• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Lingkungan Biotik 1 Komposisi vegetasi penyusun

7. Herbarium yang sudah kering, dapat diidentifikasi nama ilmiahnya berdasarkan ciri morfologi maupun keterangan yang tertera pada label.

3.3 Faktor Lingkungan Biotik 1 Komposisi vegetasi penyusun

Analisis vegetasi menemukan 69 spesies dari 30 famili vegetasi penyusun pada kedua tipe habitat (hutan kerangas dan hutan rawa gambut) di Cagar Alam Mandor (Lampiran 1 dan 2). Dipterocarpaceae merupakan famili yang mendominasi pada kedua tipe habitat tersebut. Spesies dari famili Nepenthes banyak ditemukan di hutan kerangas. Jumlah spesies yang ditemukan adalah 5 spesies. Spesies dari famili Myrtaceae banyak ditemukan di hutan rawa gambut. Jumlah spesies yang ditemukan adalah 6 spesies.

Tabel 2 Nilai INP tiga tertinggi pada kedua tipe habitat N. ampullaria

Tingkat Spesies F FR (%) K KR (%) D DR (%) INP (%) Pohon G. nobile1 0.12 21.43 6 28.57 1.70 18.87 68.87 Gluta cf. Wallichii1 0.12 21.43 3 14.29 2.27 25.24 60.95 F. grossularioides1 0.08 14.29 6 28.57 1.03 11.49 54.35 C. soulattri2 0.20 18.52 5 14.29 8.07 0.20 40.87 D. oblongifolia2 0,16 14.82 7 20.00 6.01 0.16 40.82 S. stenoptera2 0,12 11.11 4 11.43 11.94 0.12 34.48 Tiang P. alternifolium1 0.20 17.86 44 24.44 1.35 8.99 51.29 F. grossularioides1 0,2 17.86 40 22.22 1.60 10.71 50.79 Syzygium sp.21 0.16 14.29 28 15.56 1.65 11.04 40.88 D. oblongifolia2 0.16 20.00 28 29.17 15.44 0.16 64.61 C. soulattri2 0.20 25.00 20 20.83 17.22 0.20 63.06 L. sundaicus2 0.12 15.00 12 12.50 16.54 0.12 44.04 Pancang S. cerinum1 0.24 22.22 352 24.18 - - 46.40 P. alternifolium1 0.16 14.82 368 25.28 - - 40.09 Dyera costulata1 0.08 7.41 128 8.79 - - 16.20 R. tomentosa1 0.08 7.41 128 8.79 - - 16.20 Pandanus sp.2 0.16 9.76 112 13.21 - - 22.96 D. suffruticosa2 0.12 7.32 80 9.43 - - 16.75 Eliodoxa coferta2 0.12 7.32 6 12.98 - - 12.98 H. pallidicaula2 0.12 7.32 48 56.60 - - 12.98 Semai/ Tmb. bawah P. alternifolium1 0.24 9.52 5400 15.61 - - 25.13 N. mirabilis1 0.16 6.35 5000 14.45 - - 20.80 N. gracilis1 0.24 9.52 3700 10.69 - - 20.22 S. stenoptera2 0.20 6.85 1300 8.55 - - 15.40 Dyera polyphylla2 0.12 4.11 1500 9.87 - - 13.98 Alseodaphne cf. Borneensis2 0.16 5.48 1100 7.24 - - 12.72 Keterangan: 1Hutan kerangas, 2Hutan rawa gambut

INP adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam komunitas tumbuhan (Soegianto 1994

20

dalam Indriyanto 2006). Nilai INP pada setiap tingkat pertumbuhan bervariasi pada kedua tipe habitat N. ampullaria (Tabel 2). Hasil perhitungan INP menunjukkan secara keseluruhan tidak ditemukan satu spesies yang lebih mendominasi pada setiap tingkat pertumbuhan (INP≤100%). Pada tingkat pertumbuhan semai nilai INP dikedua tipe habitat (hutan kerangas dan hutan rawa gambut) tergolong rendah. Artinya pada tingkat pertumbuhan semai tidak ditemukan spesies yang superior mempengaruhi spesies lainnya pada kedua habitat. Penjelasan lengkap tentang INP per spesies dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Jumlah spesies vegetasi penyusun sangat bervariasi berdasarkan tingkat pertumbuhan pohon, tiang, pancang dan semai pada habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor. Jumlah total individu spesies yang ditemukan pada masing- masing habitat N. ampullaria sebanyak 48 individu (hutan kerangas) dan 79 individu (hutan rawa gambut). Jumlah spesies terendah terjadi pada tingkat pertumbuhan pohon (hutan kerangas) dan tiang (hutan rawa gambut) di Cagar Alam Mandor. Gambar 7 menunjukkan bahwa jumlah spesies yang ditemukan pada tingkat pertumbuhan pohon adalah 7 spesies (hutan kerangas) dan tingkat pertumbuhan tiang adalah 8 spesies (hutan rawa gambut).

Jumlah spesies vegetasi penyusun berdasarkan tingkat pertumbuhan menggambarkan keanekaragaman jenis yang terjadi dalam sebuah komunitas. Jumlah spesies vegetasi penyusun paling sedikit pada kedua tipe habitat (hutan kerangas dan hutan rawa gambut) di Cagar Alam Mandor terdapat pada tingkat pertumbuhan pohon (hutan kerangas) dan tiang (hutan rawa gambut). Jumlah spesies vegetasi penyusun yang tergolong sedikit pada tingkat pohon dan tiang, menunjukkan bahwa komunitas sedang mengalami proses suksesi awal pada kedua tipe habitat (hutan kerangas dan hutan rawa gambut) di Cagar Alam Mandor.

Gambar 7 Jumlah spesies vegetasi penyusun berdasarkan tingkat pertumbuhan pada kedua tipe habitat N. ampullaria

7 9 13 20 11 8 23 37 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Pohon Tiang Pancang Semai

Ju m lah S p esies Tingkat Pertumbuhan Hutan kerangas Hutan rawa gambut

21 Spesies vegetasi penyusun di sekitar habitat N. ampullaria teridentifikasi memiliki nilai manfaat hasil hutan kayu (HHK) dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Hasil identifikasi menemukan 51 spesies tumbuhan berpotensi dan bernilai guna sebagai HHK dan HHBK pada habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor (Lampiran 5). Spesies vegetasi penyusun yang berpotensi dan bernilai guna pada habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor dibedakan menjadi penghasil kayu, tumbuhan obat, bahan kerajinan, tumbuhan hias, penghasil buah dan getah (Gambar 8). Penggolongan spesies vegetasi penyusun berdasarkan potensi dan nilai guna menunjukkan bahwa nilai persentase manfaat tertinggi adalah pemanfaatan sebagai kayu. Nilai manfaat sebagai tumbuhan obat dan penghasil buah berada pada urutan kedua dan ketiga.

Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa kawasan Cagar Alam Mandor memiliki peranan penting terhadap pelestarian spesies-spesies yang memiliki potensi dan nilai guna bagi kehidupan manusia. Kebutuhan terhadap kayu dan tumbuhan obat merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup manusia. Keberadaan Cagar Alam Mandor dapat menyelamatkan beberapa spesies-spesies tumbuhan yang berpotensi dan bernilai guna, sehingga manfaatnya masih dapat dirasakan di masa mendatang.

Gambar 8 Jumlah jenis tumbuhan berguna di sekitar habitat N. ampullaria 3.3.2 Serangga mangsa

Hasil identifikasi serangga mangsa menemukan 21 famili serangga mangsa. Setiap tipe habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor ditemukan masing- masing 11 famili (hutan kerangas) dan 12 famili (hutan rawa gambut) serangga mangsa. Formicidae dan Entomobryidae adalah famili serangga mangsa yang ditemukan di kedua tipe habitat N. ampullaria, yaitu hutan kerangas dan hutan rawa gambut. Bentuk serangga mangsa yang ditemukan di dalam kantong N. ampullaria bervariasi antara lain berupa; individu utuh, larva, pupa serta bagian- bagian tubuh yang terpisah seperti antena dan sayap. Formicidae merupakan

Tumbuhan obat 24% Kayu 41% Kerajinan 2% Tumbuhan hias 8% Buah 20% Getah; 5%

22

famili serangga mangsa yang paling banyak terperangkap oleh kantong N. ampullaria di kedua tipe habitat. Setiap habitat ditemukan masing-masing 420 individu (hutan kerangas) dan 50 individu (hutan rawa gambut) (Tabel 3).

Tabel 3 Famili serangga mangsa N. ampullaria pada kedua tipe habitat

No Famili Hutan Kerangas Hutan Rawa Gambut

1 Amphinectidae 0 2 2 Argasidae 1 0 3 Blattellidae 2 0 4 Chaoboridae 3 0 5 Chironomidae 0 2 6 Cosmetidae 0 1 7 Entomobryidae 1 1 8 Euzetidae 0 2 9 Formicidae 420 50 10 Gryllidae 0 1 11 Linyphiidae 0 1 12 Lycosidae 2 0 13 Lygaeidae 0 2 14 Nabidae 0 1 15 Nicodamidae 3 0 16 Phalacridae 1 0 17 Psoquillidae 1 0 18 Scarabaeidae 0 1 19 Simulidae 0 5 20 Termitidae 3 0 21 Titanoecidae 7 0

Formicidae merupakan serangga semut yang paling banyak ditemukan pada kantong semar di hutan kerangas (Kessinger 2006). Semut adalah serangga mangsa yang penting bagi N. ampullaria (Peng at al. 2015). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini. Spesies serangga Formicidae yang ditemukan pada kedua tipe habitat bervariasi (Gambar 9). Keanekaragaman dan jumlah individu semut yang tinggi di hutan kerangas mengindikasi bahwa daya tangkap

N. ampullaria terhadap semut sangat tinggi di hutan kerangas. Suhu tanah pada hutan kerangas yang panas dan kering juga menyebabkan tingginya jumlah individu semut yang terperangkap oleh N. ampullaria. Menurut Yuniar dan Haneda (2015), suhu tanah yang tidak terlalu dingin akan disukai oleh Arthopoda, terutama fauna permukaan tanah (epifauna) seperti semut.

Bagian bibir kantong N. ampullaria yang berwarna lebih terang dibandingkan bagian lainnya dapat menguntungkan dalam proses pemangsaannya. Gerigi pada bibir kantong N. ampullaria merupakan bagian yang licin dan berwarna lebih terang. Hal ini menjadi daya tarik bagi serangga mangsa untuk mendekati kantong N. ampullaria. Menurut Purwanto (2007) bagian bibir kantong semar terdapat gerigi yang bewarna mencolok dan terdapat nektar pada glandular crest yang berada tepat diatasnya.Semut sebagai salah satu spesies serangga yang sangat peka terhadap rasa manis. Ketika berada di bagian kantong secara tidak

23 langsung semut akan menerima sinyal keberadaan nektar dan segera menemukan keberadaanya. Semut yang sudah berada pada bibir kantong akan terjatuh kedalam kantong karena permukaan bibir kantong yang licin.

Kemampuan memangsa serangga merupakan bentuk adaptasi kantong semar tehadap daerah miskin hara. Daerah miskin hara biasanya terjadi pada tanah yang terganggu. Kantong semar memiliki kemampuan memangsa yang lebih tinggi pada daerah yang terganggu seperti hutan kerangas di Cagar Alam Mandor. Menurut Chin et al. (2010) penyerapan nutrisi kantong semar bergantung pada kemampuan menangkap mangsa, sehingga penyerapan nutrisi lebih sensitif pada habitat yang terganggu. Lingkungan habitat kantong semar yang lembab dan sedikit terkena cahaya matahari menyebabkan daya tangkap kantong semar terhadap mangsa lebih rendah dibandingkan keuntungan dari memangsa (Moran

et al. 2003; Chin et al. 2010).

Entomobrydae merupakan serangga mangsa kedua yang ditemukan terperangkap oleh kantong N. ampullaria pada kedua tipe habitat (hutan kerangas dan hutan dataran rendah di Cagar Alam Mandor. Bagian bangkai yang teridentifikasi berupa sampel yang tidak utuh sehingga tidak dapat diketahui jelas bentuknya. Entomobrydae merupakan famili terbesar dari ordo Collembola. Beberapa jenis Collembola merupakan detrivor tanah yang banyak ditemukan pada tanah masam (Suin 1997). Borror et al. (1992) menambahkan, jenis ordo Collembola yang sering ditemukan adalah Entomobria socia dan Isotomurus tricolor. Serangga ini umumnya berwarna kecoklatan, keputih-putihan dan

a

b

c

d

Gambar 9 Spesies serangga Formicidae yang ditemukan pada kedua tipe habitat

24

beberapa jenis ada yang bewarna belang. Tingkat keasaman tanah pada kedua tipe habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor menjadi pemicu keberadaan Entomobrydae. Entomobrydae yang hidup dipermukaan tanah (di atas serasah daun) dapat terbawa oleh angin bersama daun-daun pada lantai hutan dan mengenai mulut kantong N. ampullaria.

Pada penelitian ini, serangga dari famili Culicidae juga ditemukan pada kantong N. ampullaria di kedua tipe habitat (hutan kerangas dan hutan rawa gambut). Culicidae yang ditemukan berupa larva nyamuk (Gambar 10). Larva nyamuk yang ditemukan masih hidup (bukan bangkai). Menurut Pterson et al. (2008) larva nyamuk yang terdapat di dalam kantong semar merupakan salah satu pengendali kekayaan spesies komunitas bakteri yang terdapat di dalam kantong. Keberadaan larva nyamuk pada kantong N. ampullaria bukan sebagai serangga mangsa, tetapi sebagai organisme pendukung proses penyerapan nutrisi yang terjadi pada bagian kantong. Larva nyamuk yang terdapat pada kantong N. ampullaria mengindikasikan bahwa kantong N. ampullaria merupakan mikro habitat bagi nyamuk. Nyamuk berkembang biak melakukan metamorfosis di dalam kantong N. ampullaria.

Cacing dari filum Annelida juga ditemukan terperangkap di dalam kantong semar pada habitat hutan rawa gambut. Keberadaan cacing pada kantong N. ampullaria belum diketahui perannya dalam peroses penyerapan nutrisi. Cacing yang ditemukan juga masih hidup. Jumlah individu yang ditemukan adalah 1 individu. Jumlah ini tidak cukup menjelaskan keberadaan cacing filum Annelida pada kantong N. ampullaria di Cagar Alam Mandor.

Gambar 10 Larva nyamuk famili Culicidae yang ditemukan pada kantong N. ampullaria

25

3.4 Faktor Lingkungan Abiotik