• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan 03. Sketsa Komunikasi

D. Program Kegiatan Organisasi ACT 1. GHR (Global Humanity Response)

1. Fase Pra-Bencana

Peneliti hendak menjelaskan dahulu temuan mengenai kegiatan pada fase pra-bencana yang dilakukan ACT selama menangani pra-bencana letusan gunung Kelud di Pare Jawa Timur. Pra-bencana merupakan pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang mengurangi resiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum terjadinya bencana. Pada fase pra-bencana ada beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain;

“pertama melakukan pencegahan bencana yakni serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. Kedua mitigasi, yakni serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Serta yang ketiga kesiapsiagaan, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.” 8

Dalam upaya pencegahan bencana, ACT telah melakukan berbagai kegiatan salah satunya adalah penanaman pohon, hal tersebut dilakukan sebagai upaya mencegah bencana banjir yang kerap kali terjadi.9 Selain untuk mencegah banjir, kegiatan tersebut juga dapat mengurangi jumlah polusi yang dapat menyebabkan terjadinya global warming. Cuaca buruk akibat global warming sendiri masih ada kaitannya dengan stabilitas gunung berapi, jika global warming terjadi maka

8

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Modul Khusus Fasilisator, Pengolahan Penanganan Bencana, diakses pada hari Minggu, 09 Maret 2014 dari http://www.p2kp.org/

9

Wawancara pribadi dengan Pak Insan Nurrahman, Vice Presiden ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

sistem alam akan berubah dan bencana gunung berapi semakin sulir diprediksi atau boleh jadi malah menyebabkan terjadinya letusan gunung berapi.

Kegiatan lain yang dilakukan ACT dalam upaya fase pra-bencana adalah melakukan rapat-rapat koordinasi secara formal di kantor pusat yang berada di Menara 165 tepatnya lantai 11 dan 14 Jakarta Selatan. Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan Standar Oprasional Prosedur (SOP) penanggulangan bencana secara keseluruhan. Pembuatan SOP dimaksudkan agar nantinya relawan tidak kebingungan saat melaksanakan tugas dilapangan. Sehingga para relawan akan secara sistematis bekerja dan mereka tidak kebingungan mencari informasi saat bertugas.

Kebutuhan informasi amat penting saat kondisi seperti bencana gunung Kelud. Hal seperti ganggunan jaringan dan keterbatasan sarana membuat relawan dan masyarakat akan mencoba mencari dari mana saja tenang informasi yang mereka butuhkan. Dengan komunikasi yang baik, maka dapat menciptakan suatu fleksibilitas dalam melaksanakan kegiatan organisasi tanpa harus melakukan penyimpangan terhadap peraturan yang ada. Dengan demikian, komunikasi dapat menciptakan fleksibilitas dalam pelaksanaan kegiatan, namun tetap berpijak kepada aturan dan norma yang disepakati bersama.

Menurut Iqbal Setyarso,“Direktur Komunikasi ACT” menyebutkan, ACT selalu melakukan rapat setiap hari Senin rutin, diikuti level manager ke atas. Rapat hari Kamis khusus Departemen. Rapat hari Jumat, khusus BOD Holding. Di luar hari-hari itu secara fleksibel bisa dilakukan rapat direktorat. 10

Komunikasi lainnya berupa:

10

Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

1. Evaluasi SDM: Tahap Pertama, self assesment pertahun dari bawahan disampaikan ke atasan berupa form isian standar, memuat sejumlah: a. Item evaluasi kinerja yang skornya versi bawahan dicek atasan

langsung;

b. Pendapat karyawan tentang diriya dalam konstalasi organisasi; c. Rencana kerja dan harapannya dalam organisasi;

d. Pembekalan/pelatihan/arahan yang masih diperlukannya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam organisasi;

e. Rekomendasi atasan langsung serta pendapat atasan dari atasan langsung.

Tahap Kedua, Evaluasi SDM di tingkat Bord of Director yang hasil akhirnya berupa pengumuman promosi/demosi/mutasi karyawan pada pertemuan pleno karyawan di akhir renstra (pembayaran online) tahunan. Pada kesempatan ini semua karyawan saling mengenal dan mendengarkan orasi top leader (dari Presiden ACT).11

2. Evaluasi Kelembagaan. Pertama, berlangsung per-catur wulan. Per-Direktorat dan per-Departemen melakukan evaluasi sendiri dan hasilnya diplenokan (semua Departemen). Di sini menjadi ajang eksplorasi kapasitas SDM lintas Departemen, saat pimpinan Departemen memberi kesempatan para Direkturnya mempresentasikan summary evaluasi Direktorat. Kedua, renstra tahunan, mengkritisi presentasi lintas Departemen (diikuti perwakilan Departeman, Direktur dan SDM yang dipandang strategis untuk hadir dalam event tahunan. Ini ajang

11

Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

mengedukasi level leader dari pimpinan Departemen hingga para manager. Top leader (Presiden ACT) menyampaikan inspiring speech di awal renstra, mengikuti dan mengkritisi seluruh rangkaian presentasi Departemen dan Direktorat, meliputi aspek: Evaluasi Tahun Berjalan (SWOT), perencanaan strategis memuat program dan budgeting.12

3. Pembinaan Karyawan. Ada pembinaan spiritual/kajian keagamaan karyawan dua pekan sekali (rabu) bergantian dengan in house training seputar peningkatan kemampuan manajerial level manager ke bawah. 13 ACT juga mewajibkan level Manager ke atas hingga Board of Directors menggunakan Blackberry. Dengan Blacberry ini dibuat sejumlah group– berlapis/berjenjang: group BOD Holding, group BOD Jejaring, group Management dan group ACT (representasi). Selain itu, ada group Direktorat, Group Departemen, Group Antar-Departemen. Melalui Blackberry Messenger, pembahasan isu-isu kelembagaan berlangsung setiap hari: arahan manajemen yang terkait dengan pengambilan keputusan; pencerahan leader (baik top leader maupun di bawahnya); informasi ringan untuk relaksasi (hiburan), foto-foto aktivitas lapangan. Melalui BBM Group, top leader mengetahui dan mengarahkan tim leaders; memantau potensi dan sikap serta narasi manejerial para bawahan. Melalui BBM, anak buah bisa melaporkan kinerjanya, progress report harian dan pekanan, mempersiapkan kompilasi untuk penyusunan final report, dll.14

12

Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

13

Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

14

Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013.

Kegiatan rapat tersebut menunjukkan sebuah pola komunikasi berjenjang. Pola komunikasi tersebut mengoptimalkan setiap divisi melakukan rapat yang secara terorganisir, praktis dan efisien. Komunikasi dilakukan secara hirarki ke atas dan ke bawah. Komunikasi berlangsung secara struktural dan sistematis. Komunikasi ini dapat dikatakan pola komunikasi lingkaran, di mana ada komunikasi yang berjenjang. Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh Pak Totok:

“koordinasi antar komandan dan posko rutin dilakukan pada pagi dan malam hari. Bentuknya briefing pagi sebelum ke lapangan, biasanya jam 05.30-06.30 Wib, berisi pemantapan agenda kerja hari itu, lengkap dengan pembagian tugas personil dan teknis pelaksanaannya. Kemudian, briefing malam, biasanya jam 20.00-22.00 Wib, berisi evaluasi tugas hari bersangkutan dan rencana tugas hari esoknya.”15

Pernyataan di atas, komunikasi dilakukan oleh para pemimpin komandan yang dibentuk berdasarkan hasil rapat yang dilakukan di kantor pusat ACT. tentu saja ini relevan dengan pola lingkaran dimana komunikasi dilakukan dengan yang lainnya.

Briefing pada tahapan ini dilakukan untuk melakukan beberapa tindakan seperti perencanaan pencegahan bencana, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Kegiatan dilakukan oleh kantor pusat di Jakarta. Setiap kegiatan direncanakan dahulu dengan matang sehingga saat bencana datang, ACT akan bergerak secara sitematis dan praktis menanggapi bencana. Tidak hanya bencana letusan gunung Kelud, kegiatan ini dimaksudkan untuk semua bencana baik bencana alam maupun bencana non-alam.

Erlid Riandilanta, salah satu relawan ACT menyebutkan “pada fase pra-bencana biasa kita mitigasi yaitu kita buat peta, cari jalur-jalurnya evakuasi dan

15

Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

mengedukasi masyarakat untuk mengungsi.”16 Erlid menjelaskan tugasnya saat pertama kali dikirim oleh ACT ke lokasi letusan gunung Kelud. Ketika Erlid dikirim ke lokasi bencana bukan tanpa tugas yang jelas melainkan sudah dibekali SOP dari pihak ACT sehingga dia tidak kebingungan saat sampai di lokasi bencana. Hal ini diberikan ACT kepada para relawan berdasarkan struktur yang telah dibuat.

Erlid memberikan gambaran soal SOP yang telah dibuat ACT dan cara menjalankan SOP itu dilaksanakan oleh Erlid sebagai relawan. Tentu koordinasi di lapangan saat relawan bekerja sudah diperhatikan oleh ACT. Sebagai organisasi berpengalaman, ACT membentuk sebuah jaringan komunikasi seperti:

1. Memasang sarana diseminasi informasi, termasuk: ”dedicated link” (saluran Komunikasi khusus).

2. Membuat peta jalur evakuasi dan zona evakuasi dan rambu–rambu bahaya. 3. Membangun shelter pengungsian yang dilengkapi dengan jalan dari

pemukiman penduduk ke shelter, serta sarana dan prasarana darurat di pengungsian.

4. Mengadakan pelatihan evakuasi baik untuk masyarakat.

5. Memfasilitasi peningkatan pemahaman masyarakat melalui pendidikan formal dan nonformal.

16

Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan, Relawan ACT, di Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

Dokumen terkait