• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Anastesi Total Intravena (TIVA)

2.4.2 Fentanil

dengan propofol. Pemberian opioid pada pengobatan preoperative dapat meningkatkan efek depresi ventilasi. Pemakaian infus rumatan propofol akan mengurangi volum tidal dan frekuensi pernafasan. Propofol mengurangi respon ventilasi pada karbon dioksida dan juga hipoksemia. Propofol dapat mengakibatkan bronkodilatasi dan menurunkan insidensi sesak pada pasien asma. Konsentrasi sedasi dari propofol akan menekan respon ventilasi terhadap hiperkapnia disebabkan efek dari kemoreseptor sentral. Berbeda dengan anestesi inhalasi dosis rendah, respon kemorefleks perifer pada karbondioksida masih tetap ada ketika dirangsang oleh karbondioksida dengan adaanya propofol.48

Efek-efek Lain

Propofol tidak mempengaruhi fungsi ginjal atau hepar sebagaimana dinyatakan oleh konsentrasi enzim transaminase liver atau kreatinin. Propofol tidak mempengaruhi sintesis kortikosteroid atau mempengaruhi respon normal terhadap stimulasi ACTH. Propofol dalam formula emulsi tidak mempengaruhi fungsi hematologi atau fibrinolisis.

Propofol juga mempunyai efek antiemetic yang signifikan pada dosis subhipnotik (10 mg) dan telah digunakan untuk mengatasi mual muntah paska operasi (PONV). Peningkatan tekanan bola mata dicegah setelah pemberian propofol. Oleh sebab itu propofol ideal digunakan pada operasi mata.48

Sindroma Infus Propofol

Sindroma infus propofol adalah kejadian yang jarang terjadi dan merupakan suatu keadaan yang kritis pada pasien dengan penggunaan propofol yang lama (lebih dari 48 jam) dan dosis yang tinggi (lebih dari 5 mg/kgBB/jam). Biasanya terjadi pada pasien yang mendapat sedasi di unit perawatan intensif.

Sindroma ini ditandai dengan terjadinya kegagalan jantung, rhabdomiolisis, asidosis metabolik, dan gagal ginjal. Penanganannya adalah oksigenasi yang adekuat, stabilisasi hemodinamik, pemberian dekstrosa, dan hemodialisa.51

2.4.2 Fentanil

Fentanil adalah suatu agonis opioid sintetik derivatif-phenylpiperidine yang secara struktural terkait dengan meperidin. Sebagai analgesik, fentanil 75-125 kali lebih kuat dari

30

morfin.Opioid agonis menghasilkan analgesia melalui ikatannya dengan reseptor spesifik yang terdapat di otak dan medula spinalis dan terlibat dalam transmisidan modulasi nyeri. Terdapat beberapa kategori reseptor opioid antara lain reseptor mu (µ), delta (�) dan kappa (κ).52,53

Gambar 6 Rumus Bangun Fentanil

A. Farmakokinetik 54

Fentanil yang diberikan dosis tunggal intravena memiliki onset yang lebih cepat dan masa kerja obat yang lebih pendek daripada morfin. Meskipun secara klinis fentanil mempunyai onset yang cepat, terdapat perbedaan waktu antara puncak konsentrasi fentanil di plasma dan puncak penurunan gelombang pada EEG. Efek fentanil yang diberikan via darah terhadap otak membutuhkan waktu sekitar 6,4 menit. Potensi yang lebih besar dan onset yang lebih cepat merupakan wujud kelarutan lemak yang lebih besar dari fentanil terhadap morfin, dalam hal fasilitasi hantaran obat melewati barier sawar darah otak. Demikian juga, lama kerja obat yang singkat dari pemberian fenta nil dosis tunggal merefleksikan redistribusi yang cepat pada jaringan tempat obat ini tidak aktif seperti pada jaringan lemak dan otot-otot rangka. Hal ini berhubungan degan penurunan konsentrasi obat di plasma.

Pada paru juga merupakan tempat penyimpanan obat inaktif sekitar 75% dari fentanil yang diberikan sebagai akibat ambilan first pass jaringan paru;

Ketika pemberian fentanil intravena secara multiple atau saat pemberian obat melalui infuse kontinyu dapat terjadi penurunan konsentrasi obat inaktif pada jaringan paru. Singkatnya, konsentrasi fentanil di plasma tidak akan menurun dengan cepat dan kerjanya sebagai analgetik sama halnya dengan depresi dari ventilasi yang dapat terjadi lebih lama. Pada operasi bypass jantung dapat menyebabkan efek fentanil yang menurun yang disebabkan oleh hemodilusi, hipotermi dan aliran darah yang tidak fisiologis, serta respon inflamasi sistemik oleh batang otak didaerah nucleus solitaries, nucleus dorsal vagal, nuckleus ambigus, dan nucleus parabrachial, terutama reseptor mu, sehingga bila diberikan agonis akan menyebabkan hipotensi dan

31

bradikardi. Selain itu juga terdapat mekanisme analgesia yang dimiliki oleh daerah ventrolateral

periaqueductal gray. Reseptor yang terdapat pada jalur hipotalamus-pituitary-adrenal yang

dimodulasi oleh opioid juga berperan pada stess response.

B. Metabolisme

Fentanil kebanyakan dimetabolisme oleh N-demethylation yang menghasilkan

norfentanil, hidroxyproprionil-fentanil dan hidroxyproprionil-norfentanil. Norfentanil secara

struktur sama dengan normoperidin dan prinsip metaboliknya sama pada manusia. Fentanil diekskresikan oleh ginjal dan didapati pada urin dalam waktu 72 jam setelah pemberian fentanil intravena dosis tunggal. Sekitar 10% fentanil yang tidak termetabolisme diekskresikan melalui urin. Fentanil berikatan dengan enzim hati P-450 dan interaksi obat yang terjadi berhubungan dengan aktivitas enzim ini.

C. Waktu Paruh

Meskipun masa kerja fentanil singkat, waktu paruhnya lebih lama dari morfin. Waktu paruh yang lebih lama ini menunjukkan volume distribusi fentanil lebih besar. Besarnya volume distribusi ini berhubungan dengan besarnya kelarutannya dalam lemak. Setelah pemberian bolus intravena, fentanil akan terdistribusi dengan cepat dari plasma ke jaringan-jaringan yang kaya akan pembuluh darah, seperti : otak, jantung, dan paru. Lebih dari 80% obat yang masuk ke intravascular akan tinggal di plasma dalam kurang dari 5 menit. Konsentrasi plasma dari fentanil akan dipertahankan oleh ambilan obat dari jaringan inaktif secara perlahan dimana jumlah efek obat yang menetap sesuai dengan perpanjangan waktu paruh.

Lamanya waktu paruh pada orangtua berhubungan dengan clearance dari opioid. Hal ini disebabkan oleh volume distribusi obat ini tidak berubah dibandingkan dengan golongan dewasa muda. Perubahan ini juga menunjukkan factor umur dapat menurunkan aliran darah hepatik, aktivitas enzim mikrosomal ataupun produksi albumin, sementara fentanil berikatan kuat pada protein sekitar 79-87%.

D. Penggunaan Klinis

Fentanil secara klinis dapat digunakan dengan rentang dosis yang besar, sebagai contoh pemberian fentanil dosis rendah 1-2 µg/kgBB intravena memberi efek analgetik. Fentanil dosis

32

2-20 µg/kgBB intravena dapat menumpulkan respon simpatetik, contohnya pada tindakan laringoskopi untuk intubasi trakea ataupun pada stimulasi akibat pembedahan. Waktu yang dibutuhkan oleh penyuntikan fentanil intravena dan pencegahan berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan saat tercapainya obat ke target organ hingga memberi efek. Penyuntikan fentanil 1,5-3 µg/kgBB intravena 5 menit sebelum induksi anestesi akan menurunkan kebutuhan gas inhalasi anestesi serta respon simpatetik akibat stimulasi pembedahan. Pemberian dosis besar fentanil 50-150 µg/kgBB intravena dapat digunakan secara tunggal untuk anestesia pembedahan. Keuntungan pemberian dosis besar fentanil bagi anestesi, antara lain : efek depresi miokard, yang langsung lebih sedikit, pengeluaran histamine tidak dijumpai dan stress respon pembedahan dapat ditekan. Kerugian penggunaan fentanil sebagai anestesi tunggal, antara lain : kegagalan pencegahan respons simpatetik terhadap stimulasi pembedahan, khususnya pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang baik kemungkinan pasien bangun dan penurunan fungsi ventilasi paska operatif.

E. Efek Samping

Efek samping fentanil menyerupai opioid morfin. Depresi ventilasi yang menetap atau berulang merupakan masalah pascaoperatif yang potensial. Kosentrasi puncak sekunder fentanil di plasma dapat berhubungan dengan sisa fentanil yang ada pada cairan asam lambung (ion

trapping). Sisa fentanil akan diabsorbsi sehingga konsentrasi opioid di plasma akan meningkat.

Sisa fentanil akan diabsorbsi sehingga konsentrasi opioid di plasma akan meningkat. Perbandingan morfin dengan fentanil pada dosis besar adalah tidak terjadinya pengeluaran histamin. Hipotensi yang diakibatkan oleh dilatasi dari venous capacitanta akibat pemberian morfin tidak terjadi pada pemberian fentanil. Fentanil yang diberikan 10 µg/kgBB intravena pada neonates akan menyebabkan terangsangnya refleks baroreseptor di sinus carotid yang dapat secara nyata menurunkan laju jantung. Bradikardi adalah efek fentanil yang dapat menimbulkan penurunan tekanan darah dan cardiac output. Reaksi alergi sangat jarang terjadi pada pemberian fentanil.

Pemberian fentanil pada pasien trauma kepala akan meningkatkan tekanan intracranial 6-9 mmHg dan tidak terdapat perubahan PaCO2. Peningkatan tekanan intracranial biasanya berhubungan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) serta tekanan perfusi otak (CVP).

33

Peningkatan tekanan intracranial yang dipicu oleh pemakaian opioid dapat mengganggu autoregulasi serebral biasanya akibat terjadinya vasodilatasi.

Dokumen terkait