• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk Core flooding Test 58 Lampiran 5 Prosedur Perhitungan Porositas dan Permeabilitas Core

C 12 -C 14 Inti Sawit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Pembuatan Surfaktan MES dari Stearin Sawit

Pembuatan surfaktan MES melalui proses sulfonasi pada penelitian ini dilakukan dengan bahan baku metil ester dari fraksi stearin. Stearin sawit merupakan salah satu hasil fraksinasi RBDPO (refined bleached and deodorized palm oil) berbentuk padat pada suhu ruang dari CPO (crude palm oil). Fraksi stearin tersebut terlebih dahulu diproses melalui proses transesterifikasi dengan mereaksikan trigliserida (stearin sawit) dengan metanol dengan menggunakan katalis KOH untuk menghasilkan metil ester (ME) stearin sawit. Diagram alir proses transesterifikasi/esterifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Setelah diperoleh ME stearin, kemudian dilakukan proses sulfonasi, untuk mengubah ME menjadi surfaktan MES. Molekul trigliserida pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan tiga asam lemak. RBD stearin dan ME (biodiesel) stearin hasil transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah ini.

Gambar 11. Stearin dan metil ester/biodiesel stearin.

Proses produksi surfaktan MES Stearin Sawit dalam penelitian ini dilakukan menggunakan singletube faling film reaktor (STFR) milik Laboratorium SBRC kapasitas 250 kg/hari, berukuran tinggi 6 m dengan diameter tube 25 mm, sulfonasi dilakukan dengan reaktan gas SO3. Instalasi STFR milik Laboratorium SBRC ini berada di PT. Mahkota Indonesia, dimana reaktan gas SO3 diperoleh dari proses produksi H2SO4 oleh PT. Mahkota Indonesia, H2SO4 diperoleh melalui proses pencairan sulfur pada suhu 140-150°C, kemudian dilakukan pembakaran sulfur cair dengan udara kering pada suhu 600-800°C untuk menghasilkan sulfur dioksida (SO2), untuk merubahnya menjadi sulfur trioksida (SO3) dilakukan reaksi oksidasi SO2 dalam empat bed converter dengan menggunakan katalis V2O5 pada suhu 400-500°C dan dihasilkan gas SO3 dengan konsentrasi 25-26%. Oleh karena itu diperlukan instalasi pensuplai udara kering untuk mengencerkan gas SO3 menjadi 4-7% agar dapat digunakan dalam proses sulfonasi metil ester. Diagram alir sulfonasi MES dapat di lihat pada Lampiran 3.

Proses sulfonasi metil ester stearin sawit dilakukan pada suhu 70-80°C (suhu reaktor) dan suhu umpan (feed) berupa metil ester pada proses sulfonasi diatur konstan pada suhu 80-100°C. Kontak gas metil ester dengan gas SO3 berlangsung pada laju alir 100 ml/menit. Gas SO3 yang telah di encerkan dengan udara kering disalurkan ke dalam reaktor. Feed dipompa naik ke reaktor masuk ke liquid chamber lalu mengalir turun membentuk film (lapisan) tipis dengan ketebalan tertentu. Ketebalan yang dihasilkan sesuai dengan bentuk corong head pada reaktor. Kontak metil ester dengan gas SO3 pada puncak reaktor STFR harus berlangsung secara kontinyu sepanjang tube dengan aliran laminar dan ketebalan film harus konstan agar reaksi yang terjadi sepanjang tube merata. Reaksi sulfonasi

25 berlangsung selama 3–6 jam. Reaksi sulfonasi adalah tahapan utama dalam proses pembuatan MES dimana pada proses ini ME direaksikan menjadi MESA/MES. Reaksi sulfonasi melibatkan penyisipan ion SO3 kedalam struktur ME. Rantai karbon pada ME akan berikatan langsung dengan gugus sulfur

dari SO3 sehingga membentuk gugus RCHSO3HCOOCH3. Pada molekul RCHSO3HCOOCH3, gugus

SO3 bertindak sebagai gugus aktif bersifat aktif permukaan yang suka air, sementara itu ester asam lemak bersifat hidrofobik.

Reaksi sulfonasi membentuk produk antara berupa MESA (methyl ester sulfonate acid). Selanjutnya, MESA yang telah dihasilkan mengalami proses aging. Proses aging berlangsung dalam reaktor aging pada suhu 70-80°C selama 75 menit dengan putaran reaktor 150 rpm. Kemudian MESA mengalami proses netralisasi dengan penambahan NaOH 50%. Proses netralisasi pada suhu 30-40°C selama 40 menit. Setelah proses netralisasi, diperoleh surfaktan MES (metil ester sulfonat). Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) yang dihasilkan bersifat asam dan memiliki warna gelap dan kental. Hasil sulfonasi metil ester stearin disajikan pada Gambar 12. Pengukuran pH MESA stearin sawit terukur 1.3 dan setelah proses netralisasi pH MES terukur 7.7.

Gambar 12. MESA dan MES stearin sawit

Selama ini surfaktan MES dimanfaatkan untuk produk sabun dan deterjen, sehingga disyaratkan produk dengan warna pucat, namun untuk aplikasi EOR tidak disyaratkan warna surfaktan yang pucat, sehingga pemucatan surfaktan MES stearin untuk aplikasi EOR tidak diperlukan. Karakteristik surfaktan MES stearin sawit dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik surfaktan MES stearin sawit

No. Karakteristik Nilai Satuan

1 Warna > 3.759 A

2 Densitas 0.9836 g/cm3

3 Viskositas 0.975 cP

4 pH 7.20 -

4.2

Formulasi Larutan Surfaktan MES Stearin Untuk EOR

Dalam penelitian ini, formula surfaktan MES stearin diformulasikan sepenuhnya menggunakan fluida (air injeksi, air formasi, dan minyak bumi) yang berasal dari Lapangan Ty untuk mendapatkan nilai IFT terbaik dan sesuai dengan kebutuhan reservoir Lapangan Ty. Hal tersebut dikarenakan rancangan formula akan berbeda-beda untuk tiap-tiap sumur/lapangan tergantung pada kondisi geologisnya, selain itu jika formulasi dilakukan menggunakan fluida yang bukan berasal dari lapangan Ty maka hasil pengujian tersebut akan memberi hasil yang tidak sesuai/tidak valid.

Pembuatan formula merupakan tahapan awal penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan formula surfaktan yang stabil dan memenuhi ketentuan untuk dapat diaplikasikan pada lapangan. Dalam formulasi larutan MES stearin, langkah pertama adalah mengamati kompatibilitas surfaktan terhadap air injeksi Lapangan Ty (uji kompatibilitas) dengan cara melarutkan sejumlah surfaktan kedalam air injeksi, apabila surfaktan larut sempurna dan tidak terdapat presipitasi/endapan yang terbentuk, menandakan surfaktan cocok/kompatibel terhadap air injeksi/formasi lapangan Ty. Dilanjutkan dengan tahapan terstruktur dalam penentuan optimal salinitas dan optimal alkali untuk formula surfaktan, diharapkan formula tersebut mampu menurunkan tegangan antar muka minyak- driving fluid (air formasi/injeksi) mencapai nilai terrendah yang mencapai nilai ultra-low interfacial tension (< 10-2 dyne/cm). Hal ini disyaratkan karena dengan nilai IFT yang sangat rendah akan memperbesar nilai capillary number, serta merubah kondisi batuan suka minyak (oil wet) menjadi suka air (water wet) agar produksi minyak dapat mencapai potensi yang optimal.

Dalam formulasi, MES stearin dilarutkan dalam air injeksi lapangan Ty dengan konsentrasi MES 0.3%. Penentuan konsentrasi MES pada 0.3% ini didasari dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hambali et al. (2009) bahwa nilai tegangan antarmuka(IFT) terbaik/terkecil dari MES diperoleh pada tingkat konsentrasi 0.3% di tingkat salinitas/NaCl air injeksi 0-15.000 ppm. Dalam tahap formulasi, konsentrasi MES 0.3% surfaktan MES dari stearin sawit dilakukan pengujian nilai optimal salinitas dengan menguji nilai IFT formula MES 0.3% pada tingkat salinitas pada 0-15000 ppm dengan interval 1000 ppm untuk mengetahui nilai optimal yang menurunkan tegangan antar muka formula pada nilai terkecil. Penentuan optimal salinitas ditujukan untuk mendapatkan nilai salinitas optimal NaCl untuk larutan surfaktan dalam mendapatkan nilai IFT terbaik/kecil. Penentuan salinitas optimal juga dilakukan untuk melihat sejauh mana ketahanan surfaktan MES stearin terhadap pengaruh salinitas.

Dalam tahap formulasi diperbolehkan penambahan alkali, alkali yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah NaOH, dan Na2CO3 dengan batas penggunaan maksimal 1%. Penggunaan alkali ini bertujuan untuk membantu penurunan nilai tegangan antar muka/IFT pada formula MES 0.3% pada salinitas optimal air injeksi surfaktan dengan cara menekan konsentrasi ion Ca2+ dalam larutan dan melalui pembentukan petroleum soap dari reaksi in situ dari asam naftenat minyak bumi. Dari kedua alkali yang digunakan, dilakukan pemilihan alkali yang paling baik dan cocok terhadap larutan surfaktan MES stearin, karena belum dapat dipastikan penambahan alkali akan memberikan reaksi menurunkan atau meningkatkan nilai IFT larutan surfaktan dan minyak lapangan Ty, jika alkali yang ditambahkan dapat menurunkan IFT mencapai nilai terendah yang dapat diperoleh, maka jenis alkali tersebutlah yang terpilih dan dapat digunakan sampai batas maksimal 1%. Formula dengan nilai ultra- low interfacial tension (< 10-2 dyne/cm) merupakan formula yang diharapkan dalam aplikasi EOR, formula tersebut selanjutnya akan di uji dengan menggunakan beberapa uji kinerja formula surfaktan (kelakuan fasa/phase behaviour, thermal stability, filtration test, dan core flooding test).

Pengujian salinitas optimal larutan surfaktan MES stearin sawit dilakukan pada tingkat salinitas air injeksi 0-15000 ppm NaCl dengan interval 1000 ppm, dan minyak bumi/crude oil lapangan Ty. Dari hasil pengukuran IFT didapati penurunan nilai IFT dihasilkan dengan penambahan konsentrasi NaCl/salinitas pada larutan surfaktan MES stearin 0.3%. Nilai IFT larutan surfaktan MES stearin sebelum penambahan NaCl adalah 2.97E-02 dyne/cm, berubah menjadi 1.43E-02 dyne/cm setelah penambahan tingkat salinitas 3000 ppm. Hasil pengukuran nilai IFT ini membuktikan bahwa nilai salinitas pada tingkat tertentu mempengaruhi nilai IFT suatu larutan surfaktan. Nilai IFT pada tingkat salinitas 3000 ppm merupakan tingkat salinitas optimal dengan nilai IFT rata-rata terrendah yang diperoleh dari pengujian, sehingga nilai salinitas optimal larutan surfaktan MES stearin berada

27 ditingkat salinitas 3000 ppm. Pengaruh tingkat salinitas terhadap dari nilai IFT dapat di lihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengaruh salinitas terhadap nilai IFT formula surfaktan MES dari stearin.

Pada konsentrasi 3000 ppm nilai IFT yang berada pada nilai terendah, diduga pada konsentrasi itu elektrolit dari NaCl (ion Na+ dan Cl-) yang ditambahkan mampu menstabilkan mikroemulsi dan mempengaruhi kelakuan fasa larutan surfaktan, sehingga nilai IFT optimal dapat dicapai. Peningkatan konsentrasi NaCl (ion monovalent) berhubungan erat dengan peningkatan kekuatan ikatan ionik surfaktan MES meningkat untuk mengikat dan mengadsorpsi ion divalent Ca2+ dan Mg2+ dari air injeksi kedalam micelle melalui pertukaran kation. Penambahan konsentrasi salinitas NaCl lebih tinggi dari 3000 ppm tidak menyebabkan nilai IFT surfaktan MES menjadi lebih rendah daripada nilai yang dicapai pada 3000 ppm, hal tersebut menandakan konsentrasi NaCl optimal pada 3000 ppm. Demikian pula dengan nilai densitas, penambahan tingkat salinitas yang makin besar akan meningkatkan nilai densitas formula. Nilai densitas menyatakan kerapatan antar molekul dalam suatu material yang didefinisikan sebagai rasio (perbandingan) antara massa dan volume material (g/cm3). Grafik nilai densitas larutan surfaktan pada tahap salinitas optimal dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Pengaruh salinitas terhadap densitas larutan surfaktan MES stearin dalam air injeksi Lapangan Ty.

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa peningkatan salinitas berbanding lurus dengan nilai densitas larutan surfaktan. Semakin tinggi tingkat salinitas yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai densitas yang dihasilkan oleh larutan surfaktan. Peningkatan densitas mengindikasikan telah

0.00E+00 5.00E-03 1.00E-02 1.50E-02 2.00E-02 2.50E-02 3.00E-02 3.50E-02 0 3000 6000 9000 12000 15000 IF T ( dy ne/cm ) Salinitas (ppm) 0.9820 0.9840 0.9860 0.9880 0.9900 0.9920 0.9940 0.9960 0 3000 6000 9000 12000 15000 Densi ta s (g ra m /cm 3) Salinitas (ppm)

terjadinya peningkatan bobot molekul akibat adanya pengikatan senyawa lain. Nilai densitas larutan surfaktan MES stearin 0.3% tanpa penambahan salinitas/NaCl memiliki densitas 0.9841 gr/cm3, dan terjadi kenaikan nilai densitas larutan pada penambahan salinitas pada 0-15000 ppm dengan interval 1000 ppm dihasilkan densitas larutan yang berada pada kisaran nilai 0.9850 - 0.9946 gr/cm3. Kenaikan densitas larutan surfaktan akibat penambahan salinitas berpengaruh terhadap peningkatan nilai IFT formula, dikarenakan perbedaan densitas antara larutan surfaktan dan densitas minyak yang semakin besar saat pengukuran nilai IFT. Perbedaan densitas antara fasa dua fasa tersebut menyebabkan nilai IFT yang terukur makin meningkat dengan mengikuti persamaan Y=1/4.w2.D3.Δρ, dimana y= IFT (dyne/m), w= kecepatan angular (rpm), D= radius droplet pada axis (m), dan

Aρ=perbedaan densitas antara dua fasa (kg/m3 ).

Tahapan selanjutnya adalah tahap pemilihan alkali, dilakukan dengan mengkombinasikan alkali NaOH (natrium hidroksida) atau Na2CO3 (natrium karbonat) ke dalam larutan MES stearin 0.3% pada optimal salinitas. Diharapkan dengan penambahan diantara kedua alkali tersebut, diharapkan menghasilkan nilai IFT formula surfaktan MES stearin yang sangat rendah yang mengindikasikan surfaktan MES memiliki kinerja yang baik. Kinerja yang baik tersebut didasarkan pada kombinasi dari alkali dan surfaktan (alkaline-surfactant flooding) yang memungkinkan surfaktan dan alkali yang mampu untuk bekerja dengan sinergis dalam menurunkan IFT. Dari hasil pengukuran nilai IFT, penambahan NaOH menghasilkan nilai IFT pada kisaran 2.67E-02 - 1.57E-01 dyne/cm, sementara penambahan Na2CO3 menghasilkan kisaran IFT yang lebih rendah yaitu 7.88E-03 - 1.33E- 02 dyne/cm, berdasarkan nilai IFT yang dihasilkan, disimpulkan bahwa alkali baik yang cocok untuk dikombinasikan pada surfaktan MES stearin adalah Na2CO3, grafik hasil pengukuran nilai IFT terhadap alkali NaOH dan Na2CO3 dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.

Gambar 15. Pengaruh alkali NaOH pada berbagai konsentrasi terhadap nilai IFT larutan surfaktan MES stearin pada salinitas 3000 ppm.

Dari hasil pengukuran diketahui bahwa nilai IFT seperti pada Gambar 15, dari grafik menunjukkan bahwa penambahan NaOH memberikan efek meningkatnya nilai IFT ketika penambahan konsentrasi NaOH dalam larutan surfaktan. Berbeda halnya dengan penambahan alkali Na2CO3, pengukuran nilai IFT memberikan hasil yang lebih rendah nilai IFT tersebut telah memenuhi nilai IFT yang diharapkan untuk formulasi surfaktan untuk EOR (10-3 dyne/cm). Hasil pengujian terhadap larutan surfaktan MES stearin yang ditambahkan alkali Na2CO3 dapat dilihat di Gambar 13 dibawah ini. 0.00E+00 5.00E-02 1.00E-01 1.50E-01 2.00E-01 2.50E-01 3.00E-01 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 IF T ( dy ne/cm ) Konsentrasi NaOH (%)

29 Gambar 16. Pengaruh alkali Na2CO3 pada berbagai konsentrasi terhadap nilai IFT

larutan surfaktan MES stearin pada salinitas 3000 ppm.

Grafik perbandingan pengukuran nilai IFT kedua alkali tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Grafik perbandingan penambahan alkali NaOH dan Na2CO3 terhadap nilai IFT larutan MES stearin pada salinitas 3000 ppm.

Dari Gambar 17 di atas menunjukkan perbandingan pengaruh peningkatan konsentrasi alkali (Na2CO3/NaOH) pada larutan surfaktan MES stearin terhadap nilai IFT yang dihasilkan, hasil pengukuran IFT pada tingkat konsentrasi yang sama memberikan nilai IFT yang berbeda. Nilai IFT lebih rendah diperoleh dari penambahan Na2CO3, sedangkan dengan penambahan NaOH nilai IFT cenderung meningkat pada tiap peningkatan konsentrasi. Dari hasil perbandingan nilai IFT tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan Na2CO3 dapat membantu menurunkan nilai IFT larutan surfaktan MES stearin dalam air injeksi lapangan Ty. Nilai terendah yang didapat dari penambahan konsentrasi optimal Na2CO3 berada pada konsentrasi 0.1 % dengan nilai IFT rata-rata yang dihasilkan mampu mencapai 7.88E-03 dyne/cm, lebih rendah dibanding nilai tegangan antarmuka terbaik sebelum penambahan alkali, yaitu sebesar 1.43E-02 dyne/cm. Penambahan konsentrasi Na2CO3 lebih tinggi dari 0.1% tidak berdampak pada penurunan nilai IFT, bahkan nilai IFT cenderung mengalami peningkatan. Dari hasil pengukuran nilai IFT tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi optimal alkali Na2CO3 berada pada 0.1%, dan formula larutan surfaktan MES stearin terpilih adalah larutan

0.00E+00 2.00E-03 4.00E-03 6.00E-03 8.00E-03 1.00E-02 1.20E-02 1.40E-02 1.60E-02 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 IF T ( dy ne/cm ) Konsentrasi Na2CO3(%) 0.00E+00 5.00E-02 1.00E-01 1.50E-01 2.00E-01 2.50E-01 3.00E-01 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 IF T ( dy ne/cm ) Konsentrasi (%) Natrium Hidroksida Natrium Karbonat

surfaktan MES dengan konsentrasi 0.3%, pada salinitas 3000 ppm NaCl, dan alkali 0.1% Na2CO3, karena memiliki nilai IFT terbaik.

Salinitas optimal pada 3000 ppm membuat surfaktan MES stearin dapat digolongkan kedalam surfaktan yang memiliki kemampuan optimal pada tingkatan low salinity (< 10.000 ppm), hal tersebut membuat surfaktan MES stearin tidak membutuhkan banyak NaCl untuk mengkondisikan formula pada salinitas optimalnya (ekonomis). Begitupula dengan pada optimal alkali, hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan 0.1% Na2CO3 merupakan kombinasi konsentrasi optimal alkali untuk larutan surfaktan, sehingga formula dapat dikatakan merupakan formula yang ekonomis namun memiliki kinerja baik dalam menurunkan nilai IFT. Sama halnya dengan peningkatan nilai densitas yang terjadi pada peningkatan konsentrasi NaCl/salinitas, dengan peningkatan konsentrasi alkali yang digunakan (Na2SO3 dan NaOH) berdampak pada peningkatan densitas. Peningkatan densitas larutan surfaktan diakibatkan penambahan bobot molekul formula dari konsentrasi alkali yang juga meningkat. Penambahan konsentrasi NaOH kedalam larutan MES stearin menyebabkan peningkatan pH yang cukup besar berkisar 9.23 - 10.31, hal tersebut dikarenakan NaOH merupakan basa kuat yang memiliki alkalinitas yang tinggi sehingga ketika dilarutkan akan meningkatkan kekuatan ionik larutan dan meningkatkan pH larutan, dan menghasilkan kisaran densitas berkisar 0.9873 - 0.9956 gr/cm3. Sementara itu penambahan Na2CO3 menghasilkan larutan kisaran pH 8.86 – 9.15 lebih rendah dari pH yang dihasilkan oleh NaOH pada larutan serta menghasilkan densitas larutan yang juga lebih kecil yang berkisar pada 0.9868 - 0.9941 gr/cm3. Hasil pengukuran densitas larutan surfaktan MES stearin terhadap konsentrasi penambahan alkali dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Pengaruh konsentrasi alkali terhadap densitas larutan surfaktan MES stearin. Dari Gambar 18 diketahui bahwa penambahan NaOH menyebabkan kenaikan densitas yang lebih besar dibandingkan dengan penambahan Na2CO3. Faktor densitas merupakan salah satu parameter yang dapat mempengaruhi nilai IFT antara fasa minyak dan larutan surfaktan, hal ini berkaitan dengan selisih densitas antara fasa minyak dan surfaktan. Semakin kecilnya perbedaan densitas kedua fasa maka nilai IFT cenderung menghasilkan nilai IFT yang rendah.

4.3

Uji Kinerja Formula Surfaktan MES

4.3.1

Uji Kompatibilitas (Compatibility Test)

Uji kompatibilitas merupakan uji kinerja paling awal untuk mengetahui apakah suatu jenis surfaktan compatible dengan air injeksi/formasi suatu reservoir dan menjadi salah satu pertimbangan terpenting dalam pemilihan surfaktan untuk aplikasi EOR. Idealnya, surfaktan 0.9840 0.9860 0.9880 0.9900 0.9920 0.9940 0.9960 0.9980 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Densi ta s (g ra m /cm 3) Konsentrasi Alkali (%) Natrium Hidroksida Natrium Karbonat

31 dinyatakan positif/baik apabila surfaktan dan air injeksi dapat bercampur sempurna tanpa terjadi gumpalan pada larutan. Dan bernilai negatif/tidak dapat digunakan sebagai formula surfaktan pada EOR, jika terjadi presipitasi atau tidak bercampur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa surfaktan MES stearin terhadap air injeksi Lapangan Ty memiliki hasil uji compatibility yang positif. Dibuktikan dengan tidak adanya presipitasi/endapan yang terbentuk, ini menunjukkan surfaktan dapat larut sempurna. Hasil pengujian kompatibilitas surfaktan MES stearin sawit dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Tampilan hasil uji kompatibilitas surfaktan terhadap air injeksi Lapangan Ty. Surfaktan yang tidak larut sempurna atau mengindikasikan terbentuknya endapan dengan sendirinya atau disebabkan oleh komponen lain dalam air injeksi yang membentuk padatan terlarut tidak dapat digunakan sebagai surfaktan untuk aplikasi EOR. Hal tersebut dikarenakan selain hilangnya materi yang berguna, beberapa endapan memungkinkan penyumbatan atau menyebabkan plugging pada sumur injeksi yang dapat menyebabkan kerusakan reservoir/formation damage. Oleh karena itu kompatibilitas surfaktan yang akan digunakan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk menentukan surfaktan yang sesuai sebagai surfaktan untuk surfaktan enhanced water flooding, jika kompatibel/positif dan dapat dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap larutan MES untuk mengetahui kinerjanya.

4.3.2

Uji Kestabilan terhadap Panas (Thermal Stability)

Uji kestabilan panas/thermal stability dilakukan untuk mengetahui ketahanan formula surfaktan terhadap suhu terutama kestabilan nilai IFT formula surfaktan, densitas, serta viskositas pada temperatur reservoir Lapangan Ty. Uji ini dilakukan dalam temperatur reservoir lapangan Ty yaitu pada suhu 70°C. Nilai IFT yang cenderung stabil mengindikasikan bahwa formula surfaktan tersebut akan dapat mempertahankan kinerjanya dalam menurunkan tegangan antarmuka di dalam reservoir yang memiliki temperatur cukup tinggi seperti Lapangan Ty, disamping banyak faktor lain yang dapat mengurangi kinerja surfaktan ketika didalam reservoir, seperti adsorpsi batuan reservoir.

Dalam pengujiannya larutan formula surfaktan MES stearin dimasukkan dalam tabung/ampul yang ditutup rapat dan dikondisikan pada suhu reservoir Lapangan Ty dengan menggunakan oven, dan sampel diambil pada hari ke 1, 3, 7, 14, 30 untuk diukur nilai IFT-nya. Hasil pengamatan nilai IFT formula selama uji thermal stability dapat dilihat pada Gambar 20.

(a) (b) (c)

a) Surfaktan MES 0.3% pada air injeksi Lapangan Ty b) Surfaktan pada salinitas optimal 3000 ppm c) Surfaktan pada penambahan alkali 0.1% Na2CO3

Gambar 20. Hasil pengujian IFT pada uji thermal stability.

Berdasarkan pada Gambar 20 di atas diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai IFT dan peningkatan cukup besar pada hari ke 14 yang menyebabkan fluktuasi nilai IFT yang dihasilkan. Seharusnya nilai IFT yang dihasilkan memiliki kecenderungan stabil, penurunan atau peningkatan seiring dengan lama pemanasan, peningkatan IFT ini dikarenakan terjadinya kerusakan sampel yang di akibatkan oleh adanya oksigen didalam tabung sampel selama uji thermal stability. Fluktuasi hasil pengujian nilai IFT dapat disebabkan oleh sampel yang tidak homogen.

Degradasi sampel surfaktan pada uji kestabilan terhadap panas dapat juga diketahui dengan melakukan uji viskositas. Viskositas merupakan suatu sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran dan gaya antar molekul fluida tersebut. Viskositas menunjukkan tingkat kekentalan suatu fluida. Semakin tinggi nilai viskositas maka semakin tinggi pula tingkat kekentalan suatu fluida, yang mengindikasikan berubahnya struktur dan ikatan antar molekul surfaktan. Terikatnya gugus sulfonat pada MES selama proses formulasi menyebabkan formula surfaktan memiliki ukuran molekul yang lebih besar. Ukuran molekul yang lebih besar berpengaruh terhadap nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air injeksi Ty (sebagai pelarut). Pengukuran nilai viskositas sampel dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai viskositas larutan surfaktan selama uji kestabilan panas dilakukan. Pengaruh lama pemanasan terhadap nilai viskositas dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Hasil pengujian viskositas formula dalam uji thermal stability.

Dari Gambar 16 terlihat peningkatan nilai viskositas cukup tinggi terjadi pada pengukuran nilai viskositas pada hari ke-7, dan kemudian nilai viskositas mulai stabil pada hari

0.00E+00 5.00E-02 1.00E-01 1.50E-01 2.00E-01 2.50E-01 3.00E-01 0 5 10 15 20 25 30 IF T ( dy ne/cm )

Durasi pengamatan (hari)

0.6600 0.6700 0.6800 0.6900 0.7000 0.7100 0.7200 0.7300 0.7400 0.7500 0 5 10 15 20 25 30 Vis k o sit a s (cP )

33 ke–14 hingga hari ke–30. Peningkatan nilai viskositas menunjukkan hubungan terhadap nilai IFT larutan, peningkatan nilai IFT larutan surfaktan MES stearin terhadap pemanasan dibarengi dengan peningkatan nilai viskositas larutan yang menandakan struktur surfaktan MES stearin selama pemanasan mengalami perubahan. Sifat densitas suatu fluida juga memiliki hubungan dengan viskositas larutan, dimana semakin rendah nilai densitas maka semakin rendah pula nilai viskositas suatu fluida. Pengaruh pemanasan terhadap nilai densitas formula dalam uji thermal stability dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Hasil pengujian densitas formula dalam uji thermal stability.

Dari Gambar 22 disimpulkan bahwa nilai densitas larutan surfaktan MES stearin cenderung stabil terhadap temperatur reservoir lapangan Ty, ditandai dengan nilai densitas larutan surfaktan MES stearin yang relatif konstan pada saat sebelum pemanasan hingga