu BAM akibat interferensi fonologi BAM. Intonasi BAM sama dengan tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang telah menjadi ciri khas dan penutur BAM. Berikut merupakan gambaran intonasi dari data yang peneliti temukan.

Gambaran intonasi kalimat tanya BAM (10)

5 4 3 2 1

Na giot tu dia do hamu? Gambaran intonasi kalimat tanya BI

(10a) 5 4 3 2 1

Kalian mau kemana?

(15)

(10b) 5 4 3 2 1

Yang mau kemananya kalian?

Dari gambaran grafik di atas terlihat bahwa perbedaan intonasi BAM pada data (10) dan intonasi BI pada data (10a). Akibat inteferensi bunyi pengucapan BAM terhadap tuturan BI di Kota Padangsidimpuan menjadi sama seperti pengucapan BAM (data 10b). Dari gambar di atas terlihat intonasi BAM mengalami naik turun yang lebih banyak dibandingkan BI, hal ini disebabkan karena memang pada dasarnya BAM memiliki lagu bahasanya sendiri yang membedakan dengan bahasa daerah lain. Intonasi naik turun yang terjadi pada BAM tersebut menghasilkan bunyi intonasi yang khusus pada BAM dan hal ini merupakan suatu ciri khas bahasa tersebut. Interferensi yang terjadi pada bahasa BI di Kota Padangsidimpuan karena penutur yang telah terbiasa menggunakan BAM terbawa menggunakan intonasi yang sama pada saat bertutur/berbicara dalam BI.

B. Interferensi Segmental

(16)

bunyi-bunyi bahasa yang telah diuraikan sebelumnya adalah bunyi-bunyi segmental. Bunyi yang termasuk kedalam bunyi segmental ini adalah bunyi vokal, konsonan, diftong, dsb. Interferensi segmental meliputi asimilasi, penambahan fonem, perubahan fonem, dan penghilangan fonem. Berikut adalah data yang ditemukan.

a. Asimilasi

Asimilasi adalah proses perubahan bunyi sebagian atau keseluruhan yang mengakibatkannya identik atau sama dengan bunyi lain di dekatnya. Terdapat 3 jenis asimilasi yaitu progresif (proses perubahan bunyi ke depan menjadi sama dengan bunyi yang mendahuluimya), regresif (proses perubahan bunyi ke belakang menjadi sama dengan bunyi yang mendahuluimya), dan resiprokal (perubahan bunyi pada keduanya), (Sibarani, 1997:5). Berikut adalah data yang ditemukan.

(11) [banduŋ] [badduŋ] Bapak dinas ke [badduŋ]

[Bandung] „Ayah dinas ke Bandung.‟

Dari data di atas terlihat pengucapan kata Bandung mengalami interferensi dari pengucapan BAM yaitu [badduŋ] yang seharusnya dalam BI di ucapkan dengan [banduŋ]. Asimilasi fonem (n) mempengaruhi pengucapan fonem (d) selanjutnya ( /n+d//dd/ : /Bandung/  /Baddung/ ) yang diakibatkan oleh terjadinya interferensi, dengan adanya asimilasi fonem [n] pada bunyi [banduŋ]. menjadi [badduŋ], asimilasi ini termasuk asimilasi regresif.

b. Perubahan fonem

(12) [naik] [naзk]

Uda [naek] harga bakso itu. [naik]

(17)

Dari data di atas terlihat pengucapan kata naek mengalami interferensi dari pengucapan BAM yaitu [naзk] yang seharusnya dalam BI di ucapkan dengan [naik]. Interferensi ini mengakibatkan perubahan bunyi [naik] menjadi [naзk], fonem /i/ menjadi /з/ ( /i/  /з/ : /naik/  /naзk/ ). Penutur BI di Kota

Padangsidimpuan mengubah pengucapan [naik] menjadi [naзk] ke dalam tuturan BI. Hal ini dipengaruhi kebiasaan penutur menggunakan BAM.

c. Penghilangan fonem

(13) Gak ada yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka.

[tuduh]

„Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟

Dari data di atas terlihat pengucapan kata tuduh mengalami interferensi dari pengucapan BAM yaitu [tudu] yang seharusnya dalam BI di ucapkan dengan [tuduh]. Penghilangan fonem /h/ pada akhir kata [tuduh] menjadi [tuduh] (/h/  /-/ : /-/tuduh/-/  /tudu/). Hal ini dipengaruhi oleh bentuk marsi-/-an yang merupakan konfiks BAM yang berlanjut pada pengucapan kata tuduh yang diucapkan dengan pengucapan BAM.

4.1.2 Interferensi Morfologi

(18)

ke dalam BI ketika penutur BI bertutur. Serpihan-serpihan BI tersebut berupa aspek morfologis dan sintaksis.

Proses pembentukan kata pada aspek morfologis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah berupa proses pembentukan kata yang menyimpang dari sistem BI disebabkan masuknya unsur afiks BAM. Interferensi morfologis BAM yang teridentifikasi terdapat dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan adalah prefiks par-, mar-, sufiks -an, dan konfiks marsi-/an, na-/-an. Proses pembentukan kata tersebut dirumuskan dengan Morfem Terikat BAM+ Morfem Bebas BI.

4.1.2.1. Interferensi prefiks par-

Afiks par- dalam BAM digunakan untuk menyatakan makna „bagian‟,„orang (yang berhubungan dengan)‟ suatu pekerjaan, instansi, golongan,

atau suatu hal yang berhubungan dengan yang dilakukannya dan tidak memiliki prefiks padanan dalam BI. Pembentukan kata ini pada umumnya dalam sistem BAM memiliki Morfem Terikat + Morfem Bebas, misalnya: parlopo„orang yang memiliki warung‟. Kata ini dibentuk dari prefiks BAM {par} + Morfem bebas

{lopo}. Pembentukan kata BI dengan demikian dikatakan sebagai penyimpangan sebab dalam sistem BI tidak terdapat demikian, tetapi diterapkan dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan. Penyimpangan seperti ini dapat dilihat dalam tuturan berikut:

(14) Ikutnya marga Silitonga parBulog sama parPLN. pref N pref N

„Marga Silitonga yang bekerja di Bulog dan PLN juga ikut‟

(15) Panggil dulu parbecak itu. pref N

(19)

(16) Paranggkot ini yang kencangan bawa motor. pref N

„Tukang angkot sangatkencang membawa mobil‟

Pada contoh di atas mengalami interferensi prefiks par- dalam BAM yang umumnya menyatakan makna „bagian‟,„orang (yang berhubungan dengan)‟ dan tidak memiliki prefiks padanan dalam BI. Pada contoh (14) prefiks par- pada kata parBulog dan parPLN, dibentuk dari prefiks par- + bulog = parbulog dan prefiks par- + PLN = parPLN, kedua bentuk tersebut merujuk pada bagian dari atau orang yang bekerja di instansi Bulog dan instansi PLN. Sama halnya dengan contoh (15) prefiks par- pada kata parbecak dibentuk dari prefiks par- + becak = parbeccak, merujuk pada bagian atau orang yang berhubungan dengan becak atau singkatnya pekerjaan sebagai tukang becak. Pada contoh (16) kata parangkot merujuk pada orang/bagian yang berhubungan angkot atau dengan pekerjaan sebagai supir angkot, yang dibentuk dari prefiks par- + angkot = parangkot.

Penggunaan prefiks par- ini dinilai penutur lebih efektif dari pada menggunakan BI, karena jika disebutkan dalam BI akan sangat panjang penjelasannya. Misalnya pada contoh (14) jika tidak menggunakan prefiks par-maka kalimatnya akan menjadi Ikutnya marga Silitonga yang bekerja di instasi Bulog sama marga Silitonga yang bekerja di instansi PLN. Hal ini di nilai penutur kurang efektif dalam penyampaian informasi oleh sebab itu penutur memindahkan prefiks BAM sehingga informasi yang ingin disampaikan itu lebih singkat dan tepat maknanya.

(20)

konter baju sepatu tas par + N jam

boneka hape ikan teri

Interferensi ini terjadi karena (1) prefiks par- tidak memiliki padanan prefiks yang sama dalam BI sehingga penutur memasukkan dan menggunakan prefiks ini ke dalam tuturan BI untuk menyatakan „bagian‟,„orang (berhubungan dengan)‟ dalam tuturan sehari-hari. Faktor lain karena (2) penutur telah terbiasa dan dinilai lebih efektif menggunakan prefiks par- untuk menyatakan pekerjaan atau orang yang berhubungan dengan sesuatu tersebut, sehingga terbawa dalam penuturan BI di Kota Padangsidimpuan.

4.1.2.2 Interferensi prefiks mar-

Prefiks mar- dalam BAM sama dengan prefiks ber- dalam BI. Interferensi mar- dalam tuturan BI jarang terjadi karena kebanyakan penutur telah dapat menggunakan prefiks ini tepat pada penggunaannya pada masing-masing bahasa. Berikut interferensi mar- dalam tuturan BI yang peneliti temukan karena memiliki kemiripan kata dalam BAM yaitu lappu ‟lampu‟, kareta ‟kereta‟(merujuk pada sepeda motor), dan kata numeralia juta sehingga penutur keliru menggunakan prefiks mar- pada BI. Berikut adalah analisisnya pada kelas kata nomina :

(17) Siang-siang pun kau marlampu. ber- N

„Siang hari pun kau menggunakan lampu‟

(21)

tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟menggunakan‟. Menurut pembentukannya, marlampu terbentuk dari prefiks mar- + KD lampu = marlampu. pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan prefiks mar- dalam BAM.

Menurut BI baku, pembentukan untuk menyatakan makna ‟menggunakan /memakai‟ ini seharusnya menggunakan penambahan prefiks ber- sehingga

pembentukan kata yang benar adalah ber- + lampu = berlampu. Jadi berdasarkan BI baku, penggunaan pembentukan yang benar pada penggalan kalimt tersebut adalah : “Siang hari pun kau berlampu”.

(18) Markereta jemput dia. ber- N

„Jemput dia dengan menggunakan kereta‟

mar- + kereta = markereta „menggunakan sepeda motor‟ Bentuk markereta merupakan wujud interferensi BAM pada

tuturan BI yang menyatakan makna ‟menggunakan‟. Menurut pembentukannya,

markereta terbentuk dari prefiks mar- + kereta = markereta. Pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan penggunaan prefiks {mar-}, serta pembentukannya. Menurut BI baku, pembentukan untuk menyatakan makna‟menggunakan /memakai‟ ini seharusnya menggunakan penambahan

prefiks {ber} yakni ber- + kereta = berkereta. Jadi berdasarkan BI baku, penggunaan pembentukan yang benar pada klausa tersebut adalah : “Berkereta jemput dia

(22)

penutur keliru menggunakan prefiks mar- pada BI yang seharusnya digunakan pada BAM. Berikut adalah analisisnya :

a. Interferensi mar- pada Numeralia

Interferensi mar- pada numeralia dalam tuturan BI yang peneliti temukan karena memiliki kesamaan dalam BAM sehingga penutur menggunakan prefiks mar- dalam BAM. Interferensi mar- melekat pada numeralia yang menyatakan „ber(numeralia)‟ yaitu: mar- + juta+ reduplikasi = marjuta-juta

(19) Marjuta-jutalah habis uangnya yang berobat itu. ber Num

„Berjuta-juta habis uangnya berobat‟

Pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan penggunaan prefiks {mar-}. Pembentukan itu menggunakan KD jutamarjuta. Bentuk kata marjuta merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟beberapa juta‟. Menurut pembentukannya adalah prefiks mar- + KD juta + R = marjuta-juta. Menurut BI baku, pembentukan untuk menyatakan makna ‟beberapa (numeralia)‟ ini seharusnya menggunakan penambahan prefiks {ber} yaitu ber- + juta + R = berjuta-juta. Jadi berdasarkan BI baku, penggunaan pembentukan yang benar pada penggalan klausa tersebut adalah : “Berjuta-juta habis uangnya berobat

b. Interferensi mar- pada Kata Sapaan.

(23)

memiliki padanan dalam bahasa Indonesia dengan makna yang sama dengan mar- dalam BAM yaitu:

(20) Markakaknya kau sama si Gloria. ber K.sapaan

„Panggil kakak kau pada si Gloria‟

(21) Maradek kau sama si Eni. ber K.Sapaan

„Panggil adik kau pada si Eni‟

Pembentukan ini dipengaruhi oleh sistem pembentukan BAM dengan penggunaan prefiks {mar-}. Pembentukan itu menggunakan KD /kakak/  /markakak/ dan KD /adek/  /maradek/. Bentuk kata markakak dan maradek merupakan wujud interferensi BAM pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan yang menyatakan makna ‟tingkatan kekerabatan/ panggilan kekerabatan‟.

Prefiks ini tidak memiliki padanan dalam BI sehingga penutur menggunakan prefiks ini untuk mengatakan „panggilan/tingkatan kekerabatan‟

karena dinilai lebih efektif dalam penyampaian pesan. Jika, tidak menggunakan prefiks mar- kalimat yang digunakan akan lebih panjang seperti berikut: (20) Memanggil panggilan kakak kau pada si Gloriadan (21) Memanggil panggilan adik kau pada si Eni”.

4.1.2.3 Interferensi Sufiks an

Sufiks –an dalam BAM membentuk makna „lebih (dari)‟ jika dilekatkan pada adjektiva, KD (adjektiva) + {-an} = „lebih (KD)‟. Misalnya: lomloman„lebih hitam‟, bagasan„lebih dalam‟ (Irwan, 2006:30).

(24)

kubangan,pangkalan); menyatakan tiap-tiap (contoh: bulanan, meteran); mengandung banyak ha yang disebut kata dasarnya (contoh :ubanan, jemuran); himpunan bilangan atau jumlah (contoh: belasan, ribuan) dan bersifat yang disebut kata dasar (manisan, murahan). Akibat terjadinya interferensi sufiks –an dalam BI telah berubah fungsinya sesuai dengan struktur morfologi BAM menjadi menyatakan makna „lebih‟. Interferensi sufiks -an hanya melekat pada adjektiva yang membentuk makna „lebih (adjektiva)‟ seperti yang terlihat pada data berikut:

(22) cantik  KD (cantik) + sufiks -an= cantikan „lebih cantik‟

Cantikan lagi baju yang di pasar dari pada online ini. Adj -an

„Lebih cantik baju yang di pasar dari pada baju online‟

(23) pendek  KD (pendek) + sufiks -an= pendekan „lebih pendek‟ Pendekan lagi dia dari pada aku.

Adj -an

„Lebih pendek dia dari pada aku.

(24) mahal  KD (mahal) + sufiks -an= mahalan „lebih mahal‟ Mahalan pulsa di lopo etek itu.

Adj -an

„Lebih mahal pulsa di lopo tante itu.‟

Penutur menggunakan sufiks ini karena sufiks -an dalam BI tidak menyatakan makna „lebih‟ seperti yang penutur ingin ungkapkan. Sehingga

(25)

4.1.2.4. Interferensi Konfiks marsi-/-an

Pembentukan kata dengan konfiks {marsi-/-an} merupakan peristiwa interferensi morfologi yang menyatakan makna „„resiprokatif atau resiprokal‟.

Pembentukan kata ini pada umumnya dalam sistem BAM memiliki Morfem Terikat + Morfem Bebas+ (Morfem terikat), misalnya: marsijalangan „saling menyalam‟. Kata ini dibentuk dari prefiks BAM {marsi-} + Morfem bebas

{jalang} + sufiks {-an} atau dengan penambahan reduplikasi yaitu: marsijalang-jalangan dibentuk dari {marsi-} + KD + R + sufiks {-an}. Interferensi marsi-/-an ini dapat melekat pada verba dan adjektiva untuk menyatakan „saling (verba)‟ dan

„saling (adjektiva)‟.

Pembentukan kata BI dengan demikian dikatakan sebagai penyimpangan sebab dalam sistem BI memiliki padanan konfiks untuk menyatakan „saling‟ yaitu {ber-an} misalnya: bersentuhan (Chaer, 2006:217). Penyimpangan ini dapat dilihat dalam data tuturan berikut:

(25) Gak ada yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka. ber V -an „Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟

Data ini telah muncul pada data (13). Bentuk marsitudu-tuduan pada penggalan kalimat di atas merupakan interferensi yang terjadi pada BI dari (KD + R)+ marsi-/-an). Bentuk ini berasal dari verba tuduh, kemudian interferensi yang terjadi adalah marsitudu-tuduan, tetapi dalam BI telah terdapat bentukan untuk makna „saling‟ ini yaitu bertuduh-tuduhan. Bentuk ini merupakan wujud

(26)

marsitudu-tuduan „saling tuduh‟. Menurut BI baku, untuk menyatakan saling tuduh menuduh dapat menggunakan prefiks ber-/-an dengan : prefiks {ber-}+ KD tuduh + R+ sufiks{-an}menjadi bertudu-tuduan. Maka bentuk marsitudu-tuduan (BAM) berpadanan dengan bertudu-tuduan (BI). Jadi kalimat yang seharusnya muncul untuk penggalan kalimat tersebut adalah : ”Tidak ada yang mengaku, mereka bertuduh-tuduhan

(26) Kita harus marsitolongan yang bersaudara ini.

ber V an „Sesama saudara kita harus saling tolong-menolong‟

Bentuk kata marsitolongan merupakan interferensi berasal dari verba tolong mendapat konfiks {marsi-/-an}. Pembentukan ini dipengaruhi sistem BAM dalam penggunaan konfiks {marsi-/an} untuk membentuk makna ‟resiprokal/saling‟ yaitu: KD tolong  {marsi-} + tolong + {-an} =

marsitolongan „saling menolong‟. Kemudian mempengaruhi penutur BI di Kota Padangsidimpuan, sehingga digunakan kata marsitolongan dalam tuturan sehari-hari yang merupakan interferensi BAM. Padahal penggunaan bentuk tersebut salah atau tidak berterima dalam BI. Menurut kaidah BI, seharusnya KD tolong + konfiks {ber-an}bertolongan. Penggunaan konfiks ber-/-an dalam BI pada kata tolong sangat jarang digunakan bahkan dalam BI sendiri, kata tolong yang menyatakan „saling tolong‟ lebih sering menggunakan kata „saling tolong

menolong‟ dari pada bertolongan. Jadi kalimat yang seharusnya muncul adalah : “Sesama saudara kita harus saling tolong menolong.”

(27) Si Rani sama si Muti marsijauhan duduk karena berantam. ber- Adj –an

„Rani dan Muti duduk berjauhan karena bertengkar‟

(27)

adjektiva jauh, kemudian interferensi yang terjadi adalah marsijauhan, tetapi dalam BI telah terdapat bentukan untuk makna „saling‟ ini yaitu berjauhan. Bentuk ini merupakan wujud interferensi BAM terhadap tuturan BI karena pada pembentukannya dipengaruhi oleh sistem morfologi BAM dari KD jauh mendapat konfiks {marsi-/-an} dengan : KD (jauh)  jauh+{marsi-/-am}= marsijauhan „saling berjauhan‟

Menurut BI baku, untuk menyatakan „saling berjauhan‟ maka prefiks {ber}+ KD jauh + sufiks{-an}menjadi berjauhan. Maka bentuk marsijauhan (BAM) berpadanan dengan berjauhan (BI). Jadi kalimat yang benar untuk penggalan kalimat tersebut adalah : ” Rani dan Muti duduk berjauhan karena bertengkar”

Dari penggunaan konfiks ini dapat terlihat kemampuan penutur yang kurang seimbang pada kedua bahasa (BI-BAM) karena kurang tepat meletakkan imbuhan tersebut. Beberapa kata BI dari data yang ditemukan diberi konfiks {marsi-/an} adalah sebagai berikut:

pukul maki cubit

marsi- + KD cakar +-an saling (KD) gendong

ejek pinjam

(28)

„saling‟. Faktor lain karena (2) penutur telah terbiasa menggunakan konfiks

{marsi-/-an} untuk menyatakan saling sehingga terbawa dalam penuturan BI di Kota Padangsidimpuan. Faktor ke (3) kemampuan berbahasa penutur yang kurang baik sehingga tidak tepat menggunakan bahasa tersebut.

4.1.2.5 Interferensi na +Adjektiva + -an : menyatakan ‘sangat’

Dalam BAM konstruksi na+Adjektiva+-an menyatakan makna „sangat‟. Misalnya: na jegesan (sangat cantik), na godangan (sangat besar). Untuk membentuk makna „sangat‟ ini penggunaan partikel na dan sufiks –an yang

melekat pada adjektiva tidak dapat di pisahkan. Sufiks –an dalam BAM salah satunya berfungsi menyatakan makna „lebih‟ ,misalnya: lomloman „lebih hitam‟, bagasan „lebih dalam‟ (Irwan, 2006:36) sedangkan partikel na digunakan untuk memperkuat unsur yang mengikutinya (Sibarani 1997:220). Partikel na diterjemahkan dengan kata penghubung yang dalam BI misalnya: Adaboru na jeges (gadis yang cantik), bagas na godang (rumah yang besar). Lebih lanjut Chaer (2006:159) menyebutkan kata penghubung yang berfungsi sebagai berikut:

1. Menggabungkan hal yang „menyatakan ketentuan atau kejelasan‟ digunakan di antara nomina atau frase nomina. Misalnya: Anak yang baik banyak mempunyai teman.

2. Menggabungkan hal yang „menyatakan ketentuan atau kejelasan‟ digunakan di antara kata kerja atau frase kerja. Misalnya: Rumah yang baru dibangun sudah hancur lagi.

(29)

Akibat terjadinya interferensi konstruksi BAM na+Adjektiva+an= „sangat‟, morfem yang dalam BI berubah fungsinya menjadi pemerkuat kata yang

berada di depannya. Hasil interferensi tersebut terdapat konstruksi yang+Adjektiva+-an = „sangat‟ dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan. Berikut adalah data yang peneliti temukan.

(28) Paranggkot ini yang kencangan bawa motor. part Ajd -an

„Tukang angkot sangat kencang mengendarai mobil‟ (29) Yang besaran rumahnya si Rani.

part Adj -an bagas ni si Rani. „rumah Rani sangat besar‟

(30) Yang mahalan harga baju di plaja itu. part Adj -an

„Harga baju di Plaza sangat mahal‟

(31) Yang jokoan tulisanmu.

(34) Yang hacitan yang kau cubit itu da. part Adj -an

„Cubitanmu sangat sakit‟

(35) Yang parbadaan mamak si Tika ini. part Adj -an umak si Tika on.

„Ibu Tika orang yang sangat suka bertengkar‟

(30)

BAM. Pada data 30 sampai 34 terjadi interferensi leksikal BAM yang akan dibahas pada pembahasan interferensi leksikal. Gambaran konstruksi interferensi partikel na+Adj+-an adalah sebagai berikut:

kencang besar mahal

yang + (KD) Adj joko („jelek‟) +an „ sangat (KD)‟ kikit („pelit‟)

hacit („sakit‟)

parbada („sifat suka bertengkar‟)

Bentuk ini digunakan untuk menyatakan „sangat‟ dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan, penutur jarang menggunakan kata „sangat‟ dan lebih memilih

menggunakan konstruksi yang+adj+an karena penutur menilai penggunaan konstruksi tersebut memiliki nilai rasa yang lebih kuat untuk menyatakan makna „sangat‟ dibandingkan dengan kata sangat itu sendiri yang dianggap memiliki

makna yang biasa saja.

4.1.2.6 Reduplikasi

Menurut M.Ramlan (2001:63) Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatikal,baik seluruhnya maupun sebagian nya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Contoh: rumah-rumah, berjalan-jalan, bolak-balik dsb. Ramlan menyebutkan macam-macam reduplikasi sebagai berikut:

1. Penggulangan seluruh, misalnya: buku-buku, rumah-rumah, dsb.

(31)

3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, misalnya: anak-anakan, setinggi-tingginya, dsb.

4. Pengulangan dengan perubahan fonem, misalnya: gerak-gerik, serba-serbi, lauk pauk, dsb.

Interferensi reduplikasi yang terjadi pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan meliputi interferensi afiks BAM pada kata dasar BI dan interferensi leksikal BAM pada tuturan BI. Berikut adalah data yang peneliti temukan:

(36) ((D+R)+ mar-) menyatakan makna „banyak/tak tunggal‟ Marjuta-juta lah habis uangnya yang berobat itu. ber- Num R

„Berjuta-juta habis uangnya berobat‟

Data ini telah di tampilkan pada data (19). Reduplikasi ini termasuk ke dalam „pengulangan sebagian‟ pada kata dasar numeralia. Reduplikasi

marjuta-jutamenyatakan makna „jutaan‟ dengan pembentukan (D (juta)+ R(juta)) + mar-)  marjuta-juta.

(37) ((D+R)+ marsi-/an) menyatakan makna „saling‟

Gak ada yang mau mengaku, marsitudu-tuduan mereka. ber- V -an halaki. „Tidak ada yang mengaku, mereka saling tuduh-menuduh‟

Data ini telah di tampilkan pada data (13dan 25). Reduplikasi ini termasuk ke dalam „pengulangan kombinasi‟. Reduplikasi marsitudu-tuduan menyatakan makna „saling tuduh-menuduh‟ dengan pembentukan (D (tuduh)+ R(tuduh)) +

marsi-/an)  marsitudu-tuduan.

(37) ((D+R) menyatakan makna „terus menerus tersenyum‟ Mikim-mikim kau kayak orang gila.

N(senyum) R

(32)

Reduplikasi ini termasuk ke dalam „pengulangan seluruh‟. Kata mikim merupakan leksikal BAM yang berarti senyum/tersenyum. Reduplikasi mikim-mikim terinterferensi dari BAM yang digunakan pada tuturan BI untuk menyatakan makna „terus menerus tersenyum‟ dengan pembentukan (D

(mikim)+ R(mikim))  mikim-mikim.

Intereferensi morfologis ini terjadi kerena kebiasaan penutur yang mengunakan afiks-afiks BAM yang secara tidak sengaja digunakan pada tuturan BI. Faktor lainnya karena kemampuan dwibahasawan yang tidak seimbang. Penutur lebih cenderung menguasai BAM sehingga ketika bertutur dalam BI banyak menggunakan afiks BAM.

4.1.3 Interferensi dalam Sintaksis

Interferensi aspek sintaksis yang ditemukan dalam tuturan BI di Kota Padangsidimpuan adalah penggunaan partikel penegas dan klitik BAM ke dalam BI sesuai dengan konstruksi BAM.

4.1.3.1Interferensi Partikel do

Pemarkah kalimat do mengandung makna ekslusif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain. Selain itu, pemarkah tersebut posisinya tetap sesudah topik meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat itu dipertukarkan (lihat Sibarani, 1997:215).

Interferensi partikel do dalam BAM sebagai pemarkah topik yang memiliki arti yang sama dengan morfem -nya dalam tuturan BI. Chaer (2006:208) mengatakan salah satu fungsi morfem –nya dalam BI memiliki fungsi yaitu „memberikan penekanan pada bagian kalimat, untuk fungsi ini morfem -nya harus

(33)

memiliki fungsi yang mirip dengan partikel do dalam BAM sehingga penggunaan –nya (BI) mengalami interferensi partikel do yang mengakibatkan perubahan

fungsi dan kategori pada tuturanmengikuti sistem BAM.

Penggunaan –nya dalam BI hanya dapat melekat pada nomina dalam kalimat berita, sementara partikel do dapat melekat pada nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia dalam kalimat berita dan kalimat tanya . Berikut adalah pemaparan interferensi partikel do pada kalimat berita.

A. Interferensi partikel do pada kalimat berita.

Pada kalimat berita, partikel do(nya) berfungsi sebagai pemarkah unsur nomina, verba, adjektiva, adverba dan numeralia yang ingin diberi penegasan unsur yang menjadi topik kalimat. Topik kalimat dengan pemarkah nya ini posisinya tetap sesudah topik meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat itu dipertukarkan. Berikut adalah penyimpangan yang terjadi dalam sistem BI akibat interferensi partikel do(nya) pada kalimat berita.

(38) Mau belanja uangnya tidak ada. (BI) N part

(39) Kuncinya bawa bukan gembok. (Interferensi BAM) N part

(40) Semalam masaknya kami. (Interferensi BAM) V part

(41) Luasnya kebun orang itu. (Interferensi BAM) Adj part

(42) Semalamnya aku mandappol. (Interferensi BAM) Adv part

(43) Seratusnya ku beli baju ini. (Interferensi BAM) Num part

(34)

partikel do BAM. Partikel do dalam BAM dapat melekat pada ketegori nomina, verba, adjektiva, adverbial, dan numeralia.

Interferensi partikel do(nya) kategori nomina pada data (39) Kuncinya

bawa bukan gembok, partikel do(nya) berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa nomina tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan fungsi –nya dalam bahasa BI pada data (38) Mau belanja uangnya tidak ada, fungsi -nya pada kalimat ini memberikan penekanan pada nomina „uang‟ yang dianggap bagian penting dalam kalimat. Pada BI morfem -nya hanya dapat melekat pada nomina saja, sedangkan penggunaan partikel nya pada kategori verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia adalah merupakan hasil dari interferensi BAM.

Interferensi partikel do(nya) kategori nomina pada data (40) Semalam masaknya kami, diletakkan setelah verba dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa verba tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi BAM yaitu „Natuari mangaloppa do hami‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke

dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Kami memasak semalam‟.

Interferensi partikel do(nya) kategori adjektiva pada data (41) Luasnya

(35)

BAM yaitu „Bolak do hauma halak i‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Kebun mereka luas‟.

Interferensi partikel do(nya) kategori adverbia pada data (42) Semalamnya aku mandappol, diletakkan setelah adverbia dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa adverbia tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi BAM yaitu „Natuari do au mandappol‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Kemarin aku berkusuk‟.

Interferensi partikel do(nya) kategori numeralia pada data (43) Seratusnya

ku beli baju ini, diletakkan setelah numeralian dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk makna penegasan bahwa numeralia tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Hal ini merupakan interferensi BAM yaitu „Saratus do hu tabusi abit on‟. Kalimat dalam BAM tersebut diterjemahkan ke dalam BI sehingga bentuk morfem nya mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan fungsi dan kategori partikel do dalam BAM. Seharusnya kalimat BI yang digunakan adalah „Baju ini ku beli dengan harga

seratus‟.

(36)

tuturan ini merupakan interferensi BAM yang diterjemahkan ke dalam BI. Berikut adalah pemaparannya.

B. Interferensi Partikel do pada Kalimat Tanya

Penggunaan intonasi dalam tuturan kalimat tanya memegang peranan penting, baik kalimat tanya yang menggunakan kata tanya maupun tidak. Karena tidak semua penutur dalam bertanya menggunakan kata tanya, maka kalimat tersebut disertai dengan intonasi tanya (lagu tanya) agar lawan bicara mengerti bahwa pembicara sedang bertanya. Interferensi partikel do (yang diterjemahkan dengan -nya) berpadanan dengan partikel –kah karena memiliki kemiripan fungsi dan makna dengan partikel penegas -kah dalam BI.

Alwi (2003:307) mengatakan bahwa partikel –kah berbentuk klitika dan bersifat manasuka dapat menegaskan kalimat interogatif. Berikut ini kaidah pemakaiannya:

1. Jika dipakai dalam kalimat deklaratif, -kah menguba makna kalimat tersebut menjadi kalimat interogatif. Misalnya: Diakah yang akan datang? (Bandingkan: Dia yang akan datang)

2. Jika dalam kalimat interogatif sudah ada kata tanya seperti apa, dimana, dan bagaimana, maka -kah bersifat manasuka. Pemakaian –kah menjadikan kalimat lebih formal dan sedikit lebih halus.

Misalnya: Apa ayahmu sudah datang? Apakah ayahmu sudah datang?

(37)

interogatif. Kadang-kadang urutan katanya dibalik. Misalnya: Harus aku yang yang mulai dahulu? (Haruskah aku yang mulai dahulu?)

Partikel –kah yang membentuk kalimat tanya bersifat mana suka dan dapat melekat pada pada kelas kata nomina, verba, adjektiva, adverbia, pronomina, dan numeralia. Misalnya : a. Rumahkah yang terbakar?

b. Mampukah kita melawan korupsi? c. Bernyanyikah anak itu?

d. Bolehkah orang tua ikut? e. Diakah yang mencuri?

Hal ini memiliki kesamaan kategori dengan partikel do dalam kalimat tanya yang tidak menggunakan kata tanya.

Berikut adalah interferensi partikel do pada tuturan BI yang menggunakan kata tanya.

(38)

Kapankah kau pulang ke Medan?

Pada tuturan BI di Kota Padangsidimpuan semua kata tanya mengalami interferensi pemarkah topik do(nya.). Perilaku sintaksis partikel do dan partikel kah memiliki kesamaan yaitu posisinya berada dibelakang kata tanya. Berikut adalah gambarannya.

Interferensi BAM Bahasa Indonesia

tudia  kemana kemana

didia dimana dimana

asi kenapa mengapa

ise siapa + do(nya) siapa + kah

sadia berapa berapa

andigan kapan kapan

Perilaku sintaksis partikel do (nya) pada kalimat interogatif yang mengikuti kata tanya dapat dilihat posisinya selalu mengikuti kata tanya untuk memberi penegasan. Hal ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel -kah dalam BI. Partikel –kah posisinya selalu berada mengikuti kata tanya. Fungsi kedua partikel ini memiliki perbedaan, yaitu interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa kata tanya tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟.

Sementara partikel –kah dalam BI berfungsi membentuk kalimat tanya yang lebih formal dan sedikit lebih halus.

(39)

yang menjadi unsur utama pada kalimat yang akan ditanyakan. Hal ini memiliki kesamaan pada partikel –kah dalam BI, partikel –kah juga dapat melekat pada nomina, verba, adjektiva, adverbial, promonina dan numeralia. Sebagai partikel penegas dalam tuturan partikel do diterjemahkan dengan nya dalam BI tetapi memiliki fungsi yang sama dengan partikel –kah pada kalimat tanya. Berikut adalah data interferensi yang peneliti temukan.

(50) Buku matematikanya kau pinjam? (Interferensi BAM) N part

(50a) Buku matematikakah kau pinjam? (BI) N part

(51) Perginya kalian tadi ke pasar? (Interferensi BAM) V part

(53) Pernahnya kau kerumahnya? (Interferensi BAM) Adv part

(53a) Pernahkah kau kerumahnya? (BI) Adv part

(40)

Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (50a) Buku matematikakah kau pinjam?, partikel – kah pada kalimat posisinya mengikuti „buku matematika‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa nomina tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟.

Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori verba pada data (51) „Perginya kalian tadi ke pasar?, terlihat perilaku sintaksis pada kalimat interogatif posisinya berada setelah nomina. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa kata „pergi‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (51a) „Pergikah kalian tadi ke pasar?‟, partikel –kah pada kalimat posisinya mengikuti kata „pergi‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel

(41)

Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori adjektiva pada data (52) „Jauhnya rumah si Ros?,kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „dao do bagas ni si Ros?‟. Interferensi perilaku sintaksis partikel do(nya) pada

kalimat interogatif posisinya berada setelah nomina. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa kata „jauh‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (52a) Jauhkah rumah si Ros?, partikel –kah pada kalimat posisinya mengikuti kata „jauh‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel

do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa adjektiva tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟.

(42)

pada kalimat posisinya mengikuti kata „pernah‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa adverbia tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟.

Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori pronomina pada data (54) „Dianya yang sakit itu?,kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Ia do na marun i?‟. Interferensi perilaku sintaksis partikel do(nya) pada kalimat

interogatif posisinya berada setelah pronomina. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa pronomina „dia‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan

(43)

Interferensi partikel do(nya) yang melekat pada kategori numeralia pada data (55) Tujuh puluhnya baju itu?, kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Pitu pulu do abit i?‟. Interferensi perilaku sintaksis partikel do(nya) pada kalimat

interogatif posisinya berada setelah numeralia. Partikel ini berfungsi sebagai pemarkah unsur topik, yang membentuk makna penegasan bahwa kata „tujuh puluh‟ merupakan topik yang utama dalam kalimat tanya tersebut. Penggunaan partikel ini memiliki padanan dalam BI yaitu partikel -kah. Partikel ini memiliki perilaku sintaksis yang sama pada partikel –do(nya) dalam BAM. Seperti yang terihat pada data (55a) Tujuh puluhkah baju itu?, partikel –kah pada kalimat posisinya mengikuti kata „tujuh puluh‟ sama dengan partikel do(nya) tetapi, dari segi fungsinya kedua partikel ini memiliki perbedaan. Perbedaan kedua fungsi ini yaitu, partikel –kah hanya berfungsi membentuk kalimat tanya, sementara interferensi partikel do(nya) berfungsi sebagai penegasan bahwa numeralia tersebut merupakan topik yang utama dan hal yang penting dalam kalimat. Partikel do(nya) memberikan nilai rasa pada kalimat dengan makna „memastikan sesuatu dengan cara bertanya‟.

(44)

4.1.3.2 Interferensi partikel ma

Pemarkah ma mengandung makna permisif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan jangan yang lain. Partikel ma diterjemahkan dengan lah dalam BI. Akan tetapi penggunaanya dalam tuturan mengikuti sistem BAM, sehingga kata lah telah berganti fungsinya menjadi pemarkah sama seperti partikel ma. Hal ini mirip dengan pemarkah do pada pembahasan sebelumnya yaitu pemarkah topik do(nya) mengandung makna ekslusif yang menegaskan bahwa topiklah yang terjadi dan tidak perlu yang lain. Perbandingan pemarkah do dan pemarkah ma dapat terlihat dari contoh berikut: (Sibarani 2007:217)

1. Mangaloppa do au di si. (bukan mengerjakan yang lain) memasak T aku di situ

Mangaloppa ma au di si. (jangan mengerjakan yang lain) memasak T aku di situ.

2. Tiop do anggimi! (desakan) pegang T adikmu

Tiop ma anggimi! (permintaan) pegang T adikmu

Partikel ma dalam BAM memiliki padanan dengan partikel penegas lah dalam BI. Partikel lah dalam BI digunakan sebagai:

1. Penghalus kalimat, partikel ini digunakan dibelakang kata kerja dalam kalimat perintah. Contoh: Keluarkanlah buku tulismu!

2. Penegas kalimat, partikel ini digunakan pada kata atau bagian kalimat yang ingin ditegaskan di dalam kalimat berita.

(45)

Partikel ma dalam kalimat perintah dan kalimat berita BAM, memiliki fungsi, bentuk dan makna yang sama dengan partikel lah dalam BI. Contoh pada kalimat perintah:

a. Basu ma abit i! (BAM) b. Cucilah baju itu! (BI)

Kedua kalimat di atas memiliki fungsi, bentuk dan makna yang sama. Partikel lah (BI) dan ma (BAM) berada dibelakang verba yang fungsinya membentuk kalimat perintah. Sehingga tuturan yang ada di Kota Padangsdimpuan pada kalimat perintah sesuai dengan gramatikal BI. Demikian juga halnya pada kalimat berita memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang sama. Berikut contoh pada kalimat berita:

a. Umak ma na mambaen panganon i.

b. Ibulah yang membuat makanan itu.

Penggunaan partikel lah (BI) dan ma (BAM) pada kalimat berita di atas memiliki fungsi dan makna yang sama yaitu digunakan pada kata atau bagian kalimat yang ingin ditegaskan di dalam kalimat berita. Sehingga penggunaan partikel lah dalam kalimat berita yang ada di Kota Padangsdimpuan sesuai dengan gramatikal BI.

Perbedaan kedua partikel ini terdapat dalam kalimat tanya, dalam BAM partikel ma dapat digunakan pada kalimat tanya, sementara dalam BI partikel lah tidak dapat digunakan. Dari data yang ditemukan partikel ma dapat melekat pada verba, adjektiva, dan adverbia yang membentuk kalimat tanya. Partikel ma(lah) berfungsi sebagai penegas dan sebagai “penghias” kata agar terdengar lebih

(46)

tanya), dengan adanya intonasi ini pendengar dapat mengerti bahwa kalimat tersebut adalah kalimat tanya. Berikut adalah interferensi partikel ma yang peneliti temukan pada data:

(56) Pulanglah kau ini? V part

„Apakah kau pulang sekarang?‟

(57) Tualah pacarnya itu? Adj part

„Apakah pacarnya tua?‟ (58) Sekaranglah kita pergi?

Adv part

„Apakah kita pergi sekarang‟

Interferensi partikel ma(lah) yang melekat pada kategori verba pada data (56) „Pulanglah kau ini?, kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Mulak

ma ho on?‟. Interferensi ma(lah) disebabkan oleh terjemahan yang mengakibatkan partikel lah (BI) mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan gramatikal BAM. Partikel lah dalam BI yang berfungsi sebagai penghalus dan penegas pada kalimat perintah dan kalimat berita telah berubah fungsinya menjadi partikel yang membentuk kalimat tanya. Pada BI partikel lah tidak gramatikal digunakan pada kalimat tanya, hal ini adalah merupakan interferensi BAM. Partikel ma(lah) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah kata „pulang‟ dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk kalimat interogatif

(47)

Kalimat tanya di atas merupakan refleksi dari percakapan sehari-hari yang digunakan secara singkat untuk menayakan keadaan saat itu.

Interferensi partikel ma(lah) yang melekat pada kategori adjektiva pada data (57) „Tualah pacarnya itu?, kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Tobang ma gandak nai?‟. Interferensi ma(lah) disebabkan oleh terjemahan yang

mengakibatkan partikel lah (BI) mengalami perubahan fungsi dan kategori sesuai dengan gramatikal BAM. Partikel lah dalam BI yang berfungsi sebagai penghalus dan penegas kalimat perintah dan kalimat berita telah berubah fungsinya menjadi partikel yang membentuk kalimat tanya. Pada BI partikel lah tidak gramatikal digunakan pada kalimat tanya, hal ini adalah merupakan interferensi BAM. Partikel ma(lah) pada kalimat interogatif posisinya berada setelah kata „tua‟ dan berfungsi sebagai pemarkah yang membentuk kalimat interogatif dengan makna penegasan bahwa kata „tua‟ tersebut merupakan hal yang utama ditanyakan dalam kalimat tanya tersebut. Dari data di atas terlihat bahwa verba yang diberi penegasan berada di awal kalimat kemudian diikuti dengan partikel –lah yang memberi nilai rasa „lembut‟ pada kalimat tanya tersebut. Penutur sering menggunakan bentuk kalimat tanya ini karena dianggap lebih singkat dan digunakan untuk menanyakan suatu keadaan.

Interferensi partikel ma(lah) yang melekat pada kategori adverbia pada data (58) „Sekaranglah kita pergi?, kalimat ini merupakan terjemahan dari BAM „Sonnari ma hita kehe?‟. Interferensi ma(lah) disebabkan oleh terjemahan yang

(48)

kalimat interogatif dengan makna penegasan bahwa kata „sekarang‟ tersebut merupakan hal yang utama ditanyakan dalam kalimat tanya tersebut. Dari data di atas terlihat bahwa adverbia yang diberi penegasan berada di awal kalimat kemudian diikuti dengan partikel –lah yang memberi nilai rasa „lembut‟ pada kalimat tanya tersebut.

Interferensi partikel (ma)lah ini sangat berbeda fungsinya dengan partikel lah dalam BI. Partikel dalam BI berfungsi sebagai penghalus dan penegas pada kalimat perintah dan berita, interferensi ini mengubah fungsinya menjadi partikel yang membentuk kalimat tanya. Pada BI partikel lah tidak gramatikal digunakan pada kalimat tanya, hal ini adalah merupakan interferensi BAM. Penutur sering menggunakan bentuk kalimat tanya ini karena dianggap lebih singkat dan digunakan untuk menanyakan suatu keadaan.

4.1.3.3 Interferensi partikel leh

Partikel leh BAM merupakan partikel penegas pada kalimat perintah. Partikel ini menyatakan permintaan kepada lawan bicara agar melakukan sesuatu, dan memerlukan pertimbangan lawan bicaranya. Makna partikel ini adalah meminta persetujuan dari lawan bicara untuk melakukan perintah penutur, partikel leh berfungsi sebagai pelembut kalimat perintah agar lawan bicara tidak menolak permintaan penutur.

(49)

fungsi dengan partikel leh dalam BAM. Partikel leh juga berfungsi sebagai penghalus kalimat perintah, tetapi makna yang dihasilkan oleh partikel leh lebih luas dibandingakan dengan partikel lah dalam BI yaitu menyatakan permintaan kepada lawan bicara agar melakukan sesuatu, dan memerlukan pertimbangan lawan bicaranya.

Penutur memindahkan partikel ini kedalam tuturan BI untuk memberikan makna yang sama dengan makna partikel leh dalam BAM, sehingga menyebabkan terjadinya interferensi partikel leh dalam tuturan BI. Interferensi partikel leh terjadi pada kategori verba dan adjektiva berikut adalah data yang ditemukan. (59) Pasang leh musik itu! (Interferensi BAM)

(50)

digunakan, partikel lah yang berada di akhir kalimat tidak gramatikal dalam BI. Perbedaan kedua perilaku sintaksis partikel ini disebabkan oleh interferensi BAM karena, partikel leh dalam BAM posisinya berada setelah verba (Baen leh musik i!) dan berada pada akhir kalimat (Baen musik i leh!). Kedua posisi partikel leh ini tidak mengubah fungsi dan makna dari partikel leh tersebut, yaitu berfungsi untuk membentuk kalimat perintah yang bermakna meminta persetujuan lawan bicara agar mau memasang musik.

Penggunaan partikel ini dalam tuturan BI dianggap oleh penutur lebih lembut dan lebih sopan. Jika seandainya partikel ini dihilangkan dari kalimat Pasang leh musik itu! menjadi Pasang musik itu!. Penutur menilai bahwa penghilangan partikel leh mengubah makna dan nilai rasa yang terdapat dalam kalimat, kalimat tersebut terdengar lebih kasar, orang yang mendengar tidak akan menyukainya karena seperti memaksakan sesuatu. Sehingga penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih sering menyertakan partikel ini dalam kalimat perintah permintaan karena merasa penggunaan partikel leh lebih tepat untuk mewakili maksud dari penutur. Selain itu penutur BI di Kota Padangsidimpuan juga telah terbiasa menggunakan partikel ini sehingga terbawa dalam tuturan BI.

Interferensi partikel leh yang melekat pada kategori adjektiva pada data (60) Cepat leh kau mandi! memiliki kesamaan bentuk dalam BI yaitu „Cepatlahlah kau mandi!‟. Dari kedua data ini terlihat perilaku sintaksis partikel

(51)

tidak lazim digunakan, partikel lah yang berada di akhir kalimat tidak gramatikal dalam BI. Perbedaan kedua perilaku sintaksis partikel ini disebabkan oleh interferensi BAM karena, partikel leh dalam BAM posisinya berada setelah verba (Hatop leh ho na maridi i!) dan berada pada akhir kalimat (Hatop ho na maridi i

leh!). Kedua posisi partikel leh ini tidak mengubah fungsi dan makna dari partikel leh tersebut, yaitu berfungsi untuk membentuk kalimat perintah yang bermakna meminta persetujuan lawan bicara agar mau memasang musik.

Penutur BI di Kota Padangsidimpuan lebih sering menyertakan partikel leh dalam kalimat perintah permintaan karena merasa penggunaan partikel ini lebih tepat untuk mewakili maksud dari penutur. Selain itu penutur BI di Kota Padangsidimpuan juga telah terbiasa menggunakan partikel ini sehingga terbawa dalam tuturan BI.

4.1.3.4 Interferensi partikel bo

Partikel bo dalam BAM merupakan partikel penegas pada kalimat perintah ajakan yang menyatakan desakan agar segera melakukan sesuatu hal kepada lawan bicara. Partikel ini melekat pada verba dan tidak memiliki padanan dalam BI sehingga untuk mengungkapkan perasaan penutur yang demikian, partikel ini dipindahkan dari BAM ke dalam tuturan BI. Berikut adalah data interferensi partikel bo yang peneliti temukan.

(61) Makan bo nasimu ! V part

„Makan nasimu !‟

(52)

bergegas melakukan perintah. Pada data (61) Makan bo nasimu!, partikel bo berada setelah verba „makan‟ dan posisinya tetap berada pada awal kalimat.

Partikel ini menyatakan makna desakan agar segera menghabiskan nasinya, tetapi tetap memberikan nilai rasa yang lembut dibalik kalimat perintah yang menyatakan desakan tersebut.

(62) Cuci bo piring itu! V part

„Cuci piring itu!‟

Posisi partikel ini berada setelah verba dengan maksud menyatakan perintah ajakan. Partikel bo menyatakan makna desakan agar lawan bicara segera bergegas melakukan perintah. Pada data (62) Cuci bo piring itu!, partikel bo berada setelah verba „cuci‟ dan posisinya tetap berada pada awal kalimat. Partikel

ini menyatakan makna desakan agar segera mencuci piring, tetapi tetap memberikan nilai rasa yang lembut dibalik kalimat perintah yang menyatakan desakan tersebut.

(53)

Makna yang dihasilkan dari penggunaan partikel bo lebih jelas dibandingkan kalimat yang tidak menggunakan partikel bo, sehingga penutur memindahkan partikel ini untuk menyatakan kalimat perintah desakan yang memiliki nilai rasa yang lebih lembut. Penutur mengharapkan agar orang yang mendengarnya tidak akan merasa tersinggung dan maksud dari penutur dapat tersampaikan dengan tepat pada lawan bicara. Interferensi partikel bo ini dalam tuturan BI dianggap oleh penutur Kota Padangsidimpuan lebih tepat untuk mewakili maksud dari penutur.

4.1.3.5 Interferensi partikel kele

Partikel kele dalam BAM merupakan partikel penegas pada kalimat perintah permintaan. Partikel ini memarkahi kalimat yang menyatakan permohonan dan bujukan kepada lawan bicara agar mau mengikuti permintaan penutur. Partikel ini digunakan setelah partikel penegas lah yang sudah berfungsi sebagai penghalus kalimat, kemudian ditambahkan dengan partikel kele yang mengandung makna „memelas, membujuk, dan memohon‟. Partikel yang

menyatakan makna yang sama tidak dimiliki dalam BI, sehingga untuk mengungkapkan perasaan penutur yang demikian, partikel ini dipindahkan dari BAM ke dalam tuturan BI. Berikut adalah data interferensi partikel kele yang peneliti temukan.

(63) Kawanilah kele aku ke rumah ibu itu! V part part

(63a) Kawanilah aku ke rumah ibu itu kele!

part

Gambar

Gambar 3.1 Peta Kota Padangsidimpuan
Gambar 3.5 Kerangka Berfikir Peneliti
Tabel 4.6 Temuan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Journal of English Educators Society is specific journal than another one, because it discusses about Thai Students’ writing skill, and Journal Pedagogia discuss about

Jaka Tarub Nawang Wulan Nawang Asri Nawang Arum Nawang Lintang Nawang Ningrum Nawang Sekar Nawang Putri Nawangsih The King Guruminda Indrajaya... JAKA TARUB AND

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Tes dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis dalam lembar kerja siswa yang digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan siswa dalam menulis dialog sederhana

Widi : yes of course!, actually i know what happened in the past, someone who always disturb you is a student here ten years ago and she died in this school in your class!.

STOCK CLOSE TARGET PRICE STOP LOSS SUPPORT RESISTANCE. MEDC 895 930 850

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa banyak pemanfaatan e-procurement dapat mencegah atau mengurangi hal-hal yang memicu terjadinya fraud, mengingat tingginya

Per September 2017, tingkat likuiditas yang dimiliki oleh PT Bank Amar Indonesia menunjukkan kondisi yang sangat baik, total Penempatan pada Bank Indonesia dan Surat Berharga