• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk Core flooding Test 58 Lampiran 5 Prosedur Perhitungan Porositas dan Permeabilitas Core

C 12 -C 14 Inti Sawit

2.4 Formula Surfaktan untuk Enhanced Oil Recovery

Pemilihan surfaktan merupakan proses terpenting yang mempengaruhi keberhasilan proses injeksi surfaktan. Sebelum proses implementasi, pengkajian laboratorium secara ekstensif diperlukan dalam rangka memastikan surfaktan yang dipilih tepat untuk suatu reservoir. Juga, parameter seperti konsentrasi surfaktan, laju injeksi, dan kelakuan surfaktan pada kondisi reservoir, harus diuji dan dipastikan. Ini memberikan pengetahuan terhadap kelebihan dan kekurangan surfaktan dengan memperhatikan keuntungan terhadap reservoir, dan dapat membantu dalam prediksi perolehan minyak. Beberapa uji dapat digunakan dalam rangka pemilihan surfaktan diantaranya: uji kelarutan minyak, pengaruh elektrolit, uji densitas larutan surfaktan, uji viskositas larutan surfaktan, uji waktu kelarutan, identifikasi formulasi optimal surfaktan-co-solvent, dan core flood (Lake 1989).

Untuk mendapatkan gambaran peningkatan recovery minyak, sejumlah penelitian di

laboratorium harus dilaksanakan, uji kompatibilitas, pengukuran IFT (sebagai parameter terpenting), uji kelakuan fasa, injektifitas, dan adsorbsi surfaktan oleh batuan, sebelum implementasi surfaktan di lapangan (Eni et al. 2007). Adapun karakteristik formula surfaktan yang diharapkan untuk EOR menurut BPMIGAS (2009) adalah sebagai berikut:

Kompatibilitas : Positif

Adsorpsion : < 400 µg/gr batuan

IFT : 10-2– 10-4 dyne/cm

Temperatur : stabil, sesuai suhu reservoir

pH : 6-8

Bentuk fasa : tipe III (fasa tengah) atau minimal tipe II (-) Recovery oil : 10-20 % incremental

Filtration Rate : < 1.2

Subjek penting lainnya pada surfaktan untuk enhanced water flooding adalah adsorpsi surfaktan. Adsorpsi surfaktan merupakan pertimbangan penting dalam semua penerapan dimana surfaktan akan kontak dengan permukaan padat. Banyak surfaktan teradsorpsi pada sela batuan hingga terjadi interaksi elektrostatik antara lokasi aplikasi pada permukaan padat dan surfaktan. Faktor yang mempengaruhi adsorpsi surfaktan dalam sebuah reservoir meliputi temperatur, pH, salinitas, tipe surfaktan, dan tipe batuan. Seperti biasa, satu-satunya faktor yang dapat dimanipulasi untuk tujuan enhanced oil recovery adalah tipe surfaktan, yang disesuaikan dengan kondisi reservoir (Ayirala 2002).

Surfaktan dapat menghasilkan ultra-low IFT antara air dan minyak, yang dapat menarik minyak yang terperangkap di batuan. Kinerja surfaktan tergantung pada berbagai kondisi seperti sifat minyak, temperatur reservoir dan kondisi ionik. Oleh karena itu formulasi surfaktan harus dirancang dan diuji secara spesifik pada kondisi reservoir, tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk menyebarkan surfaktan dan bahan kimia lain yang diperlukan melalui media berpori dalam tekanan rendah dan mempertahankan kontrol mobilitas (Leviit 2006). Sugihardjo et al. (2002) menambahkan bahwa efektifitas surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka minyak-air dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis surfaktan yang digunakan, konsentrasi surfaktan dan co-surfaktan yang digunakan, kadar garam larutan dan adsorpsi larutan co-surfaktan.

Menurut Nuraini et al. (2004) dengan turunnya tegangan antarmuka minyak-air, maka tekanan kapiler yang bekerja pada daerah penyempitan pori-pori akan berkurang, sehingga sisa minyak yang

terperangkap dalam pori-pori batuan mudah didesak dan diproduksikan. Surfaktan bila dilarutkan di dalam air atau minyak, akan membentuk micelle yang merupakan mikroemulsi dalam air atau minyak. Micelle berfungsi sebagai media yang bercampur (miscible) baik dengan minyak maupun air secara serentak. Untuk mendapatkan nilai tegangan antarmuka minyak-air yang lebih rendah, maka ditambahkan co-surfaktan. Pada umumnya co-surfaktan yang digunakan adalah alkohol/ROH (C4, C5 dan C6). Menurut Ayirala (2002) co-surfaktan yang ditambahkan ke dalam surfaktan dapat berinteraksi dengan surfaktan didalam larutan untuk memperbaiki karakteristik surfaktan. Beberapa alkohol dapat menurunkan tegangan antarmuka. Pencampuran surfaktan seperti anionik dan non anionik dapat menurunkan adsorpsi surfaktan.

Penurunan nilai IFT yang timbul dari penambahan surfaktan ke suatu larutan akan mengurangi pengaruh gaya kapiler. Jika IFT dapat diturunkan mencapai nilai yang cukup, mobilisasi minyak secara fisik dapat terjadi. Nilai IFT antar minyak dan air berada pada kisaran nilai 35-36mN/m (1mN/m = 1dyne/cm), dengan menambahkan surfaktan ke dalam system, nilai tersebut dapat diturunkan secara signifikan mencapai ultra-low IFT 1 x 10-3 mN/m (Nasiri 2011).

Tegangan antarmuka (IFT) antara minyak/air merupakan salah satu parameter utama dalam EOR. Pengukuran nilai IFT menggunakan alat spiningdrop interfacial tension pada suhu sekitar 70°C. Indikasi dari kinerja surfaktan adalah menurunnya tegangan antar muka minyak-air, semakin rendah semakin baik. Nilai IFT yang diyakini agar surfaktan tersebut layak untuk diinjeksikan adalah sekitar 10-3 dyne/cm (Eni et al. 2007).

Leviit (2006) menyatakan bahwa ultra-low IFT pada nilai 10-3 dyne/cm diperlukan untuk memobilisasi residual oil yang terdapat dalam batuan reservoir dan mengurangi jumlah residual oil yang jenuh menuju nol pada reservoir. Ditambahkankan oleh Drelich et al. (2002) produksi minyak dengan menggunakan proses surfactant flooding sangat dipengaruhi oleh kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka (IFT).

Menurut Technology Assessment Board (1978) larutan yang diinjeksikan pada umumnya mengandung 95% air formasi/air injeksi (brine), 4% surfaktan, dan 1% aditif. Aditif biasanya berupa alkali yang ditambahkan untuk mengatur viskositas larutan.

Sugihardjo et al. (2002) menyatakan bahwa alkali/aditif yang boleh dipergunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) dan natrium karbonat (Na2CO3) dengan batas maksimal penggunaan 1% untuk memaksimalkan kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka. Menurut Jackson (2006) penggunaan alkali juga harus mempertimbangkan sifat kimia dari reservoir. Bahkan ketika natrium karbonat memiliki kinerja yang baik pada phase behaviour, tetap harus diuji dengan contoh batuan reservoir karena reaksi kimia yang rumit dapat terjadi dengan mineral-mineral batuan.

Menurut Sheng (2011) terdapat 6 alkali yang dapat digunakan untuk menurunkan IFT adalah NaOH, Na2SiO3, Na4SiO4, Na3PO4, NaHCO3, dan Na2CO3. Alkali dalam terkait injeksi kimia, penambahan alkali seperti natrium karbonat meningkatkan kekuatan ion (salinitas). Konsentrasi alkali meningkat, menyebabkan salinitas optimum menurun. Hal tesebut membuat anjuran untuk mengurangi salinitas optimal.Menurut Hirasaki dan Zhang (2009) alasan memilih natrium karbonat sebagai alkali dalam formulasi surfaktan diantaranya adalah:

1. pH yang cukup tinggi menghasilkan surfaktan alami dari reaksi penyabunan in situ dari kandungan asam naftenat dalam minyak mentah.

2. Natrium karbonat menekan konsentrasi ion kalsium (Ca2+).

3. Natrium karbonat lebih dapat mengurangi tingkat pertukaran ion dan pelepasan mineral (dalam batu pasir) dibandingkan dengan natrium hidroksida.

4. Adsorpsi surfaktan anionik rendah dengan penambahan alkali, khususnya dengan natrium karbonat.

13

5. Endapan karbonat tidak mempengaruhi permeabilitas dibandingkan dengan hidroksida dan

silikat.

6. Natrium karbonat adalah alkali yang tidak mahal.

Selain itu Jackson (2006) juga menyatakan bahwa penambahan natrium karbonat/sodium carbonate digunakan karena dapat menurunkan adsorpsi surfaktan anionik pada batuan reservoir. Karenanya, perambatan/aliran surfaktan dapat lebih cepat dan memungkinkan lebih sedikit surfaktan yang diinjeksi. Besarnya nilai pH yang dihasilkan dari penambahan natrium karbonat telah membantu menjaga kestabilan beberapa surfaktan dan dapat pula digunakan dalam memperbaiki hidrasi polimer.

Surfaktan diharapkan dapat menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan air sehingga tekanan kapiler minyak dan batuan berkurang. Menurut Emegwalu (2009)tekanan kapiler yang tinggi menyebabkan recovery factor yang rendah. Tekanan kapiler yang rendah diperlukan untuk me- recovery sebagian besar sisa minyak yang masih terjebak setelah waterflooding. Dengan turunnya tegangan antarmuka tersebut, minyak akan terkonsentrasi pada permukaan batuan. Pada akhirnya, surfaktan dapat mengikat minyak dan minyak dapat diproduksi.

Pengaruh dari IFT dalam recovery minyak dimodelkan oleh kurva capillary desaturation, dimana saturasi residual oil berkorelasi dengan fungsi capillary number. Capillary number (Nc) didefinisikan sebagai rasio viskositas dan gaya kapiler. Capillary number secara umum dapat dihitung dari persamaan di bawah ini:

=

�cos ø

Keterangan:

v = laju alir efektif (cm/s)

µ = viskositas larutan pendesak (cp)

σ = tegangan antarmuka (dyne/cm) Ø= sudut kontak kebasahan/wetting angle

Menurut Emegwalu (2010) peningkatan nilai capilary number mengindikasikan peningkatan recovery minyak sisa/residual oil. Peningkatan viskositas dari fluida menyebabkan peningkatan kecepatan perpindahan yang tidak efektif. Namun, nilai Nc yang besar dapat dicapai dengan cara mengurangi tegangan antarmuka (IFT) antara air dan minyak dengan menggunakan surfaktan. Korelasi antara minyak yang dapat diperoleh dan nilai capillary number dapat dilihat pada Gambar 7.

Waterflood pada kondisi water-wet biasanya memiliki nilai Nc berkisar antara 10-7-10-5. Criticalcapillary number berada pada kisaran 10-5-10-4 . Namun pada kondisi desaturasi oil-wet nilai Nc berada pada kisaran 10-2-10-1 (Emegwalu 2010).