HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH
TERHADAP ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Dosen Pembimbing :
OLEH :
RAHMAYATUL FILLACANO 109101000054
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PERNYATAAN
PERSETUJUAN
Skripsi denganjudul
PERSEPSI ORANG TUA TENTANG PERILAKU CARING PERAWAT PADA PELAKSANAAN AST]HAN I(EPERAWATAN
DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSUD SERANG TAHUN 2011
Telah disetujui dan diperiksa oleh pernbimbing skripsi
Program Studi llmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarla
DISUSLIN OLEH:
AI ROSIDAH
1 07 1 04000286
Pembimbing II
Perlbimbing I
@,1
Ns. Yanti Rivantini.M.Kep-.Sp. Kep.An
N I P: 1 96507 0619 89032002 NIP : 1 9790520200901 l0l2
PROGRAM
STTIDIILMU
KEPERAWATAN
F'AKULTAS KEDOKTERAN
DAN
ILMU
KESEHATAN
UIN
SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433
W20t2
PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI Skripsi denganjudul
PERSEPSI ORANG TUA TEI\TANG PERILAKU CARING PERAWAT PADA PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSUD SERANG TAHUN 2011
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Ai Rosidah
NrM 107104000286
Jakarta,Mei2012
Penguji I
@.1
Ns. Yanti Riyantini.M.Kep.Sp. Kep.An NIP. 196507 061989032002
Pengrrji
III
Irma Nurbaeti.M.Kep.Sp.Mat NIP. 19700s01 1996012001
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini; saya :
Nama
:Ai
RosidahNIM
: 107104000286Program
studi
: Ilmu Keperawatan TahunAkademik
:2007Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi yang berjudul:
PERSEPSI
ORANG TUA
TENTANG
PERILAKU
CARINGPERAWAT PADA PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSUD SERANG TAHUN 2011
Apabila suatu saat terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sangsi yang telah ditetapkan.
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama / Name
: Rahmayatul Fillacano
Alamat/ Address
: Serdang Street No.15 RT 01/12 Duren
Sawit East Jakarta
Telepon/ Phone
: 081288692690
:
rahmayatul_fillacano@yahoo.com
Jenis Kelamin / Gender
: Perempuan/Female
Tanggal Kelahiran / Date of Birth
: Palembang, 21 September 1992
Status Marital / Marital Status
: Sendiri/Single
Warga Negara / Nationality
: Indonesia
Agama / Religion
: Islam /Moslem
2009
–
2013
Environmental Health, Public Health, State Islamic University (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
2006
–
2009
High School 100,Cipinang, East Jakarta
2003
–
2006
Junior High School 202 , Pondok Bambu East Jakarta
1997
–
2003
Elementary School 10 ,Duren Sawit East Jakarta
iv
1.
Practical Work at PT.CPI (Chevron Pacific Indonesia) on Departement
of Health Environmental and Safety (HES), Minas,Riau 2013.
2.
Job Orientation at PT.YAMA ENGINEERING Oil and Gas Services
Company as Departement HSE, BSD 2012
3.
Field Trip to PT. Chevron Gheothermal Indonesia at Garut 2012
4.
Field Trip to Chevron Pacific Indonesia at Balikpapan 2012
5.
Field Trip to Pertamina Balikpapan,2012
6.
Work at PT.Melia Sehat Sejahtera, Jakarta (until now)
7.
Field Learning Experience at Puskesmas Pondok Aren Kabupaten
Tangerang Selatan (2012).
Seminar :
1.
Seminar Nasional
Me uju I do esia Be as Kaki gajah da “osialisasi
Flu Buru g
, BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Srarif
Hidayatullah Jakarta, 2009
2.
Seminar Profesi Gizi
Regulasi Kea a a Pa ga Mi u a Isoto ik
di I do esia
, Auditorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011
3.
Seminar Profesi K3
“udah A a kah A da Berke dara?
, Auditorium
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011
4.
Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan
E odrivi g
, Auditorium FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2012
Organization :
1.
Corporate Social Responsibility
CSR ” Ke itraa a tara PT. YAMA
Engineering dengan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012
2.
Member of Environmental Health Student Association (ENVIHSA)
Indonesia, UIN 2009-2013
iv
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, 1 Desember 2013
Rahmayatul Fillacano, NIM : 109101000054
Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
( xv+88 hal+15 tabel+ 2 Bagan+6 Lampiran)
ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering dialami oleh balita dengan gejala seperti batuk, pilek dan panas selama 2 minggu terakhir. Berdasarkan Data Dinkes Tangsel 2012 ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit yang lain. ISPA pada balita paling banyak diderita di Puskesmas Ciputat. ISPA bisa diakibatkan oleh faktor internal/lingkungan dalam rumah yang meliputi faktor individu balita, lingkungan fisik rumah, faktor perilaku, faktor sosial-demografi.
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada balita. Variabel bebas/independen dalam penelitian ini adalah status gizi, pemberian asi, ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban, kebiasaan merokok dan pendidikan orang tua sedangkan variabel terikat /dependen adalah ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013. Sampel pada penelitian ini sebanyak 88 sampel dengan responden ibu balita.
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergratuated Thesis, 17 December 2013
Rahmayatul Fillacano, NIM : 109101000054
Association Between Domestic Environment and Acute Respiratory Infections (ARI) Among Children Under the Age of Five In Ciputat Subdistrict, South Tangerang City, Year 2013
(xv+88 pages+15 Tables+2 Charts+6 Attachments) ABSTRACT
Acute Respiratory Infections (ARI) is a disease that often suffered by children under the age of five with symptoms such as cough, cold and heat that last throughout the fortnight. Based on Tangsel Health Agency Data year 2012, ARI was the lead cases out of ten other diseases that found in Tangsel, and those cases mostly found in Ciputat health-care center. ARI could be caused by many factors in the environment that surrounded the child under five, thus environment known as a micro environment, which include the child-individual factor, physical factor, behavior factor, and socio demographic factor.
This research was a descriptive analytic with Cross Sectional approach. This study sought to examine the association between domestic environment and Acute Respiratory Infections (ARI) among children under five. Dependent variable in this study was an ARI among children under five in Ciputat subdistrict, whereas the independent variable were nutritional status, humidity, exclusive breast-feeding, smooking behavior, ventilation, occupant density, and parents education level. This research being held in September 2013 with total sample of 88 children under five with their parents as a respondent.
The results showed that 51.5% or approximately 45 children under five suffered an ARI, while the other 43 child (48,9%) were not. Furthermore, bivariate analysis showed that there are 3 independent variables that were positively associated with Acute Respiratory Infections (ARI) that were found among children under the age of five in Ciputat subdistrict. Those variables are occupant density (p = 0,029), ventilation (p = 0,019), and parents education level (p = 0,019). In contrast, variables such as nutritional status, smoking behavior, humidity, and exclusive breast-feeding were negatively associated with ARI.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta ridho-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang saat ini. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua saya yang selalu memberikan doa dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini serta kepada Kakak dan Adik saya yang smemacu saya sehingga memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi.
vi
3. Bapak Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin untuk mengambil data dan izin penelitian.
4. Ibu Ela Laelasari SKM,M.Kes selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing saya selama proses penyelesaian skripsi.
5. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, MKM, Phd selaku pembimbing kedua, yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian dan penyempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Kepala Puskesmas Kelurahan Ciputat beserta staf atas bantuan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya. 7. Kepada Bapak Lurah Ciputat yang telah memberikan bantuan serta fasilitas untuk
menunjang menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada seluruh ibu balita sebagai responden dalam penelitian ini yang telah membantu mengisi kuisioner sebagai data penting untuk menunjang menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada teman-teman Kesehatan Lingkungan khususnya angkatan 2009 atas kerjasama, dukungan, support dalam membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini serta 4 sahabat sekaligus teman seperjuangan mulai dari semester awal hingga akhir kepada Rahmi Hidayati, Roya Selaras Cita, Srikandi Fajarini, Ardilla Wasiah atas kebersamaan kita selama di bangku kuliah.
vii
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan penelitian selanjutnya yang ingin mengkaji lebih dalam mengenai topik tersebut. Semoga Allah SWT memberikan kemuliaan dan kelancaran serta kemampuan berpikir untuk mengejar masa depan yang lebih cerah bagi kita semua. Amin
Ciputat, September 2013
viii
DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Abstract... ii
Riwayat Hidup ... iii
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi... viii
Daftar Tabel... xiii
Daftar Lampiran... xiv
Daftar Bagan... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian... 6 1.4 Tujuan Penelitian...
1.4.1 Tujuan Umun... 1.4.2 Tujuan Khusus...
7 7 7 1.5 Manfaat Penelitian...
1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan... 1.5.2 Bagi Puskesmas... 1.5.3 Bagi Peneliti...
ix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut... 2.1.1 Pengertian ISPA... 2.1.2 Etiologi ISPA... 2.1.3 Klasifikasi ISPA... 2.1.4 Cara Penularan ISPA... 2.1.5 Gejala ISPA... 2.1.6 Cara Pencegahan ISPA...
11 11 12 13 14 14 17 2.2 Paradigma Kejadian ISPA pada Balita...
2.2.1 Pengertian Balita... 2.2.2 ISPA pada Balita... 2.2.3 Paradigma Kesehatan Masyarakat... 2.2.4 Paradigma ISPA Menurut World Bank, Depkes RI dan Riskesdas...
17 17 17 18 19 2.3 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ISPA...
2.3.1 Faktor Lingkungan Fisik Rumah... 2.3.2 Faktor Sosial-Ekonomi... 2.3.3 Faktor Individu/Balita... 2.3.4 Faktor Perilaku...
x
BAB III
KERANGKA KONSEP & DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep... 41
3.2 Definisi Operasional... 42
3.3 Hipotesis... 44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian...45
4.2 4.3 Populasi dan Sampel... 4.2.1 Populasi... 4.2.2 Sampel... Pengambilan Sampel... 45 45 46 48 4.4 Jenis Data... 48
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian... 49
4.6 Pengumpulan Data... 49
4.7 Pengolahan Data... 49
4.8 Analisa Data ... 51
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kelurahan Ciputat... 52
5.2 Hasil Analisis Univariat... 53
5.2.1 Gambaran Kejadian ISPA... 53
5.2.2 Gambaran Status Gizi Balita... 53
5.2.3 Gambaran Status Imunisasi...54
5.2.4 Gambaran Pemberian Asi Ekslusif... 55
[image:14.595.67.519.102.699.2]xi
5.2.6 Gambaran Ventilasi... 56
5.2.7 Gambaran Kepadatan Hunian... 56
5.2.8 Gambaran Kebiasaan Merokok...57
5.2.9 Gambaran Pendidikan Orang Tua... 58
5.2.10 Gambaran Penggunaan Bahan Bakar...58
5.2.11 Gambaran Penggunaan Obat Nyamuk Bakar... 59
5.3 Analisis Bivariat 5.3.1 Hubungan Status Gizi Terhadap ISPA pada Balita...60
5.3.2 Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Terhadap ISPA pada Balita... 61
5.3.3 Hubungan Ventilasi Terhadap ISPA pada Balita...62
5.3.4 Hubungan Kelembaban Dalam Kamar Terhadap ISPA pada Balita... 63
5.3.5 Hubungan Kepadatan Hunian terhadap ISPA pada Balita...64
5.3.6 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap ISPA pada Balita... 65
5.3.7 Hubungan Pendidikan Orang Tua terhadap ISPA pada Balita... 66
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian... 68
6.2 Gambaran Variabel Dependen... 68
6.3 Analisis Bivariat...70
6.3.1 Hubungan Status Gizi terhadap ISPA pada Balita... 70
6.3.2 Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Terhadap ISPA pada Balita... 72
6.3.3 Hubungan Ventilasi Terhadap ISPA pada Balita... 74
6.3.4 Hubungan Kepadatan Hunian Terhadap ISPA pada Balita... 76
6.3.5 Hubungan Kelembaban Terhadap ISPA pada Balita... 78
6.3.6 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap ISPA pada Balita... 80
xii
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
xiii
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Hal
5.1 Distribusi ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciputat... 53
5.2 Distribusi Status Gizi... 54
5.3 Distribusi Status Imunisasi... 54
5.4 Distribusi Asi Ekslusif... 55
5.5 Distribusi Kelembaban... 55
5.6 Distribusi Ventilasi... 56
5.7 Distribusi Kepadatan Hunian Rumah... 57
5.8 Distribusi Kebiasaan Merokok Penghuni Rumah... 57
5.9 Distribusi Pendidikan Orang Tua... 58
5.10 Distribusi Penggunaan Bahan Bakar... 59
5.11 Distribusi Penggunaan Obat Nyamuk Bakar... 59
5.12 Hubungan Status Gizi Terhadap ISPA Pada Balita... 60
5.13 Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Terhadap ISPA Pada Balita... 61
5.14 Hubungan Ventilasi Rumah Terhadap ISPA Pada Balita... 62
5.15 Hubungan Kelembaban Terhadap ISPA Pada Balita ... 63
5.16 Hubungan Kepadatan Hunian Terhadap ISPA pada Balita... 64
5.17 Hubungan Kebiasaan Merokok Penghuni Rumah Tua Terhadap ISPA pada Balita... 65
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Lampiran 2 Kuisioner
xv
DAFTAR BAGAN
Judul Bagan Hal
2.1 Kerangka Teori... 3.1 Kerangka Konsep...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut WHO, setiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 200 ribu kematian akibat pencemaran udara yang menimpa daerah perkotaan, dimana 93% kasus terjadi di negara-negara berkembang (WHO, 2003). Kontribusi terbesar pencemaran udara berasal dari alat transportasi yang cenderung terus meningkat sejak tahun 2000 (BPS, 2003). Pada program lingkungan PBB, tahun 2002 tercatat beban pencemaran udara dari sumber bergerak di DKI Jakarta untuk cemaran debu sebesar 15.977,3 ton/tahun. Akibat pencemaran tersebut, munculah berbagai macam penyakit salah satunya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Pengertian ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang berlangsung sampai 14 hari yang terjadi didalam organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (Depkes, 2007).
2
(Pneumonia) sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonim, 2007). Prevalensi berdasarkan jenis kelamin antara anak laki-laki dan perempuan relatif sama (Depkes RI, 2008). Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2001 memperlihatkan prevalensi ISPA pada anak usia <1 tahun sebesar 38,7% dan pada anak usia 1-4tahun sebesar 42,2% (SDKI, 2007 dalam Gertrudis, 2010).
ISPA terjadi di seluruh provinsi dan kota di Indonesia, salah satunya di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil laporan bulanan penyakit dari seluruh puskesmas selama tahun 2011 tercatat jumlah kasus ISPA sebanyak 37.186 dari 131.860 jumlah balita dan bayi (Dinkes, 2011). ISPA masuk dalam urutan 10 besar dari 30 besar penyakit yang paling sering diderita masyarakat dengan jumlah kasus ISPA paling tinggi berada pada wilayah kerja Pukesmas Ciputat yakni mencapai 2336 kasus ISPA dari 5.874 balita (Dinkes, 2012). Data Laporan Bulanan Puskesmas Ciputat pada tahun 2012 sesuai golongan umur, hampir sekitar 16%-25% dari masing-masing jumlah kasus yang ada setiap bulan diderita pada umur 1-5 tahun.
3
Hasil penelitian yang dilakukan Lindawaty (2010) menyatakan bahwa nilai TSP tinggi menyebabkan tingginya jumlah kasus ISPA.
Namun, bila dilihat dari aktivitas balita yang lebih sering melakukan kegiatan didalam rumah bersama orang tua/anggota keluarga, ISPA yang terjadi pada balita bisa disebabkan oleh lingkungan dalam rumah balita yang tidak memenuhi syarat (Lindawaty, 2010). Faktor-faktor lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi ISPA yaitu faktor lingkungan fisik rumah, faktor perilaku, faktor individu, faktor sosial-ekonomi (Depkes, 2004). Faktor lingkungan fisik rumah salah satunya yaitu ventilasi rumah. Berdasarkan peraturan No. 1077/MENKES/PER/V/2011, setiap rumah wajib memiliki ventilasi minimum 10% dari luas rumah untuk memenuhi persyaratan rumah sehat. Pada penelitian Lindawaty (2010) ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan ISPA pada balita dengan resiko 3,07 kali lebih besar dibanding dengan ventilasi rumah yang memenuhi syarat.
4
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Kelurahan Ciputat masih banyak ibu yang ketika balita mengalami gejala ISPA tidak langsung membawa ke Puskesmas dengan alasan bahwa gejala tersebut sering dialami anak dan akan hilang dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan ibu mengenai penyakit ISPA serta bagaimana tindakan pencegahan serta penanggulangan yang seharusnya dilakukan. Pengetahuan seseorang terkait pendidikan yang diselesaikan oleh orang tua balita. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suptiaptini (2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan ibu terhadap ISPA pada balita.
Berdasarkan uraian diatas, penyebab terjadinya ISPA bukan hanya berasal dari lingkungan luar rumah dengan melihat kadar TSP dimasing-masing lokasi penelitian yang dinginkan. Namun harus diperhatikan apakah ada penyebab dari lingkungan dalam rumah yang meliputi faktor lingkungan fisik rumah, sosial, faktor balita, dan faktor perilaku dalam lingkup kecil yang paling dekat dengan balita setiap hari yang berpotensi menyebabkan balita terkena ISPA. Hal ini supaya program pencegahan yang ingin dilakukan diawali dari lingkup kecil menuju pencegahan yang bersifat lebih luas terhadap penyebab munculnya ISPA. Oleh karena itu, dalam studi ini peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara pengaruh lingkungan dalam rumah (faktor lingkungan fisik rumah, sosial, faktor balita, faktor perilaku) terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil laporan bulanan penyakit dari seluruh puskesmas selama tahun 2011 tercatat jumlah kasus ISPA sebanyak 37.186 dari 131.860 jumlah balita dan bayi (Dinkes, 2011). ISPA masuk dalam urutan 10 besar dari 30 besar penyakit yang paling sering diderita masyarakat dengan jumlah kasus ISPA paling tinggi berada pada wilayah kerja Pukesmas Ciputat yakni mencapai 2336 kasus ISPA dari 5.874 balita (Dinkes, 2012). Tingginya angka kejadian ISPA di Kelurahan Ciputat mungkin bisa disebabkan oleh faktor lingkungan luar rumah seperti tingginya kadar debu (Total Suspended Particulat (TSP)) akibat polusi udara. Namun mungkin bisa disebabkan oleh faktor lingkungan dalam rumah dimana balita lebih banyak menghabiskan aktivitas didalam rumah. Faktor-faktor lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi ISPA yaitu faktor lingkungan fisik rumah, faktor perilaku, faktor individu, faktor sosial-ekonomi (Depkes, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan faktor lingkungan dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat yang meliputi faktor perilaku, faktor lingkungan dalam rumah, faktor individu balita, dan faktor sosial demograf..
1.3 Pertanyaan Penelitian
6
2. Bagaimana gambaran faktor individu balita (status gizi, dan Asi Ekslusif) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
3. Bagaimana gambaran faktor perilaku orang tua balita (kebiasaan merokok) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
4. Bagaimana gambaran faktor sosial-demograf orang tua balita (pendidikan orang tua) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
5. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan fisik rumah (ventilasi, kelembapan, kepadatan hunian) terhadap ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
6. Apakah ada hubungan faktor individu balita (asi ekslusif, status gizi) terhadap ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 7. Apakah ada hubungan faktor perilaku orang tua ( kebiasaan merokok) terhadap
ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 8. Apakah ada hubungan faktor sosial orang tua (pendidikan orang tua) terhadap
ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013. 1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat,Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
7
2. Mengetahui gambaran faktor lingkungan fisik rumah balita (ventilasi, kelembapan, kepadatan hunian) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
3. Mengetahui gambaran faktor individu (status gizi dan pemberian ASI) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
4. Mengetahui gambaran faktor perilaku orang tua (kebiasaan merokok) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
5. Mengetahui gambaran faktor sosial orang tua balita (pendidikan orang tua) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
6. Mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah (ventilasi, kelembapan, dan kepadatan hunian) terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
7. Mengetahui hubungan faktor individu balita (status gizi, pemberian ASI eksklusif) terhadap kejadian ISPA di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
8. Mengetahui hubungan faktor perilaku orang tua (kebiasaan merokok) terhadap kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
8
1.5 Manfaat Peneliti
1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada balita khususnya di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi yang ingin melakukan penelitian serupa ditempat lain,ataupun sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang lebih rinci mengenai masalah yang sama di wilayah yang sama atau diwilayah lain.
1.5.2 Bagi Puskesmas
Bahan masukan dalam perencanaan program pengendalian ISPA pada Balita bagi pengelola program ISPA di Kota Tangerang Selatan,khususnya Puskesmas di Kelurahan Ciputat.
Memberikan informasi kepada keluarga tentang hubungan lingkungan dalam rumah sebagai faktor resiko gangguan saluran pernafasan pada anak balita,sehingga setiap keluarga bisa berpartisi dalam pencegahan ISPA pada anak balita.
1.5.3 Bagi Peneliti
9
yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Pengertian ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI)(Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI, 2007 ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut akibat masuknya kuman/mikroorganisme kedalam tubuh yang berlangsung sampai 14 hari dengan keluhan batuk disertai pilek, sesak nafas dengan atau tanpa demam. ISPA dibedakan menjadi dua yaitu saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti
laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia (WHO, 2009).
Menurut Depkes RI, 2005 Infeksi saluran pernapasan akut mempunyai pengertian sebagai berikut :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
12
3. Infeksi Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Perbedaan ISPA dengan Pneumonia yaitu ditandai apabila balita penderita ISPA menderita batuk-pilek yang tidak menunjukan gejala frekuensi sesak nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Depkes RI, 2000). Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun (Geturdis, 2010). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic, namun demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotic dan dapat mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2000).
2.1.2 Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri atas bakteri, virus dan ricketsia. Penyebab ISPA dapat berupa bakteri maupun virus. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus
Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordotella dan
13
ISPA disebabkan oleh virus (Depkes R.I, 2008b). Keanekargaman penyebab ISPA tergantung dari umur, kondisi tubuh dan kondisi lingkungan. Di Amerika Serikat anak yang berumur 1 bulan hingga 6 tahun penyebab terbesarya adalah Streptococus pneumonia dan heamapilus influenza serotype B. Sedangkan khusus anak 4 bulan hingga 2 tahun kejadian ISPA antara 60-70% disebabkan oleh bakteri (Wattimena, 2004). Penyakit ISPA khususnya penumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan balita. Keadaan ini berkaitan erat dengan berbagai kondisi yang melatar belakanginya seperti malnutrisi juga kondisi lingkungan baik polusi di dalam rumah berupa asap maupun debu dan sebagainya (Depkes R.I, 2006).
2.1.3 Klasifikasi ISPA
A. Klasifikasi Penyakit ISPA dibedakan menjadi 2 kelompok umur 2 bulan dan kelompok umur 2 hingga 5 tahun (Depkes RI, 2000) yakni :
1. Kelompok umur 2 bulan terdiri atas 2 jenis yaitu :
14
b. Bukan pneumonia, bila batuk pilek tanpa disertai nafas cepat (<60kali/menit) dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. 2. Kelompok umur 2 bulan-5tahun, terdiri dari 3 jenis yaitu :
a. Pneumonia berat, jika batuk disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas. b. Pneumonia biasa, batuk dengan tanda-tanda tidak ada tarikan dinding dada
bagian ke dalam, namun disertai nafas cepat (>50kali/menit untuk umur 2-12 bulan, dan >40kali/menit untuk umur 2-12 bulan sampai 5 tahun).
c. Bukan Pneumonia, batuk pilek biasa dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat.
2.1.4 Cara Penularan ISPA
ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC, droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superfinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri patogen masuk kedalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).
2.1.5. Gejala ISPA
15
virus penyebab ISPA di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Akhirnya terjadi peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena bakteri dan virus di daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah semakin besar dan cepat. Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan sesak atau pernafasan terhambat, oksigen yang dihirup berkurang. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari.
16
Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa kadar debu berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernafasan terutama gejala batuk. Di dalam saluran pernafasan, debu yang mengendap menyebabkan oedema mukosa
dinding saluran pernafasan sehingga terjadi penyempitan saluran.
Menurut Mudehir (2002), faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit pernafasan :
1. Batuk
Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial, sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan. Batuk timbul sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak disertai bunyi khas.
2. Dahak
Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel
goblet oleh adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di samping dahak dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang
berdegenerasi. 3. Sesak nafas
17
menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus udara. Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam satu menit.
4. Bunyi mengi
Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang turut diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.
2.1.6 Cara Pencegahan ISPA
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA diantaranya (Depkes RI, 2008b):
1. Menghindarkan diri dari penderita ISPA
2. Hindari asap, debu dan bahan lain yang menganggu pernafasan 3. Imunisasi lengkap pada balita di Posyandu.
4. Membersihkan rumah dan lingkungan tempat tinggal.
5. Rumah harus mendapatkan udara bersih dan sinar matahari yang cukup serta memiliki lubang angin dan jendela.
6. Menutup mulut dan hidung saat batuk. 7. Tidak meludah sembarangan.
2.2 Paradigma Kejadian ISPA pada Balita
2.2.1 Pengertian Balita
18
dipengaruhi oleh kesehatan yang baik, status gizi yang baik, lingkungan yang sehat, serta keluarga (termasuk pengasuh) yang baik dalam merawat balita (Depkes RI, 2008).
2.2.2 ISPA pada Balita
Balita sering terpajan oleh beberapa jenis polutan dan virus dengan mudah terutama polutan yang berasal dari dalam rumah karena sekitar 80% balita menghabiskan waktu didalam rumah. Selain itu, ditambah lagi dengan daya tahan tubuh yang berbeda setiap balita menyebabkan balita lebih rentan terhadap penyakit terutama ISPA. Keterpajanan balita terhadap bahaya kesehatan lingkungan terjadi di beberapa area yang berbeda yakni didalam rumah, lingkungan tetangga, dan komunitas dilingkungan yang lebih luas . Terdapat dua faktor kesehatan pada balita (WHO, 2007) yaitu perumahan dan tempat tinggal (seluruh aspek ketersediaan dan kualitas perumahan, kepadatan hunian, kondisi rumah yang berbahaya dan tidak aman, kelembapan dan ventilasi yang buruk), dan polusi udara dalam ruangan( misalnya asap dari pemanasan dan proses memasak, perabotan yang mengeluarkan asap, asap rokok di lingkungan sekitar dan zat polutan dari luar ruangan yang masuk ke dalam ruangan).
2.2.3 Paradigma Kesehatan Masyarakat
19
secara holistik mulai dari kondisi fisik hingga sosial dalam masyarakat. Dalam teori H.L Blum menjelaskan bahwa untuk menciptakan kondisi sehat diperlukan harmonisasi dari 4 faktor utama yakni faktor determinan timbulnya masalah kesehatan yang meliputi faktor perilaku/Gaya Hidup, faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya maupun fisik, kimia,, biologi), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling saling berinteraksi dan yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat keseahtan masyarakat. Diantara keempat faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar di tanggulangi dan disusul dengan faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena lingkungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
2.2.4 Paradigma ISPA Menurut World Bank, Depkes RI dan Riskesdas
World Bank dalam Diseases Control Priorities in Developing Countries
menguraikan bahwa kejadian ISPA disebabkan oleh agen biologi yang dapat berupa virus maupun bakteri. Bakteri yang dapat mengakibatkan ISPA adalah Streptoccous pneumonia, Mycoplasma pneumonia, dan Chamydia pneumonia sedangkan virus yang dapat mengakibatkan ISPA antara lain Rhinovirus, RSVs, Parainfluenza, dan virus influenza (World Bank, 2006).
20
BBLR, status gizi buruk, status ASI eksklusif, vitamin A, pemberian makan dini, mikroorganisme (agent), daya tahan tubuh, kepadatan tempat tinggal dan kondisi fisik rumah. Kondisi fisik rumah yang dapat menyebabkan ISPA antara lain jenis atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian, penggunaan anti nyamuk bakar, jenis bahan bakar memasak yang digunakan dan perokok di dalam rumah. Sedangkan hasil data Riskesdas (2007) diperoleh faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan kejadian ISPA yaitu umur, status gizi, pendidikan ibu, bahan bakar memasak, perokok dalam rumah, jenis lantai dan polusi udara (debu). Faktor lainya yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA adalah suhu, kelembapan (Mudehir, 2002).
2.3 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ISPA
Menurut Depkes RI 2004, faktor-faktor terjadinya ISPA secara umum dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :
2.3.1 Faktor Lingkungan Fisik Rumah
Rumah merupakan kebutuhan primer manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal untuk berlindung dari bahaya lingkungan luar seperti perubahan iklim dan makhluk hidup lainnya (Depkes RI, 2000). Rumah yang baik bagi penghuni atau sebuah keluarga dapat dilihat dengan beberapa kriteria seperti (Safitri, 2010) :
a. Kepadatan Hunian
21
bisa menampung beberapa orang saja, dipaksakan untuk menampung melebihi kapasitas rumah. Hal ini mengakibatkan terjadinya kepadatan dalam rumah yang dimungkinkan dapat mempengaruhi kesehatan penghuni rumah. Menurut keputusan menteri kesehatan nomor RI No.1077/MENKES/PER/V/2011 tentang persyaratan rumah dikatakan padat penghuni apabila perbandingan luas lantai seluruh ruangan dengan jumlah penghuni lebih kecil dari 10m2/org, sedangkan ukuran untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3m2/org. Pencegahan terjadinya penularan penyakit (misalnya penyakit pernafasan) jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lain minimum 90cm dan sebaiknya kamar tidur tidak dihuni lebih dari 2 orang. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan secara bermakna antara kepadatan hunian dengan terjadinya ISPA seperti penelitian Irianto (2006) mengatakan bahwa kepadatan hunian berpengaruh pada besarnya kejadian ISPA, yaitu besarnya anak terkena ISPA adalah 2,27 kali lipat dari rumah yang padat penghuninya dibandingkan dengan rumah tidak padat penghuninya. Menurut Achmadi (2008) semakin tingginya kepadatan rumah, maka penularan penyakit khususnya melalui udara akan semakin cepat.
b. Ventilasi
22
memenuhi syarat Menkes RI Nomor RI No.1077/MENKES/PER/V/2011 yakni luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai.
Rumah yang mempunyai ventilasi yang tidak berfungsi dengan baik akan menghasilkan 3 akibat yaitu kekurangan oksigen, bertambahnya konsentrasi CO2 dan
adanya bahan organik beracun yang mengendap dalam rumah. Menurut hasil penelitian Lindawaty (2010) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara ventilasi terhadap kejadian ISPA pada balita dan resiko balita mengalami ISPA 3,07 kali lebih besar pada ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dibandingkan dengan ventilasi yang memenuhi syarat. Oleh karena itu, memperoleh udara yang segar menurut Mudehir (2002) dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Ventilasi Alamiah
Ventilasi alamiah adalah masuknya udara kedalam ruangan melalui jendela, pintu ataupun lubang angin yang sengaja dibuat untuk masuknya udara kedalam rumah. Ventilasi yang baik dalam suatu ruangan mempunyai persyaratan yaitu :
a. Udara yang masuk melewati ventilasi adalah udara yang bersih/tidak tercemar oleh asap dapur, pembakaran sampah, kendaraan bermotor, atau sumber lain disekitar pemukiman.
23
2. Ventilasi Buatan
Ventilasi buatan yaitu sebuah alat yang digunakan didalam rumah untuk membersihkan udara yang bersifat portable seperti AC, exhauster, kipas angin, air purifing.
c. Pencahayaan
Pencahayaan matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri patogen dalam rumah misalnya bakteri penyebab penyakit ISPA dan TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Menurut WHO kebutuhan standar minimun cahaya alami yang memenuhi syarat kesehatan untuk kamar keluarga dan kamar tidur yaitu 60-120 lux.
d. Kelembapan
Kelembapan merupakan presentase kandungan uap air pada atmosfir. Jumlah uap yang terkandung di udara bervariasi tergantung cuaca dan suhu (Gertrudis, 2010). Persyaratan kesehatan untuk kelembaban di lingkungan industri adalah berkisar antara 65% - 95%. Bila kelembaban udara ruang kerja > 95% perlu menggunakan alat
dehumidifier dan bila kelembaban udara ruang kerja < 65% perlu menggunakan
24
rumah adalah berkisar antara 40 - 60% (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : No.1077/MENKES/PER/V/2011). Menurut Mudehir (2002) terdapat hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita. kelembaban dalam rumah dapat dipengaruhi oleh konstruksi rumah yang tidak baik, ventilasi yang kurang, serta pencahayaan yang minim. Pada penelitian Lindawaty (2010) resiko antara kelembapan rumah balita terhadap kejadian ISPA didapatkan bahwa rumah yang dengan kelembaban tidak memenuhi syarat beresiko 2,98 kali lebih besar bagi balita terkena ISPA dibanding dengan rumah balita yang memenuhi syarat. Kelembaban dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat atau oleh cuaca. Pada musim hujan kelembaban akan meningkat namun bila kondisi rumah baik seperti cahaya matahari dapat masuk, tidak terdapat genangan air, ventilasi udara yang cukup dapat mempertahankan kelembaban dalam rumah (Lindawaty, 2010)
e. Suhu
25
bahwa rumah dengan suhu tidak memenuhi syarat beresiko 36,49 kali menderita ISPA dibanding dengan rumah yang suhu udaranya memenuhi syarat.
f. Letak dapur
Dapur berfungsi sebagai tempat terjadinya pembakaran bahan bakar untuk memasak dan timbul panas, asap, atau debu sehingga dapur mempengaruhi kualitas udara dalam rumah. Penataan ruangan dalam rumah harus memperhatikan letak posisi dapur karena jika letak dapur berdekatan dengan ruang istirahat anak/ kamar anak akan mempengaruhi kesehatan anak. Hal ini sesuai dengan penelitian Citra (2012) yang menyatakaan bahwa balita yang tinggal didalam rumah dengan letak dapur menyatu/berada didalam rumah mempunyai resiko menderita pneumonia 5,2 kali dibandingkan dengan balita dengan letak dapur terpisah. dan diperburuk dengan ventilasi yang tidak baik akan menyebabkan terjadinya gangguan saluran pernafasan dan gangguan penglihatan (Lindawaty, 2003).
g. Jenis Lantai
26
debu yang berbahaya bagi penghuni rumah. Rumah sehat memiliki lantai yang terbuat dari marmer, ubin, keramik, sudah diplester semen (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011). Sehingga indikator lantai rumah yang tidak sehat mempunyai lantai yang berjenis lainya. Hasil uji statistik pada penelitian Lindawaty, 2010 menunjukkan bahwa jenis lantai yang tidak memenuhi syarat beresiko 2,15 kali lebih besar bagi balita terkena ISPA dibanding dengan balita yang jenis lantainya memenuhi syarat.
h. Jenis Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung rumah yang terbuat dari berbagai bahan seperti bambu, triplek, batu bata, dan dari berbagai bahan tersebut yang paling baik yaitu yang terbuat dari batu bata atau tembok. Dinding yang terbuat dari tembok bersifat permanen, tidak mudah terbakar dan kedap air. Rumah yang menggunakan dinding berlapis kayu, bambu akan menyebabkan udara masuk lebih mudah yang membawa debu-debu ke dalam rumah sehingga dapat membahayakan penghuni rumah bila terhirup terus-menerus terutama balita. Balita yang jenis dindingnya masih terbuat dari bahan yang tidak permanen seperti triplek, bambu, batu bata beresiko 1,51 kali lebih besar bagi balita terkena ISPA ( Lindawaty, 2010).
2.3.2 Faktor Sosial-Ekonomi a. Pendidikan orang tua
27
dengan mudah mengenai cara memelihara dan menjaga kesehatan anak serta gizi yang baik untuk anak. Berdasarkan pengaruh terhadap kesehatan dan prilaku seseorang peran pendidikan juga berpengaruh terhadap lingkungan, pelayanan kesehatan dan juga heriditas (Achmadi, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Citra (2011) dan Suptiaptini (2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan ibu terhadap ISPA pada balita. Ibu yang berpendidikan rendah (<SMA) cenderung tidak mengetahui gejala-gejala ISPA yang dialami oleh balita dan menganggap hal tersebut tidak terlalu berbahaya. Namun, menurut Fitri (2004) tidak ada hubungan antara pendidikan orang tua dengan kejadian ISPA pada balita. Baik pendidikan tinggi maupun rendah hampir sama dalam menanggapi dan merespons serta mengambil tindakan ketika salah satu keluarga mengalami ISPA atau penyakit lain.
b. Penghasilan orang tua
28
terbentuk menyebabkan balita mudah terkena penyakit salah satunya penyakit saluran pernafasan atau ISPA.
2.3.3 Faktor Individu/Balita a. Umur Balita
Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak mudah sakit. Umur bayi kurang dari 1 tahun lebih cenderung mudah terkena ISPA dibanding dengan balita umur lebih dari 1 tahun (DepKes, 2000). Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian umur menurut tingkat kedewasaan, interval lima tahun dan untuk mempelajari penyakit anak (Notoatmodjo, 2003).
b. Status Gizi Balita
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Seorang anak yang kekurangan gizi akan mengakibatkan terjadinya defisiensi gizi yang merupakan awalan dari gangguan sistem kekebalan tubuh.
29
30
c. Imunisasi Balita
31
a) Vaksinasi BCG
Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20C (Depkes RI, 2005).
b) Vaksinasi DPT
32
c) Vaksinasi Polio
Untuk kekebalan terhadap poliomyelitis diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari suku Sabin. Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4 minggu (Depkes RI, 2005)
d) Vaksinasi Campak
Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk kering atau freeseried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Dinegara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin campak diberikan mulai anak berumur 9 bulan (Depkes RI, 2005).
33
adanya hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Balita dimana balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko 2,5 kali untuk mengalami kejadian ISPA dibanding dengan status gizi baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mudehir (2002), Wattimena (2002), Kristina (2011) bahwa ada hubungan status gizi terhadap ISPA pada balita. Balita yang mempunyai status gizi yang kurang mudah terserang oleh bakteri, virus yang masuk melalui saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan pernafasan pada balita salah satunya ISPA.
d. Pemberian ASI
ASI merupakan makanan utama bagi bayi yang bersifat alamiah. ASI mengandung bebagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses perkembangan dan pertumbuhan bayi serta mengandung antibodi yang dapat membantu bayi membangun sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai macam sumber penyakit. Manfaat yang dapat diberikan dari pemberian ASI eksklusif pada bayi yaitu dapat melindungi bayi dari penyakit diare, infeksi pernafasan, kegemukan, infeksi kandung kemih, infeksi telinga dan lainya (Sinaga, 2012).
34
yaitu pada penelitian Sinaga (2012) yang mengatakan bahwa ASI memiliki daya protektif terhadap kejadian ISPA pada bayi umur 0-4 bulan.
2.3.4 Faktor Perilaku
Pencemaran udara dalam rumah terjadi akibat adanya polutan dalam rumah yang konsentrasinya dapat beresiko menimbulkan gangguan kesehatan penghuni rumah (DepKes RI, 2011). Pencemaran udara dalam rumah terjadi akibat prilaku penghuni rumah yang tidak sehat. Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita lebih efektif dilakukan oleh keluarga baik yang dilakukan oleh ibu atau keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Keluarga sangat mempengaruhi munculnya penyakit didalam rumah. Bila salah satu keluarga mengalami gangguan kesehatan yang bersifat menular maka akan mempengaruhi anggota keluarga lainya.
35
dilakukan dapat menimbulkan pencemaran udara dalam rumah dan berpengaruh terhadao kesehatan balita seperti :
a. Kebiasaan merokok
36
Asap rokok dari seseorang yang merokok dalam rumah, tidak saja merupakan bahan pencemaran dalam ruang yang serius melainkan juga akan menyebabkan kesakitan dari toksik yang lain dan anak-anak yang terpapar asap rokok dapat menimbulkan gangguan pernapasan terutama memperberat timbulnya Infeksi Saluran Pernapaasan Akut dan gangguan paru-paru pada waktu dewasa nanti ( Avrianto, 2006). Menurut penelitian Wattimena (2004) bahwa rumah yang penghuninya mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah berpeluang meningkatkan kejadian ISPA pada balita 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang penghuninya tidak merokok.
b. Bahan bakar memasak
37
cadmium dimana jika terhirup atau masuk langsung ke pernafasan dapat menempel diparu-paru. Paparan partikel dengan kadar yang tinggi akan menimbulkan edema pada trachea, bronchus, dan bronchiolus.
Hasil Cahya (2011) menyatakan bahwa pencemaran udara akibat penggunaan bahan bakar dimungkinkan berperan walaupun kecil. Rumah dengan bahan bakar minyak tanah memberikan kesempatan 3,8 kali lebih besar balita terkena ISPA dibandingkan dengan bahan bakar gas.
c. Penggunaan obat nyamuk.
38
39
2.4 Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Hendrik L.Blum dalam Notoatmodjo (2003); Depkes RI, (2004); World Bank (2006) dan peneliti lain.
Faktor Lingkungan a. Rumah :
Kepadatan Hunian Ventilasi udara Pencahayaan rumah Kelembapan
Suhu dalam ruang Letak dapur Lantai rumah Dinding rumah
b. Sosial-Ekonomi
a. Pendidikan orang tua b. Pekerjaan orang tua
Faktor Perilaku :
a. Kebiasaan merokok b. Bahan bakar masak c. Penggunaan obat nyamuk.
40
BAB III
KERANGAKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
.3.1 KERANGKA KONSEP
41
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
ISPA
Faktor Lingkungan dalamRumah :
Kepadatan Hunian Rumah
Ventilasi rumah Kelembaban udara Faktor individu balita :
Status gizi Pemberian ASI
eksklusif
Faktor Perilaku :
Kebiasaan merokok
Faktor Sosial:
42
3.2 DEFINISI OPERASIONAL
Variabel Dependen
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Kategori 1. ISPA pada
Balita
Balita yang mengalami gangguan penyakit infeks saluran pernafasan akut atas pada anak berusia 1-5 tahun (Depkes RI, 2007)
wawancara kuisioner Ordinal 0= Mengalami ISPA 1=Tidak Mengalami ISPA
Variabel Independen 1. Kelembaban Persentase kandungan uap air udara
dalam ruangan tempat balita tidur (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999)
Pengu-kuran
Hygrometer Ordinal 0=Tidak memenuhi syarat (TMS), jika kelembaban dalam ruang kelas <40%atau >60% (DepKes RI, 2011)
1=Memenuhi syarat (MS), jika
kelembaban dalam ruang kelas 40-60% (Permenkes RI
No.1077/MENKES/PER/V/2011) 2. Kepadatan
hunian rumah
Perbandingan luas lantai rumah(m2 ) dengan jumlah orang penghuni rumah. (Kepmenkes,1999)
Pengu-kuran dan wawancara
Kuisioner dan rollmeter
Ordinal 0=Tidak memenuhi syarat(TMS) (10m2/orang)
43
3. Ventilasi Perbandingan luas lantai kamar dengan luas jendela dan lubang angin kamar balita dan lubang angin yang dapat menghubungkan udara dalam rumah dengan udara luar di ruangan tidur balita .(Kepmenkes,1999).
Observasi dan
pengukuran
rollmeter Ordinal 0=Tidak memenuhi syarat (TMS), jika luas ventilasi<10% dari luas lantai 1=Memenuhi syarat (MS), jika luas
ventilasi≥10% dari luas lantai
4 Status Gizi Keadaan gizi anak balita saat dilakukan penelitian diukur berdasarkanBB/U. (1995/MENKES/SK/XII/2010) Wawancar, pengukuran Timbangan dan daftar pertanyaan
Ordinal 0= Gizi Kurang(-3,0 SD s/d -2SD) 1= Gizi Baik (-2,0 SD s/d +3SD)
5. Kebiasaan merokok
Ada atau tidaknya anggota keluarga yang merokok didalam rumah.
Wawancara Daftar pertanyaan
Ordinal O= Ada 1= Tidak 6. Pendidikan
orang tua
Pendidikan formal yang sudah diselesaikan orang tua.
Wawancara Daftar pertanyaan
Ordinal 0=Rendah ( Tidak Sekolah, Tamat SD, SMP, SMA)
1=Tinggi ( Tamat D3, Sarjana) 7. Pemberian Asi
Ekslusif
Pemberian Asi yang dilakukan oleh ibu selama kurun waktu 6 bulan tanpa disertai makanan tambahan.
Wawancara Daftar pertanyaan
44
3.3HIPOTESIS
1. Ada hubungan antara ventilasi terhadap ISPA di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
2. Ada hubungan antara kepadatan hunian terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013..
3. Ada hubungan antara kelembaban terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
4. Ada hubungan status gizi terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
5. Ada hubungan pemberian ASI ekslusif terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahunn 2013.
6. Ada hubungan kebiasaan merokok terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
45
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu survei analitik atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena/ faktor resiko dengan efek atau akibat dari adanya faktor resiko. Faktor resiko adalah faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya efek (pengaruh). Dalam penelitian ini, faktor resiko yang disebut sebagai variabel independen meliputi kebiasaan merokok, status gizi, pemberian asi ekslusif dan status imunisasi, kepadatan hunian, ventilasi rumah, kelembapan dan pendidikan orang tua. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dan efek dengan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/
point time (Notoatmodjo, 2010).
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
46
4.2.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah anak balita yang berumur 1-5 tahun yang melakukan pemeriksaan ke Posyandu bulan terakhir yakni Juli/Agustus yang ada dikelurahan Ciputat. Perhitungan jumlah sampel balita yang akan diambil diperoleh dengan rumus besar sampel menurut Lemeshow (1997) dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi, yaitu :
Keterangan :
n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1 : Proporsi variabel kebiasaan merokok didalam rumah balita yang mengalami ISPA sebesar 61% ( Irianto, 2006)
P2 : Proporsi variabel kebiasaan tidak merokok didalam rumah balita yang mengalami ISPA sebesar 34,6% (Irianto, 2006)
P : Rata-rata proporsi
Z1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5%=1,96
[image:64.612.111.529.233.656.2]Z1-β : Kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 80%=0,84
Tabel 4.2.3 Hasil Perhitungan Sampel
Variabel P1 P2 α (%) β (%) N
Kelembapan
P1: Tidak Memenuhi Syarat P2: Memenuhi Syarat
0,778 0,271 5 80 12
10 9
47
(Fidiani,2006) 5 90 16
10 12
1 24
Status Gizi P1: Gizi Kurang P2: Gizi Baik (Wattimena,2004)
0,821 0,435 5 80 18
10 13
1 30
5 90 38
10 19
1 25
Ventilasi
P1: Tidak Memenuhi Syarat P2:Memenuhi Syarat
(Wattimena,2004)
0,714 0,353 5 80 23
10 17
1 37
5 90 31
10 24
1 48
Kebiasaan Merokok P1: Ada
P2:Tidak Ada (Irianto,2006)
0,602 0,341 5 80 44
10 32
1 71
5 90 60
10 46
1 91
Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel diatas, jumlah sampel yang akan diambil adalah yang paling besar yakni 44 orang (P1: kebiasaan merokok didalam rumah balita yang mengalami ISPA dan P2: Proporsi kebiasaan tidak merokok didalam rumah balita yang mengalami ISPA) pada α : 5% dan β : 80%). Dari hasil tersebut kemudian dilakukan perhitungan sampel minimal dengan menggunakan perbandingan dari hasil Lindawaty, 2003 yaitu hasil dari responden yang tidak mengalami ISPA sebesar 49,7% :
44 =
N =
48
Jadi total keseluruhan sampel yang akan diambil yaitu 88 balita di seluruh kelurahan Ciputat.
4.2Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Ciputat dengan data Posyandu di masing-masing RW terhadap responden ibu balita dengan tahapan sbb :
1. Jumlah balita (populasi balita) diambil dari 13 RW dengan data posyandu di Kelurahan Ciputat.
2. Balita tercatat melakukan pemeriksaan di Posyandu terakhir pada bulan Agustus 2013.
3. Sampel diambil dengan membagi jumlah populasi dengan jumlah sampel untuk mendapatkan interval sampel. Interval yang didapat yakni 6. Jadi dihitung dari no.1 populasi sampai no.6 dijadikan nomor sampel 1 seterusnya dilakukan sampai nomor urut sampel 88.
4.3 Jenis Data
Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti yang diperoleh secara langsung dari responden ibu balita berupa kuisioner dengan melakukan wawancara.
49
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan dari bulan Agustus-September 2013 mulai dari tahap pengumpulan sampai laporan hasil. 4.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data masing-masing variabel dilakukan dengan beberapa cara yakni:
1. Kelembapan dengan hygrometer. 2. Ratio ventilasi menggunakan rollmeter
3. Kepadatan Hunian rumah dengan meteran dan daftar pertanyaan. 4. Kebiasaan merokok dengan wawancara.
6. Status Gizi balita berdasarkan BB/U 7. Pendidikan dengan kusioner.
8. ISPA dengan kusioner. 4.6Pengolahan Data
Semua data yang telah terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Variabel yang sudah dikategorikan sesuai dengan definisi operasional, diinput kedalam SPSS untuk dilakukan pengolahan data.
50
3. Setelah semua hasil dimasukan, kemudian lakukan analisis univariat untuk mengetahui frekuensi masing-masing variabel dengan cara Klik Analyze, pilih Descriptive Statistics, pilih Frequencies . Kemudian masukan satu persatu variabel yang akan dilihat kemudian akan muncul di output spss. 4. Setelah melakukan analisis univariat, kemudian lakukan analisis bivariat
dengan uji chi-square untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen dengan cara Klik Analyze, Pilih Descriptive Statistics, Pilih Crosstab .Kemudian masukan satu persatu di kolom independen variabel yang akan dilihat dengan variabel dependen ISPA.
4.7Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel dependen dan independen. Mengingat pada penelitian ini menggunakan data kategorik maka hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Tujuan analisis bivariat dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan faktor lingkungan fisik rumah, faktor individu balita, faktor prilaku, faktor sosial sebagai variabel independen terhadap ISPA pada balita. Uji yang digunakan yaitu
Chi-Square , dengan nilai tingkat kemaknaan adalah 5%.
Apabila nilai p<α maka hasilnya bermakna secara statistik atau terdapat
51
52
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1Gambaran Umum Kelurahan Ciputat
Kelurahan Ciputat merupakan salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Luas wilayah Kelurahan Ciputat ±183,34 Ha/km2 dengan kondisi geografis penuh dengan pemukiman masyarakat. Adapun batas wilayah Kelurahan Ciputat adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kelurahan Sawah Lama
Sebelah Selatan : Kelurahan Pondok Cabe Ilir
Sebelah Barat : Kelurahan Kedaung & Kelurahan Pamulang Timur
Sebelah Timur : Kelurahan Cempaka Putih/Kelurahan Cipayung
53
5.2Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran frekuensi dari setiap variabel dependen dan independen pada 88 balita yang berasal dari hasil statistik data primer di Kelurahan Ciputat tahun 2013 sebagai berikut :
5.2.1 Gambaran Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita
[image:71.612.114.529.187.547.2]Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukan presentase ISPA pada balita di kelurahan Ciputat sebagai berikut :
Tabel 5.1
Distribusi ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013
Balita Frekuensi Presentase
Mengalami ISPA 45 51,1%
Tidak Mengalami ISPA 43 48,9%
Jumlah 88 100%
Pada tabel 5.1 didapat presentase balita yang mengalami ISPA sebesar 45 balita (51,1%) dan 43balita(48,9%) tidak mengalami ISPA.
5.2.2 Gambaran Status Gizi Balita
54
Tabel 5.2
Distribusi Status Gizi di Kelurahan Ciputat tahun 2013
Status Gizi Frekuensi Presentase
Gizi Kurang 14 15,9%
Gizi Baik 74 84,1%
Jumlah 88 100%
Pada tabel 5.2 didapatkan bahwa sebanyak 14 balita (15,9%) mengalami gizi kurang dan 74 balita (84,1%) mengalami gizi baik.
5.2.3 Gambaran Status Imunisasi
[image:72.612.112.529.141.593.2]Hasil pengolahan data status imunisasi pada balita di kelurahan Ciputat menunjukan presentase sebagai berikut :
Tabel 5.3
Distribusi Status Imunisasi di Kelurahan Ciputat tahun 2013
Status Imunisasi Frekuensi Presentase
Tidak Lengkap 7 8%
Lengkap 81 92%
Jumlah 88 100%
55
5.2.4 Gambaran Asi Eksklusif
[image:73.612.112.541.155.710.2]Hasil pengolahan data berikut menunjukkan presentase pemberian Asi Eksklusif pada balita dikelurahan Ciputat sebagai berikut :
Tabel 5.4
Distribusi Pemberian Asi Eksklusif pada Balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013
Asi Ekslusif Frekuensi Presentase
Tidak 69 78,4%
Ya 19 21,6%
Jumlah 88 100%
Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan bahwa dari 88 balita, 69 balita (78,4%) tidak diberikan Asi Eksklusif dan 19 balita (21,6%) diberikan Asi Eksklusif.
5.2.5 Gambaran Kelembaban
Hasil perhitungan statistik menunjukkan presentase kelembaban kamar tidur balita dikelurahan Ciputat sebagai berikut :
Tabel 5.5
Distribusi Kelembaban kamar tidur Balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013
Kelembaban Frekuensi Presentase
Tidak Memenuhi Syarat 13 14,8%
Memenuhi Syarat 75 85,2%
56
Hasil penelitian pada tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 88 kamar balita dikelurahan Ciputat, 13 kamar balita (14,8%) memiliki kelembaban yang tidak memenuhi syarat yakni 40% - 70% & 75 balita (85,2%) memiliki kelembaban memenuhi syarat yakni 40% - 70%.
5.2.6 Gambaran Ventilasi
[image:74.612.108.534.119.510.2]Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, gambaran ventilasi rumah balita dikelurahan Ciputat sebagai berikut :
Tabel 5.6
Distribusi Ventilasi Rumah Balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013
Ventilasi Frekuensi Presentase
Tidak Memenuhi Syarat 51 58%
Memenuhi Syarat 37 42%
Jumlah 88 100%
Hasil uji statistik pada tabel 5.6 diperoleh gambaran sebesar 51 rumah balita (58%) memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat (<10% dari luas rumah) dan 37 rumah balita (42%) memiliki ventilasi yang memenuhi syarat yang ditentukan yakni >10% dari luas tanah.