• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru

A. Formulasi Kebijakan

Model-model formulasi kebijakan dapat dikelompokkan kedalam dua model yaitu model elite dan model pluralis (Nugroho, 2012:544). Model elite merupakan model yang dipengaruhi kontinentalis. Sementara model pluralis yaitu model yang dipengaruhi oleh anglo-saxonis.

Proses formulasi kebijakan yang ideal terdiri atas beberapa langkah (Nugroho, 2011:551). Langkah-langkah formulasi kebijakan yang ideal adalah sebagai berikut.

1. Munculnya isu strategis/kebijakan. Isu strategis/kebijakan dapat berupa masalah dan atau kebutuhan masyarakat dan atau negara, yang bersifat mendasar, mempunyai lingkup cakupan yang besar, dan memerlukan pengaturan pemerintah.

2. Tim perumus kebijakan. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut, perlu dibentuk tim perumus kebijakan. Tim kemudian secara paralel merumuskan naskah akademik dan atau langsung merumuskan draf nol kebijakan.

3. Forum publik. Rumusan draf nol kebijakan didiskusikan bersama forum publik, dalam jenjang sebagai berikut.

a. Forum publik yang pertama, yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang berkenaaan dengan masalah terkait.

b. Forum publik kedua, yaitu dengan instansi pemerintah yang merumuskan kebijakan tersebut.

c. Forum publik yang ketiga dengan para pihak yang terkait atau yang terkena dampak langsung kebijakan, disebut juga benificiaries.

d. Forum publik yang keempat adalah dengan seluruh pihak terkait secara luas, menghadirkan tokoh masyarakat, termasuk didalamnnya lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi isu terkait.

Hasil diskusi publik ini kemudian dijadikan materi penyusunan pasal-pasal kebijakan yang akan dikerjakan oleh tim perumus. Draf ini disebut Draf 1.

4. Draf 1. Draf 1 didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang melibatkan dinas/instansi terkait, pakar kebijakan, dan pakar dari permasalahan yang akan diatur.

57

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

6. Draf final. Draf final kemudian disahkan oleh pejabat berwenang, atau, untuk kebijakan undang-undang, dibawa ke proses legislasi yang secara perundang – undangan telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

B. Tahapan Proses Legislasi

1. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah oleh Eksekutif kepada DPRD

Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru diajukan oleh Pemerintah Daerah. DPRD membahas raperda melalui sidang-sidang.

2. Penyampaian Raperda oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Legislasi

Penyampaian raperda oleh pimpinan DPRD kepada badan legislasi. Pengajuan raperda ini harus disertai dengan naskah akademik, dan disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur dalam raperda tersebut.

3. Pengkajian Rancangan Peraturan Daerah oleh Badan Legislasi

Naskah akademik dan penjelasan yang memuat pokok-pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, memperjelas landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis dari dibentuknya raperda tersebut.

4. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Musyawarah

Raperda perlu diagendakan oleh Badan Musyawarah untuk disampaikan pada Paripurna. Untuk menindaklanjuti penyampaian raperda tersebut dibentuk Panitia Khusus yang memiliki tugas untuk melakukan pembahasan raperda.

5. Pembicaraan Tingkat I

a. Paripurna Penyampaian Usulan Raperda dan Penjelasan Raperda oleh Eksekutif Pada Sidang Paripurna disampaikan beberapa raperda yang salah satunya adalah Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru.

b. Paripurna Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Usulan Rancangan Peraturan Daerah

Tahapan agenda sidang paripurna ini perlu dilaksanakan. Pada sidang paripurna dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap penyampaian raperda fraksi-fraksi bisa menyampaikan tanggapannya baik dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau sanggahan dan kritikan terhadap substansi permasalahan penyampaian raperda tersebut.

c. Paripurna Tanggapan dan/atau Jawaban Eksekutif terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi

Dengan dilaksanakannya paripurna pemandangan umum fraksi terhadap usulan raperda, sidang paripurna jawaban walikota/bupati atas pemandangan umum fraksi-fraksi yang perlu dilaksanakan.

58 UNIT 4: Formulasi Kebijakan d. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah oleh Panitia Khusus bersama Mitra

Terkait

Pembahasan raperda ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap pembahasan. Pembahasan tersebut melibatkan mitra kerja terkait.

Pada proses rapat pembahasan tahap pertama dan kedua Panitia Khusus perlu mendapatkan data mengenai kelebihan/kekurangan guru, mekanisme penataan dan pemerataan guru.

e. Rapat Konsultasi Pansus dengan Pimpinan DPRD mengenai Pembahasan Raperda Rapat konsultasi Panitia Khusus kepada Pimpinan DPRD dapat dilaksanakan melalui beberapa tahap. Jika pada tahap pertama, raperda ini belum selesai dibahas, maka rapat konsultasi dapat dilanjutkan sampai mendapatkan persetujuan.

C. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru

1. Elemen Luar

Pihak-pihak luar yang terkait antara lain DPRD, Bagian Hukum dan Ortala, dan BAPPEDA, Dewan Pendidikan Kota/Kabupaten, dan PGRI Provinsi. Dukungan elemen luar dapat tercermin dari kehadiran pihak-pihak tersebut dalam rapat-rapat pembahasan.

2. Elemen Dalam

Dalam proses perumusan raperda ini yang dimaksud dengan elemen dalam adalah Dinas Pendidikan dan BKD Kota/Kabupaten.

3. Keterkaitan atau Linkages

Koordinasi dan komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda melibatkan 3 pihak yaitu eksekutif (instansi teknis dan mitra kerja terkait), legislatif (Panitia Khusus DPRD), dan stakeholders. Pada proses pembahasan raperda di DPRD terjadi koordinasi dan komunikasi yang menimbulkan interaksi politik-administratif yang melibatkan legislatif yaitu DPRD dengan mitra-mitra kerja terkait.

D. Aktor dan Peran Aktor yang Terlibat dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah

1. Aktor yang Terlibat

Pemeran serta resmi terdiri dari eksekutif yaitu Dinas Pendidikan dan BKD selaku instansi teknis pengusul raperda, dan SKPD-SKPD terkait. Untuk merumuskan draf awal raperda, Dinas Pendidikan dan BKD membentuk tim perumus kebijakan. Sementara lembaga legislatif yaitu DPRD melakukan pembahasan secara langsung melalui Panitia Khusus.

59

UNIT 4: Formulasi Kebijakan 2. Peran Aktor

Dinas Pendidikan dan BKD memiliki peranan membentuk draf awal raperda melalui tim perumus kebijakan. Proses pembahasan raperda di DPRD menegaskan fungsi legislasi atau fungsi membuat undang-undang dalam hal ini peraturan daerah. Panitia Khusus DPRD dalam melakukan pembahasan terhadap raperda dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait meliputi SKPD-SKPD terkait, dan pihak luar. Pihak-pihak terkait tersebut memiliki peran dalam rapat-rapat pembahasan yang dijadwalkan Panitia Khusus DPRD dengan memberikan masukan, kritik dan saran terhadap raperda yang dirumuskan.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta. Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.

Peraturan Perundangan :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah

60 UNIT 4: Formulasi Kebijakan