• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular terdiri atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (WHF, 2017).

2.3.1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Kolesterol

Kadar lipid yang abnormal dalam darah merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. Kolesterol adalah zat berlilin yang ditemukan di antara lipid dalam darah dan di semua sel tubuh. Kolesterol digunakan untuk membentuk sel dan hormon. Tubuh manusia dapat menghasilkan kolesterol dan kolesterol juga ditemukan di dalam sumber makanan seperti susu dan keju.

Kolesterol dibawa melalui darah oleh partikel yang disebut lipoprotein: low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol LDL yang tinggi menyebabkan aterosklerosis yang akan meningkatkan risiko serangan jantung. Kolesterol HDL mengurangi risiko penyakit kardiovaskular karena HDL akan mengeluarkan kolesterol yang berlebih dalam aliran darah.

Tabel 2.1 Klasifikasi LDL dalam darah

Kadar LDL Keterangan

<100 mg/dl Optimal

100 – 129 mg/dl Diatas optimal

130 – 159 mg/dl Batas Tinggi

160 - 189 mg/dl Tinggi

≥ 190 mg/dl Sangat tinggi

Sumber: National Institute of Health, 2001

Tabel 2.2 Klasifikasi HDL dalam darah

Kadar HDL Keterangan

<40 mg/dl Rendah

≥ 60 mg/dl Tinggi

Sumber: National Institute of Health, 2001

Trigliserida merupakan jenis lemak yang paling umum dalam tubuh. Kadar trigliserida normal bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Kadar trigliserida yang tinggi dikombinasikan dengan kadar kolesterol LDL yang tinggi sehingga akan mempercepat proses pembentukan aterosklerosis yang akan meningkatkan risiko serangan jantung.

Tabel 2.3 Klasifikasi kadar trigliserida dalam darah

Kadar Trigliserida Keterangan

<150 mg/dl Normal

150 – 199 mg/dl Batas tinggi

200 – 499 mg/dl Tinggi

>500 mg/dl Sangat tinggi

Sumber: National Institute of Health, 2001

b. Hipertensi

Tekanan darah tinggi secara terus-menerus menambah beban pembuluh arteri perlahan-lahan, sehingga arteri mengalami proses pengerasan, menjadi tebal dan kaku sehingga mengurangi elastisitasnya. Selain itu, tekanan darah yang terus menerus tinggi dapat menyebabkan dinding arteri rusak atau luka dan mendorong proses terbentuknya pengendapan plak arteri koroner (aterosklerosis). Semakin berat kondisi hipertensi semakin besar risiko yang ditimbulkan untuk penyakit kardiovaskular (Kemenkes, 2009).

Peningkatan tekanan darah pada seseorang yang berusia kurang dari 50 tahun dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular. Seiring bertambahnya usia, tekanan darah sistolik menjadi prediktor penting sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit jantung saat ini. Terdapat 970 juta orang di seluruh dunia menderita hipertensi. Di negara-negara maju sekitar 330 juta orang menderita hipertensi dan 640 juta orang di negara berkembang menderita hipertensi (Kemenkes, 2009).

Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes, target tekanan darahnya adalah

<130/80 mmHg (Nuraini, 2015). Hipertensi merupakan penyebab kematian dini di seluruh dunia dan kejadian hipertensi terus bertambah. Pada tahun 2025, diperkirakan akan ada 1,56 miliar orang dewasa hidup dengan tekanan darah tinggi (WHO, 2017)

Tabel 2.4 Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII 2003

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Pre-hipertensi 120-139 80-90

Hipertensi Derajat 1 140-150 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2009 c. Merokok

Risiko penyakit jantung koroner pada perokok 2-4 kali lebih besar daripada yang bukan perokok. Kandungan zat racun dalam rokok antara lain tar, nikotin dan karbon monoksida. Rokok menyebabkan penurunan kadar oksigen ke jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, penurunan kadar kolesterol HDL, peningkatan penggumpalan darah, dan kerusakan endotel pembuluh darah koroner (Kemenkes, 2009).

Nikotin yang terdapat di dalam rokok menyebabkan seseorang kecanduan dan meningkatkan denyut jantung serta meningkatkan tekanan darah. Pada wanita yang

merokok memiliki risiko serangan jantung lebih tinggi daripada pria yang merokok.

Jika seorang wanita merokok 3-5 batang sehari, maka akan menggandakan risiko serangan jantung. Jika seorang pria merokok 6-9 batang sehari akan melipat gandakan risiko serangan jantung (WHF, 2017).

Mengurangi risiko merokok tetap akan menyebabkan banyak kerusakan, berhenti merokok secara efektif akan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular seperti orang yang tidak pernah merokok dalam jangka waktu tertentu. Merokok adalah penyebab utama penyakit jantung. Diperkirakan merokok meningkatkan risiko stroke, penyakit jantung koroner, dan impotensi hingga 100% (Kemenkes, 2009).

d. Perilaku Makan

Peran diet sangat penting dalam pencegahan penyakit kardiovaskular. Pola makan yang tinggi lemak jenuh akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Diperkirakan menyebabkan sekitar 31% penyakit jantung koroner dan 11%

stroke di seluruh dunia. Kadar lipid darah yang tidak normal memiliki korelasi yang kuat dengan penyakit arteri koroner dan serangan jantung. Makanan yang mengandung tinggi lemak jenuh seperti keju akan meningkatkan kadar kolesterol serta terbentuknya aterosklerosis (WHF, 2017).

Risiko penyakit kardiovaskular dapat terjadi jika asupan lemak yang dikonsumsi lebih dari 37% dari total kalori. Asupan lemak tidak boleh melebihi 10% dari total energi dan untuk kelompok yang berisiko tinggi, seperti penderita diabetes, asupan lemak total harus 7% atau kurang dari total energi (WHF, 2017).

Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular.

Jika seseorang mengonsumsi banyak garam, maka akan berisiko menderita hipertensi. Kadar natrium yang direkomendasikan adalah tidak lebih 2000 miligram natrium yang setara 5 gram garam (1 sendok teh) (Backer, 2017). Diperkirakan bahwa pengurangan konsumsi 3 gram garam, akan mengurangi 50% kejadian hipertensi dan penurunan jumlah kematian akibat penyakit jantung koroner sebesar 16%. Konsumsi serat dapat membantu menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol

sehingga menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian menunjukan bahwa diet serat dengan cara mengkonsumsi makanan tinggi serat yang terdapat pada sereal, kacang merah, buah-buahan dan sayuran dapat menurunkan kadar kolesterol di dalam darah hingga 10% pada penderita hiperkolestrolemia (Yoeantafara and Martini, 2017).

e. Obesitas

Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sidartawan, 2009)

Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik. Distribusi lemak tubuh berperan penting dalam peningkatan faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Penumpukan lemak di bagian sentral tubuh akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Lingkar perut ≥ 90 cm untuk pria dan

≥ 80 cm untuk wanita (Obesitas Sentral) akan meningkatkan penyakit jantung dan pembuluh darah (Kemenkes, 2009).

Nilai IMT dihitung dengan rumus:

IMT = BB[kg]

TB²[m²]

Keterangan:

BB: Berat badan dalam satuan kilogram

TB: Tinggi badan dikuadratkan dalam satuan meter

Tabel 2.5 Klasifikasi IMT orang dewasa menurut WHO

Klasifikasi IMT (kg/m²)

Berat Badan Kurang < 18,5

Berat Badan Normal 18,5 – 24,9

Berat Badan Lebih >25

Pra-Obesitas 25,0 – 29,9

Obesitas Tingkat I 30,0 – 34,9

Obesitas Tingkat II 35,0 – 39,9

Obesitas Tingkat III >40

Sumber: World Health Organization technical series, 2000

2.3.2 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia

Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat pada usia di atas 55 tahun untuk laki-laki dan di atas 65 tahun untuk perempuan (Kemenkes, 2009).

Faktor risiko penyakit kardiovaskular dapat terjadi pada usia berapa pun namun akan meningkat seiring bertambahnya usia (CDC, 2017). Pada wanita usia lanjut yang memiliki kadar kolesterol total dan tekanan darah yang normal, tidak adanya intoleransi glukosa, dan berhenti merokok diprediksi dapat meningkatkan kelangsungan hidup hingga usia 85 tahun (Dellara, Michael, and Vasan, 2005).

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin pria mempunyai risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Kemenkes, 2009). Pria lebih sering menderita aterosklerosis dibandingkan wanita, karena diduga faktor hormonal seperti esterogen yang melindungi wanita. Setelah menopause perbandingan wanita dan pria yang menderita aterosklerosis adalah sama (Kusmana and Hanafi, 1996).

c. Riwayat Keluarga

Jika seseorang memiliki riwayat keluarga seperti ayah atau saudara laki-laki yang menderita serangan jantung sebelum usia 55 tahun, atau saudara perempuan menderita serangan jantung sebelum usia 65 tahun, maka akan memiliki risiko lebih besar terkena penyakit jantung. Jika kedua orang tua menderita penyakit jantung sebelum usia 55 tahun, risiko untuk terkena penyakit jantung dapat meningkat hingga 50% dibandingkan dengan populasi umum (WHF, 2017).

Penelitian telah menunjukkan komponen genetik pada hipertensi dan kadar lipid yang tidak normal merupakan faktor yang berhubungan dengan perkembangan penyakit kardiovaskular. Salah satu faktor keturunan adalah kadar kolesterol tinggi. Ketika kadar kolesterol tinggi, maka akan terjadi penumpukan low density lipoprotein (LDL) dalam darah dan menyebabkan penyakit jantung koroner (WHF, 2017).

Diabetes tipe 2 juga memiliki komponen genetik. Jika salah satu orang tua menderita diabetes, maka akan beresiko lebih tinggi untuk terkena penyakit ini.

Diabetes tipe 2 adalah faktor lain untuk perkembangan penyakit kardiovaskular.

Perkembangan penyakit kardiovaskular melibatkan banyak faktor berbeda, bukan hanya riwayat keluarga. Sehingga, faktor risiko lainnya pun harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya penyakit kardiovaskular (WHF, 2017)

d. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Dyah, 2009).

Gejala khas DM antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan), dan berat badan menurun tanpa sebab yang

jelas. Gejala tidak khas DM yaitu kesemutan, infeksi yang sulit sembuh, gatal, penglihatan kabur, cepat lelah, gangguan disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita (Dyah, 2009).

Tabel 2.6 Kriteria diagnosis DM

Kriteria Diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam 3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Diabetes melitus tidak dapat disembuhkan, tetapi kadar glukosanya dapat dikurangi, dalam penatalaksanaan dan kontrol diabetes. Bukan hanya glukosa darah yang perlu diperiksa tetapi juga kadar HbA1C penting pula untuk diperiksa sebagai pengendalian diabetes yang lebih baik dibandingkan glukosa. Kadar HbA1c yang menandakan kontrol glikemik yang baik pada penderita diabetes melitus tipe 2 adalah ≤ 7,5% (Amran and Rahman, 2018).

Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga membuat pembuluh darah lebih rentan terhadap kerusakan akibat aterosklerosis dan hipertensi. Orang dengan diabetes cenderung mengalami serangan jantung dibandingkan orang yang tidak diabetes. Gula darah terkontrol dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular hingga 50% dan risiko serangan jantung atau kematian akibat penyakit kardiovaskular hingga 57% (WHF, 2017).

2.4 PENGETAHUAN

Dokumen terkait