• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fish Nugget

Fish nugget adalah suatu produk olahan dari bahan dasar daging ikan yang digiling halus dan diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu selanjutnya dicelupkan ke dalam batter, breading kemudian digoreng atau disimpan terlebih dahulu dalam ruang pembeku (freezer) sebelum digoreng. Daging giling berasal dari ikan segar yang telah dibuang kepala, sisik/kulit, sirip, isi perut dan insang serta setelah dipisahkan dari tulangnya (Mesra 1994).

Pada dasarnya produk fish nugget sama seperti nugget ayam atau nugget udang. Perbedaannya hanya terletak pada bahan baku yang digunakan dan karakteristik yang dimiliki oleh bahan baku tersebut (Aswar 1995). Fish nugget juga dapat dibedakan antara bahan baku ikan laut dan ikan tawar. Fish nugget dengan bahan baku ikan laut memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan bahan baku ikan tawar. Hal ini disebabkan oleh tekstur yang lebih kompak dan juga pengaruh adaptasi dari sistem osmoregulasi air laut (Rumaniah 2002).

2.1.1 Tahapan pembuatan fish nugget

Dalam pembuatan fish nugget terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut (Rumaniah 2002) :

a. Penyiangan dan Pencucian. Penyiangan adalah membuang bagian yang tidak diperlukan yaitu kepala, sisik/kulit, isi perut dan insang. Penyiangan dan pencucian dilakukan pada dasarnya adalah untuk menghilangkan segala kotoran, darah dan lendir dari ikan yang merupakan sumber bakteri pembusuk dan bakteri patogen.

b. Filleting. Tahapan ini adalah tahapan memisahkan daging dari tulang ikan serta kulitnya, sehingga didapat daging bersih tanpa tulang dan kulit atau sisiknya.

c. Pencucian. Pencucian terhadap fillet ini bertujuan untuk menghilangkan protein sarkoplasma yang terdapat pada daging ikan tersebut. Selain itu,

pencucian bertujuan untuk mendapat tekstur yang kompak. Proses pencucian ini menghasilkan bahan baku berupa surimi.

d. Penggilingan. Tahapan ini bertujuan untuk menghaluskan dan melembutkan surimi, sehingga memudahkan pencampuran dengan bahan tambahan lain untuk membentuk adonan.

e. Pengadonan dan Pencetakan. Pengadonan merupakan proses pencampuran surimi yang telah digiling dengan bawang putih, gula, garam dan merica untuk memberikan rasa (seasoning). Bahan lain yang juga ditambahkan adalah tepung tapioka, telur serta karagenan. Setelah adonan homogen lalu dicetak dan diberikan tepung panir.

f. Pengukusan. Adonan lalu dikukus selama 45 menit pada suhu 100 0C, agar teksturnya menjadi lebih padat.

g. Penggorengan. Pada tahapan terakhir ini, bahan yang telah dikukus didinginkan terlebih dahulu untuk menurunkan suhunya, lalu digoreng pada suhu 180 0C selama tiga menit. Tujuan penggorengan adalah untuk mematangkan, meningkatkan cita rasa, mengeringkan, memberikan warna yang baik dan untuk membunuh mikroba yang tadinya terdapat dalam adonan.

2.1.2 Bahan pengikat

Bahan pengikat merupakan bahan yang digunakan dalam industri makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam makanan adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberikan warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air dari adonan. Pembentukan adonan atau lebih tepatnya pengembangan adonan dipengaruhi kandungan protein dalam tepung terigu (Fennema 1996).

Pembentukan adonan atau lebih tepatnya pengembangan adonan dipengaruhi kandungan protein dalam tepung terigu. Menurut Fennema (1996) protein dalam tepung terigu dapat dibedakan menjadi empat jenis berdasarkan kelarutannya, yaitu :

a. Glutenin, merupakan jenis protein yang tidak larut dalam air, garam maupun alkohol.

b. Globulin, merupakan jenis protein yang mempunyai sifat larut dalam garam tapi tidak atau sedikit larut dalam air.

c. Glindin, merupakan jenis protein yang bersifat larut dalam larutan alkohol 70-90%.

d. Albumin, jenis protein yang larut dalam air.

2.1.3 Bumbu-bumbu

Penambahan garam diperlukan untuk mendapat gel lumat yang baik. Garam yang ditambahkan pada daging ikan pada umumnya adalah berkisar 2-3 % dari berat daging ikan (Watanabe et al. 1974). Penggunaan garam pada konsentrasi 1 % hingga 2 % mengakibatkan produk daging ikan yang kurang kompak dan agak lunak. Hal ini disebabkan oleh protein miofibril dalam daging ikan yang belum sepenuhnya terkontraksi sehingga membentuk gel tidak sempurna. Pada penggunaan garam dengan konsentrasi 3 % hingga 4% didapat produk daging ikan yang kompak dan kenyal. Walaupun pada konsentrasi 4 % rasa dagingnya terlalu asin (Romadhonna 2000).

Bawang putih (Allium sativa L.) berfungsi sebagai penambah aroma dan cita rasa produk yang dihasilkan. Bau yang khas pada bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang putih muncul apabila terjadi pemotongan atau perusakan jaringan. Bawang putih sangat mudah dijumpai pada daerah-daerah tropis di sepanjang garis khatulistiwa. (Palungku dan Budiatri 1992).

Lada atau merica (Piper nigrum) adalah bahan pangan yang biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap masakan. Lada digemari karena mempunyai sifat penting, yaitu rasanya yang pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas pada lada yang dihasilkan berasal dari zat piperin dan piperinin serta khavisin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida. Merica sangat digemari oleh orang-orang yang tinggal di iklim sub-tropis karena dapat menghangatkan suhu badan (Rismunandar 1993).

2.1.4 Predusting, battering dan breading

Predusting banyak digunakan untuk meningkatkan daya adhesi batter. Proses ini sangat penting untuk produk basah atau memiliki permukaan yang berminyak misalnya daging bagian dada dan drumstick. Predusting biasanya mengandung tepung atau campuran tepung batter dan kemungkinan bumbu- bumbu jika diinginkan (Sidiq 2005).

Predusting biasanya diaplikasikan dengan menggunakan drum breader, tetapi metode ini lebih sesuai diaplikasikan untuk daging yang banyak mengandung otot sebagai akibat gaya mekanis yang terjadi pada drum breader. Metode lainnya adalah dengan menggunakan springkle applicator. Metode ini digunakan untuk produk cetakan karena tidak banyak mengalami tekanan mekanis (Sidiq 2005).

Batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati dan bumbu- bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk setelah dimasak. Coating dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Ada dua jenis batter yang dapat digunakan yaitu jenis yang beragi dan yang tidak beragi. Jenis yang beragi digunakan untuk coating karena memiliki level viskositas yang tinggi, sehingga breading tidak perlu dilakukan. Batter yang beragi salah satunya adalah tempura. Sedangkan jenis yang tidak beragi biasa dikombinasikan prosesnya dengan breading dan tingkat viskositasnya dapat diatur (Fellow 1992).

Breading adalah campuran tepung, pati dan bumbu berbentuk kasar dan diaplikasikan sebelum digoreng. Terdapat lima jenis utama breader yaitu American bread crumbs, Japanese bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan extruded crumbs (Fellow 1992).

Fungsi utama dari batter dan breading secara keseluruhan adalah untuk memperbaiki penampakan dan memperbaiki karakteristik produk, misalnya kerenyahan tekstur maupun warna yang lebih menarik. Batter dan breading juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut. Batter dan breading juga bertujuan untuk menjaga kelembaban produk pangan. Tepung roti yang digunakan harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, berwarna cemerlang,

berbentuk serpihan yang rata dan tidak mengandung benda asing (Badan Standardisasi Nasional 1999).

Dokumen terkait