• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.3. Penyajian dan Analisis Data

4.3.3. Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat Kelurahan Parapat

1. Kurangnya dukungan pemerintah

Hambatan-hambatan intrinsik berkaitan dengan ciri birokrasi dan profesionalisme.Mereka mencakup beberapa aturan dan peraturan dari suatu organisasi, strukturnya memiliki sifat seperti labirin dan ketegangan-ketegangan antara tujuan birokrasi dan tujuan masyarakat.Organisasi

mungkin tidak dapat diakses secara optimal oleh rakyat.Bahasa yang digunakan oleh staf mungkin bersifat mengintimidasi dan mengasingkan rakyat setempat.Rakyat setempat mungkin ragu-ragu untuk terlibat dalam suatu organisasi.Meraka mungkin melihat suatu perbedaan kekuatan besar antara mereka sendiri dengan anggota suatu organisasi. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dilokasi penelitian dengan informan, diperoleh data bahwa terdapat suatu jawaban atau pandangan yang sama dari informan. Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Bapak Benny Napitupulu (Laki-laki, 54) :

“Harapan saya maunya pemerintah pedulilah sama Parapat ini karena bagaimanapun pembangunan pariwisata di Simalungun atau Parapat ini sudah ketinggalan kan..Banyak sekarang tempat yang di buka seperti Pasir Putih dan Hotspring di Samosir. Bahkan Samosir itu akan seperti pulau Bali dan Parapat hanya sebagai persinggahan atau pulau transit. Jadi kalau pemerintah tidak mengambil sikap ya ‘good bye’ lah Parapat.Saya sudah malaslah sebenarnya karena pihak pemerintah hanya janji palsu saja. Seperti yang kita tahukan Bupati kita JR Saragih, Ia hanya fokus pada pembangunan di Raya……(Benny Napitupulu,54)

Hal senada juga juga disampaikan oleh salah satu informan yaitu Bapak Panggabean. (Laki-laki,53 tahun) :

“Pembangunan Parapat ya ngak ada.Ngak jelas.Ngak ada himbauan dari Pemerintah tapi biarlah dulu. Dari tahun ke tahun ngak ada peningkatan pembangunan pariwisata .Apalagi sekarang inikan Pemerintah Simalungun ini yaa itulah ke Raya nya semua pembangunan.Harusnya pemerintah daerah Parapat musti punya nilai ganda lah pengetahuan pariwisata, pengetahuan pamong praja. Mesti ada plusnya karena Parapat mempunyai nilai plus.” (Panggabean, 53 tahun).

Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu informan peneliti yaitu Bapak Herbet Sinaga, Ketua Adat Kelurahan Parapat.

“Tidak ada topangan dari pemerintah jadi pertunjukan apa yang mau dibuat ngak ada yang menopang....”(Herbet Sinaga, Ketua Adat Parapat)

Posisi struktural orang-orang dalam masyarakat dapat memengaruhi siapa yang berpartisipasi dan siapa yang tidak.Kweit mencatat bahwa pada umumnya orang-orang dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih berpartisipasi.Orang-orang muda umumnya kurang berpartisipasi dibandingkan orang-orang tua.Pernyataan ini sesuai dengan data yang ditemukan peneliti di lapangan, dimana masyarakat yang berpartisipasi cenderung masyarakat yang mempunyai ekonomi tinggi dan juga masyarakat yang sudah berusia diatas 30 tahun. Kekuatan masyarakat dan modal sosial yang ada dalam masyarakat juga sangat memengaruhi dalam tingkat (kadar) dan efektivitas partisipasi.

2. Kurangnya sinergitas antara pemerintah dan masyarakat

Dalam uraian sebelumnya telah dinyatakan bahwa partisipasi masyarakat boleh dikatakan merupakan unsur yang mutlak dalam pelaksanaan strategi pengelolaan sumber daya berbasis komunitas. Melalui pendekatan tersebut, banyak terdengan permasalahan bahwa pemerintah atau penguasa seringkali terlalu memaksakan program yang sudah dirancang secara terpusat tanpa melakukan konsultasi dengan masyarakat yang akan menjadi sasaran program.Dipihak lain juga ditemukan kenyataan bahwa walaupun sudah dibuka kesempatan kepada masyarakat

dan diberi sarana serta media untuk melakukan partisipasi terutama dalam perencanaan, masyarakat tidak menggunakan kesempatan dan peluang tersebut dan tidak menutup kemungkinan persoalannya terletak pada rendahnya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan peneliti : Parningotan Girsang, laki-laki, 53 tahun.

“Pada dasarnya masyarakat Parapat belum efektif dalam berperan serta. Memang sebagian ada yang baik, sebagian lagi kurang peduli atau kurang merasa ini penting. Masyarakat ini kadang kurang mendukung apa yang dilakukan oleh pemerintah. Kayak ceremonial atau pesta yang dilakukan pemerintah. Padahalkan itu dibuat untuk masyarakat juga....”

Sebagaimana diketahui untuk keperluan pelaksanaan pembangunan tidak jarang pemerintah menciptakan lembaga baru. Namun, dalam kenyataannya jarang dari lembaga ini yang berhasil mengakar dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi tidak dapat berfungsi sebagaimana diharapkan. Disamping itu suasana dan iklim dalam forum yang diciptakan mungkin juga kurang mendukung. Suasana yang terlalu formal seringkali juga membuat komunikasi menjadi macet oleh karena masyarakat terbiasa mengemukakan aspirasi dan pendapat dalam situas ang informal.

Faktor struktural dan kultural masyarakat yang bersangkutan seringkali juga dipertimbangkan dalam mendorong munculnya partisipasi warga masyarakat terutama dalam proses pengambilan keputusan. Tidak jarang aspirasi ide pendapat dan usulan dari warga masyarakat tidak muncul dalam forum yang juga dihadiri oleh pimpinan dan elit lokal.

Bukannya mereka tidak mempunyai ide dan aspirasi, tetapi suasana struktural cenderung mendorong mereka mengikuti dan menyetujui apa yang sudah disampaiakan oleh elit dan pimpinannya. Hal ini sesuai dengan pertanyaan yang disampaikan oleh para informan sebagai berikut :

Dulu pernah ada dan diundang. Tetapi sekarang ngak ada lagi. Udah beberapa tahun terakhir ini ngak ada dan saya tidak pernah mendapatkan undangan lagi... Sangat sering. Saya sering itu menyarankan tentang kebersihan parapat ini trus biar dibikinnya entah selamat datang disini seperti di Bali kan?! Entah di bikin patung oppung kita atau tunggal panaluan di kampung Parapat. Jadi orang pun pingin mau berfoto entah dari singapur ada iconnya. Itulah harapan saya...(Benny Napitupulu, Laki-laki, 54 tahun)

Hal serupa juga dikatakan oleh informan berikut :

Saya ngak pernah di undang, sama sekali ngak pernah . Dulukan pernah saya gagasi, dulu kan belum di Raya masih di Siantar kantor Bupati. Kadisnya itu kan layak di tempatkan di Parapat. Coba anda bayangkan Kadis pariwisatanya di Raya, objek kerjanya di Parapat gimanalah jangkauan dia kemari sehari-hari. Apa potensi Parapat itu, apa kekurangan Parapat itu,diakan ngak tau .. orang kantornya di Raya. Dulu pernah ku usulkan dulu masih Jabanten dulu itu alangkah baiknya kantor Dinas Pariwisata itu diletakkan di Parapat karena supaya bias memantau apa kekurangan apa kelebihan apa potensi, iyakan?Jadi orang itu di Kabupaten ya Kabupatenlah. Jadi udah kaku kayaknya...(Marudut Panggabean, Laki-laki, 53 tahun)

Dorongan untuk berpartisipasi bagi warga masyarakat sering dipengaruhi oleh masa lalu. Apabila warga masyarakat memilik kesan bahwa apa yang mereka sampaikan dalam berbagai forum untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan ternyata kemudian tidak menetas menjadi program yang akan dilaksanakan, maka kenyataan itu akan membuat warga masyarakat menjadi segan untuk berpatisipasi dalam hal yang sama untuk periode berikutnya. Pada tingkat lokal tidak jarang ide,

aspirasi dan usulan dari warga masyarakat terganjal oleh kepentinan elit lokal yang mempunyai akses dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan pada tingkat lokal harus melibatkan semua kalangan yang ada dan tidak didominasi oleh elit lokal. Berdasarkan temuan dilapangan, masyarakat Parapat tidak pernah lagi terlibat dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan pariwisata. Hal tersebut disampaikan oleh Herbet Sinaga, ketua adat Kelurahan Parapat.

tidak pernah lagi. Tidak pernah di undang dan tidak pernah ada. Bohama dokkonon, Pokoknya so ma sude. Aturanna kan molo adong pandangan yang baik jou on na ma masyarakat. Mari berkumpul membuat bagaimana biar wisata ini makin baik, on daong.. dangadong. Pemerintah tidak pernah menyuluh, mengatur, mengayomi dangadong. Jadi akhirnya tidak seperti tujuan wisata padahal begitu indah kan . Au do mambaen PRDT , au do mencetushon pesta rakyat danau toba. Meledak hape dang di sambut, tahun 2001 mai. Banyak pertunjukan kita bikin. ... (Herbet Sinaga, Laki-laki, 79 tahun)

Artinya :

Tidak pernah lagi. Tidak pernah diundang dan tidak pernah ada. Bagaiamanalah mengatakannya, pokoknya semua berhenti. Harusnya kan kalau ada pandangan yang baik dari pemerintah, diundanglah masyarakat. Mari berkumpul membuat bagaimana biar wisata ini makin baik, ini tidak ada. Pemerintah tidak pernah menyuluh, mengatur, dan mengayomi. Jadi akhirnya tidak seperti tujuan wisata padahal begitu indah kan.. saya yang membuat PDRT. Saya yang mencetuskan pesta rakyat danau toba. Meledak..tapi tidak disambut, itu tahun 2001. Banyak pertunujukan kita bikin.

Berdasarkan temuan yang ditemukan oleh peneliti di lapangan, peneliti berpendapat bahwa birokrasi atau pihak pemerintahan daerah tidak berjalan dengan baik. Tidak adanya pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk memperbaiki Pariwisata Danau Toba membuat masyarakat enggan dan malas dalam mengelola alam ataupun

memperindah alam yang sudah indah. Belum efektifnya pengelolaan objek wisata Danau Toba di Parapat disebabkan karena anggapan masyarakat Parapat bahwa pemerintahlah yang mempunyai peran penting dalam melaksanakan pembangunan pariwisata. Padahal partisipasi masyarakat juga tidak kalah penting dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat harus saling bantu membantu dalam meningkatkan pariwisata di Parapat.

3. Karakteristik Masyarakat Parapat

Karakteristik masyarakat yang ramah tamah sangat diperlukan dalam mendukung perkembangan daerah tujuan wisata. Aspek ini menjadi sangat penting karena pada umumnya wisatawan yang datang ingin merasakan suasana yang nyaman yang salah satunya didapatkan melalui interaksi yang menyenangkan antara masyarakat setempat dengan wisatawan itu sendiri.

Parapat sebagai daerah tujuan wisata sudah seharusnya memperhatikan aspek ini agar pariwisata dapat berkembang dengan cepat, karena masyarakat Parapat yang pada umumnya adalah mayoritas bersuku Batak Toba memiliki kultur yang “keras” dalam berbahasa dan bertutur kata. Hal ini membuat para wisatawan tidak nyaman ketika berinteraksi dengan masyarakat lokal. Disamping itu, perilaku masyarakat yang kurang baik seperti ketidakpastian harga suatu produk lokal dan biaya akomodasi yang sering berubah-ubah. Ketidakpastian ini menyebabkan para wisatawan takut tertipu apabila melakukan transaksi dengan masyarakat

setempat. Hal itu senada dengan pernyataan informan peneliti yaitu Herbet Sinaga, Ketua Adat, 79 tahun yang menjelaskan tentang realita tersebut:

“Jadi banyak permasalahnnya ini. Masyarakat kita tidak pantas dan tidak mampu berdomisili di Daerah tujuan wisata. Itu satu kemudian perilaku. Perilaku masyarakat tidak pantas jadi pelayan yang baik kepada wisatawan. Lalu sesuai dengan pembangunan modernisasi sekarang tidak ada bantuan dari pemerintah untuk memperindah yang sudah indah....”(Herbet sinaga, laki-laki, 79 tahun)

4. Infrastruktur yang Kurang Memadai

Infrastuktur pariwisata merupakan suatu kelengkapan wisata yang berfungsi sebagai fasilitas masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan fungsinya. Infrastruktur wisata dapat juga disebut dengan kualitas wisata. Infrastruktur pariwisata mencakup kondisi jalan yang baik, taman, listrik, air, pelayanan keamanan, pelayanan kesehatan, komunikasi dan kendaraan umum.

Parapat sebagai daerah tujuan wisata harusnya mempunyai kualitas wisata yang baik. Namun pada kenyataannya, infrastuktur di kelurahan Parapat masih sangat minim dan kurang memadai. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut :

“Jalan dari bandara ke Parapat sangat menjenuhkan dan keadaan jalan tidak sesuai misalnya jalanan rusak jadi orang pun mau datang udah jenuh di perjalanan karna terlampau jauh. Lebih jago Berastagi padahal apasih yang mau dilihat dari berastagi? ... (Herbet Sinaga, Laki-laki, 79 tahun)

Matriks 4.4. Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat Faktor Penghambat Partisipasi Masyarakat Informan

Benny

Napitupulu (54)

1. Pemerintah kurang peduli dengan pariwisata di Parapat

2. Masyarakat menganggap pemerintah hanya berjanji palsu sehingga masyarakat mulai malas dalam berpartisipasi.

3. Masyarakat tidak pernah di undang dalam musyawarah

4. Aspirasi atau ide masyarakat tidak ditindak lanjuti.

Informan Marudut

Panggabean (53)

1. Masyarakat mengangap pemerintah tidak mempunyai kemampuan dalam mengelola pariwisata

2. Masyarakat tidak pernah diundang dalam musyawarah

Informan Parningotan Girsang (53)

Masyarakat enggan untuk ikut berpartisipasi walaupun sudah dilakukan sosialisasi.

Informan

Herbet Sinaga (79)

1. Masyarakat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan serta pemerintah tidak menindaklanjuti aspirasi yang telah disampaikan masyarakat.

2. Masyarakat tidak pernah diikutkan dalam musyawarah desa dalam pengembangan pariwisata

3. Tidak adanya topangan dari pemerintah

4. Kemauan masyarakat untuk berpartisipasi rendah (tidak mempunyai kemampuan melayani wisatawan dengan baik).

Dokumen terkait