PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT TERHADAP TINDAKAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DALAM
MENGGUNAKAN KONDOM UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS DI LOKALISASI TELEJU KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
T E S I S
Oleh
ROSELLY EVIANTY SILALAHI 067023016/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT
TERHADAP TINDAKAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DALAM MENGGUNAKAN KONDOM UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS
DI LOKALISASI TELEJU KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROSELLY EVIANTY SILALAHI 067023016/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT TERHADAP TINDAKAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DALAM MENGGUNAKAN KONDOM UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS DI LOKALISASI TELEJU KOTA PEKANBAU TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Roselly Evianty Silalahi
Nomor Pokok : 067023016
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Dr.Fikarwin Zuska) (dr. Linda T.Maas, MPH) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr.Drs. Surya Utama, MS) (Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji
Pada tanggal : 18 Desember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Fikarwin Zuska
Anggota : 1. dr. Linda T. Maas, MPH
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSISI, PENDUKUNG DAN PENGUAT TERHADAP TINDAKAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DALAM MENGGUNAKAN
KONDOM UNTUK PENCEGAHAN HIV/AIDS DI LOKALISASI TELEJU KOTA PEKANBARU
TAHUN 2008
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Medan, 18 Desember 2008
ABSTRAK
Kasus HIV/AIDS di Provinsi Riau merupakan urutan ke-11 di Indonesia. Kota Pekanbaru menempati urutan ke-1 dalam jumlah kasus di tingkat Provinsi Riau. Kelompok terbesar penderitanya adalah Pekerja Seks Komersial (PSK). Untuk mencegah penularan HIV/AIDS yang sumbernya dari PSK adalah menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan pelanggan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan PSK dalam menggunakan kondom, yaitu faktor predisposisi, pendukung dan penguat.
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan cross sectional study dengan jumlah sampel 130 dari 300 PSK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh faktor predisposisi, pendukung dan penguat terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS. Analisis data menggunakan uji statistik chi-square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 17,7% PSK menggunakan kondom pada saat berhubungan seks. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat 5 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan p < 0,05, yakni variabel pengetahuan (p=0,000), sikap (p= 0,000), tersedia kondom (p=0,006), dukungan petugas kesehatan (p=0,012), dukungan LSM (p=0,005). Hasil uji regresi logistik yang berpengaruh adalah variabel pengetahuan (p=0,005), sikap (p=0,048), ketersediaan kondom (p=0,013), dukungan petugas kesehatan (p=0,042), dukungan LSM (p=0,010).
Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap PSK disarankan memberi informasi tentang manfaat kondom melalui metode yang inovatif berdasarkan hasil penjajakan yang relevan secara berkesinambungan (partisipatoris) di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru yang dilaksanakan bersama oleh petugas kesehatan dan LSM. Kepada mucikari diharapkan dapat menyediakan kondom di lokalisasi dan kondom yang disediakan sebaiknya merupakan bagian dari fasilitas di kamar. Kepada sesama teman seprofesi perlu kerjasama yang baik dalam hal memberi informasi tentang kondom. Peningkatan kinerja petugas kesehatan dalam hal Komunikasi, Informasi dan Edukasi tentang kondom dan HIV/AIDS agar dapat memberikan penyuluhan dan pendekatan kepada PSK yang efektif dan maksimal. Peningkatan kunjungan dan pendekatan yang optimal oleh LSM kepada PSK untuk memberikan informasi tentang kondom dan HIV/AIDS.
ABSTRACT
The cases of HIV/AIDS in the Province of Riau is in the 11th rank in Indonesia. The city of Pekanbaru is in the 1st place in terms of number of cases. The biggest group of HIV/AIDS sufferers belongs to the prostitutes (PSK). To prevent of HIV/AIDS infection which sources from prostitutes is used condom when making sex with client. There are many factors that influence prostitutes action to used condom, that is predisposition, enabling and reinforcing factor.
The purpose of this survey with cross sectional study design is to analyze the influence of the predisposition, enabling and reinforcing factors on the action of the prostitutes to use condom to prevent HIV/AIDS. The population of this study is 300 prostitutes and 130 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were statistically analyzed through chi-square and logistic regression tests.
The result of the study shows that 17.7% the action of the prostitutes using condom while having sexual intercourse. The result of chi-square test reveals that there are five variables which have significant relationship with p<0.05. They are : knowledge (p=0.000), attitude (p=0.000), condom availability (p=0.006), support from health workers (p=0.012) and support from NGO (p=0.005). The result of logistic regression test shows that variables which have influence are knowledge (p=0.005), attitude (p=0.048), condom availability (p=0.013), support from health workers (p=0.042), support from NGO (p=0.010).
It is suggested to improve prostitutes knowledge and attitude, the health workers and NGO give the information about the importance of using condom through innovative method in accordance with the result of relevant observation continuosly at Teleju localization, Pekanbaru city. It is also suggested that the pimps can provide condom at the localization and it will be one of the room facility. It is suggested that prostitutes will cooperate among them in the case of the information about the importance of using condom. It is expected that there is perfomance improvement of the health workers in communication, information and education about condom and HIV/ AIDS in order to give effective and maximum counseling and approaching to the prostitutes.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
serta karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Dalam penulisan tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan
bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM &
H, DSAK atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan program Magister.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof.
Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc atas kesempatan menjadi mahasiswa Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS yang telah
membimbing kami dan memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian tesis.
Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.Dra. Ida Yustina, MSi yang telah
memberikan masukan dan saran penulisan tesis.
Secara khusus kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr. Fikarwin Zuska dan dr. Linda T. Ma’as, MPH sebagai komisi pembimbing atas
segala ketulusan dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan,
saran dan perhatian selama proses penyelesaian tesis.
Terima kasih kami juga kepada Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM dan
dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku dosen penguji telah memberikan bimbingan, masukan
Lurah Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Faisal Hendry, SE yang
telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian ini.
Direktur Yayasan Utama, Ismail Nasution beserta staf yang telah membantu
kelancaran pengumpulan data untuk penelitian ini.
Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan pengajaran, bimbingan dan pengarahan serta bantuan selama pendidikan.
Seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan
memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.
Akhirnya, kepada suami tercinta Ir. Iskak Harsono Sijabat, ananda tersayang: A.
Harvey HJ Sijabat , Andreas AP Sijabat, R.Anggita Novianty Sijabat dan seluruh
keluarga Bapak, Ibu, Abang, serta Adik Vera Silalahi, yang senantiasa menghibur,
mendampingi serta memberikan dorongan moril maupun materil yang sangat berarti
selama penulis pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.
Penulis yakin dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulisan menerima kritik dan saran demi perbaikan tesis ini. Atas saran dan masukan
yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Roselly Evianty Silalahi dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 7 September
1969, anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. Mentas
Silalahi dengan Ibunda Bungaty Simarmata. Telah menikah dengan Iskak Harsono dan
dikaruniai tiga anak. Sekarang menetap di Jalan Bakti Gg. Keluarga No.11 Arengka
Pekanbaru Provinsi Riau.
Menamatkan Sekolah Dasar Negeri No.4 Pematang Siantar, SMP Negeri 4 tahun
1985, SMA Negeri 2 Pematang Siantar tahun 1988, dan FKM USU Medan tahun 1994.
Pengalaman bekerja, tahun 1996 sampai dengan tahun 1997 sebagai staf Kanwil
Kesehatan Propinsi Riau di Pekanbaru dan 1998 sampai dengan tahun 2000 sebagai staf
Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru,tahun 2001 sampai
dengan tahun 2006 sebagai Kepala Seksi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan tahun
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Permasalahan... 7
1.3. Tujuan Penelitian... 7
1.4. Hipotesis... 8
1.5. Manfaat Penelitian... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 9
2.1. Perilaku ... 9
2.2. HIV/AIDS ... 19
2.3. Kondom ... 24
2.4. Pekerja Seks Komersial (PSK)... 26
2.5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Utama... 27
2.6. Landasan Teori ... 28
2.7. Kerangka Konsep ... 30
BAB 3 METODE PENELITIAN... 31
3.1. Jenis Penelitian ... 31
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian... 31
3.3. Populasi dan Sampel ... 31
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 32
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 35
3.6. Metode Pengukuran... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 42
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42
4.2. Analisis Univariat... 44
4.3. Analisis Bivariat ... 49
4.4. Analisis Multivariat... 54
BAB 5 PEMBAHASAN... 58
5.1. Faktor Predisposisi Terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom ... 58
5.2. Faktor Pendukung Terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom ... 63
5.3. Faktor Penguat Terhadap Tindakan PSK dalam Mengggunakan Kondom... 65
5.4. Tindakan PSK dalam menggunakan kondom ... 71
5.5. Keterbatasan Penelitian ... 72
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 73
6.1. Kesimpulan ... 73
6.2. Saran... 74
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Faktor Predisposisi Pendukung dan Penguat ... 33
4.1. : Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Predisposisi terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan
HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008... 45
4.2. : Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pendukung terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan
HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008... 46
4.3 : Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penguat terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan
HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008... 47
4.4. : Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS
di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 48
4.5. : Informasi Responden Berdasarkan Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS
di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 48
4.6. : Analisis Bivariat Antara Faktor Predisposisi terhadap Tindakan
PSK dalam Menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Pekanbaru Tahun 2008 ... 50
4.7. : Analisis Bivariat Antara Faktor Pendukung terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS
di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 52
4.8. : Analisis Bivariat Antara Faktor Penguat terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS
di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 53
4.9. : Analisa Bivariat Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat terhadap Tindakan PSK dalam Menggunakan Kondom untuk Pencegahan
4.10. : Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Independen (Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat)
dengan Variabel Dependen (Tindakan PSK dalam Menggunakan
Kondom) di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 2008 ... 56
4.11 : Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Independen Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat
(Tanpa Umur) terhadap Variabel Dependen (Tindakan PSK dalam
Menggunakan Kondom) di Lokalisasi Teleju Pekanbaru Tahun 2008 ... 56
4.12 : Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel
Independen Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat (Tanpa Umur dan Masa Kerja) terhadap Variabel Dependen (Tindakan PSK dalam
Menggunakan Kondom) di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman 1 Kuesioner
Penelitian...
78
2 Hasil Uji Validitas dan
Reliabilitas...
85
3 Frekuensi Tabel
Pertanyaan...
92
4 Hasil Uji
Statistik...
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), sekarang ini dianggap
sebagai pandemi paling hebat yang pernah terjadi dalam dua dekade terakhir. AIDS
merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh
makin melemah dan mudah terjangkit penyakit infeksi. Sampai saat ini HIV/AIDS tidak
saja menjadi masalah kesehatan tetapi secara langsung sudah menjadi persoalan politik
dan bahkan ekonomi yang sangat serius di negara-negara yang sedang berkembang
dan dapat menyebabkan kemiskinan (Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS,
2007-2010).
Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia. Departemen Kesehatan menunjukkan
bahwa penularan HIV/AIDS terus meningkat sampai dengan 31 Maret 2008, secara
kumulatif pengidap HIV sebanyak 6.130 kasus dan AIDS mencapai 11.868 kasus.
Kasus-kasus tersebut dilaporkan dari 33 provinsi dan 207 Kabupaten/Kota dengan ratio
kasus AIDS ditemukan pada laki-laki 9.337 (78,7%) dibandingkan perempuan 2.466
(20,7%) dan tidak diketahui 165 (0,5%) (KPA Nasional, 2008).
Jumlah kasus penderita AIDS di atas, seperti lazim disebutkan merupakan
fenomena ”puncak gunung es”. Artinya kondisi yang sebenarnya termasuk yang
kurangnya kesadaran bagi orang yang perilakunya berisiko untuk melakukan pencegahan
dan pemeriksaan kesehatan. Di samping itu memerlukan biaya yang besar untuk
melakukan pemeriksaan diri ke laboratorium. Sehingga seseorang diketahui sudah tahap
AIDS datang berobat ke Rumah Sakit. Diperkirakan pada tahun 2010 kasus HIV/AIDS di
Indonesia mencapai 93.968-130.000 dan tidak hanya terkonsentrasi pada satu daerah
tetapi hampir merata di semua daerah (www.tempointreaktif.co.id.2007).
Cara penularan kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sebagian besar ditemukan
pada kelompok IDU (Injecting Drug User) yaitu 49,2%, heteroseksual 42,8%, dan
homoseksual 3,8%. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada
kelompok umur 20-29 tahun (53,62%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (27,79%)
dan 7,89% pada kelompok umur 40-49 tahun (KPA Nasional, 2008).
Ditinjau dari penyebaran kasus maka hampir semua Provinsi di Indonesia telah
melaporkan adanya kasus AIDS. Kasus terbesar terdapat di 10 Provinsi, masing-masing
DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara,
Jawa Tengah, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat. Kemudian diikuti oleh provinsi Riau
diurutan ke -11 (KPA Nasional, 2008).
Provinsi Riau, jumlah kasus AIDS pada akhir Maret 2008 sebanyak 166 kasus
dan menyebar ke-7 kabupaten/kota dengan rate kumulatif kasus AIDS 3.65/100.000
penduduk (KPA Nasional 2008). Hal ini menunjukkan epidemi AIDS di Provinsi Riau
juga tinggi karena tahun 2010 prevalensi HIV (persentase kasus terhadap penduduk
berisiko) diharapkan 0,9 % (Depkes RI, 2003).
Sebagian besar kumulatif kasus AIDS ditemukan di Kota Pekanbaru yaitu
Provinsi Riau khususnya Kota Pekanbaru perlu segera mendapatkan prioritas perhatian
terutama dari pengambil kebijakan, mengingat prevalensi HIV yang merupakan kriteria
keadaan epidemi AIDS sudah melewati angka 5 % yaitu sebesar 5.85 % pada Pekerja
Seks Komersial berdasarkan surveilans HIV tahun 2005. Artinya sudah menyebar pada
sub populasi atau kelompok-kelompok tertentu salah satunya kelompok penjaja seks dan
menurut kategori WHO sudah memasuki tingkat kedua yang disebut terkonsentrasi dari 3
tingkat keadaan epidemi AIDS (KPA Nasional, 2008).
Epidemi AIDS di Provinsi Riau telah direspon dengan berbagai upaya
pencegahan baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh kelompok masyarakat.
Pemerintah Provinsi Riau bersama DPRD Provinsi Riau telah menetapkan Peraturan
Daerah Nomor 4 tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS
di Provinsi Riau beserta petunjuk dan pelaksanaannya di Kabupaten/Kota se-Provinsi
Riau.
Keberadaan peraturan daerah ini diharapkan dapat mengendalikan laju epidemi
HIV/AIDS di Provinsi Riau termasuk di Kota Pekanbaru yang semakin berkembang.
Epidemi HIV/AIDS dapat diduga terjadi karena Kota Pekanbaru adalah kota terbuka,
merupakan jalur lintasan angkutan darat, laut, sungai dan udara yang didukung dengan
fasilitas transportasi yang memadai serta tingkat mobilitas (datang dan bepergian) yang
relatif tinggi, peningkatan pembangunan yang ditandai dengan pesatnya perkembangan
pusat-pusat perbelanjaan, tempat hiburan. Kondisi seperti ini menyebabkan masyarakat
Kota Pekanbaru sangat rawan untuk terinfeksi HIV, Infeksi Menular Seksual (IMS) dan
faktor pendorong meningkatnya jumlah masyarakat berperilaku berisiko terinfeksi HIV
Perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor
munculnya faktor risiko tinggi infeksi HIV/AIDS termasuk semakin maraknya lokasi
berisiko. Lokasi berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS di Kota Pekanbaru adalah lokalisasi
Prostitusi Teleju yang berada di Kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya Kota
Pekanbaru.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Utama yang selama ini
memfasilitasi pemberian informasi tentang HIV/AIDS di Teleju mengatakan bahwa
Pekerja Seks Komersial pada tahun 2007 berjumlah 300 orang. Lokalisasi Teleju terletak
lebih kurang 8 km dari pusat Kota Pekanbaru dengan luas berkisar 4 hektare. Untuk
menuju lokalisasi Teleju tersebut dapat dicapai melalui jalan darat dan sungai dengan
menggunakan alat transportasi roda dua, perahu dan roda empat.
Berdasarkan hasil sero survey Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2005
di lokalisasi Teleju, dari 170 sampel darah PSK yang diperiksa ditemukan 10 kasus (5,9
%) HIV positif dan 29 kasus (17,1 %) IMS. Angka ini mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan hasil pemeriksaan darah pada tahun 2004 dari 55 sampel darah
PSK yang diperiksa, tidak ditemukan HIV positif tetapi 3 kasus (5,5%) IMS (Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru, 2006).
Keberadaan lokalisasi Teleju di Kota Pekanbaru tidak secara resmi diakui oleh
pemerintah Kota Pekanbaru sehingga mempersulit upaya-upaya penanggulangan
HIV/AIDS di Kota Pekanbaru. Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah
menggunakan kondom setiap melakukan transaksi seksual dengan banyak pasangan
seksual sesuai dengan Komitmen Sentani tentang penggunaan kondom 100% (Condom
Tindakan PSK dalam menggunakan kondom yang disinyalir rendah di lokalisasi
Kota Pekanbaru sama halnya di daerah lain. Di daerah lainpun seperti halnya
di beberapa lokalisasi di Jakarta pada tahun 1996 penggunaan kondom pada PSK yang
konsisten mencapai 15 %. Kondisi ini tidak banyak berubah setelah 9 tahun. Pada tahun
2004 masih relatif stabil yaitu 16 %. Selama rentang waktu 1996 hingga 2004 terjadi
beberapa kali kenaikan dan penurunan. Tahun 1999 hingga tahun 2000 kembali
mengalami penurunan, berikutnya meningkat lagi, walaupun peningkatannya sangat
rendah (BPS, 2004).
Di samping itu menurut juru bicara Komisi Penanggulangan AIDS Daerah
(KPAD) Bali Karmaya yang dikutip Mustika (2005), seperempat pelanggan dari
perempuan PSK di Bali menggunakan kondom saat berhubungan seks. Diperkirakan
terdapat 100 ribu laki-laki hidung belang yang tidak menggunakan kondom saat
berhubungan seks dengan PSK. Demikian halnya dengan PSK di Medan Sumatera Utara
hanya 12 % konsisten menggunakan kondom dari hasil penelitian tahun 2005 (ASA dkk,
2005).
Temuan kasus IMS termasuk HIV/AIDS sebenarnya tidak akan terjadi jika PSK
dan pelanggannya memiliki perilaku yang sehat. Perilaku PSK yang sehat adalah
menggunakan kondom dan melakukan pemeriksaan rutin ke layanan kesehatan. Sebagai
contoh negara Thailand telah berhasil menurunkan tingkat penularan HIV sampai 83
persen dengan program penyediaan kondom. Oleh sebab itu tindakan PSK menggunakan
kondom menjadi salah satu issu yang strategis dalam upaya penanggulangan AIDS
termasuk di Kota Pekanbaru. Upaya untuk meningkatkan penggunaan kondom menjadi
Menurut Green dan Kreuter (2005) tindakan dipengaruhi oleh faktor predisposisi
antara lain (pengetahuan, sikap dan unsur-unsur lain yang ada dalam individu), faktor
pendukung (tersedianya sarana kondom) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi,
mucikari, petugas kesehatan dan LSM).
Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan PSK tentang penggunaan
kondom terutama manfaatnya dalam mencegah HIV/AIDS. Dengan pengetahuan ini
diharapkan muncul sikap berupa kesadaran dan niat untuk menggunakan kondom.
Walaupun sikap masih belum terwujud dalam suatu tindakan namun sikap dapat
menjadi potensi keyakinan seseorang agar mempertimbangkan keuntungan dan kerugian
dalam menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual (Smet, 1994). Karena
dengan adanya sikap dapat membuat seseorang menerima, merespon, menghargai dan
bertanggung jawab menggunakan kondom agar terhindar dari HIV/AIDS. Serta didukung
dengan tersedianya sarana kondom agar memudahkan untuk menggunakan kondom dan
di dukung oleh teman, mucikari, petugas kesehatan dan LSM.
Berdasarkan hal tersebut, melalui tulisan ini akan dilakukan penelitian ”Pengaruh
faktor predisposisi (umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung
(ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas
kesehatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terhadap tindakan Pekerja Seks
Komersial (PSK) dalam menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di
1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor predisposisi (umur, masa
kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor
penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM) berpengaruh
terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di
Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru”.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, masa kerja, pengetahuan
dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan
teman seprofesi, mucikari, petugas kesehatan dan LSM) terhadap tindakan PSK dalam
menggunakan kondom untuk Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Teleju Kota
Pekanbaru.
1.4. Hipotesis
Faktor predisposisi (umur, masa kerja, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung
(ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan teman seprofesi, mucikari, petugas
kesehatan dan LSM) berpengaruh terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Pekanbaru dalam menentukan
kebijakan untuk pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi Teleju.
2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan lintas sektor
dalam perencanaan program upaya pencegahan HIV/AIDS di
lokalisasi Teleju dan evaluasi kinerja dalam pelaksanaan pencegahan
HIV/AIDS.
3. Sebagai bahan masukan bagi Komisi Penanggulangan AIDS Kota Pekanbaru
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap stimulus, baik yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya (Mantra,1997). Berdasarkan pendapat Walgito (2003) yang
mengutip pendapat Skinner membedakan perilaku menjadi perilaku yang alami (innate
behavior) yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, berupa refleks-refleks
dan insting-insting dan perilaku operan (operant behavior) yaitu perilaku yang dibentuk
melalui proses belajar.
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas. Bloom dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku itu ke dalam 3 domain
(ranah/kawasan), Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan
pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidik yang diberikan (knowledge)
b. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude)
c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi
pendidikan yang diberikan (practice)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa
terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang diketahui dan
disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa
tindakan (action) terhadap stimulus atau objek tadi.
a. Teori Green
Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor
perilaku dan faktor non perilaku. Perilaku sendiri dipengaruhi oleh 3 domain utama, yaitu
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) adalah proses sebelum perubahan
perilaku yang memberikan rasional atau motivasi terjadinya perilaku individu atau
kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan untuk mempermudah
terjadinya perilaku seseorang atau kelompok, antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan dan unsur-unsur lain
yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Dari sisi domain psikologis,
seseorang termasuk dimensi kognitif dan afektif mulai mengetahui, merasakan,
meyakini, menilai dan punya percaya diri sehingga mempermudah terjadinya perilaku
kesehatan. Proses faktor mempermudah perilaku menunjukkan interaksi dari
pengalaman dengan mempelajari sejarah alami manusia dengan keyakinan, nilai-nilai,
sikap dan perjalanan hidup.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), adalah proses sebelum terjadinya
perubahan perilaku harus ada faktor pendukung untuk memfasilitasi perilaku tersebut
seperti tersedianya sarana dan prasarana atau fasilitas yang mudah dicapai.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor pendorong yang memberi
dukungan secara terus menerus untuk kelangsungan perilaku individu atau kelompok
b. Teori Keyakinan Kesehatan atau Health Belief Model (HBM)
Menurut Smet (1994) HBM diuraikan dalam usaha mencari cara menerangkan
perilaku yang berkaitan dengan kesehatan dimulai dari pertimbangan orang-orang
mengenai kesehatan. HBM digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan
kesehatan.
HBM merupakan model kognitif, yang berarti bahwa khususnya proses kognitif,
dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut HBM, kemungkinan individu akan
melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua
keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief) yaitu ancaman yang dirasakan dari
sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang
keuntungan dan kerugian (benefits and costs).
Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap risiko yang akan
muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berpikir penyakit atau kesakitan
betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman
Penilaian pertama tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada:
1. Ketidak-kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan
kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut
kondisi mereka.
2. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Orang-orang yang mengevaluasi
seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah
kesehatan mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.
Penilaian yang kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dan
kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan
atau tidak.
c. Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action)
Theory of Reasoned Action (TRA) dari Ajzen & Fishbein dikutip Smet (1994)
merupakan teori perilaku manusia secara umum. Aslinya teori ini dipergunakan
di dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan
permasalahan sosial-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk
menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.
Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak/ intensi
(intention), dan perilaku. Intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku. Jika ingin
mengetahui apa yang dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah
mengetahui intensi orang tersebut.
Intensi ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. Komponen pertama mengacu
pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi
pentingnya konsekuensi-konsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation
regarding the outcome). Komponen kedua mencerminkan dampak dari norma-norma
subyektif. Menurut Glanz, dkk (2002) bahwa norma subyektif itu adalah keyakinan
seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang memberi
nasehat dianggapnya penting dan memotivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut.
Contoh pertama, sebagian orang menganggap penting harus menggunakan kondom setiap
kali melakukan berbagai tipe seks dengan berbagai partner. Contoh kedua fokus perhatian
(salience) tentang perilaku seksual dan pencegahan AIDS tidak akan sama antara
kelompok homoseksual, yang percaya penggunaan kondom mengurangi kemungkinan
kena AIDS, dengan kelompok yang lain, yang mungkin percaya penggunaan kondom
akan menyebarluasnya perilaku seksual.
Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Kar, untuk menganalisis
perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari niat
seseorang, adanya dukungan sosial, ada tidaknya informasi dan situasi yang
memungkinkan untuk bertindak.
d. Pengetahuan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata ”Tahu” yang berarti
mengerti sesudah melihat (menghasilkan, mengalami). Menurut Notoatmodjo (2003)
yang mengutip pendapat Blum, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan.
Penelitian Rogers dan Shoemaker yang dikutip Sarwono (2004) mengungkapkan
bahwa sebelum orang membuat keputusan tentang innovasi (berperilaku baru), dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Knowledge, mula-mula orang menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan
suatu ide baru.
2. Persuasion, orang mulai berminat dan petugas kesehatan meningkatkan motivasinya
guna bersedia menerima obyek.
3. Decision, dari hasil persuasi petugas dan pertimbangan pribadi orang maka dibuatlah
keputusan menerima atau justru menolak ide baru tersebut disebut tahap keputusan.
4. Confirmation, disebut tahap penguatan di mana orang meminta dukungan atas
keputusan untuk berperilaku baru maka petugas kesehatan tetap melanjutkan
penyuluhan guna memantapkan praktek perilaku yang baru.
Pengetahuan itu adalah tahu kemudian dilaksanakan. Pengetahuan itu dapat
diperoleh dari pengalaman orang lain yang sampai kepadanya. Selain itu juga melalui
Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Blum bahwa pengetahuan
mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau sebenarnya.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
e. Sikap
Sikap adalah suatu predisposisi umum untuk merespond atau bertindak secara
positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif.
Dengan kata lain, sikap perlu penilaian seseorang terhadap objek kemudian melakukan
evaluasi (Maramis, 2006).
Sikap selalu bisa dinilai sebagai positif atau negatif. Menurut Purwanto (1999),
sikap yang positif yaitu kecenderungan pendidikan mendekati, menyenangi,
mengharapkan objek tertentu dan sikap negatif yaitu kecenderungan pendidikan untuk
menjalani menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.
Menurut Secord dan Backman dikutip Azwar (2007) sikap adalah keteraturan
tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan prediposisi tindakan
(konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Menurut Newcomb,
salah seorang ahli psikologisosial yang dikutip Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu
Menurut Notoatmodjo (2003), seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini
terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1. Menerima
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan objek.
2. Merespon
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggungjawab
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Walgito (2003) bahwa ciri-ciri sikap adalah:
a) Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan seseorang dalam hubungan dengan objeknya.
b) Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap
dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
c) Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap
sesuatu.
d) Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
e) Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden.
f. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga
diperlukan faktor dukungan dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orangtua atau
mertua, dan lain-lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
1. Persepsi
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respons terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh
PSK dapat menggunakan kondom dengan benar pada saat melakukan hubungan
seksual, mulai dari awal memasang hingga melepaskan kondom, merupakan indikator
3 . Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, sudah
merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adopsi
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
2.2. HIV/AIDS a. Definisi HIV/AIDS
Menurut Departemen Kesehatan yang dikutip KPA Nasional (2005) menjelaskan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang sel-sel darah putih.
Sel-sel darah putih merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi
melindungi tubuh dari serangan penyakit. Manusia yang terinfeksi HIV akan berpotensi
sebagai pembawa (carrier) dan penular virus tersebut selama hidupnya. AIDS singkatan
Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala penyakit
spesifik yang disebabkan oleh rusaknya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV.
b. Cara Penularan HIV/AIDS
Menurut Depkes RI (1997), ada 3 cara penularan HIV/AIDS yaitu :
1. Penularan Seksual
Secara umum dapat dikatakan, hubungan seksual adalah cara penularan HIV yang
paling sering terjadi. Virus dapat ditularkan dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra
atau pasangan seksualnya, baik itu dari laki-laki ke perempuan atau sebaliknya
(homoseks) atau yang mendonorkan semennya kepada orang lain. Hubungan seksual
tersebut adalah hubungan seksual dengan penetrasi penis-vagina, penis-anus atau kontak
mulut. Resiko terinfeksi HIV melalui hubungan seksual tergantung kepada beberapa hal :
a.Kemungkinan bahwa mitra seksual terinfeksi HIV
Angka kejadian infeksi HIV pada penduduk seksual aktif sangat bervariasi
anatara satu daerah dengan daerah lainnya, juga berbeda antara satu kelompok penduduk
dengan kelompok penduduk lainnya dalam satu daerah. Kemungkinan proporsi seseorang
terinfeksi HIV melalui hubungan seksual, umumnya dapat dikatakan tergantung jumlah
proporsi mitra seksual dalam tahun-tahun terakhir. Di daerah yang cara penularan
HIV terbanyak melalui hubungan heterokseksual maka kelompok masyarakat yang
beresiko untuk terinfeksi HIV adalah PSK dan laki-laki yang sering kali berhubungan
dengan PSK. Sedangkan untuk negara maju, angka kejadian infeksi lebih tinggi dijumpai
pada homoseksual, biseksual dan penggunaan obat narkotika suntik.
b.Cara melakukan hubungan seksual
Semua hubungan seksual mempunyai resiko penularan infeksi HIV, namun resiko
tertinggi terjadinya infeksi HIV pada pria dan wanita ialah mereka yang berlaku sebagai
penerima dari hubungan seksual anal dengan mitra seksual yang terinfeksi HIV.
Hubungan cara vaginal kemungkinan membawa resiko tinggi bagi pria dan wanita
heteroseksual dari pada oral-genital. Kontak oral-genital memungkinkan penularan HIV,
tapi menurut data yang ada masih terlalu kecil untuk dihitung tingkat resikonya.
Masturbasi belum menunjukkan resiko penularan HIV, namun masturbasi bersama akan
memungkinkan adanya pacaran semen atau cairan vagina atau cairan vagina atau cairan
c.Banyaknya virus yang terdapat dalam darah atau cairan sekresi mitra seksual yang terinfeksi
Seseorang yang terinfeksi HIV jelas akan lebih infeksius sejalan dengan
perkembangannya menjadi penderita AIDS.
d.Keberadaan penyakit menular seksual lain
Berdasarkan fakta, bahwa keberadaan penyakit menular seksual lain akan dapat
meningkatkan resiko penularan HIV.
2. Penularan Parental
Penularan ini terjadi melalui transfusi dengan darah yang terinfeksi HIV atau
produk darah atau penggunaan jarum yang terkontaminasi dengan HIV atau peralatan
lain yang melukai kulit.
3. Penularan Perinatal
Penularan dari seorang wanita kepada janin yang dikandungnya atau bayinya.
Penularan ini dapat terjadi sebelum, selama atau beberapa saat setelah bayi dilahirkan.
Resiko penularan HIV dalam rahim si ibu atau selama proses kelahiran sebesar 20 – 40
%.
c. Perjalanan Infeksi HIV/AIDS
Pada saat seseorang terinfeksi HIV maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk
sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama
2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah
meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai
periode jendela. Sebelum masuk tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena
dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang
tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini yang
bersangkutan sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan
hubungan seks atau menjadi donor darah.
Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel
darah putih (yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh) dan setelah 5- 10 tahun maka
kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi
berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dan sebagainya.
Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut.
Di negara industri, seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS
dalam kurun waktu 12 tahun sedangkan di negara berkembang kurun waktunya lebih
pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa
diperpanjang menjadi 3 tahun sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1
tahun. Survival rate ini berhubungan erat dengan penggunaan obat antiretroviral,
pengobatan terhadap infeksi oportunistik dan kwalitas pelayanan yang lebih baik.
d. Pencegahan HIV/AIDS
Menurut Depkes (KPA Nasional, 2005), pada prinsipnya pencegahan dapat
dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku
seksual yang terkenal disebut sebagai ”ABC”nya telah terbukti mampu menurunkan
percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prinsip
”ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara internasional, sebagai cara yang paling
efektif mencegah infeksi HIV lewat hubungan seksual. Prinsip ”ABC” itu adalah:
”A”= Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang
”B” = Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau
hubungan tetap jangka panjang (Be faithful).
”C” = Cegah dengan memakai kondom secara benar dan konsisten untuk penjaja seks
atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom).
Untuk penularan non-seksual, berlaku prinsip ”D dan E” yaitu:
”D” = Drug; say no to atau katakan tidak pada napza/narkoba
”E” = Equipment: no sharing atau jangan memakai alat suntik secara bergantian.
2.3. Kondom
Kondom adalah selubung/sarung karet yang terbuat dari suatu karet tipis,
berwarna/tak berwarna, dipakai untuk menutupi penis yang tegang sebelum dimasukkan
ke dalam vagina sehingga mani tertampung didalamnya dan tidak masuk vagina
(BKKBN, 1999). Kondom berbentuk silinder dengan muaranya berpinggir tebal yang
bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu. Berbagai bahan
telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya (misalnya
penambahan spermisida) maupun sebagai aktivitas seksual. Kondom cukup
efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual. Pada beberapa
pasangan, pemakaian kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara konsisten.
Berdasarkan penelitian ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu
2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun.
Menurut Depkes RI (2004), petunjuk praktis cara menggunakan kondom dengan
benar adalah sebagai berikut:
1. Perhatikan tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa kondom.
3. Tunggu sampai penis ereksi. Jangan buka gulungan kondom sebelumnya.
4. Pegang bagian atas kondom, pencet ujung kondom antara dua jari tangan untuk
mengeluarkan udara di dalamnya.
5. Dengan pelan-pelan buka gulungan kondom ke bawah sampai pangkal penis dan
tinggalkan sedikit rongga di ujungnya sebagai tempat semen.
6. Setelah ejakulasi, bila ereksi mulai berkurang, arahkan penis ke bawah, dan lepaskan
kondom perlahan-lahan.
7. Masukkan kondom ke dalam kantong plastik. Ikat kantong plastiknya dan buang ke
tempat sampah. Jangan dibuang ke jamban oleh karena kondom dapat menyebabkan
sumbatan.
Manfaat kondom adalah mencegah penularan HIV/AIDS dan IMS lainnya,
membantu mencegah kehamilan, memberikan rasa nyaman, sehingga mengurangi rasa
cemas, menghemat dana untuk perawatan dan obat-obatan bila seseorang tertular IMS
(Depkes RI, 2004).
Kondom di setiap lokalisasi sebelum hubungan seks berlangsung perlu
diperhatikan jumlah kondom yang disediakan dengan mempertimbangkan frekuensi
hubungan seksual, jarak dari klinik/tempat pelayanan dan permintaan khusus. Kondom
diberikan dalam jumlah yang cukup untuk melindungi pasangan selama 6 bulan di
lokalisasi. Ketersediaan kondom di lokasi beresiko sudah menjadi salah satu keharusan.
Karena dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS penggunaan kondom sudah
termasuk dalam isu penting. Hal ini dapat dilihat dari KPA Nasional (2006) bahwa
penggunaan kondom merupakan salah satu kebijakan nasional berupa penggunaan
seksual dengan banyak pasangan berisiko. Oleh karenanya sangat penting
mempromosikan penggunaan kondom secara konsisten dan memeriksakan IMS di klinik
yang tepat di setiap bulannya (KPA Nasional, 2006) bahkan Strategi Nasional
Penanggulangan HIV/AIDS (2007-2010) membuat prioritas arah pencegahan HIV/AIDS
ke program peningkatan penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko.
2.4. Pekerja Seks Komersial (PSK)
PSK dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri pada
umu untuk melakukan hubungan seksual dengan mendapatkan upah. Pada
masyarakat PSK sering disebut pelacur atau kupu-kupu malam adalah perempuan yang
pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja yang membutuhkan kepuasan hubungan
seksual dengan pemberian bayaran (Pratomo, 2002).
Dilihat dari cara menjalankan profesinya PSK, dibedakan dalam 4 kategori yaitu;
1) brothel prostitution (PSK bordil) yakni praktek PSK yang sebagian penghasilannya
diserahkan kepada germo; 2) call girl prostitution (PSK panggilan) dipanggil ke hotel
dihubungi lewat telpon serta dikategorikan semi professional; 3) street prostitution (PSK
jalanan) yakni mencari langganan di jalan atau tempat umum; dan 4) unorganized
professional prostitute (PSK profesional) yang menjalankan profesinya ditempat-tempat
yang disewanya, memiliki pelindung dan perantara khusus atau melalui sopir-sopir taksi
sebagai perantara.
2.5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Utama
LSM Yayasan Utama (YU) yang berkedudukan di Pekanbaru, didirikan
berdasarkan akte notaries H.Afdah Ghazali, SH tanggal 3 Juni tahun 1993 Nomor 3
sosial dengan dukungan Project Concern International (PCI), yaitu sebuah LSM
internasional, yang sebelumnya telah berada di Propinsi Riau melalui program Child
Survival dari tahun 1989 s/d 1994.
Yayasan ini adalah salah satu yayasan yang peduli dengan AIDS dan didirikan
dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan masyarakat, agar
dapat mandiri dalam mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata, tanpa
membedakan suku, agama maupun golongan, melalui kegiatan pendampingan dan
penjangkauan, tukar menukar informasi dan teknologi, guna meningkatkan pengetahuan
masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.
Sejak tahun 1996, yayasan ini telah mendirikan sebuah sanggar di Lokalisasi
Teleju Pekanbaru. Tujuan didirikannya sanggar ini adalah untuk menjadi pusat informasi
tentang PMS dan HIV/AIDS, pelayanan kesehatan, serta konseling bagi warga
masyarakat yang ada di lokasi tersebut, khususnya kepada PSK, pelanggan, mucikari dan
ojek.
2.6. Landasan Teori
Menurut Depkes RI (1997), salah satu cara penularan HIV/AIDS adalah melalui
hubungan seksual dan yang sering melakukan aktivitas seksual yang berisiko salah
satunya Pekerja Seks Komersial di lokalisasi. Upaya pencegahan HIV/AIDS di lokalisasi
adalah memasyarakatkan penggunakan kondom.
Menurut teori Green dan Kreuter (2005), ada 3 faktor yang mempengaruhi
individu untuk bertindak; yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan,
diri individu dan masyarakat), faktor pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan
faktor penguat (petugas kesehatan, mucikari, teman dan LSM).
Bloom dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku itu ke dalam 3 domain
(ranah/kawasan) yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Terbentuknya suatu perilaku
baru, dimulai pada domain kognitif dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap
stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan
baru pada subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek
yang diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh
lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap stimulus atau objek tadi.
Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang penggunaan kondom
dan manfaatnya dalam mencegah HIV/AIDS. Dengan pengetahuan ini diharapkan
muncul sikap berupa kesadaran dan keyakinan untuk menggunakan kondom. Walaupun
sikap masih merupakan reaksi yang tertutup namun sikap dapat menjadi potensi
seseorang untuk merubah perilakunya menggunakan kondom.
Teori Keyakinan Kesehatan atau Health Belief Model (HBM) yang dikutip Smet
(1994), ada 4 penilaian kesehatan untuk melakukan tindakan pencegahan yaitu;
1).Ancaman terhadap penyakit; 2).Ketidakkebalan terhadap penyakit;
3). Mempertimbangkan keuntungan, kerugian dalam menggunakan kondom; 4).Harus
ada kekuatan pemicu yang menjadikan seseorang merasa perlu mengambil tindakan atau
keputusan untuk menggunakan kondom. Menurut Teory of Reasoned Action (TRA) dari
2.7. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah menunjukkan hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat, berdasarkan hal tersebut kerangka konsep dari penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
Faktor Predisposisi 1. Umur
2. Masa Kerja 3. Pengetahuan 4. Sikap
Faktor Penguat
1.Dukungan Teman Seprofesi
2.Dukungan Mucikari 3.Dukungan Petugas
Kesehatan 4.Dukungan LSM
Tindakan PSK dalam menggunakan kondom Faktor Pendukung :
[image:44.612.115.480.187.516.2]Ketersediaan kondom
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan desain sekat
silang (cross sectional study), yaitu penelusuran sesaat, artinya subyek diamati hanya
sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variabel dependen dan
variabel independen maka pengukurannya dilakukan bersama-sama pada saat penelitian
dengan menggunakan kuesioner secara kuantitatif (Sugiyono, 2005).
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru dan waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus Tahun 2008.
3.3.Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh Pekerja Seks Komersial (PSK)
berjumlah 300 orang di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru pada tahun 2007.
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus
untuk uji hipotesis satu sampel (Lameshow, 1997).
{Z
1- /2
√
Po (1- Po) + Z
1-
ß√
Pa (1-Pa) }
2n =
(Pa – Po)
2ß = Kekuatan uji yang diinginkan adalah sebesar 90%, maka ß = 0,1. = Tingkat kepercayaan yang diinginkan adalah 95% atau = 0,05. Po = Proporsi pemakaian kondom di Jakarta tahun 2004 sebesar 16%.
Pa = Proporsi pemakaian kondom di Jakarta yang diharapkan di Lokalisasi Teleju = 26 %
n = Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian.
{Z1- /2 √ Po (1- Po) + Z1- ß√ Pa (1-Pa) }2
n =
(Pa – Po)2
{1,96 √ 0,16 (1- 0,16) + 1,282 √ 0,26 (1-0,26) }2 n =
(0,26 – 0,16)2
n = 128,211 dibulatkan menjadi 130
Dalam penelitian ini pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan cara
Simple Random Sampling (Arikunto, 2006) dengan cara acak menggunakan angka
random dari komputer.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung
dengan berpedoman pada kuesioner kepada responden atau PSK.
Data sekunder diperoleh dari Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan
Propinsi Riau, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, KPA Kota Pekanbaru dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Pekanbaru.
Sebelum dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas merupakan uji kualitas data
terhadap penggunaan kuesioner kepada 20 PSK yang berada di lokalisasi Teleju dan tidak
diikutkan menjadi sampel. Uji validitas menunjukkan sejauh mana ukuran yang diperoleh
benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur.
Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item
pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus korelasi Pearson product moment (r),
dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka pertanyaan valid dan jika nilai r
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk
menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach Alpha, yaitu
menganalisis reliabilitas alat ukur lebih dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika r
Cronbach’s Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel dan jika nilai r Cronbach’s Alpha
[image:47.612.89.505.281.722.2]< r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel (Riduwan, 2002).
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Faktor Predisposisi, Pendukung dan Penguat
Variabel Butir Pertanyaan
r hitung Status Cronbach Alpha
Status
Pengetahuan 1 0,7089 Valid Reliabel
2 0,7735 Valid Reliabel
3 0,8034 Valid Reliabel
4 0,5908 Valid Reliabel
5 0,7735 Valid Reliabel
6 0,9106 Valid Reliabel
7 0,7089 Valid Reliabel
8 0,7089 Valid
0,9180
Reliabel
Sikap 1 0,8150 Valid Reliabel
2 0,7474 Valid Reliabel
3 0,6938 Valid Reliabel
4 0,8150 Valid Reliabel
5 0,7474 Valid Reliabel
6 0,6938 Valid Reliabel
7 0,5960 Valid Reliabel
8 0,4603 Valid Reliabel
9 0,5960 Valid
0,8995
Reliabel
Lanjutan Tabel 3.1.
Ketersediaan 1 0,8674 Valid Reliabel
Kondom 2 0,8674 Valid Reliabel
3 0,8674 Valid Reliabel
4 0,4588 Valid
0,8459
Reliabel
Dukungan 1 0,8263 Valid Reliabel
Teman 2 0,6855 Valid Reliabel
3 0,6855 Valid Reliabel
4 0,8263 Valid Reliabel
5 0,5641 Valid
0,8794
Dukungan 1 0,9684 Valid Reliabel
Mucikari 2 0,6417 Valid Reliabel
3 0,9684 Valid Reliabel
4 0,9684 Valid Reliabel
5 0,9684 Valid
0,9587
Reliabel
Dukungan 1 0,6789 Valid Reliabel
Petugas 2 0,7584 Valid Reliabel
Kesehatan 3 0,7584 Valid Reliabel
4 0,6198 Valid Reliabel
5 0,5733 Valid
0,8593
Reliabel
1 0,5963 Valid Reliabel
Dukungan
LSM 2 0,5963 Valid Reliabel
3 0,7771 Valid Reliabel
4 0,4672 Valid Reliabel
5 0,4672 Valid Reliabel
6 0,8251 Valid
0,8379
Reliabel
Dari tabel 3.1. di atas terlihat bahwa semua pertanyaan mempunyai r hitunglebih
besar dari pada r tabel (0,444) demikian juga alpha lebih besar dari r tabel (0,444),
dengan demikian kuesioner yang digunakan untuk penelitian tentang pengaruh faktor
predisposisi, pendukung dan penguat terhadap tindakan PSK menggunakan kondom di
lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru tahun 2008 sudah valid dan reliabel.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
a. Variabel independen
1. Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang diasumsikan dapat mempengaruhi
Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk menggunakan kondom dalam pencegahan
penyakit HIV/AIDS yang dalam hal ini dibatasi pada faktor umur, masa kerja,
pengetahuan dan sikap.
a. Umur adalah lama hidup PSK sejak lahir sampai ulang tahun terakhir saat
b. Masa kerja adalah lamanya waktu bekerja dari sejak menjalani sebagai PSK hingga
saat diwawancara.
c. Pengetahuan adalah segala sesuatu informasi yang diperoleh dari proses belajar
sehingga timbul pemahaman PSK tentang penggunaan kondom untuk pencegahan
HIV/AIDS.
d. Sikap adalah kecenderungan PSK untuk memberikan pendapat setuju dan tidak
setuju tentang penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS
2. Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung PSK dalam menggunakan kondom
a. Ketersediaan kondom adalah ada tidaknya kondom di lokalisasi Teleju terutama di
kamar agar memudahkan memperoleh kondom.
3. Faktor penguat adalah faktor pendorong PSK dalam penggunaan kondom untuk
mencegah HIV/AIDS.
a. Dukungan Teman seprofesi adalah pendapat responden tentang ada tidaknya
dukungan teman sekerja secara terus menerus untuk kelangsungan dalam
penggunaan kondom.
b. Dukungan mucikari adalah adanya pendapat responden tentang ada tidaknya
peran serta mucikari dalam penggunaan kondom baik secara langsung
menyarankan atau mengharuskan PSK untuk menggunakan kondom.
c. Dukungan petugas kesehatan adalah pendapat responden tentang ada tidaknya
keterlibatan petugas dalam penyediaan kondom dan memberikan informasi
tentang penggunaan kondom secara terus menerus untuk pencegahan HIV/AIDS.
d. Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah pendapat responden
memberikan kondom dan penggunaannya serta menyarankan untuk menggunakan
kondom.
b. Variabel dependen
1. Tindakan PSK dalam menggunakan kondom adalah PSK selalu menggunakan
kondom kepada pelanggan pada saat berhubungan seks untuk pencegahan HIV/AIDS
di lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru.
3.6. Metode Pengukuran 1.Umur
Untuk mengukur umur digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada
responden.Umur responden < 30 tahun dikategorikan 1 dan umur responden ≥ 30 tahun
dikategorikan 2 berdasarkan nilai Median dengan rincian sebagai berikut :
1. Umur Responden < 30 tahun
2. Umur Responden ≥ 30 tahun
2.Masa kerja
Untuk mengukur masa kerja responden digunakan skala ordinal dengan cara
wawancara kepada responden. Responden yang bekerja sebagai PSK < 2 tahun
dikategorikan 1 dan bekerja sebagai PSK ≥ 2 tahun dikategorikan 2 berdasarkan nilai
Median dengan rincian sebagai berikut :
1. Bekerja sebagai PSK < 2 tahun
2. Bekerja sebagai PSK ≥ 2 tahun
3. Pengetahuan
Untuk mengukur tingkat pengetahuan digunakan skala ordinal dengan cara
bila responden menjawab sekaligus a, b dan c diberi nilai 3, jika 2 jawaban nilai 2 dan
jika hanya 1 jawaban nilai 1. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 24 dan
nilai terendah 8. Kemudian variabel pengetahuan
dikategorikan sebagai berikut (Pratomo, 1990) :
1. Pengetahuan kurang, bila total skor responden 8-14 (< 40%)
2. Pengetahuan sedang, bila total skor responden 15-20 (40-75%)
3. Pengetahuan baik, bila total skor responden 21-24 (> 75%)
4.Sikap
Untuk mengukur sikap digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada
responden dengan jumlah pertanyaan sebanyak 9. Jawaban setuju diberi nilai 1 dan tidak
setuju nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai skor tertinggi 9 dan terendah 0. Responden
yang menjawab setuju nilai skor > 6 ( > 75 %) dikategorikan 3, responden yang
menjawab setuju nilai skor 4-6 (40-75%) dikategorikan 2 dan responden yang menjawab
setuju nilai skor < 4 (<40%) dikategorikan 1. Kemudian variabel sikap dikategorikan
sebagai berikut (Pratomo, 1990) :
1. Sikap kurang, apabila total skor responden < 4 (<40%)
2. Sikap sedang, apabila total skor responden 4 – 6 (40-75%)
3.Sikap baik, apabila total skor responden 7-9 (>75%)
5. Ketersediaan Kondom
Untuk mengukur ketersediaan kondom digunakan skala ordinal dengan cara
wawancara kepada responden. Untuk ketersediaan kondom disusun 4 pertanyaan.
Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya
Untuk menentukan ketersediaan kondom dikategorikan berdasarkan nilai Median
sebagai berikut :
1. Tidak tersedia jika skor < 3
2. Tersedia jika skor ≥ 3
6. Dukungan Teman Seprofesi
Untuk mengukur dukungan teman seprofesi digunakan skala ordinal dengan cara
wawancara kepada responden. Untuk mengetahui dukungan teman seprofesi disusun 5
pertanyaan. Responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan menjawab tidak diberi nilai
0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 5 dan nilai terendah 0. Untuk mengukur
dukungan teman seprofesi dikategorikan berdasarkan nilai Median sebagai berikut :
1. Tidak adanya dukungan teman seprofesi jika skor < 3
2. Adanya dukungan teman seprofesi jika skor ≥ 3
7. Dukungan Mucikari
Untuk mengukur dukungan mucikari digunakan skala ordinal dengan cara
wawancara dengan jumlah pertanyaan sebanyak 5. Responden yang menjawab ya diberi
nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 5 dan nilai
terendah 0. Untuk mengukur dukungan mucikari dikategorikan berdasarkan nilai Median
sebagai berikut:
1. Tidak adanya dukungan mucikari jika skor < 3
2. Adanya dukungan mucikari jika skor ≥ 3
8. Dukungan Petugas Kesehatan
Untuk mengukur dukungan petugas kesehatan digunakan skala ordinal dengan cara wawancara. Pertanyaan sebanyak 5, responden yang menjawab ya diberi nilai 1 dan
Untuk mengetahui ada atau tidak ada dukungan petugas kesehatan dikategorikan
berdasarkan nilai Median sebagai berikut :
1. Tidak ada dukungan petugas kesehatan jika skor < 3
2. Ada dukungan petugas kesehatan jika skor ≥ 3
9. Dukungan LSM
Untuk mengukur dukungan LSM digunakan skala ordinal dengan cara wawancara
kepada responden. Jumlah pertanyaan sebanyak 6. Responden yang menjawab ya diberi
nilai 1 dan menjawab tidak nilai 0. Selanjutnya ditetapkan nilai tertinggi 6 dan nilai
terendah 0, dengan pengkategorian berdasarkan nilai Median sebagai berikut :
1. Tidak ada dukungan LSM jika skor < 3
2. Ada dukungan LSM jika skor ≥ 3
10. Tindakan PSK dalam menggunakan kondom
Variabel tindakan PSK dalam menggunakan kondom dikategorikan sebagai
berikut dengan kategori :
1. Ya : bila menjawab selalu menggunakan kondom kepada pelanggan pada
saat berhubungan seks.
0. Tidak : bila menjawab tidak selalu menggunakan kondom kepada pelanggan
pada saat berhubungan seks
Dilakukan wawancara kepada responden dengan menggunakan alat ukur
3.7. Metode Analisis Data
Analisis untuk mengetahui gambaran