• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4. Faktor-faktor penghambat dan pendorong dalam melaksanakan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) di Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi pendorong bagi petani melakukan SIPT, sebagaimana disajikan pada table berikut.

Tabel 4.17. Faktor Pendorong Petani Melaksanakan SIPT

No. Faktor Pendorong Frekwensi %

1. Meningkatkan waktu kerja 70 100

2. Menambah penghasilan 70 100

3. Menambah pengetahuan 47 67,1

4. Ajakan kelompok 52 74,3

Seluruh petani SIPT dalam penelitian ini menyatakan bahwa faktor pendorong utama melaksanakan program SIPT adalah karena dapat meningkatkan waktu kerja dan meningkatkan penghasilan. Para petani telah mempunyai jadwal kerja tertentu dalam mengusahakan padi sawah, di mana kegiatan-kegiatan utama yang membutuhkan banyak tenaga kerja adalah pada saat pengolahan lahan dan tanam serta pada saat panen. Selain kedua kegiatan tersebut, para petani relatif tidak mempunyai kegiatan di sawah, sehingga pada umumnya mereka menjadi pengangguran dalam masa menunggu panen padi dan masa tanam kembali. Oleh

karena itu, adanya kegiatan penggemukan sapi dapat memberikan pekerjaan yang rutin kepada petani, karena sapi harus diberi makan setiap hari.

Dalam hal menambah penghasilan sudah dijelaskan sebelumnya bahwa petani SIPT memperoleh pendapatan rata-rata Rp. 4.180.000 per tahun untuk petani yang memiliki 2 ekor sapi, serta Rp. 6.700.000 per tahun untuk petani yang memiliki 4 ekor sapi.

Selain kedua faktor tersebut, sebagian petani (67,1%) juga menyatakan bahwa mereka tertarik untuk melaksanakan SIPT adalah karena menambah pengetahuan. Dalam hal ini adalah pengetahuan dalam membesarkan ternak sapi, termasuk dalam upaya pemeliharaan agar tetap sehat dan dapat berkembang dengan baik, juga pengetahuan dalam mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik yang berguna bagi tanaman. Proses pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi yang dilakukan oleh petani SIPT di Desa Lubuk Bayas, yang dibuat dalam bangunan terbuka (dinding hanya 1 m) dan beratap, disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Proses Pembatan Pupuk Organik Kotoran Sapi

Kemudian sebagian juga menyatakan bahwa mereka tertarik melaksanakan SIPT adalah karena ajakan anggota kelompok tani (74,3%). Peranan kelompok tani dalam melaksanakan SIPT cukup penting, karena prinsip pelaksanaan SIPT adalah pengelolaan secara bersama. Oleh karena itu, tujuan program SIPT adalah kelompok-kelompok tani yang telah terbentuk di suatu daerah.

Selain faktor yang mendorong petani melaksanakan SIPT, juga terdapat faktor penghambat dalam pelaksanaan SIPT serta yang menjadi faktor yang menyebabkan petani tidak melaksanakan SIPT. Jawaban responden diuraikan pada Tabel 4.18. Khusus untuk petani SIPT, masih mengalami hambatan dalam pengembangan atau

Kotoran Sapi + Alas Kandang

Ditimbun + Probiotik (2,5kg/ton) + Urea (2,5 kg/ton) + TSP (2,5 kg/ton)

Pembalikan (per minggu hingga 3 kali)

Penyimpanan

dalam pelaksanaan penggemukan sapi, mulai dari yang paling dominan adalah kesulitan membagi waktu, kurangnya informasi, kurang modal dan kurang terampil. Kesemuanya ini sebenarnya adalah berhubungan dengan manajemen dalam pelaksanaan penggemukan sapi.

Tabel 4.18. Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan SIPT

No. Faktor Penghambat SIPT Non SIPT

Frekwensi % Frekwensi %

1. Kurang informasi 25 35,7 70 100

2. Kesulitan membagi waktu 70 100 70 100,0

3. Lahan terbatas 0 0 57 81,4

4. Kurang modal 32 45,7 65 92,9

5. Belum terampil 53 75,7 60 85,7

6. Keamanan 0 0 36 51,4

Sedangkan untuk petani yang tidak melaksanakan SIPT, selain alasan tersebut di atas, alasan lain yang faktor penghambat bagi petani dalam melaksanakan SIPT adalah lahan yang terbatas serta faktor keamanan.

Sehubungan dengan faktor penghambat tersebut, maka seharusnya Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai berperan dalam memberikan informasi tentang arti pentingnya SIPT dalam upaya peningkatan pendapatan petani. Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai juga supaya memfasilitasi pelatihan beternak sapi kepada para petani, sehingga dapat menerima dan melaksanakan SIPT. Demikian juga dalam hal kendala keterbatasan modal, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai juga dapat mengalokasikan dana APBD untuk bantuan ternak sapi dengan sistem

bergilir. Artinya setelah ternak sapi dijual, bantuan dana harus dikembalikan kepada pemerintah untuk disalurkan kembali kepada petani yang belum dapat melaksanakan SIPT karena kekurangan modal. Dalam melaksanakan program ini Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang ada di daerah, baik lembaga petani maupun lembaga kemasyarakatan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kelembagaan petani dalam hal ini kelompok tani mempunyai peran yang cukup besar dalam pelaksanaan SIPT. Menurut Swandi (2005), kelembagaan berfungsi untuk: (1) memberikan pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam menghadapi masalah, (2) menjaga keutuhan masyarakat, dan (3) memberikan pegangan masyarakat dalam pengendalian sosial. Kelembagaan juga berperan dalam pengelolaan sumberdaya, mobilisasi, dan wadah untuk berkomunikasi.

Jenis-jenis kelembagaan yang terkait dengan usaha pertanian di lokasi penelitian diantaranya Kelompok tani-ternak, Koperasi Unit Desa (KUD), Toko/Kios Saprotan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan dan Perikanan. Beberapa manfaat adanya kelompok tani yang dapat dinikmati oleh anggotanya antara lain:

1. Kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi.

2. Meningkatkan keahlian dan ketrampilan di bidang teknis dan manajemen

kelompok secara bersama-sama.

3. Mendukung satu sama lain sebagai anggota kelompok.

5. Menciptakan hubungan dan jaringan dengan lembaga lain.

Jenis-jenis usaha yang dilakukan oleh kelompok tani bervariasi antar kelompok tani yang mengusahakan pola SIPT, namun secara umum kelompok tani tersebut melakukan usaha pengolahan kompos maupun usaha simpan-pinjam. Dalam hal pemasaran hasil pertanian dan ternak, peran kelembagaan kelompok tani masih belum kuat, karena pemasaran padi dan ternak masih kepada agen.

Selain mengembangkan usaha kelompok, kegiatan lain yang dilakukan kelompok tani antara lain pelayanan kegiatan yang bersifat kelompok seperti penyampaian informasi, pengaturan rencana tanam, pegumpulan pakan ternak, iuran kelompok, arisan dan lainnya. Dalam hal penguasaan teknologi yang melestarikan lingkungan, kelompok tani pola SIPT relatif lebih maju dibandingkan dengan kelompok tani non SIPT, namun keberadaan dan peran kelompok masih dapat ditingkatkan, seperti menjalin kerjasama dengan pihak-pihak penyedia input, sebagai agen untuk memperoleh permodalan dan meningkatkan jaringan pemasaran.

Berdasarkan wawancara terlihat bahwa kelompok tani masih mengalami kesulitan akses permodalan maupun pasar. Posisi tawar petani dalam pemasaran lemah, dan peran pemasaran dikendalikan oleh keberadaan pedagang dan agen. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil penelitian Setiani, et al (2003) di mana tingkat pemanfaatan kelompok belum menjangkau aspek pasca panen dan pemasaran, masih diperlukan pinjaman modal bagi pengembangan uasaha tani tanaman-ternak, serta pendekatan organisasi kelompok tani dalam penerapan teknologi usaha tani tanaman ternak perlu dilakukan berdasarkan agroekosistem.

Pada Tabel 4.19 disajikan jenis-jenis kegiatan usaha tani yang bisa dilakukan secara perorangan maupun secara berkelompok. Berdasarkan peran kelompok tani dalam berusaha tani, terdapat beberapa kegiatan usaha tani yang dilakukan secara perorangan seperti penanaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit tanaman maupun pemasaran hasil, namun ada peran kelompok tani yang dominan melaksanakan beberapa kegiatan secara kolektif dengan pertimbangan lebih efisien seperti pengolahan lahan, pengandangan ternak, dan pengolahan kompos, di samping itu sudah terlihat peran kelompok dalam pemanenan, pengadaan pakan dan pemasaran hasil.

Tabel 4.19. Peran Kelompok Tani pada Setiap Jenis Kegiatan Usaha Tani

No. Jenis Kegiatan

% Responden dalam Melaksanakan Kegiatan

Secara Individu Berkelompok 1. Usaha tani padi:

Pengolahan lahan 57,14 42,86 Penanaman 82,14 17,86 Pemupukan 100,00 0,00 Pengendalian hama/penyakit 100,00 0,00 Pemanenen 57,14 42,86 Pemasaran hasil 57,14 42,86 Pengolahan jerami 64,29 35,71 2. Ternak Pengandangan ternak 0,00 100,00 Pengadaan pakan 50,00 50,00 Pengolahan kompos 85,71 14,29 Pengendalian penyakit 85,71 14,29 Pemasaran hasil 78,57 21,43

Pelaksanaan kegiatan SIPT didukung oleh berbagai lembaga baik di tingkat pusat, daerah bahkan sampai tingkat petani. Kegiatan SIPT melibatkan berbagai pihak antara lain penyedia saprodi, peternak, pedagang, dokter hewan, poskeswan, alat mesin pertanian dan sebagainya. Diperlukan pengorganisasian yang baik serta kejelasan fungsi kelompok tani sebagai wadah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut. Dalam rangka menunjang kegiatan SIPT ditumbuhkan lembaga pelayanan permodalan/ keuangan dari perbankan. Disamping itu diperlukan kerja sama dengan swasta ataupun koperasi. Lingkup kegitan layanan permodalan/keuangan meliputi penyaluran kredit serta memobilisasi dana dari masyarakat. Sedangkan lingkup kegiatan swasta ataupun koperasi meliputi kerja sama dalam penyaluran sprodi bibit, benih obat dan ternak serta pemasaran hasil pertanian. Namun demikian, pada saat dilakukan penelitian terlihat bahwa koperasi dalam hal ini KUD belum berperan dalam penyediaan pupuk kandang, bahan fermentasi dan pemasaran produk hasil usaha tani pola SIPT.

Beberapa hal yang terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan kelompok tani adalah mengenai: kondisi dan kinerja kelompok tani, pemanfaatan potensi dan pengembangan peluang usaha serta pemenuhan jenis-jenis pelayanan yang dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan anggota. Penumbuhan kelembagaan untuk mendukung kegiatan SIPT dilakukan dengan pendekatan partisipatif petani dalam mengembangkan usaha bersama.

Dalam pengembangan SIPT, terdapat keterkaitan antara kelompok tani/ Asosiasi kelompok tani dan pihak pemerintah daerah. Pemerintah Daerah berperan

sebagai regulator dan fasilitator agar kegiatan SIPT dapat berjalan (Gambar 4.2). Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai bersama Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan diharapkan lebih proaktif mendorong pengembangan SIPT. Beberapa kegiatan yang dilakukan dinas beserta jajarannya yaitu Kantor Cabang Dinas di Kecamatan dan PPL antara lain merancang rencana tanam dan target produksi usaha tani pola SIPT dan padi organik, inventarisasi kelompok tani, pembinaan, penyuluhan dan pemantauan di lapangan.

Sumber: Swandi, 2005

Gambar 4.2. Model Keterkaitan Kelembagaan Petani Pola SIPT

Kegiatan-kegitan yang dilakukan oleh instansi terkait tersebut menurut Suwandi (2005) terlihat lebih bersifat satu arah dan top-down, serta belum dilakukan kegiatan yang bersifat penjaringan masukan dari petani/kelompok tani (konsultasi

Pemerintah Daerah: Dinas Pertanian dan Peternakan, Badan Pelaksana Penyuluhan

dan Ketahanan Pangan

Lembaga Permodala

n

Swasta / Koperasi

Kelompok Tani/Assosiasi Kelompok Tani

Sapi Potong Padi Kompos &

J i

publik). Kegiatan konsultasi publik sangat penting untuk dilakukan guna memperoleh masukan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan pengembangan SIPT. Demikian pula agar pembinaan kelompok tani dapat lebih intensif, maka perlu dilakukan kegiatan pendampingan. Dinas beserta intansi terkait lain menjalin kerjasama dengan pihak swasta yang bergerak dalam bidang penyedia sarana produksi dan pemasaran hasil. Pendampingan dilakukan secara terpadu guna pemecahan masalah yang dihadapi petani dalam memperoleh perrmodalan, pengadaan dan distribusi sarana produksi serta pemasaran, manajemen usaha serta meningkatkan skala usaha.

Perlu dibangun kerja sama yang sinergis antara kelompok tani dan pihak swasta/pengusaha maupun dengan koperasi mengingat masing-masing pihak memiliki potensi dan kekuatan yang bisa dipadukan. Kelompok tani memiliki potensi dan kekuatan dalam penyediaan bahan baku, tenaga kerja, sumber pakan dan lainnya, namun memiliki kelemahan dalam hal manajemen, teknologi/inovasi dan pemasaran, sementara pihak swasta/pengusaha memiliki modal, kemampuan manajemen dan akses pasar dari produk padi dan ternak, sehingga apabila kedua kekuatan tersebut digabungkan akan memiliki senergi yang signifkan bagi pengembangan usaha tani pola SIPT.

Hal yang perlu dibenahi dalam rangka menjajagi kerjasama antara kelompok tani dengan swasta/pengusaha adalah detail komponen kegiatan yang dapat dikerjasamakan. Misalnya untuk usaha tani padi, pihak swasta berperan dalam penyediaan sarana produksi dan menampung hasil produksi padi, untuk itu sejak awal

telah disepakati besarnya saprodi, produksi dan harga jualnya. Untuk usaha penggemukan sapi potong perlu ada pengaturan penjualan melalui pengaturan produksi. Pengaturan produksi dapat membantu dalam perencanaan penjualan maupun pembelian bakalan dan perkiraan kebutuhan modal. Produksi dapat diatur dengan memperhatikan lamanya proses produksi dengan permintaan pasar.

Keberadaan kelompok tani terlihat cenderung hanya memperkuat hubungan secara horisontal dengan jenis-jenis aktivitas anggotanya relatif sama yaitu usaha tani padi dan penggemukan ternak sapi potong dengan asumsi dapat meningkatkan posisi tawar kelompok bila anggotanya banyak, namun belum dibangun struktur kelompok yang lebih konprehenship yang menyatukan antara mereka secara vertikal sehingga lemah dalam menjalin kerja sama pihak terkait. Dengan demikian terlihat jelas dalam kelompok tani, di mana penyedia input atau bakalan ternak serta yang memasarkan hasil (gabah maupun sapi potong) adalah bukan kelompok tani melainkan pihak pedagang/agen.

Upaya pengembangan usaha tani pola SIPT lebih tepat dilakukan dengan pendekatan kelembagaan melalui kelompok tani daripada pendekatan individu. Hal ini beralasan mengingat setiap individu secara sosial akan memilih satu kelembagaan sebagai wadah kegiatannya dan tidak ada satu kegiatan yang dapat dilakukan secara bebas sama sekali. Walaupun disadari bahwa pendekatan individu melalui kontaktani atau petani yang sukses jauh lebih murah dan mudah, namun dapat melemahkan proses belajar anggota untuk memajukan kelompok. Pengembangan kelompok tani

selama ini dominan perhatian pada aspek-aspek struktural dan kurang perhatian pada aspek kultural.

Membangun kelembagaan tidaklah mudah dan membutuhkan waktu lama, hal ini berbeda dengan introduksi suatu teknologi yang dapat langsung diterapkan dan kelihatan hasilnya. Pada usaha tani pola SIPT diperlukan pola pengandangan secara kelompok atau sering disebut “kandang komunal”. Pola pengandangan secara komunal belum difahaminya maksud dan tujuannya oleh kelompok tani yang belum melaksanakan SIPT, rasa nyaman apabila ternaknya menyatu dengan rumah/pekarangannya kerena adanya kotoran sapi, disamping kendala dana dan keterbatasan lahan untuk membangun kandang komunal.

Sebagai teknologi yang relatif baru, penggunaan kandang kelompok memerlukan proses sosialisasi agar dapat diterima sepenuhnya oleh petani. Salah satu persyaratan penting agar suatu inovasi dan diadopsi oleh petani adalah manfaat ekonomi. Menurut Yuwono dan Prasetyo (2003), teknik pengandangan kelompok bermanfaat dari aspek lingkungan, antara lain: mengurangi pencemaran udara (bau), meningkatnya estetika lingkungan pemukiman dikarenakan kandang sapi tidak menyatu lagi dengan rumah penduduk, nyamuk menjadi berkurang, sehingga berdampak positif terhadap kesehatan petani, sedangkan dari aspek non lingkungan, penggunaan kandang kelompok menyebabkan peluang petani untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran tentang budi daya sapi potong lebih besar, di samping nafsu makan sapi cenderung meningkat karena saling berdekatan.

Dengan demikian introduksi teknologi pengandangan ternak komunal perlu pendekatan kelembagaan yang berisi nilai, norma dan kondisi sosial ekonomi lainnya. Perlu kehati-hatian dalam pengembangan kemitraan dalam kelompok tani, diperlukan skenario rancangan yang memadai, mengingat kesulitan memadukan dunia petani yang cenderung bersifat sosial dengan dunia pasar yang berorientasi bisnis. Prinsip utama kemitraan adalah adanya kemudahan akses dan kesejajaran yang adil antara satu pihak dengan yang lain.

BAB V