• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Timbal (Pb)

1. Definisi Timbal

Timah hitam yang dikenal sebagai timbal atau plumbum (Pb) merupakan logam berat yang lunak, berwarna abu-abu metalik dan meleleh pada suhu 327,5oC. (Achmadi, 2013). Pb pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi, namun timbal (Pb) juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan kadar timbal (Pb) yang ada di alam (Widiowati dkk, 2008).

Timbal merupakan salah satu logam berat yang memiliki titik leleh rendah jika dibandingkan dengan logam berat lain. Logam yang berwarna abu-abu kebiruan dapat ditemukan setelah terjadi secara alami di kerak bumi. Namun jarang ditemukan secara alami sebagai logam. Logam biasanya ditemukan setelah dikombinasikan dengan dua atau lebih dari unsur lainnya, untuk membentuk senyawa timbal. Timbal dan paduan timbal lainnya biasanya banyak ditemukan dalam pipa, penyimpanan baterai, amunisi dan senjata, penutup kabel serta alat yang digunakan untuk melindungi dari radiasi, senyawa timbal juga banyak ditemukan sebagai zat tambahan di dalam cat (ATSDR, 2007).

2. Pencemaran Timbal (Pb)

Pencemaran timah hitam atau timbal di lingkungan baik yang berasal dari sumber alamiah atau perbuatan manusia pada umumnya melalui udara. Timbal di udara dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan dan air. Sehingga pajanan timbal terhadap manusia selain melalui pernapasan (Inhalasi) dapat pula masuk melalui oral (Ingesti). Buangan limbah industri merupakan sumber utama pencemaran oleh Pb di badan air atau perairan laut dan muara (Achmadi, 2013).

Timbal yang masuk ke dalam terdapat dalam berbagai macam bentuk. Diantaranya adalah air buangan limbah dari industri yang berkaitan dengan timbal (industri baterai, cat, elektronik, pipa dan lain-lain), limbah dari aktivitas pertambangan dan bahan bakar yang mengandung timbal. Buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan yang kemudian akan dibawa menuju lautan (Mulyawan, 2005)

3. Baku Mutu Timbal (Pb) a. Lingkungan

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Adapun baku mutu yang ditetapkan untuk air laut di bagi menjadi tiga bagian yaitu, baku mutu untuk perairan pelabuhan, baku mutu untuk wisata bahari dan baku mutu untuk biota laut.

Berikut ini baku mutu kadar logam terlarut yang diperbolehkan untuk biota laut yaitu :

Tabel 2.1

Baku Mutu Kadar Logam Terlarut yang diperbolehkan di Air Laut Untuk Biota Laut

No Parameter Logam Satuan Baku Mutu

1 Timbal (Pb) Mg/l 0,008

2 Raksa (Hg) Mg/l 0,001

3 Arsen (As) Mg/l 0,012

4 Kadmium (Cd) Mg/l 0,001

5 Tembaga (Cu) Mg/l 0,008

6 Kromium Heksavalen (Cr (VI)) Mg/l 0,005

7 Seng (Zn) Mg/l 0,05

8 Nikel (Ni) Mg/l 0,05

Sumber: Kepmen LH (2004)

Dari tabel di atas dapat diketahui baku mutu air laut untuk biota laut hanya memperbolehkan kadar Timbal (Pb) sebesar 0,008 Mg/l. Hal ini berarti kadar Timbal (Pb) yang di perbolehkan ada pada biota laut seperti ikan, plankton, udang dan termasuk juga kerang-kerangan sebesar 0,008, dan apabila nilai tersebut sudah dilampaui maka air laut tersebut dapat dikatakan sudah tidak sehat atau tidak baik lagi untuk keberlangsungan hidup biota laut. Sehingga dapat dikatakan jika biota (hewan laut) yang tinggal dalam air tercemar oleh timbal yang melebihi nilai batas ambang kadar Pb dalam air laut, maka biota tersebut sudah tidak sehat atau tidak baik lagi untuk dikonsumsi.

b. Bahan Pangan

SNI (Standar Nasional Indonesia) mengeluarkan batas maksimum logam berat, khususnya logam Timbal (Pb) yang diperbolehkan ada pada bahan pangan yang ada di Indonesia, Bahan pangan tersebut salah satunya adalah kerang-kerangan moluska dan teripang dengan kadar yang diperbolehkan sebesar 1,5 mg/kg (SNI, 2009). Sejalan dengan SNI, Kepala Badan POM RI mengeluarkan peraturan nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 mengenai penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan, dengan batas maksimum cemaran Pb dalam kerang adalah 1,5 mg/kg (BPOM RI, 2009). Sedangkan menurut WHO (1989), batas maksimum kandungan logam timbal (Pb) dalam tubuh biota laut yang masih cukup aman dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 µg per minggu (WHO, 1984).

4. Toksisitas dan Dampak Kesehatan Timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat toksis terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengonsumsi makanan, minuman atau melalui inhalasi udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata dan lewat parenteral. Toksisitas timbal bersifat akut dan kronis, logam timbal (Pb) lebih bersifat toksik pada anak-anak. Toksisitas akut timbal menimbulkan gangguan gastroinstestinal, seperti kram perut, kolik dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah dan sakit perut yang

hebat. Timbal bersifat akumulatif, berikut ini mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya (Widiowati dkk., 2008).

a. Sistem Haemopoietik : dimana Pb menghambat sistem pembentukan Hemoglobin (Hb) sehingga dapat menyebabkan anemia.

b. Sistem saraf : dimana Pb bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar dan delirium.

c. Sistem urinaria : dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis,

loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria.

d. Sistem gastro-intenstinal : dimana Pb menyebabkan kolik dan konstipasi.

e. Sistem kardiovaskular : dimana Pb bisa menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah.

f. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap Pb. Ibu hamil yang terkontaminasi Pb bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.

g. Sistem endokrin : dimana Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal

Pemaparan Pb dalam konsentrasi besar dapat menyebabkan keracunan Pb yang di tandai dengan Anemia dan gangguan pada sistem peredaran darah, kerusakan ginjal, kerusakan saraf, kelumpuhan parsial dan kerusakan otak. Gejala dari keracunan Pb adalah timbulnya rasa sakit di usus besar pada bagian perut, muntah-muntah dan kehilangan berat badan. Sedangkan pemaparan timbal dalam konsentrasi ringan dapat menyebabkan kerusakan otak yang ditandai dengan penurunan daya konsentrasi, kesulitan dalam belajar dan penurunan kapasitas intelektual (Yassi dkk, 2001).

Target utama untuk toksisitas timbal adalah sistem saraf, baik pada orang dewasa dan anak-anak. Paparan timbal juga dapat menyebabkan kelemahan dalam jari, pergelangan tangan, atau mata kaki. Paparan timbal juga menyebabkan peningkatan kecil dalam tekanan darah, terutama pada orang setengah baya dan lebih tua. Paparan timbal juga dapat menyebabkan anemia. Pada paparan tingkat tinggi, paparan timbal dapat sangat merusak otak dan ginjal pada orang dewasa atau anak-anak dan akhirnya dapat menyebabkan kematian (ATSDR, 2007).

5. Bioakumulasi Timbal (Pb)

Bioakumulasi merupakan suatu proses dimana substansi kimia mempengaruhi makhluk hidup, ditandai dengan peningkatan konsentrasi bahan kimia didalam tubuh organisme, dibandingkan dengan konsentrasi bahan kimia itu di lingkungan. Karena penyerapan bahan kimia ini lebih cepat daripada proses metabolisme dan ekskresi tubuh organisme, maka

bahan-bahan kimia ini akan terakumulasi di dalam tubuh. Bioakumulasi merupakan peningkatan konsentrasi polutan yang diikuti perpindahan dari lingkungan ke organisme pertama pada rantai makanan. Berikut ini tahap-tahap dalam proses bioakumulasi (Puspitasari, 2007) :

a. Pengambilan (Uptake), yaitu masuknya bahan-bahan kimia (melalui pernafasan atau adsorbsi melalui kulit, pada hewan laut biasanya dapat melalui insang atau organ pernafasan dan pencernaan).

b. Penyimpanan (Storage), yaitu penyimpanan sementara di jaringan tubuh atau organ. Kadar bahan kimia ini akan terus bertambah di dalam tubuh organisme dan bila kadarnya sampai melebihi kadar bahan tersebut di lingkungan (air atau udara) maka proses bioakumulasi telah terjadi.

c. Eliminasi, dapat berupa pemecahan bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana, dapat dilakukan dengan proses biologik disebut metabolisme.

Dokumen terkait