• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk Core flooding Test 58 Lampiran 5 Prosedur Perhitungan Porositas dan Permeabilitas Core

C 12 -C 14 Inti Sawit

2.5 Uji Kinerja Surfaktan

2.6.1 Formasi Reservoir

Hampir semua aplikasi kimia EOR berada pada reservoir batu pasir, dan beberapa proyek stimulasi pada reservoir batu karbonat. Salah satu alasan sedikitnya aplikasi surfaktan di reservoir karbonat adalah karena surfaktan anionik memiliki adsorpsi yang tinggi dalam karbonat. Alasan lain adalah bahwa anhidrit sering ada di karbonat, yang menyebabkan presipitasi/endapan dan kebutuhan alkali yang tinggi (Sheng 2011).

Kebanyakan formasi reservoir terdiri dari campuran silika, clays, batu gamping dan dolomit. Berdasarkan kecenderungan wettability dari komponen matrik silika, sering diasumsikan kebanyakan reservoir minyak bersifat suka air/water-wet. Walau begitu banyak reservoir yang bersifat oil wet ditemukan melalui analisis laboratorium dengan mengukur sudut kontak antara fluida dan batuan reservoir dari berbagai daerah di dunia (Ayirala 2002).

Menurut Lake (1987) reservoir-reservoir minyak bumi berbeda dalam hal geologis alamnya, kandungan air dalam reservoir, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, metode

optimum untuk me-recovery minyak bumi dalam jumlah yang maksimum pada suatu reservoir

berbeda terhadap reservoir yang lain.

Banyak hal yang mempengaruhi perolehan minyak dari sumur, diantaranya adalah porositas, dan permeabelitas dari batuan reservoir. Porositas adalah kemampuan untuk menyimpan, sedangkan permeabilitas yaitu kemampuan untuk melepaskan fluida tanpa merusak partikel pembentuk atau kerangka batuan. Porositas dan permeabilitias sangat erat hubungannyan sehingga dapat dikatakan bahwa permeabilitas tidak mungkin ada tanpa adanya porositas, walaupun sebaliknya belum tentu demikian (Nurwidiyanto et al. 2005). Gambaran struktur batu pasir dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Penampang batu pasir/sandstone (Loehardjo et al. 2007).

Menurut Rachmat (2009) batuan reservoir didefinisikan sebagai suatu wadah yang di isi dan di jenuhi minyak dan/atau gas, merupakan lapisan berongga/berpori-pori. Secara teoritis semua batuan, baik batuan beku maupun batuan metaforf dapat bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi pada kenyataan ternyata 99% batuan reservoir adalah batuan sedimen.

17 Batuan reservoir adalah wadah di bawah permukaan bumi yang mengandung minyak dan gas, sedangkan bila berisi air disebut aquifer. Batu pasir merupakan batuan yang penting pada reservoir maupun aquifer. Sekitar 60% dari reservoir minyak terdiri atas batu pasir dan 30% terdiri atas batu gamping dan sisanya adalah batuan lain.

Menurut Rachmat (2008) temperatur reservoir merupakan fungsi dari kedalaman. Hubungan ini dinyatakan oleh gradient geothermal. Harga gradient geothermal itu berkisar antara 0.3°F/100 ft sampai dengan 4°F/100 ft. Tekanan reservoir didefinisikan sebagai tekanan fluida didalam pori-pori reservoir, yang berada dalam keadaan setimbang, baik sebelum maupun sesudah dilakukannya suatu proses produksi. Berdasarkan hasil penyelidikan, besar tekanan reservoir mengikuti suatu hubungan yang linear dengan kedalaman reservoir tersebut ke permukaan, sehingga reservoir menerima tekanan hidrostatis fluida pengisi formasi. Berdasarkan ketentuan ini, maka pada umumnya gradient tekanan berkisar antara 0.435 psi/ft.

Menurut Wahyono (2009) porositas adalah suatu besaran yang menyatakan perbandingan antara volume ruang kosong (pori-pori) di dalam batuan terhadap volume total batuan (bulk volume). Porositas dinyatakan dalam fraksi atau dalam persen (%). Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu ukuran kemampuan batuan berpori untuk melalukan fluida (memindahkan dari suatu tempat ke tempat lain). Permeabilitas dinyatakan dalam Darcy atau mdarcy, 1 darcy adalah ukuran kemampuan batuan untuk melalukan fluida pada kecepatan 1cm3/detik dengan viskositas 1 centipoise melalui penampang pipa/pori 1 cm2 sepanjang 1 cm, pada perbedaan tekanan sebesar 1 atmosfir.

Beberapa reservoir secara alami bersifat padat dan memperlihatkan permeabilitas yang rendah yang diakibatkan oleh kandungan endapan lumpur dan lempung yang tinggi serta ukuran butiran yang kecil. Pada beberapa kasus, permeabilitas yang rendah terjadi pada daerah sekitar sumur bor yang mengalami penyumbatan selama proses pengeboran (drilling) berlangsung. Sumur yang mengalami kerusakan akibat pengeboran dan ditambah dengan reservoir yang padat akibat kandungan mineralnya memperlihatkan laju produksi yang rendah sehingga sering menjadi tidak ekonomis. Kondisi ini tetap akan ada walaupun tekanan reservoir tinggi. Pada kondisi ini, pemberian tekanan menggunakan injeksi fluida tidak akan memberikan keuntungan. Injeksi tekanan akan menjadi terlalu tinggi akibat permeabilitas reservoir yang rendah (Economides dan Nolte 1989).

Menurut Koesoemadinata (1978) porositas dikelompokkan menjadi diabaikan (negligible) 0–5%, buruk (poor) 5–10%, cukup (fair) 10–15%, baik (good) 15–20%, sangat baik (very good) 20–25% dan istimewa (excellent) > 25 %. Permeabilitas beberapa reservoir dikelompokkan menjadi ketat (tight) < 5 mD, cukup (fair) 5–10 mD, baik (good) 10–100 mD, baik sekali 100–1000 mD dan (very good) >1000 mD.

Menurut Allen and Robert (1993) selain porositas dan permeabelitas sifat reservoir juga dipengaruhi oleh sifat kebasahan/ wettability, wettability merupakan sifat kebasahan permukaan batuan. Batuan bersifat water-wet berarti batuan tersebut lebih mudah dibasahi oleh air daripada minyak. Demikian juga sebaliknya batuan oil-wet maksudnya batuan tersebut lebih mudah dibasahi oleh minyak daripada air. Hal ini menyebabkan batuan yang bersifat oil wet atau sifat kebasahan terhadap minyak besar menyebabkan minyak mudah terperangkap sehingga mengakibatkan residual oil.

Boneau and Clampitt (1977) melakukan percobaan core flooding baik pada batuan pasir yang bersifat oil-wet dan water-wet dengan permeabilitas, porositas dan struktur pori yang

sama menggunakan surfaktan dan mendapatkan recovery minyak tersier dalam range 55-65%

Surfaktan mendesak lebih sedikit minyak dari batuan pasir yang bersifat sangat oil-wet karena tiga sampai lima kali lebih banyak jumlah sulfonat teradsorpsi pada batuan pasir yang bersifat oil-wet daripada batuan pasir yang bersifat water-wet.

Menurut Kristanto (2010) prinsip dasar dari soaking surfaktan ini adalah menginjeksikan sejumlah tertentu chemical ke dalam reservoir dengan anggapan minyak yang dapat terdorong oleh air (waterflooding) akan bergerak menjauhi lubang sumur dan yang akan bereaksi hanya residual oil yang tidak terkuras/tersapu oleh air, setelah itu surfaktan yang diinjeksikan akan bekerja dan bereaksi dengan menurunkan tegangan antarmuka pada saat perendaman/soaking dilakukan karena surfaktan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan antarmuka (IFT).