• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Hasil Penelitian Lapis-lapis Strata Norma Roman Ingarden Kumpulan Puisi Tahilalat Karya Joko Pinurbo

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Penelitian

4.3.1 Pembahasan Hasil Penelitian Lapis-lapis Strata Norma Roman Ingarden Kumpulan Puisi Tahilalat Karya Joko Pinurbo

Pada subbab ini memaparkan pembahasan hasil penelitian strata norma Roman Ingarden dalam kumpulan puisi Tahilalat karya Joko Pinurbo.

Pembahasan diperoleh berdasarkan hasil penelitian strata norma Roman Ingarden dalam kumpulan puisi Tahilalat karya Joko Pinurbo dan dikaitkan dengan teori strata norma Roman Ingarden.

Pada subbab pembahasan hasil penelitian strata norma Roman Ingarden dalam kumpulan puisi Tahilalat karya Joko Pinurbo memiliki kesamaan berdasarkan penelitian terdahulu. Persamaan-persamaan tersebut terletak pada cara menganalisis data berikut dengan penjabaran terkait hasil penelitian. Di sisi lain, pada penelitian ini memfokuskan pada kelima lapis strata norma Roman Ingarden yang memiliki keterkaitan pada kelima lapis strata norma tersebut.

4.3.1.1 Pembahasan Hasil Penelitian Strata Norma Roman Ingarden Puisi Di Kalvari

Dalam puisi Di Kalvari terdapat pengulangan bunyi vokal /a/, /i/, /u/, dan /e/

Asonansi merujuk kepada pengulangan bunyi hidup atau bunyi vokal (Siswantoro, 2014: 135). Pada puisi tersebut terdapat pengulangan bunyi konsonan /b/, /g/, /k/,

86

/l/, /n/, /s/, dan /t/. Aliterasi terkait dengan pengulangan bunyi konsonan di posisi akhir atau di posisi awal kata (Siswantoro, 2014: 135). Bunyi-bunyi yang mengalami pengulangan tersebut memperkuat suasana yang menegangkan. Bunyi asonansi dan aliterasi tersebut mengartikan pada latar suasana yang menegangkan dan menegaskan arti dan memiliki keterkaitan dengan lapis berikutnya.

Lapis arti diperoleh setelah memahami bunyi-bunyi khusus atau istimewa pada lapis bunyi. Bunyi-bunyi tersebut memberikan arti dalam lapis arti. Lapis arti mengisahkan tentang perjuangan berat yang harus dilakukan oleh seseorang manusia dalam kehidupannya, namun perjuangan tersebut tidaklah seberat perjuangan Tuhan. Itulah sebabnya seorang manusia harus berjuang demi kehidupannya. Menurut Pradopo (2014: 17) lapis kedua adalah kata jika digabungkan menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita.

Lapis objek ditemukan setelah menganalisis lapis arti. Dalam lapis ini menguraikan objek-objek yang ada di dalam puisi. Lapis objek ditunjukkan pada objek yang dikemukakan yaitu salib. Pelakunya adalah Tuhan dan manusia. Latar tempat terjadi pada sebuah tempat eksekusi hukuman salib. Latar waktu terjadi pada siang hari. Latar suasana yang terjadi yaitu suasana mengharukan. Dunia pengarang adalah seseorang yang berbicara dengan Tuhan di Kalvari dan mengatakan bahwa salib Tuhan sangat tinggi. Kemudian, ucapan orang tersebut dibalas oleh Tuhan dengan mengatakan bahwa ya, lebih baik kau memanjat salibmu sendiri. Menurut Pradopo (2014: 15) rangkaian dari satuan-satuan arti (lapis kedua) akan menimbulkan lapis ketiga yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan.

Lapis dunia mengemukakan hal-hal yang tersirat dalam puisi namun sudah dapat dimengerti maksud dari hal-hal yang sudah tersirat tersebut. Lapis dunia didapatkan sesudah hasil menganalisis objek-objek secara menyeluruh yang terdapat di dalam puisi. Dalam lapis dunia menyatakan mengenai salib yang merupakan sebuah kehidupan yang harus dijalani. Pradopo (2014: 15) menyatakan bahwa lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung dalamnya (implied).

Lapis metafisis menggabungkan mulai dari lapis bunyi hingga lapis dunia.

Berdasarkan keempat lapis tersebut barulah dapat ditarik kesimpulan mengenai lapis kelima atau disebut pula sebagai lapis metafisis. Lapis metafisis, merupakan realitas yang tersampaikan melalui puisi, dapat berupa ketragisan, kengerian, ataupun menakutkan dan dapat mengajak para pembaca untuk merenung atau berkontemplasi (Pradopo, 2014: 15). Lapis metafisis puisi ini mengajak para pembaca untuk merenungkan kehidupan yang berat namun tetap harus dijalani dan berjuang demi kehidupan yang lebih baik.

4.3.1.2 Pembahasan Hasil Penelitian Strata Norma Roman Ingarden Puisi Penjahat Berdasi

Puisi Penjahat Berdasi memiliki asonansi bunyi /a/, /i/, dan /e/. Siswantoro (2014: 135) mendefinisikan asonansi merujuk kepada pengulangan bunyi hidup atau bunyi vokal. Pada puisi Penjahat Berdasi terdapat aliterasi bunyi /d/, /s/, /k/, dan /n/. Siswantoro (2014: 135) berpendapat bahwa aliterasi terkait dengan pengulangan bunyi konsonan di posisi akhir atau di posisi awal kata. Pengulangan

88

bunyi-bunyi tersebut memberikan penekanan khusus pada makna yang hendak disampaikan oleh penyair melalui puisinya. Bunyi asonansi dan aliterasi tersebut membangun makna yang dasar pada lapis berikutnya atau lapis kedua.

Lapis arti dapat ditemukan sesudah menganalisis bunyi-bunyi istimewa yang terdapat dalam puisi. Lapis arti menganalisis arti dalam puisi secara singkat serta hal-hal yang tampak dominan dalam puisi. Lapis arti adalah kata jika digabungkan menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita (Pradopo, 2014: 17). Pada lapis kedua, membahas mengenai arti seorang penjahat berdasi yang mati karena ulah atau perbuatannya sendiri.

Setelah menemukan lapis arti dalam puisi, selanjutnya menganalisis lapis objek. Lapis objek terdiri atas objek-objek yang menyusun puisi. Lapis objek adalah rangkaian dari satuan-satuan arti (lapis kedua) akan menimbulkan lapis ketiga yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan (Pradopo, 2014: 15). Lapis objek, menceritakan tokoh si ia. Objek-objek yang dikemukakan adalah si ia dan dasi.

Latar tempat, latar waktu, dan latar suasana tidak dijelaskan secara eksplisit.

Dunia pengarang dalam puisi Penjahat Berdasi adalah tokoh si ia yang merupakan penjahat berdasi, ia mati karena telah tercekik oleh dasinya sendiri.

Berikutnya adalah lapis dunia. Lapis dunia diperoleh sesudah memperoleh pemaparan terkait objek-objek dalam puisi. Lapis dunia adalah hal yang tersirat dalam puisi dan dapat dipahami langsung. Pradopo (2014: 15) menyatakan bahwa lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan,

tetapi terkandung dalamnya (implied). Pada lapis dunia, mengemukakan bahwa dasi tersebut merupakan jabatan, gelar, atau pangkat dari si penjahat tersebut.

Setelah keempat lapis diperoleh, berikutnya dapat disimpulkan lapis metafisis. Pradopo (2014: 15) mendefinisikan lapis metafisis merupakan realita yang tersampaikan melalui puisi, dapat berupa ketragisan, kengerian, ataupun menakutkan dan dapat mengajak para pembaca untuk merenung atau berkontemplasi. Pada lapis terakhir puisi mengajak pembaca agar berkontemplasi untuk jangan menyalahgunakan apa yang telah dimiliki.

4.3.1.3 Pembahasan Hasil Penelitian Strata Norma Roman Ingarden Puisi Jalan ke Surga

Puisi Jalan ke Surga terdapat pengulangan bunyi vokal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/.

Asonansi merujuk kepada pengulangan bunyi hidup atau bunyi vokal (Siswantoro, 2014: 135). Pada puisi ini terdapat pengulangan bunyi konsonan /j/, /l/, /m/, /n/, /r/, dan /t/. Aliterasi terkait dengan pengulangan bunyi konsonan di posisi akhir atau di posisi awal kata (Siswantoro, 2014: 135). Pengulangan bunyi-bunyi tersebut menambahkan nuansa dan nilai rasa pada makna yang disampaikan melalui puisi. Bunyi asonansi dan aliterasi tersebut terdapat keterkaitan pada alur puisi yang mengisyaratkan sebuah jalan tidak lurus dan berliku-liku atau sebab dan akibat yang akan dibahas lebih lanjut dalam lapis kedua puisi.

Lapis arti dapat diperoleh setelah bunyi-bunyi khusus dalam puisi diperoleh.

Lapis ini merupakan arti dalam puisi secara garis besar. Lapis arti adalah kata jika digabungkan menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita

90

(Pradopo, 2014: 17). Pada lapis arti puisi Jalan ke Surga, terdapat arti bahwa jalan si aku untuk menuju ke Surga macet oleh karena perbuatan si aku sendiri.

Lapis arti setelah dipahami maknanya akan dapat diperoleh berikutnya yaitu lapis objek. Rangkaian dari satuan-satuan arti (lapis kedua) akan menimbulkan lapis ketiga yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan (Pradopo, 2014: 15). Pada lapis objek atau lapis ketiga, objek yang dikemukakan yaitu jalan, kantor, dan mobil-mobil.

Tokoh dalam puisi adalah si aku. Latar tempat, latar waktu, dan latar suasana yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam puisi. Dunia pengarang puisi ini adalah si aku yang sedang merenung. Si aku berbicara dalam hatinya jikalau jalan menuju kantorMu (Surga) sulit untuk dilalui karena mobil-mobil yang telah si aku curi.

Lapis dunia dapat dipahami setelah mengerti objek-objek secara keseluruhan dalam puisi. Pradopo (2014: 15) menyatakan bahwa lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung dalamnya (implied). Lapis dunia dalam puisi ini yaitu kantorMu yang merupakan kata lain dari Surga, mobil dapat pula diartikan sebagai harta dunia.

Lapis bunyi hingga lapis dunia dapat menjadi bekal sebelum memahami lapis metafisis. Menurut Pradopo (2014: 15) lapis metafisis merupakan realita yang tersampaikan melalui puisi, dapat berupa ketragisan, kengerian, ataupun menakutkan dan dapat mengajak para pembaca untuk merenung atau berkontemplasi. Lapis metafisis mengajak para pembaca untuk berperilaku yang baik dan tidak mementingkan harta duniawi yang sifatnya fana.

4.3.1.4 Pembahasan Hasil Penelitian Strata Norma Roman Ingarden Puisi Koruptor

Dalam puisi Koruptor memiliki pengulangan bunyi vokal /a/, /i/, /u/, /e/.

Asonansi merujuk kepada pengulangan bunyi hidup atau bunyi vokal (Siswantoro, 2014: 135). Dalam puisi Koruptor terdapat pengulangan bunyi konsonan /d/, /j/, /l/, /r/, dan /t/. Aliterasi terkait dengan pengulangan bunyi konsonan di posisi akhir atau di posisi awal kata (Siswantoro, 2014: 135). Bunyi-bunyi tersebut yang mengalami pengulangan memberikan penekanan khusus pada makna yang hendak disampaikan oleh penyair melalui puisi. Bunyi asonansi dan aliterasi tersebut terkait dengan arti dari puisi yang ditekankan secara langsung. Arti dari puisi tersebut dijelaskan lebih lanjut pada lapis kedua.

Berdasarkan lapis bunyi, diperoleh lapis berikutnya, yaitu lapis arti. lapis arti adalah garis besar arti dalam sebuah puisi. Pradopo (2014: 17) menyatakan lapis arti adalah kata jika digabungkan menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita. Lapis arti dalam puisi, mengemukakan arti dalam puisi yaitu tentang stigma atau stereotip pada seseorang koruptor.

Lapis arti yang telah dianalisis menentukan lapis berikutnya yaitu lapis objek. Lapis ini berisi objek-objek dalam puisi yang menyeluruh. Rangkaian dari satuan-satuan arti (lapis arti) akan menimbulkan lapis objek yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan (Pradopo, 2014: 15). Dalam lapis objek, tokoh yang ditunjukkan adalah seorang koruptor. Latar tempat, waktu, dan suasana pada puisi ini tidak

92

dijelaskan. Dunia pengarang diceritakan dengan seorang koruptor yang memiliki rajah yang bertuliskan “dilarang mencuri” di dahi atau jidatnya.

Lapis objek yang sudah diteliti mengandung lapis berikutnya yaitu lapis dunia. Lapis dunia adalah hal tersirat yang dapat dipahami secara langsung maknanya. Pradopo (2014: 15) menyatakan bahwa lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung dalamnya (implied). Lapis dunia puisi ini menyatakan bahwa seorang koruptor adalah sama halnya sebagai seorang pencuri.

Setelah memahami lapis bunyi hingga lapis dunia, selanjutnya dapat dipetik lapis metafisis. Pradopo (2014: 15) mendefinisikan lapis metafisis merupakan realita yang tersampaikan melalui puisi, dapat berupa ketragisan, kengerian, ataupun menakutkan dan dapat mengajak para pembaca untuk merenung atau berkontemplasi. Lapis terakhir, mengajak pembaca agar menghindari tindakan tidak terpuji yaitu mencuri atau mengambil apa yang dimiliki oleh orang lain.

4.3.1.5 Pembahasan Hasil Penelitian Strata Norma Roman Ingarden Puisi Kredo Celana

Pada puisi Kredo Celana terdapat asonansi bunyi /a/, /i/, /u/, /e/, /o/.

Siswantoro (2014: 135) mengemukakan asonansi merujuk kepada pengulangan bunyi hidup atau bunyi vokal. Puisi Kredo Celana terdapat aliterasi bunyi /b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/, /y/. Siswantoro (2014: 135) menyatakan aliterasi terkait dengan pengulangan bunyi konsonan di posisi akhir atau di posisi awal kata. Pengulangan bunyi-bunyi vokal dan konsonan tersebut

menambahkan rasa yang lebih mengena dan menyentuh dalam puisi. Bunyi asonansi dan aliterasi tersebut memberikan hubungan dekat dengan makna yang ingin disampaikan penyair. Makna tersebut lebih diperinci melalui lapis kedua.

Lapis bunyi yang telah dianalisis menimbulkan lapis arti. lapis arti adalah arti dalam puisi secara garis besar. Lapis arti adalah kata jika digabungkan menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita (Pradopo, 2014: 17). Lapis arti dalam puisi menceritakan tentang si aku yang menemukan celana Yesus dan mengenakannya. Setelah si aku mengenakan celana milik Yesus tersebut, si aku memperoleh kebahagiaan dalam dirinya.

Lapis arti yang telah dianalisis mengandung lapis objek. Lapis objek berisi objek-objek penting dalam puisi. Rangkaian dari satuan-satuan arti (lapis arti) akan menimbulkan lapis objek yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan (Pradopo, 2014: 15). Pada lapis objek atau lapis ketiga, objek utama yaitu celana. Pelaku dalam puisi ini adalah si aku. Latar tempat puisi berada di pasar loak dan di sebuah gedung pertunjukan. Latar waktu yang diceritakan di siang dan malam hari. Latar suasana dengan suasana bahagia dan mengharukan. Dunia pengarang dalam puisi yang menceritakan ketika si aku menemukan celana Yesus. Si aku memperoleh banyak sekali anugerah yang membuat si aku menemukan kebahagiaan ketika menggunakan celana Yesus tersebut.

Setelah lapis objek dianalisis, berikutnya adalah lapis dunia. Lapis dunia berisi hal tersirat dan dapat dipahami dalam puisi. Pradopo (2014: 15) menyatakan bahwa lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang

94

tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung dalamnya (implied). Lapis dunia yang implisit dalam puisi yaitu celana yang merupakan sebuah anugerah dari Tuhan.

Setelah keempat lapis ditemukan, dapat disimpulkan berikutnya yaitu lapis metafisis. Lapis metafisis merupakan realita yang tersampaikan melalui puisi, dapat berupa ketragisan, kengerian, ataupun menakutkan dan dapat mengajak para pembaca untuk merenung atau berkontemplasi (Pradopo, 2014: 15). Lapis metafisis mengajak para pembaca untuk merenungkan pemberian dari Tuhan agar dimanfaatkan dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

4.3.1.6 Pembahasan Hasil Penelitian Strata Norma Roman Ingarden Puisi Doa Seorang Pesolek

Puisi Doa Seorang Pesolek terdiri atas pengulangan bunyi vokal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/. Siswantoro (2014: 135) mengemukakan asonansi merujuk kepada pengulangan bunyi hidup atau bunyi vokal. Dalam puisi Doa Seorang Pesolek terdapat aliterasi bunyi konsonan /c/, /b/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/.

Siswantoro (2014: 135) menyatakan aliterasi terkait dengan pengulangan bunyi konsonan di posisi akhir atau di posisi awal kata. Keseluruhan bunyi-bunyi vokal dan konsonan yang mengalami pengulangan memberikan kesan unik dan memberikan persajakan sehingga menambah nilai estetika dalam puisi. Bunyi asonansi dan aliterasi tersebut selain menambah nilai estetika dapat mempermudah dipahami oleh pembaca. Kemudahan pemahaman puisi oleh pembaca dapat diwujudkan dengan mempermudah mengartikan makna secara garis besar dalam puisi melalui lapis berikutnya yaitu lapis kedua.

Setelah menganalisis bunyi-bunyi khusus, berikutnya adalah lapis arti. lapis arti memuat arti secara garis besar dalam puisi. Lapis arti adalah kata jika digabungkan menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita (Pradopo, 2014: 17). Dalam lapis arti, puisi Doa Seorang Pesolek menceritakan tentang kegelisahan si aku tentang kecantikannya yang semakin memudar.

Lapis arti yang telah dianalisis akan memuat lapis selanjutnya yaitu lapis objek. Lapis objek berisi objek-objek penyusun puisi. Rangkaian dari satuan-satuan arti (lapis arti) akan menimbulkan lapis ketiga yang berupa latar, pelaku, objek-objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan (Pradopo, 2014: 15). Objek-objek yang dalam puisi berupa: Tuhan, rimba kosmetik, alis, lubuk mata, rambut, bibir, kecantikan. Pelaku atau tokoh: si aku.

Latar tempat di sebuah ruangan untuk merias wajah. Latar waktu tidak dijelaskan secara eksplisit. Latar suasana yang terjadi adalah kesedihan. Dunia pengarang dalam puisi yaitu tokoh si aku yang berdoa kepada Tuhan. Doa tersebut memohon agar kecantikan si aku tahan lama dan tidak pudar seiring bertambahnya waktu.

Lapis objek yang telah dianalisis menimbulkan lapis dunia. Lapis dunia berisi hal-hal yang tersirat dan dapat dipahami. Pradopo (2014: 15) menyatakan bahwa lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak perlu dinyatakan, tetapi terkandung dalamnya (implied). Lapis dunia menyatakan bahwa dalam doa si aku tersebut adalah tentang kecantikan. Dalam hal tersebut kecantikan yang dapat pula diartikan sebagai harta atau pula kekayaan duniawi.

Setelah lapis bunyi hingga lapis dunia ditemukan, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan terkait dengan lapis metafisis. Pradopo (2014: 15) mendefinisikan

96

lapis metafisis merupakan realita yang tersampaikan melalui puisi, dapat berupa ketragisan, kengerian, ataupun menakutkan dan dapat mengajak para pembaca untuk merenung atau berkontemplasi. Pada lapis terakhir yang mengajak para pembaca agar tidak membanggakan kekayaan duniawi, serta mengikhlaskan segala tentang kekayaan duniawi tersebut karena semua itu tidaklah abadi.

4.3.2 Pembahasan Hasil Penelitian Nilai Moral Kumpulan Puisi Tahilalat