• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

C. Filosofis Wayang Beber

Pembicaraan tentang wa yang sering selalu dikaitkan dengan m ito s, mistik magi dan ritus (up acara sesaji dan lain sebagain ya). Wayang itu sud ah mulai menyatakan fungsi yang lain. Wayang beralih dari fungsi mitosn ya menuju ke fungsi filsafat. Lambang-lambang yang telah diterangkan di atas berfungsi sebagai lambang dari fenomena, yang kemu dian diselami secara mend alam, agar ditemukan nilain ya yang hakiki dan apa yang seharusn ya. Sekarang wayang merupakan simbo l dari hidup maupun kehidup an itu sendiri. Bahkan wayang dapat d ikatakan meru pakan sebuah ensiklopedia tentang hidup, yang dap at diu ngkap kan secara onto logis-metafisis. Sekarang sudah menjadi suatu kenyataan, bahwa wa yang telah mampu ikut membantu menjelaskan fenomena-fenomena hidup modern dengan metod e atau secara fenomenalogis menu rut Sri Mulyo no dalam Wiwien Widyowati R (2009: 211 ).

Pertunjukan Wa yang Beb er secara samar-samar mengungkapkan filsafat Jawa yang men yatakan p entingn ya memahami jalannya huku m alam. Filsafat itu secara tersirat maupun tersurat d isamp aika n dalam bentuk wejangan dalang. Konsep -konsep yang d iejawantahka n dalam perilaku toko h wayang, secara tidak sengaja diresapi d an dijad ikan pedoman dalam menjalankan hidup o leh sebagian

menggambarkan tindakan manusia yang ja hat dan yang luhur, beserta konseku ensinya masing-masing, agar manusia d ap at mencap ai keseimbanga n yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam adikodrati, hubungan manusia d engan masyarakat, serta hubungan manusia dengan alam sehingga manusia mampu mencegah keha ncuran.

Unsur budaya Jawa yang tersirat d alam Wa yang Beber yang menceritakan Panji Kembang Kuning dengan Dewi Sekar Taji secara simbolik dapat ditangkap maknanya. Makna tersebut mengandung dua d imensi bagi manusia di dalam hubungan vertikal menu nju kkan adanya p engakuan manusia Jawa bahwa hid up ad a yang mengatur dan menentukan, yakni Tuhan Yang M aha Tinggi. Sikap manusia d alam hubungan horisonta l berupa hubungan sosial dan alam u ntu k mencapai keseimbangan. Dengan demikian unsur-unsur budaya Jawa yang termu at d alam W ayang Beber tersebut dapat diimplementasikan untuk sumber daya manusia, serta mengajarkan kebijaksanaan serta melengkapi bagian-bagian kitab su ci dari agama menuju terciptanya manusia yang utuh baik lahir maupun batin.

Menurut pendapat Susilo (2000: 74) wayang secara tradisio nal adalah intisari kebud ayaan masyarakat Jawa yang merup akan warisan turu n-tumuru n, dan secara konvensio nal telah diaku i bahwa ceritera dan karakter toko h-tokoh wayang itu merupakan cerminan inti dan tujuan hid up manusia. Penggambarannya sed emikian halus, penuh dengan simbol-simbol sehingga tidak setiap orang dapat menangkap pesan atau nilai-nilai yang ada di dalamnya. Kehalusan wayang merupakan kehalusan yang sarat d engan misteri. Han ya o rang-orang yang telah m encapai tingkatan batin tertentu yang mamp u menangkap inti sari dari pertunjukan wayang.

Wayang pad a hakikatn ya adalah simbol dari kehidupan manusia yang bersifat kero hanian. Sebagai kesenian klasik tradisional, wayang mengandung suatu ajaran yang b ersinggungan dengan hakikat manusia secara mendasar. Di antaran ya ialah ajaran moral yang mencakup moral pribadi, moral sosial, dan mo ral raligius (Nugroho, 2005: 11). Pertunju kan wayang menyu guhkan secara luas mengenai hakikat kehidupan manusia dan segala permasalahan di sekitarnya,

rahasia hidup beserta kehid upan manusia. Melalui pertunjukan wayang manusia diharapkan dapat merenungi hidup dan kehidupan ini utamanya mengenai kehidupan pribadi yang berhubungan dengan sa ng kan paraning dumad i dan apa yang dap at dilakukan dalam menghadapi kehidupan di dunia yang tidak lama ini.

Dewasa ini apabila terdengar pembicaraan tentang karya-karya budaya tradisional, p ada umu mnya o rang mempunyai persepsi ke belakang. Tradisi selalu diidentikkan dengan yang ku no dan ketinggalan zaman. Akibatnya, ban yak tulisan tentang kajian produ k budaya masa lampau bernilai tinggi yang muncu l di jaman ini kurang diminati oleh generasi sekarang. Untuk itu perlu ditekankan kembali pada penggalian nilai-nilai dalam cerita W ayang Beber yang dip andang masih relevan bagi kehidupan manusia baik sekarang m aupu n masa yang akan datang. Nilai-nilai itu dikaji dengan kaidah-kaidah ilmu filsafat, d iad aptasikan d engan paradigma b aru d alam perkemb angan dunia ilmu filsafat sekarang.

Wayang Beber perlu dikaji, karena banyak menyampaikan p esan-pesan berupa nilai-nilai hakikat hidup, pandangan hidup, dan budi pekerti. Hal-hal tersebut terselubung dalam simbol-simbol yang sangat rumit dan lembut. Untuk mengungkap berb agai tabir simbolik dalam lakon wa yang itu d iperlukan perenungan secara mendalam d an serius. Sudibjo d an Wirasmi (1980: 5) dalam pengantar terjemahan Serat Panji Dadap mengatakan bahwa, Karya sastra lam a akan dapat memberikan khasanah ilmu pengetahuan yang beraneka macam ragamn ya. Penggalian karya sastra lama yang tersebar di daerah-daerah ini akan menghasilkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pandanga n hidup serta landasan falsafah mulia dan tinggi nilainya. Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sastra daerah, akhirnya akan dap at menunjang keka yaan sastra Indonesia pada umu mnya (wayangprabu.com di unduh tanggal 11 Desember 2011 ).

Salah satu disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah-masalah dalam lakon wayang ad alah ilmu filsafat. Melalui cerita Wayang Beber banyak mengand ung nilai-nilai filsafati, sehingga nilai-nilai itu mudah d icerna dan d ip ahami o leh generasi masa kini d an m asa mendatang. Kajian melalu i ilmu

Beb er merup akan eksplorasi dari nilai-nilai kehidupan yang berhubungan denga n keberadaan manusia. Nilai-nilai itu disampaikan melalui pemb eb eran peristiwa-peristiwa yang berupa simbol-simbol dalam bentuk pertunjukan. Seperti halnya dapat dilihat pada struktur lakon, struktur adegan, dan penokohan. Ungkapan simb ol-simb ol dalam pertu nju kan Wa yang Beber mengandung p esan-pesan pengetahuan ataupun ajaran-ajaran kehid up an. Hal ini terungkap dalam ucapan wacana toko h melalui dalang, baik berup a narasi maupun d ialog tokoh dan wejangan-wejangan.

Lakon Wa yang Beb er juga mengand ung banyak simbol-simb ol yang dapat dimaknai secara kosmologis, karena dalam pertunju kan wayang dalam lakon-la kon tertentu selakon-lalu disampaikan ajaran-ajaran yang mengarah pada pemahaman kehidupan manusia sebagai bagian dari dunia semesta, sehingga sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia harus dapat menyesuaikan keberadaann ya terhadap ketertib an dan susunan kehidupan du nia semesta. Dengan demikian manusia aka n mengalami hidup yang selaras, serasi, dan seimbang. Cerita Panji yang diadopsi dalam W ayang Beb er memiliki satu tip e atau model yaitu tipe lako n penyam aran dan pencarian perjalanan Panji Kembang Kuning d alam rangka mencari Dewi Sekartaji.

Secara u tuh pertunjukan W ayang Beber juga merupakan cerminan tata nilai kehidupan o rang Jawa. Dalam p erjalanan suatu lakon tersirat mengenai nilai-nilai hakikat kehidupan manusia. Yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama, dan alam lingkungannya, serta dirinya sendiri. Wa yang Beber menyampaikan ajaran moral kepemimp inan. Pengembaraan Panji mencari Dewi Sekartaji bu kan semata-mata karena asmara, tetapi ini merupakan simbol suatu idealism e seo rang pemimpin. Putri Sekartaji dapat diibaratkan sebagai simb ol puncak kebahagiaan sejati, seorang pemimpin dalam menggapai kebahagiaan sejati hendaknya mengenali segala sesuatu yang ada di sekitarnya, yaitu mengenali semua sifat alam lingkungann ya, seb agaimana lakon W ahyu Makutharama d alam pertunjukan Wa yang Purwa yang lazim disebut Hasthab rata. Hastha berarti delapan, Brata ad alah laku atau tindakan. Hasthabrata dapat diartikan d elapan tindakan yang harus dilaksanakan o leh seorang pemimpin atau

raja. Inti dari Hasthabrata ad alah d elapan ajaran moral kepemimp inan. Dalam Lakon Wahyu M akuthrama, toko h yang m endap atkan ajaran Hasthab rata adalah Arjuna, yang disampaikan oleh Begawan Kesawasidhi sebagai wuju d lain dari Krisna. Arju na dan Krisna ad alah reinkarnasi dari Wisnu. Demikian halnya Panji Kembang Kuning.

Perjalanan Panji Kembang Ku ning mencari Sekartaji tidak semata-mata dapat d iartikan secara harafiah. Kata p erjalanan d an mencari merupakan simb ol jiwa ro hani dan karakter manu sia. Jadi p engertian p erjalanan adalah laku atau tindakan rohani menu ju tingkat spiritu al terdalam. Sedangkan mencari yaitu up aya menemukan ”Sang Se jati”, yang tidak berwujud wad ag melainkan bersifat rohani. Orang bersamadi mencari pencera han atau kep uasan spiritual ataupun petu njuk ghaib, b adannya tidak bergerak dan tidak beranjak dari tempat di mana ia berad a tetapi yang bergerak hanyalah jiwanya. Diibaratkan Panji yang melampaui berbagai pengalaman mencari Dewi Sekartaji.

Panji harus berhadapan dengan berb agai rintangan yang menghalanginya seb elum menemukan Dewi Sekartaji. Ini merupakan simbol dari kemungkaran hawa nafsu. Oleh karena Panji telah memiliki keteguhan hati dan kesento saan iman, maka penghalang itu dapat dimusnahkan. Jadi dalam hal ini Panji merupakan simbo l dari jiwa yang tegu h d an ma mpu menaklu kkan hawa nafsu yang menggoda, sehingga cita-citanya tercapai dengan semp urna (wawancara dengan Rudhi Prasetya, 16 November 2011).

Memb ahas cerita pad a Wayang Beber yang hanya memiliki satu lako n yaitu Panji adalah berbicara tentang nilai. Nilai adalah sesuatu yang dianggap benar dan p erlu dihargai. Nilai mempunya i maksud mengartikan secara u mu m segala yang menjadi o bjek penghargaan atau sebagai sesuatu yang pada dirinya la yak dihormati atau dikagumi (Muji Sutrisno , 1993: 84). Nilai filsafati dalam wayang adalah pesan-pesan filosofis yang dipandang perlu dan layak d ihargai serta ditaulad ani o leh manu sia, yang terdapat di dalam ceritera wayang.

Wayang Beber men yampaika n ajaran moral kep emimpinan. Pengembaraan Panji mencari Dewi Sekartaji bukanlah semata-mata karena

Sekartaji dapat diibaratkan sebagai simbol pu ncak kebahagiaan sejati, seo rang pemimp in dalam menggapai kebahagiaan sejati hendaknya mengenali segala sesuatu yang ada di sekitarnya, yaitu mengenali semua sifat alam lingkungannya

Panji Kembang Kuning digambarkan sebagai simbol kepemimp inan Jawa karena perjalanan d alam mencari Dewi Sekartaji men yamar sebagai kawula cilik dan hidup men yatu dengan orang-orang desa yang merupakan simbol pemahaman manusia terhad ap alam semesta. Dengan mem ahami sifat-sifat alam semesta berarti manusia menyadari pula akan kekuasaan Tuhan Maha Pencipta. Sebagaimana yang diajarkan o leh Begawan Kesewasidi kepada Arjuna dalam la kon Wahyu M akutharama, bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang baik harus menjalankan delapan watak alam yang disebut Hasthabrata. Adapun delapan watak alam d imaksud adalah sebagai berikut.

a. Watak Surya artinya matahari yaitu seorang pemimpin harus berguna la ksana matahari. Matahari di pagi hari selalu terbit dari timur dan so re hari tenggelam di barat, itu sebagai lamb ang sifat setia d an selalu menepati ja nji. Dengan sinar matahari, segala yang ad a di muka bumi dapat hidup dan berkemb ang sesuai kodratnya masing-masing. Sebagai seo rang pemimpin harus setia pada janjinya, mampu memberi keku atan dan semangat hid up bagi rakyatnya.

b. Watak Candra artin ya bulan. Caha ya bulan menerangi di waktu malam hari, berkesan seju k indah dan damai. Seorang pemimp in harus menunjukkan sikap yang menarik dan menye nangkan, serta mampu menerangi hati rakyatnya yang sedang mengalami kesusahan laksana bulan purnama.

c. Watak Ka rtika artinya bintang. Bintang di langit pada malam hari nampak indah bagaikan hiasan permata dan selalu tetap pada tempatnya. Bintang juga bergu na sebagai petu njuk arah bagi para nelayan. Seorang pemimp in harus berfungsi laksana bintang yaitu bersikap tenang, d apat menjadi tauladan, d an menjadi kiblat atau pedoman bagi rak yatn ya.

d. Watak Himanda artinya awan. Awan di angkasa kelihatan seram dan menakutka n, tetapi apabila su dah menjadi hujan sangat bermanfaat bagi

kehidupan di bumi. S eorang pemimpin harus bergu na laksana awan, yakni berwibawa, dan bermanfaat bagi kehidupan rakyatnya.

e. Watak Kisma artinya bumi. Bu mi setiap hari diinjak oleh manusia, dicangkul dan sebagainya. Akan tetapi bu mi tidak pernah menyesal, tidak pernah mengeluh, bahkan barang siap a menjatuhkan benih di b umi pasti akan tumbuh dan berbuah berlipat gand a. Setiap pemimpin harus bersifat la ksana bumi, yakni berbudi sentosa dan ju jur, tidak suka hanya menerim a pemberian, bahkan selalu memberi anugerah kep ad a siapa saja yang berjasa terhadap b angsa dan negara.

f. Watak Dahana artinya api. Api memiliki sifat tegak menyu lut ke atas. Barang siapa menghala ngi api tentu akan terb akar. Api sebagai lambang ketegasan d an keadilan. Setiap pemimpin harus bersikap laksana api, yakni tegas dan b erani memberantas semua rintangan secara adil tanpa pand ang bulu.

g. Watak Samodra artin ya air. Samudra luas tanpa batas dan menampung segala mu ara air. Setiap p emimpin haru s bersifat laksana samodra atau air, yaitu lapang dada, adil, sanggup menghadapi berbagai p ermasalahan, dan tid ak membed a-bedakan cara merangkul rakyatnya.

h. Watak Samirana artinya angin. Tiada tempat yang tid ak terkena angin, di gunung ad a angin, di lembah dan d asar samo udra p asti ad a angin. Setiap pemimp in harus bertindak laksana angin, yaitu melaku kan tindakan teliti dan mencermati segala lap isan, jika rakyat yang ada di lapisan atas did ekati, rakyat di lapisan bawah juga harus didekati, sehingga tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial.

Melihat sekilas pap aran di atas dap at disimpulkan bahwa, semua isi dari ajaran delapan watak alam semesta itu merupakan ajaran mo ral kepemimpinan yang masih memiliki relevansi tinggi bagi kehidupan aktual di zaman sekarang dan di masa mendatang. Ha l-hal yang b erhubungan dengan nilai kebenaran, kejujuran, d an keadilan dapat d id ekati d engan filsafat moral. Panji Kemb ang Kuning sebagai seorang raja sela lu berb au r d engan rakyatnya, ia melalui cara

tersebut bukan hanya semata-mata suatu tuntunan bagi seorang raja memimpim rak yatn ya, akan tetapi juga pemahaman bagi manusia pad a umumnya terhadap kodratnya, sehingga mampu memimp in dirinya send iri (www.unso ed.ac.id diu nduh p ada tanggal 25 November 2011).

Dokumen terkait