• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Tahap Lanjut/ Enhanced Oil Recovery (EOR)

untuk Core flooding Test 58 Lampiran 5 Prosedur Perhitungan Porositas dan Permeabilitas Core

C 12 -C 14 Inti Sawit

2.3 Produksi Tahap Lanjut/ Enhanced Oil Recovery (EOR)

Peningkatan pengurasan minyak tahap lanjut/enhanced oil recovery merupakan usaha terkini untuk meningkatkan produksi minyak pada lapangan tua yang telah mengalami penurunan produksi yang signifikan, dimana water cut sudah sangat tinggi mendekati angka 99% di beberapa lapangan. Pada kondisi ini, harus dilakukan implementasi teknologi pengurasan tahap lanjut agar dapat menaikkan produksi minyak. Mengingat sebagian besar lapangan minyak di Indonesia telah mengalami penurunan produksi atau pada tahap akhir dari primary dan secondary recovery, sedangkan untuk menemukan lapangan-lapangan baru sangat sulit karena daerah yang belum dieksplorasi kebanyakan berada di laut dalam yang beresiko tinggi. Oleh karena itu, pengembangan teknologi pengurasan tahap lanjut merupakan keharusan (Eni et al. 2007).

Menurut Rachmat (2009) terdapat berbagai cara perolehan minyak tahap lanjut, yaitu dengan cara injeksi fluida tak tercampur (non miscible flood); injeksi air, injeksi gas, injeksi fluida tercampur (miscible flood), injeksi gas CO2, injeksi gas tak reaktif, injeksi gas yang diperkaya, injeksi gas kering, injeksi kimiawi (chemical injection), injeksi alkalin, injeksi polimer, injeksi surfaktan, injeksi termal (thermal injection);injeksi air panas, injeksi uap air, pembakaran di lubang sumur dan lain-lain.

Proses recovery minyak bumi dapat dikelompokkan atas tiga fase, yaitu fase primer (primer phase), fase skunder (skunder phase), dan fase tersier (teritiary phase). Pada fase primer di terapkan proses alami yang tergantung pada kandungan energi alam pada reservoir dan proses stimulasi menggunakan asam (acidizing, metode fracturing, dan metode sumur horizontal), pada fase sekunder diterapkan proses immiscible gas flood dan waterflood. Metode pada fase tersier sering juga disebut sebagai metode enhanced oil recovery (EOR). Metode EOR didefinisikan sebagai suatu metode yang melibatkan proses penginjeksian material yang menyebabkan perubahan dalam reservoir seperti komposisi minyak, suhu, rasio mobilitas, dan karakteristik interaksi batuan fluida (Gomaa 1997).

Menurut Emegwalu (2009) EOR mengacu pada recovery minyak yang tertinggal setelah metode pemulihan primer dan sekunder.

 Produksi primer adalah dimana pertama kali minyak keluar (easy oil). Setelah sumur dibor dan diselesaikan di zona reservoir hidrokarbon, tekanan alami pada kedalaman reservoir yang akan menyebabkan minyak mengalir melalui batuan menuju lubang sumur yang tekanan rendah, sehingga menyebabkan minyak terangkat ke permukaan dengan sendirinya. Recovery pada tahap ini berada pada kisaran 10-15% dari OOIP.

9  Metode recovery sekunder (secondary recovery)digunakan ketika ada tekanan bawah tanah

cukup untuk memindahkan sisa minyak. Teknik yang paling umum adalah waterflooding, yang menggunakan sumur injektor untuk memasukkan air dalam jumlah besar ke dalam reservoir untuk menjaga tekanan dan menyapu minyak ketika air bergerak melalui reservoir. Recovery yang diperoleh adalah antara 10-30% dari OOIP.

 Proses tersier yang diperoleh setelah recovery sekunder menggunakan miscible gases, bahan kimia/termal recovery untuk mendapatkan additional oil setelah proses recovery sekunder menjadi tidak ekonomis.

Menurut Wahyono (2009) EOR dilakukan pada tahap kedua dan ketiga. Karena dilakukan di lapangan-lapangan yang secara primary recovery sudah susah ditingkatkan. Untuk kepentingan ini maka dilakukanlah injeksi air/waterflooding dan kemudian injeksi kimia/chemical injection. Mekanisme perolehan minyak bumi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Mekanisme perolehan minyak bumi (Wahyono 2009).

Dalam metode injeksi kimia, surfaktan flooding merupakan proses yang sangat efektif untuk me-recovery sebagian besar minyak konvensional (25°API atau lebih tinggi) yang tersisa di reservoir setelah waterflood yang mampu mendapatkan sebanyak 60% OOIP. Prinsip dasar dari penggunaan surfaktan flooding adalah untuk memulihkan sifat kapiler minyak yang tersisa/residual oil yang masih terjebak saat waterflooding dengan menginjeksikan larutan surfaktan. Residual oil dapat didesak bergerak melalui pengurangan tegangan antarmuka (IFT) antara minyak dan air. Jika IFT dapat dikurangi antara minyak dan air, resistansi terhadap aliran pasti berkurang. Jika surfaktan yang dipilih adalah tepat, penurunan IFT dapat sebanyak 10-3 dyne/cm, dan recovery yang dihasilkan berkisar 10- 20% dari OOIP, jika tidak producible oleh teknologi lainnya, secara teknis dan ekonomis layak dengan surfaktan flooding.

Menurut Nummedal et al. (2003) peningkatan perolehan minyak bumi (oil recovery) dapat dilakukan dengan cara menambahkan surfaktan ke dalam air injeksi. Proses perolehan minyak bumi

menggunakan surfaktan disebut dengan surfaktan flooding, karakteristik air/fluida yang diinjeksikan ke dalam sumur minyak bumi harus sesuai dengan karakteristik air formasi yaitu air yang berada di dalam cekungan minyak bumi. Demikan pula dengan penginjeksian surfaktan (umumnya bahan kimia), disyaratkan tidak mengubah kondisi formasi yang telah ada di dalam reservoir minyak bumi.

Menurut Ayirala (2002) ketika surfaktan diinjeksikan, surfaktan menyebar ke dalam minyak dan air dan tegangan antarmuka yang rendah meningkatkan capillary number. Hasilnya, lebih banyak minyak yang tadinya dalam kondisi immobile berubah menjadi mobile. Menyebabkan perbaikan rasio mobilitas yang efektif. Technology Assesment Board (1978) menyatakan bahwa surfactant flooding

merupakan proses yang sangat kompleks, namun demikian mempunyai potensi peningkatan recovery

minyak.

Pemilihan surfaktan merupakan proses yang penting dalam mempengaruhi keberhasilan enhanced oil recovery. Sebelum proses implementasi, dibutuhkan penelitian laboratorium yang intensif untuk mendapatkan surfaktan yang cocok pada reservoir. Selain itu, parameter lain seperti konsentrasi optimal, laju injeksi, dan kelakuan surfaktan pada kondisi reservoir, harus telah diuji dengan baik. Beberapa percobaan yang dapat dilakukan dalam memilih surfaktan di antaranya adalah: uji kelarutan minyak, efek dari elektrolit, uji densitas dan uji viskositas larutan surfaktan, identifikasi formula optimal surfaktan-cosolvent, dan identifikasi formulasi optimal untuk percobaan core flood (Lake 1989). Ilustrasi injeksi surfaktan dalam EOR dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Skematik enhanced water flooding pada aplikasi di lapangan minyak (Gurgel et al. 2008). Ayirala (2002) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi interaksi antara surfaktan dengan permukaan pori batuan yang berpengaruh terhadap wettability/sifat kebasahan adalah: struktur surfaktan, konsentrasi surfaktan, komposisi permukaan pori, stabilitas thermal surfaktan, co-surfaktan, elektrolit, pH dan temperatur, porositas dan permeabilitas batuan serta karakteristik reservoir. Adsorpsi surfaktan pada antar muka padat-cair merupakan kondisi yang tidak diperlukan tetapi dibutuhkan untuk perubahan kebasahan/wettability. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa wettability berubah dari oil-wet ke water-wet karena adsorpsi surfaktan.

Water flooding merupakan injeksi air yang dilakukan pada tahap kedua produksi (secondary recovery) yang menjadi salah satu pilihan EOR Pertamina saat ini. Injeksi air merupakan salah satu metode peningkatan perolehan minyak yang banyak digunakan di industri perminyakan. Hal ini

11 pendesakannya baik.Sedangkan yang menggunakan bahan kimia yang dicampur dengan air dilakukan pada tertiary recovery/EOR (Wahyono 2009).