• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ISPA

2.3.4 Faktor Perilaku

Pencemaran udara dalam rumah terjadi akibat adanya polutan dalam rumah yang konsentrasinya dapat beresiko menimbulkan gangguan kesehatan penghuni rumah (DepKes RI, 2011). Pencemaran udara dalam rumah terjadi akibat prilaku penghuni rumah yang tidak sehat. Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita lebih efektif dilakukan oleh keluarga baik yang dilakukan oleh ibu atau keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Keluarga sangat mempengaruhi munculnya penyakit didalam rumah. Bila salah satu keluarga mengalami gangguan kesehatan yang bersifat menular maka akan mempengaruhi anggota keluarga lainya.

Peran keluarga sangat penting dalam menangani ISPA karena penyakit ISPA termasuk dalam penyakit yang sering diderita sehari-hari didalam keluarga/ masyarakat. Hal ini menjadi fokus perhatian keluarga karena penyakit ISPA sangat sering diderita oleh balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga uang sebagian besar dekat dengan balita harus mengetahui gejala-gejala balita terkena ISPA. Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhanya dapat dogolongkan menjadi 3(tiga) kategori yaitu perawatan oleh ibu balita, tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan. Sebagian besar keluarga tidak mengetahui dari kebiasaan yang sering

35

dilakukan dapat menimbulkan pencemaran udara dalam rumah dan berpengaruh terhadao kesehatan balita seperti :

a. Kebiasaan merokok

Merokok merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh penghuni rumah terutama oleh bapak-bapak. Cenderung bapak-bapak merokok didalam rumah sambil istirahat seperti menonton tv, membaca koran dan sebagainya. Asap rokok yang dikeluarkan adalah gas beracun dari hasil pembakaran produk tembakau yang biasa mengandung Poliyclinic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) yang berbahaya bagi kesehatan (DepKes RI, 2011). Asap rokok yang di keluarkan oleh seorang perokok mengandung bahan toksik yang berbahaya dan akan menimbulkan penyakit serta menambah resiko kesakitan dari bahan toksik tersebut (Kusnoputranto, 2000). Dari hasil penelitian Citra (2012) mengemukakan bahwa perokok pasiflah yang mengalami resiko lebih besar daripada perokok aktif. Anak-anak yang keluarganya terdapat perokok lebih rentan terkena penyakit gangguan pernafasan dibanding dengan anak-anak yang bukan keluarga perokok. Pada hasil uji statistik penelitian Lindawaty (2010) menyatakan bahwa balita yang tinggal bersama penguni yang merokok beresiko 2,04 kali lebih besar terkena ISPA dibanding dengan balita yang tidak terdapat penghuni rumah yang merokok. Oleh karena itu untuk melindungi bayi/anak-anak dari asap rokok perlu diusahakan untuk tidak merokok didalam rumah, atau menyediakan tempat khusus bagi keluarga yang merokok supaya asap tidak tersebar ke ruangan lain didalam rumah.

36

Asap rokok dari seseorang yang merokok dalam rumah, tidak saja merupakan bahan pencemaran dalam ruang yang serius melainkan juga akan menyebabkan kesakitan dari toksik yang lain dan anak-anak yang terpapar asap rokok dapat menimbulkan gangguan pernapasan terutama memperberat timbulnya Infeksi Saluran Pernapaasan Akut dan gangguan paru-paru pada waktu dewasa nanti ( Avrianto, 2006). Menurut penelitian Wattimena (2004) bahwa rumah yang penghuninya mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah berpeluang meningkatkan kejadian ISPA pada balita 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang penghuninya tidak merokok.

b. Bahan bakar memasak

Di zaman yang semakin berkembang , bahan bakar memasak beraneka ragam mulai dari penggunaan minyak tanah, gas, atau listrik. Saat ini penggunaan kayu sudah sangat jarang ditemukan di kota-kota besar di Indonesia. Masyarakat yang masih menggunakan bahan bakar selain gas cenderung takut dikarenakan ledakan gas yang sering terjadi sehingga memilih bahan bakar yang aman seperti minyak tanah dan kayu bakar bagi pedesaan. Namun akibat penggunaan bahan bakar tersebut, dapat menyebabkan resiko terjadinya pencemaran udara hasil pembakaran didalam rumah. Keadaan tersebut diperburuk dengan tidak adanya ventilasi dalam rumah sehingga asap sisa pembakaran atau debu yang dihasilkan tidak keluar melainkan mengendap didalam rumah (DepkKes RI, 2011). Partikel debu yang dihasilkan dari pembakaran tersebut mengandung unsur-unsur kimia, seperti timbal, besi, mangan, arsen,

37

cadmium dimana jika terhirup atau masuk langsung ke pernafasan dapat menempel diparu-paru. Paparan partikel dengan kadar yang tinggi akan menimbulkan edema pada trachea, bronchus, dan bronchiolus.

Hasil Cahya (2011) menyatakan bahwa pencemaran udara akibat penggunaan bahan bakar dimungkinkan berperan walaupun kecil. Rumah dengan bahan bakar minyak tanah memberikan kesempatan 3,8 kali lebih besar balita terkena ISPA dibandingkan dengan bahan bakar gas.

c. Penggunaan obat nyamuk.

Pengendalian dan pemberantasan nyamuk dalam rumah sebagaian masyarakat cenderung menggunakan obat nyamuk yang terbuat dari bahan insektisida yang disemprot dan obat nyamuk bakar. Semakin maraknya merk-merk obat penghilang nyamuk didalam rumah untuk mengusir vektor nyamuk. Terpengaruhnya masyarakat dengan berbagai merk obat nyamuk membuat konsumsi akan obat nyamuk hampir disetiap rumah warga. Walaupun tujuan dari obat nyamuk tersebut baik, namun terdapat dampak yang harus diperhatikan oleh penguni rumah. Obat nyamuk mengandung bahan-bahan kimia yang sulit terurai dalam waktu cepat. Jika obat nyamuk itu mengendap setiap hari di bantal-atau tempat tidur manusia dan terhirup akan berdampak pada gangguan kesehatan baik bersifat kronik ataupun akut. Sehingga perlu diperhatikan intensitas penggunaan obat nyamuk tersebut.

38

Hasil Penelitian Safwan (2003) yang menyatakan bahwa balita yang tingga didalam rumah yang menggunakan bahan bakar minyak tanah atau kayu berpeluang menderita ISPA sebanyak 2,235 kali lebih tinggi dibanding dengan balita yang tinggal didalam rumah yang menggunakan bahan bakar gas. Selain itu,menurut Wattimena (2004) mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dalam rumah terhadap ISPA pada balita. Rumah yang penghuninya mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah berpeluang meningkatkan kejadian ISPA pada balita sebsar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang penghuninya tidak merokok didalam rumah.

39