• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI/KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian Terdahulu

2.2.4 Film Dokumenter

Menurut Morrison (2008 dikutip dalam Trianggoro, 2009, h. 6) dokumenter adalah “Sebuah produk jurnalistik berbentuk soft news yang bertujuan untuk pembelajaran dan pendidikan namun disajikan secara menarik”. Hal ini senada dengan yang disampaikan Frank (1994 dikutip dalam Nichols, 2010, h. 318) bahwa tujuan dasar dokumenter adalah “Untuk memberikan pencerahan, informasi, melakukan persuasi, dan memberikan wawasan tentang dunia yang kita tinggali”. Dokumenter sebagai produk jurnalistik sebagaimana yang disinggung Morrsion (2008) dibuktikan melalui pernyataan Nichols (2010, h. 7) yang mengatakan bahwa dokumenter adalah film tentang situasi, peristiwa, dan fakta yang aktual serta menggambarkan sejarah dunia yang sesungguhnya. Kenyataan bahwa beberapa karya dokumenter turut ditayangkan di dalam program berita turut memperkuat kedudukan dokumenter sebagai karya jurnalistik.

Layaknya produk jurnalistik lain, dalam pembuatannya film dokumenter ikut melewati tiga tahap produksi dengan mengombinasikan seni pembuatan film, seni produksi, dan penulisan jurnalistik (Fachruddin, 2012, h. 321). Ketiga tahap produksi yang dimaksud meliputi praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Masing-masing tahap tersebut akan dijabarkan sebagai berikut dengan merujuk pada buku Hampe (2007, h. 39-46) yang berjudul Making Documentary

Films and Videos.

1. Praproduksi

Tahap praproduksi merupakan langkah awal untuk menciptakan sebuah film dokumenter. Pada tahap ini menurut Hampe (2007, h. 40-41) pembuat film harus bekerja keras dalam penetapan konsep, kerangka dan persiapan naskah serta persetujuan, anggaran, dan perencanaan praproduksi.

a. Penetapan konsep

Konsep atau sering disebut sebagai ide merupakan kunci dasar pembuatan film dokumenter. Hal ini yang akan menentukan perjalanan pembuatan dokumenter ke depannya. Hampe (2007, h. 40) menjelaskan, dalam konsep mengandung alasan pembuatan film, topik apa yang difilmkan, dan pengaruh yang diharapkan terjadi pada penonton. Seperti halnya dalam menulis, konsep atau ide bisa datang kapan saja dan di mana

saja. Beberapa petunjuk diberikan Fachruddin (2012, h. 338-340) yang bisa dijadikan sumber awal menggali ide, seperti dari diri sendiri dan lingkungan sekitar, berita di media massa, pencarian di internet, dan inspirasi dari dokumenter lain. Akan tetapi, petunjuk di atas tidak bisa menjadi acuan yang baku sebab setiap orang mempunyai caranya sendiri untuk menghadirkan ide.

b. Kerangka dan persiapan naskah serta persetujuan

Hampe menjelaskan secara terpisah unsur yang terkandung dalam kerangka dan naskah. Kerangka mencakup apa yang ingin direkam beserta alasannya dan bagaimana film bisa diorganisir untuk membuat pernyataan kepada khalayak. Sedangkan, naskah mengandung adegan-adegan yang direkam, bagaimana merekam, siapa yang berada dalam adegan tersebut, dan apa yang dikatakan (Hampe, 2007, h. 40). Kerangka dan naskah merupakan pegangan pada saat pengambilan gambar hingga proses penyuntingan karena keduanya yang menentukan alur cerita dari pembukaan hingga penutupan film.

c. Anggaran

Anggaran merupakan perencanaan biaya yang dibutuhkan selama proses produksi. Besar-kecilnya anggaran menurut Hampe (2007, h. 41) bergantung pada apa yang ingin direkam,

lama waktu yang dibutuhkan untuk merekam, jumlah kru yang dibutuhkan, peralatan yang dibutuhkan, dan semua hal yang masuk dalam produksi seperti musik orisinal. Lazimnya anggaran dibuat untuk skala produksi yang membutuhkan pengajuan proposal.

d. Perencanaan praproduksi

Rencana produksi mencakup semua elemen yang dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah film dokumenter (Artis, 2008, h. 14). Elemen yang disinggung Artis, dijelaskan lebih mendalam oleh Hampe (2007, h. 41-42) dengan membagi ke dalam beberapa bagian seperti, penentuan lokasi, pemilihan pemain, penjadwalan, kru, film atau video, peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.

Dalam menentukan lokasi, sutradara harus melakukan survei tempat dan memerhatikan hal-hal yang akan memengaruhi proses pengambilan gambar, seperti suara dan pencahayaan. Sedangkan, pada pemilihan pemain sutradara harus cermat memilih narasumber atau tokoh yang akan diangkat. Hampe (2007, h. 169) menuturkan dalam pembuatan film dokumenter narasumber yang dipilih harus potensial berbicara di depan kamera. Namun, jauh sebelum penetapan lokasi dan pemilihan tokoh, hal yang paling penting adalah

menyusun jadwal pengambilan gambar dan memutuskan apakah film atau video dokumenter yang ingin dibuat. Hal ini dilakukan agar kru dapat menggunakan waktu, uang, dan peralatan secara efektif dan efisien.

2. Produksi

Produksi merupakan periode yang berfokus pada rekaman visual dan suara yang akan menciptakan film dokumenter (Hampe, 2007, h. 42). Selama produksi berlangsung, sutradara mengambil alih dalam menafsirkan naskah ke dalam bentuk visual. Adapun Hampe (2007, h. 42-43) membagi tahap ini ke dalam tiga proses sebagai berikut.

a. Merekam dan menfilmkan

Proses ini dikenal pula sebagai tindakan eksekusi dari apa yang telah disiapkan pada saat praproduksi. Hal ini melibatkan macam-macam shot agar gambar yang disajikan tidak monoton. Secara garis besar, Stadler dan William (2009, h. 35) membagi

shot ke dalam tiga bagian, yakni long shot, medium shot, dan close up.

1) Long shot

Long shot adalah pengambilan objek gambar secara

mendeskripsikan long shot sebagai merekam tubuh manusia secara keseluruhan dalam konteks suasana dan lingkungan tertentu.

2) Medium shot

Skala rekaman meliputi setengah tubuh mereka, seperti dari pinggang ke atas (Stadler dan William, 2009, h. 35). Dengan kata lain, dalam medium shot hanya mengambil sebagian dari objek gambar.

3) Close up

Pengambilan gambar secara close up memperjelas salah satu bagian dari medium shot. Misalnya, pada bagian wajah. Gambar close up umumnya berukuran satu layar kamera (Stadler dan William, 2009, h. 36).

b. Memproses film dan memindahkan suara

Setelah pengambilan gambar, proses berikutnya adalah memindahkan gambar atau suara yang direkam secara terpisah. Hal ini dilakukan untuk mengamankan data demi kepentingan penyuntingan. Umumnya pemindahan data dilakukan pada beberapa hardisk sebagai data cadangan.

c. Melihat kembali rekaman video

Usai memindahkan data, dilakukan pengecekan kembali untuk memastikan video dapat diputar pada saat penyuntingan.

3. Pascaproduksi

Pascaproduksi merupakan penentu dari seluruh rangkain proses produksi. Pada tahap ini tidak jarang terjadi pertentangan antara gambar yang dimiliki dengan hasil yang direkam (Hampe, 2007, h. 44). Ada lima langkah yang disebutkan Hampe (2007, h. 44-46) untuk mencapai finalisasi.

a. Memperhatikan dan mencatat

Hal pertama yang dilakukan setelah pengambilan gambar selesai adalah melakukan pengamatan ulang pada seluruh gambar dan mencatat bagian-bagian yang dibutuhkan untuk keperluan penyuntingan.

b. Penyuntingan

Menurut Artis (2008, h. 216), penyuntingan merupakan tanggung jawab terbesar dalam pembuatan film dokumenter, fase rekaman menjadi sebuah film. Lebih lanjut lagi, Hampe (2007, h. 44) merumuskan penyuntingan ke dalam tiga tahap yaitu rough cut, fine cut, dan titles, music and narration. Masing-masing tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1) Rough Cut

Rough cut merupakan tahap penyuntingan pertama dalam

pembuatan film dokumenter. Rough cut bertujuan untuk menyatukan beberapa rangkaian gambar menjadi satu dan

umumnya lebih panjang ketimbang hasil akhirnya (Hampe, 2007, h. 44).

2) Fine Cut

Durasi film pada fine cut lebih pendek daripada rough cut karena pada tahap ini ada banyak footage yang akan dihapus (Hampe, 2007, h. 329). Editor akan memilih gambar yang layak dan tidak layak ditampilkan serta memperhalus tampilan gambar terutama pada saat perpindahan scene. Oleh karena itu, tahap fine cut membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya.

3) Titles, Music, and Narration.

Tahap terakhir dalam penyuntingan adalah mencantumkan nama narasumber, musik yang dipakai, lokasi liputan, serta nama-nama kru yang terlibat dalam pembuatan film. Namun, pada dokumenter yang menggunakan voice over (VO) turut melibatkan narasi dalam proses ini.

c. Tinjaun kembali hasil penyuntingan

Setelah melewati proses penyuntingan, gambar akan ditinjau kembali untuk menghindari kesalahan penyuntingan yang melibatkan gambar, suara, musik, dan efek gambar.

d. Penyelesaian film

Untuk menyelesaikan film dokumenter, seorang produser dituntut untuk untuk mengetahui teknologi yang digunakan serta orang yang dapat diajak bekerja sama (Hampe, 2007, h. 45). e. Distribusi

Distribusi bertujuan untuk memastikan film yang dihasilkan sampai ke tangan penonton atau dinikmati penonton (Hampe, 2007, h. 46). Hal ini penting mengingat penonton memiliki peranan besar dalam menentukan keberhasilan sebuah film.

Dokumen terkait