• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.3. Faktor Penguat Terhadap Tindakan PSK

Faktor penguat atau faktor reinforcing adalah faktor yang bersumber dari eksternal yang mendukung PSK dalam melakukan tindakan untuk menggunakan kondom, antara lain dukungan dari teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM.

Secara statistik dari hasil uji chi-square terlihat tidak ada hubungan antara dukungan teman dengan tindakan menggunakan kondom, karena nilai p 0,432 > 0,05. Keadaan ini dapat terjadi karena sesama PSK cenderung tidak peduli dengan teman lainnya. Hal ini dapat terjadi karena 52,3% sesama PSK tidak menyarankan agar menggunakan kondom pada saat berhubungan seks dan didukung 52,3% sesama teman tidak mau saling mengajari cara menggunakan kondom.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Rumaseuw (2005) di Kabupaten Mimika yaitu tidak ada hubungan antara dukungan teman terhadap tindakan menggunakan kondom. Dalam hasil penelitiannya ditemukan bahwa PSK saling bersaing untuk mendapatkan pelanggan, tidak ada keinginan untuk saling memberikan informasi. Mereka berpikir bagaimana cara untuk mendapatkan pelanggan sebanyak-banyaknya.

Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, dukungan teman tidak berpengaruh terhadap tindakan PSK menggunakan kondom karena nilai p = 0,310 > 0,05. Hal ini terjadi karena dari hasil penelitian 52,3% sesama PSK tidak menyarankan agar menggunakan kondom, 51,5% PSK menyatakan bahwa bila tidak memiliki kondom, maka teman yang lain tidak mau memberikan.

Dari hasil di atas terlihat bahwa sesama PSK dalam hal menggunakan kondom tidak mau mendorong atau mempengaruhi untuk menggunakan kondom agar terhindar dari HIV/AIDS.

Berdasarkan dukungan mucikari, dari hasil uji chi-square secara statistik terlihat tidak ada hubungan dukungan mucikari terhadap tindakan PSK menggunakan kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks karena nilai p = 0,512 > 0,05. Hal ini dapat dikaitkan dengan hasil penelitian 56,2 % PSK mengatakan mucikari tidak memberikan informasi tentang penggunaan kondom.

Sama halnya dengan hasil penelitian Hafsah (2004) di Kabupaten Bantul bahwa peran mucikari tidak berhubungan dengan tindakan PSK menggunakan kondom. Ditemukan dalam penelitiannya bahwa mucikari tidak turun langsung secara aktif dalam penyampaian informasi untuk menggunakan kondom kepada PSK, sebab yang dilakukan oleh mucikari hanya menyediakan, mengadakan, membiayai, memimpin serta mengatur tempat lokalisasi.

Berdasarkan analisis multivariat dengan uji regresi logistik dukungan mucikari ternyata tidak berpengaruh terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom karena nilai p = 0,377 > 0,05. Hal ini dapat dikaitkan dengan 53,8% PSK mengatakan mucikari tidak memberikan kondom, 53,1% PSK mengatakan mucikari tidak menyarankan PSK menggunakan kondom dan didukung 53,1% PSK mengatakan tidak ada peraturan yang diberikan mucikari harus menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seks.

Sementara Provinsi Riau telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS untuk dilaksanakan di Kabupaten/Kota sesuai dengan pasal 5 disebutkan menggunakan kondom setiap kontak seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.

Hasil penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian Rumaseuw (2005) di Kabupaten Mimika bahwa dukungan mucikari tidak berpengaruh terhadap PSK untuk

menggunakan kondom. Menurut Rumaseuw dalam penelitiannya, bahwa mucikari tidak meminta PSK menggunakan kondom dan tidak ada pengawasan menggunakan kondom. Mucikari cenderung tegas pada hal lain, misalnya jika setoran PSK tidak sesuai yang diharapkan atau jika PSK terkesan tidak serius melayani pelanggan. Maka terkadang mucikari menggunakan kekerasan fisik jika PSK membantah atau melawannya.

Berdasarkan dukungan petugas kesehatan, secara statistik dari hasil uji

chi-square ada hubungan dukungan petugas kesehatan dengan tindakan PSK menggunakan kondom, karena nilai p = 0,012 < 0,05. Artinya dengan melakukan kegiatan penyuluhan tentang manfaat kondom secara berkala dan terus menerus oleh petugas kesehatan kepada PSK dan memberikan kondom kepada PSK sehingga membuat mereka mau melakukan tindakan untuk menggunakan kondom seperti yang dianjurkan

oleh petugas kesehatan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian bahwa 68,5% PSK mengatakan petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang penggunaan kondom dan 82,3% PSK mengatakan petugas kesehatan memberikan kondom pada mereka.

Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik, ternyata petugas kesehatan berpengaruh terhadap tindakan PSK untuk menggunakan kondom karena nilai p = 0,042 < 0,05. Hal ini sesuai dengan program upaya pencegahan HIV/AIDS Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2008) bahwa penyuluhun dilakukan secara rutin kepada PSK di Teleju dan sesuai dengan laporan Sub Dinas Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru bahwa dilakukan penyuluhan rutin ke lokalisasi teleju oleh petugas kesehatan.

Hal ini sesuai dengan penelitian Rogers dan Shoemaker dikutip Sarwono (2004) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang memutuskan berperilaku baru, diawali dengan menerima informasi dari petugas kesehatan. Ketika seseorang mulai berminat maka petugas kesehatan meningkatkan motivasinya agar seseorang bersedia menerima obyek. Dari hasil persuasi petugas kesehatan dan pertimbangan pribadi orang maka dibuatlah keputusan menerima atau justru menolak ide baru tersebut dan tahap terakhir tahap penguatan di mana orang meminta dukungan atas keputusan untuk berperilaku baru maka petugas kesehatan tetap melanjutkan penyuluhan guna memantapkan praktek perilaku yang baru. Berdasarkan teori di atas petugas kesehatan sangat mempengaruhi dengan memberikan motivasi kepada PSK agar mengggunakan kondom supaya terhindar dari HIV/AIDS. Disamping itu petugas kesehatan di kota Pekanbaru juga melakukan pembagian kondom gratis ke Teleju.

Petugas kesehatan sudah melakukan penyuluhan kepada PSK namun tingkat penggunaan kondom rendah, ini diasumsikan karena pendidikan PSK rendah akibatnya pengetahuan kurang, diikuti dengan metode penyuluhannya belum inovatif sehingga menyebabkan kemampuan posisi tawar menawar PSK kepada pelanggan kurang.

Berdasarkan dukungan LSM, secara statistik dari hasil uji chi-square dukungan LSM berhubungan dengan tindakan PSK dalam menggunakan kondom karena nilai p= 0,005 < 0,05. Berdasarkan program upaya pencegahan HIV/AIDS KPA (2008), proses pemberian informasi yang dilakukan LSM Yayasan Utama (YU) antara lain melalui pendekatan individual atau biasa dikenal dengan penjangkauan atau disebut outreach. Pendampingan dan penjangkauan yang dilakukan YU meliputi observasi, FGD, penyuluhan, komunikasi interpesonal (home visit). Dalam proses ini LSM melakukan proses pemberian informasi tentang manfaat kondom dan tentang HIV/AIDS kepada PSK di lokalisasi.

Proses ini dibantu dengan penggunaan media tertentu yang biasa dikenal komunikasi, informasi dan edukasi. Media ini terdiri dari berbagai bentuk mulai dari leaflet, brosur, stiker dan lain-lain. Pendekatan tersebut membuat PSK semakin yakin dan mau menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual.

Dari hal di atas sudah bermacam-macam program yang dilakukan oleh YU kepada PSK akan tetapi tindakan menggunakan kondom juga kurang, ini diasumsikan karena tingkat pendidikannya yang rendah dan metode yang digunakan kurang inovatif sehingga membuat PSK tidak maksimal memahami apa yang disampaikan oleh petugas kesehatan menyebabkan kemampuan posisi tawar PSK rendah di mata pelangggan dalam penggunaan kondom.

Dari hasil uji statistik multivariat diketahui bahwa terdapat pengaruh dukungan LSM dengan tindakan PSK dalam menggunakan kondom. Hal ini dapat dikaitkan dengan hasil penelitian 61,5 % PSK mengatakan LSM menyarankan untuk menggunakan kondom dan 65,4 % PSK mengatakan LSM melakukan praktek cara penggunaan kondom yang benar.

Hal ini diperkuat dengan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Pekanbaru (2008) yang mempunyai program yaitu pemberian informasi tentang kondom dan HIV/AIDS kepada PSK yang dilakukan LSM. Dengan berbagai cara yaitu dengan pendekatan kelompok faktor resiko dan teman sebaya. Melalui pendekatan tersebut dapat menyebabkan peningkatan kemampuan kemandirian kelompoknya, mampu memperjuangkan hak-hak secara kelompok dan tidak selalu bergantung pada orang lain dan mampu meningkatkan penggunaan kondom pada PSK. Begitu juga dengan Lembaga Donor Global Fund (2008) membuat program upaya pencegahan HIV/AIDS terutama penjangkauan di Teleju dengan pelaksana adalah LSM.

Hasil penelitian tersebut di atas juga sesuai dengan pendapat Green dan Kreuter (2005) bahwa faktor pendorong yang memberi dukungan secara terus menerus untuk kelangsungan perilaku individu.

Berdasarkan data dari responden yang mengatakan LSM telah memberikan dukungan maka dapat diasumsikan ada hambatan pada PSK sendiri yaitu terbatasnya kemampuan posisi tawar menawar dari PSK kepada pelanggannya untuk menggunakan kondom dan ada kemungkinan pengaruh mucikari masih sangat dominan.

Dokumen terkait