• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F. Perilaku

1. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Perilaku seseorang dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan perilaku disebut determinan. Selanjutnya Lawrence Green menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama (Green, 2005), yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)

Faktor-faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.

Dari hasil penelitian Wandasari (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku konsumsi di dalam keluarga dengan nilai (p < 0,05) dengan r sebesar 0,849 (Wandasari, 2014). Selain pengetahuan terdapat pula hubungan antara sikap dengan pola makan dengan nilai pvalue = 0,001 (Suci, 2011).

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan tersebut, contoh faktor pemungkin salah satunya adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku tersebut.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Contohnya faktor penguat salah satunya adalah sikap dan perilaku dari keluarga dan tokoh masyarakat.

Dari teori Green di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,tradisi dan lain-lain, yang berasal dari dalam diri orang yang bersangkutan. Disamping itu ketersedian fasilitas, status ekonomi, dukungan keluarga dan tokoh masyarakat juga mendukung dan memperkuat terbentuknya suatu perilaku (Mubarak, 2007).

a. Cara Merubah Perilaku

Menurut Mubarak (2007), perilaku seseorang dapat dirubah diantaranya dengan cara sebagai berikut :

1. Kesungguhan, manusia merupakan individu yang mempunyai sikap, kepribadian dan latar bekang sosial ekonomi yang berbeda, maka perlu kesungguhan dari berbagai komponen masyarakat untuk ikut andil dalam mengubahperilaku.

2. Diawali dari lingkungan keluarga, peran orangtua sangat membantu untuk menjelaskan serta memberikan contoh mengenai apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan.

3. Pemberian penyuluhan, disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan norma sosial budaya yang dianut.

b. Perilaku Makan

Perilaku makan adalah cara seseorang berpikir, pengetahuan dan berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan itu dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Jika keadaan itu terus menerus berulang makatindakan tersebut akan menjadi kebiasaan makan (Khumaidi dalam (Tarigan, 2012)).

Perilaku makan atau perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai sumber kebutuhan bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik atau perilaku terhadap suatu makanan serta unsur-ubsur yang terkandung di dalamnya, pengolahan makanan dan sebagainya.

Kebiasaan makan adalah cara-cara individu dan kelompok memilih, mengonsumsi, menggunakan makanan-makanan yang tersedia didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan budaya tempat mereka tinggal. Kebiasaan makan dipegaruhi oleh dua faktor diantaranyafaktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi asosiasi emosional, keadaan jasmani dan rohani dan

penilaian terhadap makanan itu sendiri. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan, sosial, ekonomi, budaya dan agama (Khumaidi dalam (Tarigan, 2012)). 2. Pengetahuan

a. Definisi

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melalui proses penginderaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh H. L. Bloom, menurutnya pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb). Dengan sendirinya, saat penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Sunaryo (2004) pengetahuan juga di pengaruhi oleh hasil penginderaan manusia terhadap objek tertentu yang dipengaruhi intensitas, terutama dipengaruhi oleh indera pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Menurut Rogers (1974) sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2007) :

1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Menurut Bloom pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2010) :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai recall atau mengingat memori yang sebelumnya telah diamati. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan - pertanyaan. Ketidaktahuan masyarakat tentang kondisi kerang yang tercemar dapat diketahui dengan melihat apakah masyarakat masih mengkonsumsi kerang yang telah tercemar logam timbal dan jawaban mereka ketika ditanya mengenai tercemarnya kerang hijau yang mereka konsumsi.

2) Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar objek yang diketahui tersebut. Seseorang dinyatakan telah memahami pencemaran oleh logam timbal apabila dapat menjelaskan secara lengkap meliputi sumber pencemaran dan efek yang ditimbulkan terhadap kesehatan jika terus mengonsumsi.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek dapat mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya tersebut pada situasi lain. Seseorang anggota masyarakat pada tingkat aplikasi dapat menerapkan teori dengan memperhatikan dan tidak mengkonsumsi kerang hijau yang telah tercemar logam timbal.

4) Analisis (analysis)

Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah jika orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Kemampuan masyarakat dalam menganalisis keberadaan logam timbal pada kerang hijau yang mereka konsumsi, kerugian dan akibat jika mengkonsumsinya.

5) Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain seseorang mampu menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada. Seseorang pada tingkatan ini diharapkan mampu menghubungkan teori tentang sumber pencemaran logam timbal pada kerang hijau dan kerugian bagi kesehatan jika mengonsumsi kerang hijau yang tercemar logam timbal.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam tingkat ini seseorang dapat melakukan penilaian terhadap keberadaan logam timbal dalam kerang hijau kemudian tidak mengkonsumsinya

b. Cara Menilai Pengetahuan

Cara untuk mengukur pengetahuan seseorang dengan mengajukan pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket dan kuesioner. Indikator pengetahuan kesehatan seseorang adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase kelompok responden tentang variabel-variabel atau komponen-komponen kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Dalam hal ini pengukuran pengetahuan menggunakan kuesioner, dengan penilaiannya menggunakan skor. Setiap jawaban benar dari item pertanyaan pengetahuan diberikan skor 1 dan bila salah diberi skor 0. Sehingga setiap pedagang yang tahu mempunyai total skor pengetahuan, kemudian dilakukan perhitungan proporsi jawaban benar yang dinyatakan dalam persentase (%).

Kriteria pengetahuan menurut (Widjaya, 2013) dengan kategori sebagai berikut:

1) Tinggi : Jika nilai lebih besar dari pada mean atau median 2) Rendah : Jika nilai lebih rendah dari pada mean atau median 3. Sikap

a. Definisi

Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakukan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Menurut Notoadmodjo (2010), sikap juga merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dsb.

Menurut Zuriah (2003), sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu.

Sedangkan sikap positif adalah kecenderungan untuk mendekati, menyenangi dan menghadapkan objek tertentu.

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, yakni sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap kesehatan terkait makanan sehat dapat dilihat dari kesadaran dan perhatian orang itu terhadap promosi-promosi terutama mengenai makanan yang sehat.

b. Menanggapi atau merespon (responding)

Menanggapi yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu usaha untuk mengerjakan tugas yang diberikan atau menjawab pertanyaan. Misalnya sikap seseorang menyikap dan menanggapi tentang pencemaran oleh logam timbal pada kerang hijau.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai.

d. Bertanggung Jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

b. Cara Menilai Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju”dan “tidak setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai objek tertentu. Menurut Lickert penilaian pendapat terbagi mejadi 5 kategori: (5) bila sangat setuju; (4) bila setuju; (3) bila biasa saja; (2) bila tidak setuju; (1) bila sangat tidak setuju. (Notoatmodjo, 2010).

G. Gambaran Teluk Jakarta 1. Lokasi dan Kualitas Perairan

Teluk Jakarta terletak pada 06000’40” LS dan 05054’40”LS serta 106040’45”BTdan 107001’19”BT. Teluk Jakarta adalah teluk yang berada di perairan laut Jawa yang terletak di sebelah Utara Provinsi DKI Jakarta Topografi Teluk Jakarta umunya didominasi oleh lumpur, pasir dan krikil. Lumpur banyak terdapat di bagian pinggir dan tengah teluk, sedangkan pasir semakin menonjol di bagian laut lepas.

Menurut data BPLHD dan KP2L Provinsi DKI Jakarta kondisi fisik perairan Teluk Jakarta sebagai berikut (BPLHD, 2013):

a. Kedalaman Teluk Jakarta berkisar dari 4,00 – 29,0 meter.

b. Kemiringan dasar lautnya ke arah utara, artinya makin ke utara makin dalam.

c. Kedalaman di muara berkisar 0,50 – 3,00 meter.

d. Pada daerah pesisir dalam waktu 24 jam terjadi satu kali pasang tertinggi dan satu kali surut rendah.

e. Pada musim kemarau perbedaan pasang surut sekitar 1,2 meter dan besaran diurnal pada mulut Teluk Jakarta 3,8 meter di Tanjung Pasir besaran diurnalnya 2,6 meter sedangkan di Kepulauan Seribu adalah 4,2 meter.

f. Kecepatan arus berkisar antara 0,20 – 1,20 m/detik dengan arah barat (3320) sampai dengan tenggara (1440).

g. Umumnya tinggi gelombang di Teluk Jakarta berkisar antara 0,1 – 1 meter, dengan periode 1 sampai 8 detik dan memiliki panjang gelombang 1 – 21 meter.

h. Suhu di perairan laut berkisar antara 27,90 – 28,870C. i. Salinitas perairan laut berkisar antara 31,50 – 32,590/00

Teluk Jakarta membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat hingga Tanjung Kerawang di bagian Timur dan merupakan muara dari 13 sungai yang berada di kota Jakarta. Sungai tersebut diantaranya adalah sungai Cisadane di bagian Barat, sungai Ciliwung di bagian tengah dan sungai Citarum serta sungai Bekasi yang berada dibagian Timur (BPLHD, 2013).

Pencemaran yang terjadi di Teluk Jakarta umumnya diakibatkan oleh pembuangan industri kertas, minyak goreng dan industri pengolahan logam di kawasan Pantai Marunda (Widiowati et al., 2008).

2. Kondisi Pemukiman Kali Adem, Muara Angke Jakarta

Muara Angke terletak pada 6°6 21 LS,106°46 29.8 BT adalah pelabuhan kapal ikan atau nelayan di Jakarta. Ditandai dengan dioperasikannya penunjang kebutuhan nelayan seperti pelelangan ikan (struktur dan fasilitasnya). Secara administratif pemerintahan, Muara Angke terletak di Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Meski dikenal banyak oleh orang Jakarta bahwa Muara Angke sebagai kampung nelayan, tempat pelelangan dan pelabuhan ikan serta tempat makan ikan bakar. Namun sebenarnya Muara Angke menyimpan potensi lain. Kali Adem merupakan salah satu pemukiman kampung nelayan yang berada disekitar kawasan Muara Angke Jakarta Utara. Perkampungan ini dihuni oleh beberapa nelayan kerang sehingga mayoritas mata pencaharian penduduk disana adalah budidaya kerang hijau dipesisir wilayah perairan Teluk Jakarta.

H. Paradigma Kesehatan Lingkungan

Paradigma kesehatan lingkungan menggambarkan tentang hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia. Patogenesis suatu penyakit dalam perspektif atau paradigma kesehatan lingkungan dapat dijelaskan melalui teori berikut ini:

Gambar 2.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan Teori Simpul

Sumber : Achmadi 2013 Dengan mengacu kepada gambar diatas, patogenesis atau kejadian suatu penyakit berbasis lingkungan dapat diuraikan kedalam 5 simpul. Simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 disebut dengan media transmisi, simpul 3 disebut dengan perilaku pemajanan, simpul 4 disebut dengan kejadian sehat sakit dan yang terakhir simpul 5 variabel supra sistem, atau variabel yang dapat berpengaruh terhadap ke empat simpul tersebut (Achmadi, 2013). Untuk lebih jelasnya berikut ini uraian masing-masing simpul tersebut. Sumber - Alamiah - Kegiatan Manusia Dampak - Sakit - Sehat Perilaku Pajanan - Perilaku - Pengetahua n - Pendidika - Status Gizi - Kepadatan - Ekonomi Media Transmisi - Udara - Tanah - Air - Pangan - Vektor - Manusia

1. Simpul 1 Sumber Penyakit

Sumber penyakit adalah titik yang menyimpan atau mengadakan agen penyakit serta mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit. Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan). Agen penyakit juga dapat bertambah setiap hari, baik berupa sintesis atau senyawa baru dalam bentuk bahan kimia toksik maupun mikroorganisme baru berupa virus yang bermutasi.

Sumber penyakit dapat dikelompokan menjadi dua yaitu sumber penyakit alamiah seperti gunung merapi yang mengeluarkan gas beracun, dan proses pembusukan yang terjadi secara alamiah. Kedua adalah hasil kegiatan manusia, seperti pencemaran oleh industri, rumah tangga dll, termasuk juga bahan makanan yang tercemar (Achmadi, 2013). Dalam kasus ini sumber penyakit dapat berupa kerang hijau yang kadar pencemaran timbalnya sudah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan.

2. Simpul 2 Media Transmisi Penyakit

Komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada hakikatnya hanya ada lima media lingkungan yang lazim disebut sebagai media transmisi penyakit, yaitu:

a. Udara ambient,

b. Air, baik untuk konsumsi maupun keperluan lainnya c. Pangan atau makanan

d. Binatang atau vektor

e. Manusia melalui kontak langsung dengan manusia

Media transmisi tidak akan memiliki potensial penyakit kalau didalamnya tidak mengandung agen penyakit. Penyakit tidak menular pada hakikatnya juga dapat dipindahkan melalui perantara media transmisi terkecuali vektor. Agen penyakit tidak menular seperti bahan kimia toksik yang berasal dari sebuah sumber seperti, limbah buangan industri, knalpot atau hasil buangan transportasi dan lain-lain dapat terbawa melalui media air, pangan atau udara (Achmadi, 2013).

Dalam kasus ini media transmisi penyakit dapat berupa air laut yang tercemar limbah industri, transportasi dan pencemaran sungai serta kerang hijau yang dijual untuk konsumsi masyarakat.

3. Simpul 3 Perilaku Pemajanan

Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungannya yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit). Jumlah kontak pada setiap orang akan berbeda satu dengan yang lainnya tergantung kepada perilaku orang tersebut (Achmadi, 2013). Contoh pada kasus ini adalah kadar Pb di dalam tubuh seseorang berbeda-beda tergantung kepada berapa banyak orang tersebut mengonsumsi makanan yang

berpotensi tercemar logam Pb di dalamnya. Apabila kesulitan mengukur besaran agen penyakit, maka dapat juga mengetahui dengan cara tidak langsung yang disebut sebagai biomarker atau tanda biologi, contohnya adalah kadar Pb didalam darah atau urine.

4. Simpul 4 Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcame hubungan interaktif antara penduduk atau masyarakat dengan lingkungan yang membawa potensi bahaya gangguan kesehatan (agen penyakit). Manifestasi dampak akibat hubungan antara penduduk atau masyarakat dengan lingkungan menghasilkan penyakit pada penduduk atau masyarakat. Terdapat tiga tingkatan atau gradasi penderita penyakit yakni akut, subklinik dan penderita penyakit kategori samar atau subtle (Achmadi, 2013).

Kelompok penderita penyakit akut pada umumnya memiliki gejala penyakit yang jelas dan spesifik. Pada umumnya kategori akut ditangani atau dirawat di rumah sakit. Sedangkan tipe yang kedua memiliki gejala tidak khas atau tidak jelas, namun dengan pemeriksaan tambahan dapat diketahui atau dikenali kelompok tersebut menderita penyakit atau tidak. Tipe ketiga adalah kelompok subtle atau samar yaitu tidak memiliki gejala baik secara klinis maupun laboratorium. Tipe terakhir adalah kelompok masyarakat sehat yang harus dilindungi agar terhindar dari ancaman agen penyakit.

Dalam kasus ini kejadian penyakit dapat berupa kejadian penyakit kronis. Penyakit ini muncul dikemudian hari akibat dari paparan logam Pb

secara terus menerus dari mengonsumsi kerang hijau yang memiliki kadar Pb melebihi nilai ambang batas secara terus menerus.

5. Simpul 5 Variabel Supra Sistem

Kejadian penyakit itu sendiri dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5, yakni variabel supra sistem. Termasuk didalamnya adalah variabel iklim, topografi dan keputusan atau kebijakan yang diambil atau dibuat. Sehingga dapat mempengaruhi setiap simpul yang mempengaruhi kejadian penyakit (Achmadi, 2013). Dalam kasus ini variabel supra sistem dapat berupa nilai ambang batas kadar Pb yang diperbolehkan baik di air laut ataupun di dalam bahan pangan yang di tetapkan oleh pemerintah atau standar lain yang dapat digunakan serta diakui oleh masyarakat.

I. Kerangka Teori

Teori L. Green (Green, 2005) Teori Simpul (Achmadi, 2013)

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Modifikasi Sumber : L. Green 2005 ; Achmadi, 2013, dan Mckenzie dkk 2006 Faktor Predisposisi

- Pengetahuan - Sikap - Keyakinan - Nilai dan Tradisi

Faktor Reinforcing

- Dukungan Keluarga

- Tokoh Masyarakat Faktor Enabling - Sarana dan Fasilitas - Akses Terhadap

Kerang

- Status Ekonomi

Simpul 1 Sumber Pencemar Logam Timbal (Pb) - Limbah Industri - Limbah Transportasi - Limbah Domestik - Limbah Pertanian

Simpul 2 Media Transmisi Pencemaran Logam Timbal (Pb) Di Air Laut

Simpul 2 Media Transmisi Pencemaran Logam Timbal (Pb) Di Biota Laut (Kerang

Hijau) Simpul 3

Perilaku Mengonsumsi Kerang Hijau Tercemar Logam Pb

Simpul 4

Foodborn diseses atau gangguan efek kesehatan

Menurut Mckenzie (2006) penyakit bawaan makanan (foodborne disease) adalah penyakit yang disebabkan karena mengonsumsi makanan yang tercemar. Contoh pencemaran makanan adalah pencemaran oleh logam, salah satu nya adalah timbal (Pb). Menurut teori simpul, kejadian suatu penyakit adalah hasil hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia.

Pada simpul 1 menjelaskan mengenai sumber pencemaran timbal (Pb) yang menjadi agent penyakit, yang dapat berasal dari limbah industri, domestik, transportasi dll, kemudian simpul yang ke 2 merupakan media transmisi, dalam hal ini adalah air laut dan biota laut yaitu kerang hijau. Selanjutnya simpul yang ke 3 adalah perilaku pemajanan yang dalam hal ini adalah perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam Timbal (Pb).

Terakhir simpul ke 4 adalah kejadian sehat sakit, dalam hal ini adalah

foodborne disease. Perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam Timbal (Pb) menurut Green dalam Notoadmojo (2010) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor predisposisi, enabling dan reinforcing. Hasil uraian terkait simpul dan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku makan tersebut, maka dapat dibentuk suatu kerangka teori seperti yang digambarkan oleh gambar 2.3.

55 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori pada BAB II, diketahui bahwa interaksi antara lingkungan yang membawa bahaya patogen dengan perilaku manusia dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Dalam penelitian ini bahaya di lingkungan adalah pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau (Perna viridis), sedangkan interaksi terhadap manusia adalah perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam (Pb). Pada penelitian ini difokuskan untuk meneliti hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku konsumsi kerang hijau tercemar logam timbal (Pb) pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta.

Variabel-variabel lain yang tidak diteliti dikarenakan beberapa faktor, yaitu: a. Variabel Sumber Pencemaran

Variabel ini adalah salah satu variabel yang tidak diteliti karena tidak terdapatnya data terkait dengan dari mana saja sumber pencemaran logam timbal (Pb) berasal. Baik dari sektor industri, sektor pertanian, sektor domestik dan sektor transportasi. Akan tetapi persentase sumber pencemar didapatkan melalui data sekunder.

b. Variabel pencemaran logam Timbal (Pb) di laut

Variabel ini tidak diteliti dikarenakan variabel ini tidak bersinggungan langsung terhadap masyarakat. Berbeda dengan variabel pencemaran logam timbal (Pb) pada kerang hijau yang langsung dikonsumsi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Variabel ini tidak diteliti karena masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta tidak menggunakan air laut untuk keperluan mandi, sehingga logam yang ada di laut tidak berpengaruh langsung terhadap masyarakat yang ada di Muara Angke Jakarta.

c. Variabel foodborne disease atau gangguan kesehatan

Variabel ini tidak diteliti karena untuk mendapatkan efek kesehatan atau

foodborn disease dari logam timbal (Pb). Membutuhkan waktu yang lama karena efek kesehatan akibat logam timbal (Pb) sebagian besar bersifat kronik. d. Variabel faktor enabling dan reinforcing

Variabel faktor enabling dan reinfoceing ini tidak diteliti. Hal ini berdasarkan dari hasil observasi pada masyarakat di Kali Adem Muara Angke Jakarta bahwa faktor enabling dan reinforcing bersifat homogen pada masyarakat tersebut.

Faktor enabling terkait dengan sarana dan fasilitas, dalam hal ini terkait dengan kedekatan akses masyarakat Kali Adem dengan kelompok budidaya kerang hijau yang ada disana, jadi diasumsikan semua masyarakat di Kali

Dokumen terkait