• Tidak ada hasil yang ditemukan

YOGYAKARTA 2021

108

Petunjuk Triangulasi:

1. Triangulator dimohon untuk memberikan tanda centang (√) pada kolom ya atau tidak sebagai bentuk penilaian.

2. Triangulator dimohon memberikan kritik dan saran pada kolom komentar untuk memberikan keterangan.

3. Setelah mengisi tabulasi data, triangulator dimohon untuk membubuhkan tanda tangan di bagian akhir.

Keterangan kode:

L1: Lapis Pertama L2: Lapis Kedua L3: Lapis Ketiga L4: Lapis Keempat L5: Lapis Kelima NM: Nilai Moral BT1 : Bait Pertama BT2 : Bait Kedua BR1 : Baris Pertama BR2 : Baris Kedua Dst.

P1: Puisi 1 berjudul Di Kalvari P2: Puisi 2 berjudul Penjahat Berdasi P3: Puisi 3 berjudul Jalan ke Surga P4: Puisi 4 berjudul Koruptor P5: Puisi 5 berjudul Kredo Celana

P6: Puisi 6 berjudul Doa Seorang Pesolek

No. Kode Data Strata Norma/Nilai Moral Triangulator Komentar

“SalibMu tinggi sekali.” Lapis pertama terdapat asonansi atau pengulangan bunyi vokal /a/

dan /i/ pada SalibMu tinggi sekali.

2.

Ya, lebih baik kaupanjat salibmu sendiri.

3.

L1/P1 /BT1/

BR1

“SalibMu tinggi sekali.” Aliterasi atau pengulangan bunyi konsonan /g/, /l/, dan /s/ pada

SalibMu tinggi sekali.

4.

pada Ya, lebih baik kaupanjat salibmu sendiri. √ 5.

L2/P1 /BT1/

BR1

“SalibMu tinggi sekali.” Lapis kedua dalam baris tersebut, terdapat arti bahwa salib milik

Tuhan yang harus dijalani sangat tinggi. √

6.

Lapis kedua yaitu Tuhan mengiyakan salib miliknya memang tinggi.

Oleh karena itulah, Tuhan menganjurkan agar manusia tersebut memanjat salibnya sendiri.

Lapis ketiga ditunjukkan pada objek yang dikemukakan yaitu salib.

Tokoh atau pelakunya adalah Tuhan dan manusia. Latar tempat terjadi pada sebuah tempat eksekusi hukuman salib. Latar waktu terjadi pada siang hari. Latar suasana yang terjadi yaitu suasana

110

mengharukan. Dunia pengarang tersebut adalah seseorang yang berbicara dengan Tuhan di Kalvari dan mengatakan bahwa salib Tuhan sangat tinggi. Kemudian, ucapan seseorang tersebut dibalas oleh Tuhan dengan mengatakan bahwa ya, lebih baik kau memanjat sukar untuk dilalui atau dijalani. Pada baris kedua menyatakan bahwa jangan mengikuti jalan atau cara yang digunakan oleh Tuhan.

Lapis kelima merupakan lapis metafisis yang mengajak pembaca untuk merenung. Seorang manusia pastinya memiliki kesedihan dan kesusahan dalam hidupnya. Melihat salib yang harus dijalani oleh Tuhan memanglah sungguh suatu hal yang berat. Tidak terkecuali seorang manusia yang menjalani hidup. Kehidupan manusia penuh dengan tantangan dan cobaan. dan salib adalah lambang kehidupan. Tuhan sudah memberikan teladan bahwa menjadi diri-Nya sendiri merupakan sebuah jalan

sangat berat. Namun, Ia sendiri memberikan teladan dengan tidak pernah mengeluh dan berputus asa. Seberat dan sesukar apa pun, sudah semestinya harus kita lalui dengan penuh perjuangan. Nilai moral lain yang dapat dipetik adalah kita harus fokus pada satu tujuan hidup kita. Janganlah kita membanding-bandingkan kondisi atau keadaan kita dengan orang lain.

11.

L1/P2 /BT1/

BR1

Ia mati dicekik dasinya sendiri. Asonansi dalam puisi tersebut yaitu pengulangan bunyi vokal a/, /i/, dan /e/. Pengulangan bunyi tersebut terdapat pada Ia mati dicekik

Ia mati dicekik dasinya sendiri. Aliterasi dalam baris puisi tersebut adalah pengulangan bunyi konsonan yaitu /d/, /s/, /k/, dan /n/. Pengulangan bunyi konsonan dalam baris tersebut menjadi Ia mati dicekik dasinya sendiri.

13.

L2/P2 /BT1/

BR1

Ia mati dicekik dasinya sendiri. Lapis kedua puisi tersebut bila ditambahkan dengan judul puisi tersebut menjadi: Penjahat Berdasi—Ia mati dicekik dasinya sendiri.

Penggalan tersebut memiliki arti bahwa seorang penjahat berdasi yang mati dikarenakan ia mati dicekik oleh dasinya sendiri.

14.

L3/P2 /BT1/

BR1

Ia mati dicekik dasinya sendiri. Lapis ketiga puisi tersebut dimulai dari tokoh si ia. Objek-objek yang dikemukakan adalah si ia dan dasi. Latar tempat tidak dijelaskan secara eksplisit namun dapat diasumsikan berada di suatu tempat

112

yang tenang. Latar waktu juga tidak dijelaskan, namun dapat pula diasumsikan terjadi pada siang hari. Latar suasana, dapat diasumsikan pada situasi yang mencekam. Dunia pengarang dalam puisi Penjahat Berdasi adalah tokoh si ia yang merupakan penjahat berdasi, ia mati karena telah tercekik oleh dasinya sendiri.

15.

L4/P2 /BT1/

BR1

Ia mati dicekik dasinya sendiri. Lapis keempat puisi ini dinyatakan dalam Penjahat Berdasi yang menunjukkan seseorang yang memiliki jabatan, gelar, derajat atau pangkat. Si ia yang merupakan seorang penjahat berdasi tersebut mati. Si ia mati karena jabatan, gelar, derajat atau pangkat tersebut.

16.

L5/P2 /BT1/

BR1

Ia mati dicekik dasinya sendiri. Lapis kelima dalam puisi Penjahat Berdasi berupa aspek ketragisan.

Peristiwa tragis yang dapat diambil dalam puisi ini adalah seseorang yang memiliki jabatan, gelar, derajat atau pangkat tersebut bukannya menggunakan untuk kebaikan dirinya sendiri dan orang lain. Namun, seseorang tersebut malah menggunakan kesempatan tersebut untuk menjadi seorang penjahat dengan menggunakan jabatan, gelar, derajat atau pangkat yang dimilikinya.

17.

NM/

P2

Ia mati dicekik dasinya sendiri. Nilai moral puisi ini adalah kejujuran dan kebijaksanaan. Nilai moral puisi ini berhubungan dengan seseorang yang memiliki sebuah gelar, pangkat atau jabatan. Seharusnya, kita yang memiliki jabatan atau

gelar memiliki pula kebijaksanaan dalam segalanya. Jangan menyalahgunakan jabatan atau gelar tersebut. Kita harus bekerja dengan jujur serta bijak dalam menyikapi suatu hal.

18.

Asonansi baris pertama tersebut terdapat asonansi yaitu pengulangan bunyi vokal /a/, /u/, /e/, dan /o/. Pengulangan bunyi vokal baris pertama tersebut menjadi jalan menuju kantorMu macet total.

Pengulangan bunyi konsonan tersebut dapat dijelaskan menjadi Jalan menuju kantorMu macet total.

Aliterasi dalam baris kedua berbunyi oleh antrian mobil-mobil curianku. Baris tersebut terdapat pengulangan bunyi konsonan /l/, /m/, /n/, dan /r/. total oleh antrian mobil-mobil curianku.

Lapis kedua puisi tersebut adalah perjalanan si aku yang harus ditempuh menuju Surga harus terhambat atau tersendat-sendat.

Hambatan menuju Surga tersebut terjadi karena si aku telah mencuri banyak mobil.

114 total oleh antrian mobil-mobil curianku.

Lapis ketiga puisi dimulai dari objek yang dikemukakan yaitu jalan, kantor, dan mobil-mobil. Tokoh dalam puisi adalah si aku. Puisi ini memiliki latar tempat, latar waktu, dan latar suasana yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam puisi. Namun, latar-latar dari puisi ini dapat diasumsikan sebagai berikut. Puisi ini berlatar tempat pada sebuah tempat yang tenang. Latar waktu dalam puisi ini pada siang hari. Latar suasana pada saat yang senggang. Dunia pengarang yang dilukiskan pada puisi ini adalah si aku yang sedang merenung. Si aku berbicara dalam hatinya jikalau jalan menuju kantorMu (Surga) terhambat dan sulit untuk dilalui karena mobil-mobil yang telah si total oleh antrian mobil-mobil curianku.

Lapis keempat tidak perlu dinyatakan namun sudah implisit pada kata kantorMu. Kata ini merujuk pada judul puisi yaitu Surga. Dalam baris kedua, si aku merupakan seorang yang dalam kehidupannya sering melakukan perbuatan tidak terpuji yaitu mencuri mobil.

total oleh antrian mobil-mobil curianku.

Lapis kelima yang mengajak merenung adalah kesedihan dan ketragisan. Jika seseorang berbuat atau berperilaku tidak baik, maka itulah yang akan menjauhkan seseorang sukar dalam menjangkau kebahagiaan di kehidupannya. Terlebih lagi, ketika seseorang

menjemput ajalnya, segala perbuatan buruk di hidupnya akan mempersulit seseorang dalam mencapai kehidupan abadi di Surga.

26.

NM/

P3

Jalan menuju kantorMu macet total oleh antrian mobil-mobil curianku.

Nilai moral dalam puisi Jalan ke Surga adalah keserakahan dan ketamakan. Puisi Jalan ke Surga yang mengungkapkan secara eksplisit kata kantor-Mu dari judul yaitu Surga. Kata mobil merupakan harta benda keduniawian. Dengan kata lain, segala hal yang terkait harta duniawi merupakan hal yang fana. Hal-hal keduniawian tersebut sifatnya tidak abadi. Itulah sebabnya, kita sebagai seorang manusia seharusnya janganlah menghamba pada kekayaan duniawi.

Di jidatnya tertera rajah tulisan

“Dilarang Mencuri”.

Di jidatnya tertera rajah tulisan

“Dilarang Mencuri”.

Aliterasi puisi tersebut menjadi di jidatnya tertera rajah tulisan

“Dilarang Mencuri”. Puisi tersebut pengulangan bunyi konsonan yaitu bunyi /d/, /j/, /l/, /r/, dan /t/.

Di jidatnya tertera rajah tulisan

“Dilarang Mencuri”.

Lapis kedua puisi, seorang koruptor yang memiliki tanda yang berupa rajah di dahinya bertuliskan dilarang mencuri. Seseorang tersebut merupakan seorang koruptor. Sebab itulah, orang-orang

116

mengecapnya dengan tanda bahwa ia seorang koruptor dan dilarang baginya untuk mencuri.

30.

L3/P4 /BT1/

BR1

Di jidatnya tertera rajah tulisan

“Dilarang Mencuri”.

Lapis ketiga berdasarkan puisi ini, tokoh yang ditunjukkan kurang jelas, namun dapat diasumsikan adalah seorang koruptor. Latar tempat, waktu, dan suasana pada puisi ini tidak dijelaskan. Dunia pengarang diceritakan dengan seorang koruptor yang memiliki rajah yang bertuliskan “dilarang mencuri” di dahi atau jidatnya.

31.

L4/P4 /BT1/

BR1

Di jidatnya tertera rajah tulisan

“Dilarang Mencuri”.

Lapis keempat puisi adalah si koruptor tersebut memiliki tanda, cap, atau label yang dikenali dari dirinya yang seorang koruptor dari kata di jidatnya. Untuk itu, si koruptor mendapatkan pula stereotip atau

Di jidatnya tertera rajah tulisan

“Dilarang Mencuri”.

Lapis kelima puisi yaitu terkait dengan kesedihan dan ketragisan hidup manusia. Seseorang yang melakukan tindak korupsi atau disebut pula seorang koruptor tidak akan merasa tenang dalam hidupnya. Seperti halnya seorang pencuri, koruptor merampas hal yang bukan miliknya. Itulah sebabnya banyak masyarakat terutama warga menengah ke bawah dalam segi ekonomi memperingatkan para koruptor yaitu jangan mencuri.

33.

NM/

P4

Di jidatnya tertera rajah tulisan

“Dilarang Mencuri”.

Nilai moral dalam puisi ini adalah kejujuran dan kesetiaan. Korupsi sama halnya dengan mencuri. Selain tidak jujur, para oknum pelaku korupsi tidak setia terhadap janji yang seharusnya diembannya sebagai seorang wakil rakyat. Puisi ini merupakan refleksi yang merepresentasikan seorang saat melakukan tindak pidana korupsi.

Tindakan memperkaya diri sendiri ini tidak dibenarkan dengan alasan apa pun dan merugikan banyak pihak.

Yesus yang seksi dan murah hati, kutemukan celana jeansmu yang koyak di sebuah pasar loak.

Asonansi dalam ketiga baris menjadi Yesus yang seksi dan murah hati, kutemukan celana jeansmu yang koyak di sebuah pasar loak.

Dalam ketiga baris tersebut terdapat asonansi bunyi vokal /a/, /i/, dan /u/. tersebut memiliki asonansi bunyi /a/, /i/, dan /u/.

Asonansi yang dapat ditemukan pengulangan bunyi /a/. Pengulangan bunyi vokal tersebut sehingga menjadi ada noda darah pada

Dan aku ingat sabdamu: Asonansi baris tersebut yaitu pengulangan bunyi /a/ dan /u/. Asonansi bunyi vokal tersebut menjadi dan aku ingat sabdamu.

118

Asonansi dalam kedua baris tersebut menjadi siapa berani mengenakan celanaku akan mencecap getir darahku. Dalam baris tersebut mengalami pengulangan bunyi yaitu asonansi /a/, /i/ dan /e/.

Asonansi baris tersebut menjadi mencecap darahmu? siapa takut.

Dalam baris tersebut pengulangan bunyi vokal yaitu bunyi /a/, /e/, berdarah, walau darahku tak segarang darahmu. Baris tersebut terdapat asonansi bunyi /a/, /u/, dan /e/.

Asonansi dalam baris tersebut menjadi siapa gerangan telah melego celanamu. Baris tersebut mempunyai asonansi bunyi /a/ dan /e/.

42. guru yang dihajar utang, atau pengarang yang dianiaya kemiskinan?

Asonansi ketiga baris tersebut menjadi pencuri yang kelaparan, pak guru yang dihajar utang, atau pengarang yang dianiaya kemiskinan.

Dalam ketiga baris tersebut memiliki asonansi /a/, /i/, /u/, dan /e/.

Asonansi pada baris tersebut menjadi entahlah yang pasti celanamu pernah dipakai bermacam-macam orang. Pada kedua baris tersebut terdapat pengulangan bunyi vokal /a/, /i/, dan /e/.

44. L1/P5 /BT4/

Yesus yang seksi dan rendah hati, malam ini aku akan baca

Asonansi pada kelima baris tersebut menjadi Yesus yang seksi dan

Asonansi baris puisi tersebut menjadi boleh dong sekali-sekali aku tampil gaya. Baris tersebut mempunyai pengulangan bunyi vokal /a/, /i/, dan /o/. remang-remang sajak-sajakku meluncur riang. Dalam kedua baris tersebut dapat ditemukan pengulangan bunyi vokal /a/, /u/, dan /e/.

Asonansi dalam kedua baris tersebut menjadi makin lama tubuhku terasa menyusut dan lambat-laun menghilang. Dalam kedua baris tersebut terdapat asonansi bunyi vokal /a/, /e/, dan /u/.

menggema dan aku lebur ke dalam gema.

Asonansi dalam keempat baris puisi tersebut menjadi tinggal celanamu bergoyang-goyang di depan mikrofon, sementara sajak-sajakku terus menggema dan aku lebur ke dalam gema. Pada baris kelima hingga kedelapan tersebut terdapat pengulangan bunyi /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/.

49. L1/P5 “Hidup raja celana!” Hadirin Asonansi dalam baris tersebut menjadi hidup raja celana! hadirin

120

/BT5/

BR9

terkesima. terkesima. Pada baris tersebut terdapat asonansi bunyi /a/, /i/, dan /e/.

50.

L1/P5 /BT6/

BR1-BR4

Kelak akan ada seorang ibu yang akan menjahit sajak-sajakku menjadi sehelai celana dan celanaku akan merindukan celanamu.

Asonansi pada bait terakhir puisi menjadi kelak akan ada seorang ibu yang akan menjahit sajak-sajakku menjadi sehelai celana dan celanaku akan merindukan celanamu. Pada empat baris terakhir puisi tersebut terdapat asonansi bunyi vokal /a/, /i/, /u/, dan /e/.

Yesus yang seksi dan murah hati, kutemukan celana jeansmu yang koyak di sebuah pasar loak.

Aliterasi pada ketiga baris tersebut adalah Yesus yang seksi dan murah hati, kutemukan celana jeansmu yang koyak di sebuah pasar loak. Pada ketiga baris tersebut terdapat aliterasi /d/, /g/, /k/, /l/, /m/, /r/, /s/, dan /t/.

Aliterasi kedua baris puisi tersebut menjadi dengan uang yang tersisa dalam dompetku kusambar ia jadi milikku. Pada kedua baris tersebut memiliki aliterasi bunyi /b/, /d/, /g/, /k/, /l/, /m/, /r/, dan /s/.

Aliterasi puisi tersebut menjadi ada noda darah pada dengkulnya.

Dalam baris tersebut dapat ditemukan pengulangan bunyi konsonan /d/.

Dalam baris tersebut memiliki aliterasi bunyi konsonan yaitu bunyi /d/.

55.

Aliterasi dalam kedua baris tersebut adalah siapa berani mengenakan celanaku akan mencecap getir darahku. Pada kedua baris tersebut mengalami pengulangan bunyi yaitu aliterasi /c/, /k/, /m/, /n/, dan /r/.

Aliterasi baris tersebut adalah mencecap darahmu? siapa takut. Baris kelima tersebut mempunyai pengulangan bunyi konsonan /c/, /m/, dan /t/.

Aliterasi pada baris tersebut adalah sudah sering aku berdarah, walau darahku tak segarang darahmu. Dalam kedua baris tersebut terdapat aliterasi bunyi konsonan /d/, /g/, /h/, /k/, /r/, dan /s/.

Aliterasi dalam baris tersebut menjadi siapa gerangan telah melego celanamu. Pada baris pertama tersebut mempunyai pengulangan bunyi konsonan /g/, /l/, /m/, dan /n/. pak guru yang dihajar utang, atau pengarang yang dianiaya kemiskinan?

Aliterasi baris tersebut menjadi pencuri yang kelaparan, pak guru yang dihajar utang, atau pengarang yang dianiaya kemiskinan.

Ketiga baris puisi tersebut terdapat pengulangan bunyi konsonan /d/, /g/, /n/, /p/, /r/ dan /y/. celanamu pernah dipakai bermacam-macam orang. Dalam kedua

122

Yesus yang seksi dan rendah hati, malam ini aku akan baca puisi di sebuah gedung warnanya. Pada kelima baris tersebut terdapat pengulangan bunyi konsonan /d/, /g/, /h/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, dan /y/.

Aliterasi pada baris puisi tersebut menjadi boleh dong sekali-sekali aku tampil gaya. Pada baris terakhir tersebut mempunyai pengulangan bunyi konsonan /g/, /k/, dan /l/.

Aliterasi kedua baris tersebut adalah di panggung yang remang-remang sajak-sajakku meluncur riang. Pada baris tersebut memiliki aliterasi yaitu bunyi /g/, /j/, /k/, dan /r/.

Aliterasi pada baris tersebut menjadi makin lama tubuhku terasa menyusut dan lambat-laun menghilang. Kedua baris puisi tersebut terdapat aliterasi /b/, /g/, /l/, /m/, /n/ dan /t/. menggema dan aku lebur ke

Aliterasi pada keempat baris tersebut adalah tinggal celanamu bergoyang-goyang di depan mikrofon, sementara sajak-sajakku terus menggema dan aku lebur ke dalam gema. Pada baris kelima

dalam gema. hingga baris kedelapan terdapat pengulangan bunyi konsonan /d/, /g/,

Aliterasi dalam baris tersebut menjadi hidup raja celana! hadirin terkesima. Dalam baris tersebut terdapat aliterasi bunyi /d/, /h/, dan

Kelak akan ada seorang ibu yang akan menjahit sajak-sajakku menjadi sehelai celana dan celanaku akan merindukan celanamu.

Aliterasi dalam keempat baris tersebut adalah kelak akan ada seorang ibu yang akan menjahit sajak-sajakku menjadi sehelai celana dan celanaku akan merindukan celanamu. Baris tersebut terdapat pengulangan bunyi konsonan /c/, /d/, /g/, /h/, /k/, /l/, /m/, /n/, /r/, dan /s/.

Yesus yang seksi dan murah hati, kutemukan celana jeansmu yang koyak di sebuah pasar loak. Dengan uang yang tersisa dalam dompetku yang menyamai celana milik Yesus tersebut.

124

BR7 membandingkan pula kehidupannya dengan kehidupan Yesus.

71. guru yang dihajar utang, atau pengarang yang dianiaya kemiskinan.

Entahlah, Yang pasti celanamu pernah dipakai bermacam-macam orang.

Lapis kedua bait ketiga yaitu si aku mengisahkan tentang celana yang dipakai Yesus. Si aku membayangkan siapa saja yang pernah mengenakan celana milik Yesus. Celana tersebut merupakan sebuah pakaian yang digunakan oleh banyak orang. Dari sekian banyak orang tersebut, beberapa orang merupakan golongan yang dalam kehidupannya secara ekonomi atau finansial sedang dalam keadaan yang kurang baik.

Yesus yang seksi dan rendah hati, malam ini aku akan baca puisi di sebuah gedung

Lapis kedua dalam bait keempat mengandung arti bahwa si aku yang merupakan penyair akan membacakan puisinya dengan mengenakan celana milik Yesus yang meskipun sudah mulai kusam dan pudar, namun si aku menganggap bahwa celana tersebut mampu menambah kepercayaan dirinya. yang sedang membacakan puisi-puisinya menyatu atau menjadi satu padu. Si aku merasakan bahwa dirinya lebih bersatu dengan sajak-sajaknya. Si aku dan celana tersebut membuat para pendengar puisi-puisinya merasa terkagum-kagum.

sementara sajak-sajakku terus menggema dan aku lebur ke dalam gema.

Kelak akan ada seorang ibu yang akan menjahit sajak-sajakku menjadi sehelai celana dan celanaku akan merindukan celanamu.

Lapis kedua dalam bait terakhir menyatakan bahwa si aku yang merupakan penyair menantikan seorang yang dirindukan. Si aku dan seseorang tersebut akan menyatukan si aku dan sajak-sajaknya. Itulah juga yang menjadikan celana si aku akan menantikan celana milik

Yesus yang seksi dan murah hati, kutemukan celana jeansmu yang koyak di sebuah pasar loak.

Dan aku ingat sabdamu: “Siapa berani mengenakan celanaku akan mencecap getir darahku.”

Mencecap darahmu? Siapa takut!

Sudah sering aku berdarah,

Lapis ketiga puisi dimulai dari objek-objek yang dikemukakan yaitu Yesus, celana, jeans, pasar loak, uang, dompet, noda, darah, dengkul, sabda, pencuri, kelaparan, pak guru, utang, pengarang, kemiskinan, puisi, gedung pertunjukan, panggung, sajak, tubuhku, mikrofon, gema, dan ibu. Pelaku dalam puisi ini adalah si aku. Latar tempat puisi berada di pasar loak dan di sebuah gedung pertunjukan. Latar waktu yang digunakan puisi ini adalah siang hari dan malam hari.

Latar suasana yang terjadi adalah bahagia dan mengharukan. Dunia pengarang diceritakan dengan si aku yang sedang berada di sebuah pasar loak menemukan celana Yesus. Si aku mengambil uang di

126 guru yang dihajar utang, atau pengarang yang dianiaya kemiskinan?

Entahlah. Yang pasti celanamu pernah dipakai bermacam-macam orang.

Yesus yang seksi dan rendah hati, malam ini aku akan baca puisi di sebuah gedung

dompetnya lalu membayarnya. Si aku melihat noda darah pada lutut atau dengkul celana tersebut dan ingat pada perkataan Yesus yang mengatakan barang siapa berani mengenakan celaku dan mengecap getir darahku. Lalu si aku menimpali dengan mencecap darahmu si aku takut, karena si aku sudah sering berdarah meskipun darahnya tidak seperti dengan darah Yesus. Si aku bertanya berpikir siapa yang berani menjual celana Yesus? pencuri yang kelaparan, pak guru yang punya banyak hutang, atau pengarang yang hidupnya dalam kemiskinan. Si aku pun menjawab dalam hatinya, celanamu sudah pernah dipakai oleh banyak orang. Pada malam harinya, si aku membacakan puisi di sebuah gedung pertunjukan. Si aku ingin mengenakan celana milik Yesus. Meskipun celana Yesus sudah mulai pudar, namun celana tersebut mampu membuatnya lebih bergaya. Di panggung yang remang tersebut, sajak-sajak si aku meluncur dengan riangnya. Tubuhnya, semakin lama menyusut dan perlahan menghilang. Kini, tinggallah celana milik Yesus yang bergoyang-goyang di depan mikrofon. Sajak-sajak yang dibacakan bergema hingga si aku larut di dalamnya. Penonton pun takjub dengan penampilan si aku. Lalu, si aku berkata pada dirinya, suatu saat nanti,

Tinggal celanamu bergoyang-goyang di depan mikrofon, sementara sajak-sajakku terus menggema dan aku lebur ke dalam gema.

“Hidup raja celana!” Hadirin terkesima.

Kelak akan ada seorang ibu yang akan menjahit sajak-sajakku menjadi sehelai celana dan celanaku akan merindukan celanamu.

akan ada seorang ibu yang akan menjahit sajak-sajak si aku menjadi sebuah celana, dan celana tersebut akan menantikan kedatangan celana yang lain.

Yesus yang seksi dan murah hati, kutemukan celana jeansmu yang koyak di sebuah pasar loak.

Dengan uang yang tersisa dalam dompetku

kusambar ia jadi milikku.

Lapis keempat puisi dimulai dari bait pertama. Yang implisit dari bait pertama dan tidak perlu dinyatakan adalah Yesus merupakan pemilik celana yang akhirnya di beli di pasar loak oleh si aku pada bait

Dan aku ingat sabdamu: “Siapa berani mengenakan celanaku akan mencecap getir darahku.

” Mencecap darahmu? Siapa takut!

Sudah sering aku berdarah,

Lapis keempat pada bait berikutnya, si aku melihat-lihat celana Yesus tersebut dan melihat tanda-tanda yang ada pada celana tersebut. Si

Lapis keempat pada bait berikutnya, si aku melihat-lihat celana Yesus tersebut dan melihat tanda-tanda yang ada pada celana tersebut. Si