• Tidak ada hasil yang ditemukan

III WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU. Modul Pelatihan - Juli 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU. Modul Pelatihan - Juli 2014"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

WORKSHOP

ANALISIS

KEBIJAKAN

III

PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU

Modul Pelatihan - Juli 2014

(2)
(3)

Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 3

Modul

PENATAAN DAN

PEMERATAAN GURU

WORKSHOP

ANALISIS KEBIJAKAN

PENATAAN

(4)
(5)

Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 5

Modul Penataan dan Pemerataan Guru ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari materi workshop ini merupakan tanggung jawab konsorsium Program USAID Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities

for Reaching Indonesia’s Teachers, Administrators, and Students (PRIORITAS) dan tidak mencerminkan

(6)
(7)

i Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru

D

D

a

a

f

f

t

t

a

a

r

r

I

I

s

s

i

i

Pengantar iii

Unit 1 Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 3

Unit 2 Identifikasi Alternatif Kebijakan 15

Unit 3 Pengenalan Sotfware dan Penyiapan Data 31

Unit 4 Formulasi Kebijakan 47

Unit 5 Rancangan Implementasi Kebijakan 65

Unit 6 Perhitungan Dampak Anggaran dari Pilihan Alternatif Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru

81

Unit 7 Persiapan Konsultasi Publik 111

(8)
(9)

iii Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru

Pengantar Workshop Analisis Kebijakan

Workshop 2 dimaksudkan untuk melakukan analisis kebijakan dalam penataan guru. Kegiatan ini memerlukan kelanjutan dari WS 1 terutama menggunakan hasil analisis data beruapa isu strategis dalam penataan dan pemerataan guru. Workshop Analisis Kebijakan dimulai dari 1) Memilih isu strategis yang akan dipecahkan melalui analisis kebijakan, 2) Merumuskan tujuan kebijakan yang relevan dengan pemecahan isu strategis, 3)Mengidentifikasi alternative kebijakan, 4) Memilih kebijakan berdasarkan kriteria pemilihan kebijakan, 5) Merumuskan rekomendasi dan memformulasikan kebijakan, dan 6) Membuat rancangan implementasi kebijakan ke dalam system perencanaan daerah

Pihak-pihak yang perlu dihadirkan dalam pertemuan ini adalah tim kebijakan dari Dinas Pendidikan, BKD, Bappeda, dan Kantor Kemenag Kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota mengirimkan 5 orang.

Sebelum workshop dilaksanakan, tim harus mempersiapkan isu strategis yang telah disepakati dari masing-masing kabupaten/kota yang akan ikut serta dalam workshop.

(10)

iv Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru

Jadwal Workshop II

Analisis Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru

Waktu Kegiatan PIC

Hari pertama

08.00-08.15 Pembukaan Kepala Dinas

Pendidikan atau yang mewakili 08.15-09.45 Unit 1: Kerangka kebijakan berdasarkan pengalaman

praktis Fasilitator

09.45-10.00 Rehat

10.00-12.00 Unit 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan Fasilitator 12.00-13.00 ISOMA

13.00-14.00 Lanjutan Unit 2

14.00-15.00 Unit 3: Strategi dan proses pemilihan kebijakan Fasilitator 15.00-15.15 Rehat

15.15-16.30 Lanjutan Unit 3 Fasilitator

Hari kedua

08.00-10.00 Unit 4: Formulasi Kebijakan Fasilitator

10.00-10.15 Rehat

10.15-12.00 Kunjung Karya dan Diskusi Fasilitator

12.00-13.00 ISOMA

13.00-15.00 Unit 5: Rancangan Implementasi kebijakan Fasilitator 15.00-15.15 Rehat

15.15-16.30 Unit 6: Perhitungan dampak anggaran dari pilihan

opsi kebijakan (integrasi dengan perencanaan) Fasilitator Hari ketiga

08.00-09.30 Lanjutan Unit 6 Fasilitator

09.30-10.30 Unit 7: Persiapan Konsultasi Publik Fasilitator 10.30-10.45 Rehat

10.45-11.45 Unit 8: RTL Fasilitator

11.45-12.00 Penutupan Pejabat yang

(11)

1

UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

UNIT 1

KERANGKA KEBIJAKAN

BERDASARKAN

(12)
(13)

3

UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

UNIT 1

KERANGKA KEBIJAKAN BERDASARKAN

PENGALAMAN PRAKTIS -

Waktu: 90 menit

Pengantar

Sesi ini dirancang untuk memperkenalkan peserta untuk berbagai pilihan kebijakan untuk mengatasi masalah penataan dan pemerataan guru.

Penyebaran guru telah diatur oleh pemerintah sejak tahun 2003, 1 dan baru-baru ini

melalui Peraturan Bersama Lima Menteri (2011)2 yang mengharuskan

kabupaten/kota mendistribusikan guru sehingga tercapai distribusi yang lebih merata. Sementara itu penyebaran guru non-pemerintah sepenuhnya diserahkan kepada kepala sekolah dan penyelenggara sekolah.

Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Bersama Lima Menteri mengenai distribusi guru menjelaskan bagaimana penataan dan pemerataan guru harus dilaksanakan. Setiap tingkat dari sistem pendidikan memiliki tugas masing-masing dalam penataan dan pemerataan tenaga pengajar di sekolah, mulai tingkat kabupaten, provinsi, sampai pusat.

Analisis kebutuhan guru harus dilakukan secara bertahap di masing-masing tingkat, dimulai dari tingkat sekolah. Kekurangan dan kelebihan guru harus ditentukan di tingkat nasional. Terlepas dari kewajiban peta kebutuhan guru, kabupaten juga berkewajiban untuk melaksanakan pemindahan guru antar sekolah dan mendanai biayanya. Demikian pula, di tingkat provinsi yang berwenang untuk memindahkan guru antar kabupaten dalam provinsi, dan bertanggung jawab untuk menyediakan dana untuk biaya pemindahan.

Tidak meratanya distribusi guru sebagai akibat manajemen tidak didasarkan pada kebutuhan sekolah, tetapi lebih pada kebutuhan pribadi guru. Pemindahan atau pengalihan guru umumnya diprakarsai oleh guru secara individual berdasarkan kepentingan mereka sendiri dan bukan kepentingan sekolah atau kabupaten. Dinas Pendidikan umumnya pasif, baik memberikan izin atau tidak memberikan izin dalam menanggapi permintaan pindah dari seorang guru. Akibatnya, sering ada surplus guru

1 Law No. 9/2003 on the Authority Appointment, Transfer and Termination of Civil Servants,

Decree No. 20/2010 on Standards, Norms, Procedures and Criteria for Education

(14)

4 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis di satu tempat dan kekurangan guru di tempat lain. Biasanya sekolah di pusat-pusat perkotaan kelebihan guru sementara sekolah pedesaan dan terpencil seringkali kekurangan guru.

Solusi yang jelas untuk distribusi guru yang tidak merata adalah untuk memindahkan guru dari satu sekolah ke sekolah lain - dan ini sering menjadi solusi terbaik. Namun, dalam beberapa kasus mungkin lebih baik untuk menggabungkan dua sekolah kecil menjadi satu sekolah besar (regrouping), membuat SMP kecil yang disatukan ke SD yang ada (Sekolah Satu Atap), mempertahankan sekolah kecil tapi menciptakan efisiensi staf dengan kelas multi-grade, atau menunjuk guru spesialis untuk mengajar di lebih dari satu sekolah (guru keliling atau mobile). Pilihan lain adalah untuk memberikan insentif bagi guru untuk mengajar di sekolah-sekolah terpencil (insentif dapat berupa bonus keuangan atau keuntungan karir). Di SMP mungkin perlu untuk melatih guru untuk memungkinkan mereka untuk mengajar subjek yang berbeda. Dalam sesi ini, berbagai opsi kebijakan diperkenalkan dan dibahas. Beberapa materi diulang dari sesi sebelumnya di bagian pertama dari presentasi dalam rangka konsolidasi pembelajaran.

Tujuan

Unit 1 bertujuan untuk menyadarkan peserta bahwa ada berbagai pilihan kebijakan untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata.

Pertanyaan Kunci

1. Apa saja pilihan kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata?

2. Bagaimana praktik yang baik yang telah diterapkan internasional atau di daerah lain di Indonesia untuk mengatasi masalah distribusi guru?

Petunjuk Umum

Sesi dimulai dengan pemaparan mengenai opsi-opsi kebijakan untuk penataan dan pemerataan guru, dilanjukan dengan tayangan DVD film mengenai pengalaman di kabupaten Gorontalo dan Purworejo. Setelah itu, diberikan kesempatan untuk membahas relevansi dan aplikasi di kabupaten/kota para peserta.

(15)

5

UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

Sumber dan Bahan

Presentasi dalam PowerPoint

 LCD dan laptop/komputer

Kertas plano, spidol, dan flipchart

DVD: Praktik yang Baik: Penataan dan Pemerataan Guru di Gorontalo dan Purworejo

Waktu

Waktu yang digunakan dalam Unit 1 ini adalah 90 menit.

Ringkasan Sesi

Rincian Langkah-langkah Kegiatan

Introduction (15 menit)

Fasilitator menyajikan materi, fokus pada 1) Tujuan Penataan dan Pemerataan Guru dan Workshop 2, dan (2) Profile guru Indonesia.

I Introduction 15 menit Fasilitator menyampaikan materi mengenai, (1) Tujuan utk Penataan dan Pemerataan Guru & workshop 2; (2) Profile guru Indonesia Connection 15 menit Mengamati film Penataan & Pemerataan Guru di Kabupaten Gorontalo & Purworejo Application 30 menit Diskusi kelompok mengidentifikasi lessons learned dari pengalaman di Purworejo dan Gorontalo. Reflection 15 menit Fasilitator menyampaikan materi mengenai opsi-opsi kebijakan Extension 15 menit Diskusi – tanya-jawab mengenai opsi-opsi kebijakan yang mungkin sesuai dengan kondisi di kabupaten/ kota peserta

(16)

6 UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

Connection (15 menit)

Peserta mengamati film yang menggambarkan pengalaman distribusi guru di dua kabupaten: Purworejo dan Gorontalo. Film tersebut berdurasi sekitar 15 menit. Selama mengamati film peserta diminta mencatat poin-poin penting dalam proses penataan dan pemerataan guru.

Application (30 menit)

Setelah ini, peserta mendiskusikan poin-poin penting dari film dengan orang yang duduk di samping mereka.

Pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan adalah sebagai berikut:

1. Apa persamaan dan perbedaan konteks dan pengalaman antara Gorontalo and Purworejo dengan kabupaten/kota Anda?

2. Apa saja yang bisa dipelajari dari pengalaman mereka?

3. Pendekatan mana yang berpeluang bisa diterapkan di kabupaten/kota Anda?

Reflection (15 menit)

Berdasarkan apa yang telah disajikan dalam sesi ini Fasilitator bisa menanyakan kepada peserta, (1) apakah program dan tujuan workshop 2 penataan dan pemerataan guru sudah dipahami?, (2) apakah sudah memahami berbagai pilihan kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata?

Extention (15 menit)

Sesi presentasi dilanjutkan dengan tanya-jawab yang fokus pada, (1) memastikan bahwa peserta memahami poin-poin penting tentang prinsip, tujuan, dan langkah-langkah penataan dan pemerataan guru, dan (2) membantu peserta untuk membuat koneksi dengan kabupaten mereka sendiri dan praktik distribusi guru yang sedang dilakukan.

Yang penting adalah bahwa para peserta memahami pentingnya distribusi guru dan telah tercermin pada kondisi saat ini di daerah mereka sendiri.

C

A

R

(17)

7

UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis

(18)
(19)

9

(20)
(21)

11

(22)
(23)

13

UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

UNIT 2

IDENTIFIKASI

ALTERNATIF

KEBIJAKAN

(24)
(25)

15

UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

UNIT 2

IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN -

Waktu: 180 Menit

Pengantar

Isu tentang ketidakseimbangan distribusi guru di sekolah, baik sebagai guru kelas, maupun guru mata pelajaran terus berlarut, tanpa ada pemecahan yang konkrit mulai pada jenjang satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Dampak dari ketidakseimbangan distribusi guru ini menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan.

Salah satu sebab dari ketidakseimbangan penyebaran guru adalah sistem informasi guru yang dibangun secara terpadu belum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Sumber data yang memadai melalui DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) belum dimanfaatkan secara maksimal. Data tersebut belum dianalisis secara rinci berdasarkan kebutuhan informasi untuk kebijakan, baik dalam peningkatan mutu layanan pendidikan secara umum, maupun untuk kebijakan penataan dan pemerataan guru.

Peraturan Bersama 5 Menteri, yaitu Mendikbud, Mendagri, MenPAN dan RB, MenAg, dan MenKeu tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS merupakan langkah awal untuk menata dan memeratakan guru antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi.

Untuk menindaklanjuti Perber 5 menteri tersebut, Kemdikbud telah membuat Petunjuk Teknis (Juknis) untuk pelaksanaan penataan tersebut. Namun demikian, Juknis tersebut belum cukup dapat dijadikan panduan oleh staf Dinas Pendidikan kabupaten/Kota. Untuk membantu Dinas Pendidikan kabupaten/kota dan provinsi mengimplementasikan Perber tersebut, USAID Prioritas mengembangkan modul-modul pelatihan penataan dan pemerataan guru.

Pada Workshop 1 Analisis Data, peserta telah menganalisis data pendidikan kabupaten/kota dengan memanfaatkan DAPODIK dan merumuskan isu-isu strategis. Dalam Unit 2 Workshop 2 ini peserta akan mengidentifikasi isu strategis yang akan ditindaklanjuti melalui implementasi kebijakan. Selanjutnya peserta akan merumuskan tujuan kebijakan serta mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan.

(26)

16 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

Tujuan

Tujuan umum pelatihan ini adalah peserta mampu melakukan analisis kebijakan berbasis data dalam penataan dan pemerataan guru. Tujuan khusus yang diharapkan dikuasai peserta adalah:

1. Mengidentifikasi isu strategis menjadi kebijakan 2. Merumuskan tujuan kebijakan

3. Mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan

Pertanyaan Kunci

1. Bagaimana mengidentifikasi/menyiapkan isu strategis menjadi kebijakan? 2. Bagaimana menetapkan tujuan pengambilan kebijakan?

3. Bagimana mengindentifikasi alternatif-alternatif kebijakan berdasarkan pada isu strategis dan tujuan kebijakan?

Petunjuk Umum

Pendekatan yang digunakan dalam workshop ini adalah pendekatan andragogi, di mana peserta telah memiliki pengetahuan awal yang cukup tentang topik yang akan dibahas. Untuk itu, peserta dianggap sebagai shareholder dan diharapkan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan pengalaman masing-masing.

Sesi dimulai dengan pengenalan tentang kerangka analisis kebijakan, dilanjutkan dengan langkah-langkah melakukan analisis kebijakan, dan mengidentifikasi alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis dengan mempertimbangkan perencanaan makro bidang pendidikan.

Sumber dan Bahan

Presentasi dalam PowerPoint

(27)

17

UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

 LCD dan laptop/komputer

Kertas plano, spidol, dan flipchart

Waktu

Waktu yang digunakan dalam Unit 2 ini adalah 180 menit.

Ringkasan Sesi

Rincian Langkah-langkah Kegiatan

Introduction (10 menit)

Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa Pada Workshop 1 Analisis Data, peserta telah menganalisis data pendidikan kabupaten/kota dengan memanfaatkan DAPODIK dan merumuskan isu-isu strategis. Dalam Unit 2 Workshop 2 ini peserta akan mengidentifikasi isu strategis yang akan ditindaklanjuti melalui implementasi

I Introduction 10 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkah-langkah penyajian Unit 2 Connection 40 Menit Diskusi awal tentang isu strategis yang telah dirumuskan pada workshop 1 Application 115 menit Diskusi Kelompok dibagi dalam 3 bagian, masing-masing sekitar 35 menit. 1: Kebijakan berbasis isu strategis 2: Tujuan pengambilan kebijakan 3: Alternatif-alternatif kebijakan untuk mencapai tujuan Reflection 10 menit Merefleksi pencapaian tujuan Extension 5 menit Menindak-lanjuti Unit 2 ini dengan menelaah analisis kebijakan penataan dan pemerataan guru

(28)

18 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan kebijakan. Oleh sebab itu peserta akan mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan (Diagram 1).

Diagram 1: Kerangka Analisis Kebijakan

Fasilitator menyajikan tahapan dalam mengidentifikasi alternatif kebijakan, yaitu:

langkah pertama, mengidentifikasi isu strategis mana yang menjadi prioritas untuk

ditindaklanjuti dengan kebijakan, langkah kedua, menetapkan tujuan pengambilan kebijakan, dan langkah ketiga, mengidentifikasi berbagai alternatif kebijakan yang relevan dengan tujuan ditetapkannya kebijakan.

Connection (40 menit)

Kegiatan dalam sesi ini adalah:

Fasilitator mengajak peserta berdiskusi tentang isu strategis yang telah diidentifikasi pada workshop 1 dan bagaimana menangani isu strategis tersebut. Fasilitator mengajukan beberapa pertanyaan kunci yang berkaitan dengan bahan yang sudah dihasilkan dari kegiatan sebelumnya dan kegiatan yang akan dilakukan berikutnya, sebagai berikut. C Formulasi Kebijakan Kriteria Kebijakan Rekomendasi Kebijakan Kebijakan Berbasis Isu strategis Penentuan tujuan kebijakan Identifikasi alternatif Kebijakan

(29)

19

UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

Fasilitator memancing dengan beberapa pertanyaan tentang bagaimana suatu kebijakan penataan guru dilakukan. Apa saja kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam analisis kebijakan? (Ada banyak kriteria, antara lain kebutuhan peningkatan mutu pembelajaran, efisiensi sumberdaya pendidikan, dan pemenuhan jam mengajar guru).

Application (115 menit)

Aplikasi dibagi dalam 3 bagian, masing-masing sekitar 35 menit.

Bagian 2.1: Mendiskusikan tentang isu-isu strategis yang akan ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan. Langkah pertama, dengan menggunakan skala prioritas memilih isu yang akan diprioritaskan untuk ditindaklanjuti dengan kebijakan,

langkah kedua peserta berdiskusi mengapa isu tersebut layak ditindaklanjuti

dengan kebijakan.

Langkah-langkah ini penting dilakukan karena pada workshop 1 telah mampu mengidentifikasi sejumlah isu strategis. Dengan berbagai alasan, tidak semua isu strategis dapat ditindaklanjuti dengan penetapan kebijakan. Banyak kriteria yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah berkaitan perencanaan makro tingkat kabupaten/kota (RPJMD kabupaten/Kota, Renstra Dinas Pendidikan, Renstra BKD), provinsi, dan nasional.

Kerjakan secara kelompok pemilihan isu-isu strategis yang berpeluang untuk menjadi kebijakan (Gunakan Lembar Kerja 2.1). Selanjutnya, presentasikan hasil diskusi tersebut.

Bagian 2.2: Pada bagian ini, fokus pada penetapan tujuan menetapkan kebijakan yang didasarkan pada isu strategis. Tujuan kebijakan penataan dan pemerataan guru tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain mengacu pada tujuan yang lebih besar, tujuan kebijakan penataan guru adalah untuk memecahkan masalah yang mendesak

A

1. Isu strategis distribusi guru mana yang dapat dipromosikan menjadi kebijakan dinas pendidikan kabupaten?

2. Bagaimana menentapkan tujuan kebijakan penataan guru yang relevan dengan perencanaan makro (visi-misi-tujuan daerah) ?

3. Apa saja alternatif-alternatif kebijakan yang berkaitan dengan isu distribusi guru tersebut?

(30)

20 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan (isu strategis) yang ada di masing-masing kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.

Apa tujuan penataan dan pemerataan guru di kabupaten/kota dan bagaimana relevansinya dengan visi-misi kabupaten/kota dan visi misi dinas pendidikan? Diskusikan dalam kelompok apa tujuan penataan dan pemerataan guru di kabupaten, gunakan Lembar Kerja 2.2. Selanjutnya presentasikan hasil diskusi tersebut.

Bagian 2.3: Kita sadari bahwa banyak cara untuk mencapai tujuan. Dalam konteks kebijakan penataan dan pemerataan guru, banyak alternatif kebijakan yang dapat dipilih sesuai dengan hasil analisis distribusi guru. Alternatif kebijakan hendaknya yang benar-benar inovatif, memiliki daya ubah yang signifikan dan dapat diimplementasikan dengan memanfaatkan sumberdaya yang terbatas. Fasilitator menyatakan bahwa banyak alternatif yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah distribusi guru.

Fasilitator memberi contoh bagaimana merumuskan alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis dan kerangka perencanaan makro bidang pendidikan. Selanjutnya fasilitator meminta peserta untuk bekerja secara kelompok menentukan alternatif kebijakan (Gunakan LK 2.3.)

Reflection (10 menit)

(1) Tanyakan kepada peserta apakah mereka sudah paham dengan langkah-langkah mengidentifikasi alternatif kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru.

(2) Apakah peserta sudah mampu merumuskan tujuan yang realistik untuk penetapan kebijakan untuk menangani isu strategis tersebut.

(3) Apakah peserta telah mampu merumuskan berbagai alternatif kebijakan yang inovatif dalam penataan dan pemerataan guru berdasarkan isu strategis.

Extention (5 menit)

(1) Semua peserta menindaklanjuti Unit 2 ini dengan menelaah alternatif kebijakan yang telah dirumuskan dengan hasil analisis penyebab masalah.

R

(31)

21

UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

(2) Daerah perlu mengembangkan kreativitas untuk mengidentifikasi alternatif kebijakan sesuai dengan kondisi internal masing-masing kabupaten/kota. (3) Peserta menuliskan hasil-hasil Unit 2 dalam Lembar Kerja 2.4 dalam format

Excel terlampir.

Pesan Utama

Pengembangan kapasitas ini akan lebih bermanfaat apabila peserta menindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan identifikasi alternatif kebijakan serta menganalisis penyebab masalah distribusi guru di daerahnya masing-masing.

(32)

22 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

Lembar Kerja 2.1

Lakukan pemilihan isu strategis berdasarkan hasil workshop 1 dengan mempertimbangkan perencanaan makro bidang pendidikan (Renstra Dinas Pendidikan, RPJMD Kabupaten/Kota yang memuat tentang sumberdaya manusia, dan Renstra Kemdikbud, serta RPJMN Bidang Pendidikan).

No Isu Strategis berdasarkan hasil analisis Perencanaan makro bidang pendidikan yang relevan dengan isu strategis Isu Strategis Terpilih (1) (2) (3) 1 2 3 4 5 6

(33)

23

UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

Lembar Kerja 2.2

Rumuskan tujuan kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan isu strategis terpilih (Hasil kerja pada LK 2.1) dengan mempertimbangkan kebijakan daerah dalam penataan dan pemerataan guru.

No. Isu Strategis Terpilih Kebijakan daerah bidang pendidikan yang relevan dengan

isu strategis Tujuan Kebijakan (1) (2) (3) 1 2 3 4 5 6

(34)

24 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

Lembar Kerja 2.3

Rumuskan alternatif kebijakan berdasarkan hasil kerja pada Lembar Kerja 2.1 dan Lembar Kerja 2.2.

No.

Isu Strategis Terpilih Tujuan Kebijakan Alternatif Kebijakan (1) (2) (3) 1 2 3 4 5 6

(35)

25

UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

Lembar Kerja 2.4

(Disajikan dalam format Excel)

No. Isu Strategis Tujuan Pengambilan Kebijakan Alternatif Kebijakan Kriteria Pemilihan Alternatif Kebijakan Rekomendasi Kebijakan Formulasi Kebijakan 1 2 3 4 5

(36)

26 UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan

(37)

27

(38)
(39)

29 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

UNIT 3

STRATEGI PEMILIHAN

ALTERNATIF

(40)
(41)

31 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

UNIT 3

STRATEGI PEMILIHAN ALTERNATIF

KEBIJAKAN -

Waktu: 135 menit

Pengantar

Kebijakan publik (yang diterjemahkan dari public policy) bidang pendidikan merupakan

tindakan yang dirancang secara sengaja oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah pendidikan yang menjadi perhatian bersama dan memiliki dampak yang luas bagi masyarakat. Kebijakan memiliki dampak secara substansial terhadap masyarakat luas,

oleh karenanya kebijakan publik ditujukan untuk memberdayakan masayarakat agar dapat berpartisipasi dalam pemerintahan. Kebijakan publik adalah tindakan pemerintah atas permasalahan publik, yang di dalamnya terkandung komponen– komponen:

1. Tujuan atau sasaran –merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut

2. Program – merupakan alat formal untuk mencapai tujuan. Kebijakan diimplementasikan dalam bentuk program.

3. Keputusan – merupakan spesifikasi tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, melaksanakan dan mengevaluasi program.

4. Efek atau dampak sebagai hasil terukur dari pelaksanaan program, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan.

Proses formulasi kebijakan pendidikan mempertimbangkan agar pembuatan kebijakan dilakukan secara rasional-komprehensif mulai dari mengkaji permasalahan sampai perumusan kebijakan. Berdasar pada permasalahan yang ada diidentifikasi berbagai alternatif kebijakan.

Bagaimana memilih kebijakan dari berbagai alternatif tersebut? Pemilihan kebijakan yang akan diformulasikan dan diimplementasikan ditentukan berdasarkan sejumlah kriteria.

Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

Dalam menyeleksi atau memilih kebijakan guna menentukan kebijakan mana yang akan diimplementasikan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan pertimbangan. Ada beberapa kriteria penting yang dapat digunakan antara lain: 1) Aspek teknis

Aspek teknis berkaitan dengan keefektifan kebijakan. Keefektifan menyangkut sejauhmana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu dapat memecahkan masalah yang dihadapi.

(42)

32 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan 2) Aspek politis

Aspek politis memperhatikan 5 subkriteria yaitu 1) acceptability, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para tokoh masyarakat; 2) appropriateness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; 3)

responsiveness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan akan memenuhi

kebutuhan masyarakat; 4) equity, untuk melihat apakah kebijakan yang dipilih menciptakan keadilan dan pemerataan dalam masyarakat.

3) Kerangka Kebijakan Pemerintah

Aspek ini untuk mempertimbangkan apakah opsi kebijakan didukung oleh peraturan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Jangan sampai kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah

4) Aspek ekonomi dan finansial

Sebuah kebijakan perlu dipertimbangkan berdasarkan aspek ekonomi dan finansial untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses implementasinya maupun dampak lebih lanjut. Sebagai contoh pengangkatan guru baru memerlukan dana yang besar mulai dari persiapan, proses seleksi, penempatan, maupun gaji yang harus ditanggung oleh pemerintah.

5) Aspek Administrasi

Keterlaksanaan administrasi untuk melihat beberapa elemen administrasi seperti: otoritas kewenangan melaksanakan suatu kebijakan (misalnya kebijakannya harus melalui SK Bupati atau cukup Kepala Dinas), komitmen institusi yang melihat kesamaan komitmen dari administratif dari level atas sampai bawah, kemampuan/skill staf pelaksana, kemampuan keuangan untuk menjalankan kebijakan, serta dukungan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan.

Selain kriteria di atas, masih ada beberapa kriteria lagi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilihan opsi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan keunikan daerah, antara lain kondisi geografi, adat-istiadat, budaya, jumlah dan penyebaran penduduk. Misalnya opsi kebijakan penggabungan sekolah perlu mempertimbangkan aspek geografi sekolah. Contoh lain, di NTT ada penerimaan peserta didik SD yang berjangka setiap dua tahun. Hal ini dilaksanakan karena mempertimbangkan jumlah guru terbatas, jumlah penduduk sedikit, ruang kelas terbatas, sehingga tidak efektif jika setiap tahun menerima peserta didik baru.

Kriteria yang disajikan di atas merupakan kriteria umum. Setiap daerah dapat menentukan kriteria mana yang dianggap penting dan kriteria mana yang dianggap

(43)

33 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

kurang penting sebagai pertimbangan dalam memilih dan merekomendasikan kebijakan.

Tujuan

Tujuan Unit 3 yang diharapkan dikuasai peserta adalah sebagai berikut. 1. Merumuskan kriteria dalam pemilihan alternatif kebijakan

2. Menentukan skala proritas alternatif kebijakan berdasarkan kriteria yang ditetapkan

3. Merekomendasikan alternatif kebijakan yang akan diformulasikan menjadi kebijakan.

Pertanyaan Kunci

1. Apa saja kriteria dalam pemilihan opsi kebijakan?

2. Bagaimana menentukan prioritas dari alternatif yang ada menggunakan kriteria yang ditetapkan?

3. Opsi kebijakan mana yang akan direkomendasikan untuk diformulasikan?

Petunjuk Umum

Unit ini merupakan kelanjutan dari unit sebelumnya tentang Identifikasi Alternatif Kebijakan. Dalam unit ini alternatif kebijakan yang dihasilkan dari unit sebelumnya dianalisis dan diperingkat sesuai dengan kriteria pemilihan opsi antara lain, 1) Teknis,

2) Politis, 3) Ekonomi dan Finansial, 4) Kerangka Kebijakan Pemerintah, dan 5) Administratif, 6) lain-lain (ditentukan oleh kabupaten/kota sendiri). Selanjutnya peserta

menentukan opsi kebijakan mana yang akan diformulasikan menjadi kebijakan.

Sumber dan Bahan

Presentasi dalam PowerPoint

 Lembar Kerja 3.1 dan Handout Peserta 3.1

 LCD dan laptop/komputer

(44)

34 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

Waktu

Waktu yang digunakan dalam Unit 3 ini adalah 135 menit.

Ringkasan Sesi

Rincian Langkah-langkah Kegiatan

Introduction (5 menit)

Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa pada Unit 3 ini peserta akan menentukan opsi kebijakan berdasarkan kriteria tertentu sebagai bahan pertimbangan untuk menghasilkan rekomendasi opsi kebijakan.

Fasilitator juga menayangkan latar belakang/pentingnya Unit 3, kompetensi yang harus dikuasai peserta setelah mengikuti Unit 3, pertanyaan kunci, serta langkah-langkah penyajian Unit 3. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat secara interaktif. I Introduction 5 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkah-langkah penyajian Connection 20 Menit Mempelajari kriteria dalam pemilihan opsi Application 95 menit Diskusi Kelompok menganalisis dan memilih opsi kebijakan berdasarkan kriteria Reflection 10 menit Merefleksi pencapaian Tujuan Extension 5 menit Menindaklanjuti Unit 3 dengan memformulasikan kebijakan serta mengintegrasi-kannya dalam perencanaan daerah

(45)

35 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

Connection (20 menit)

Pada langkah ini, para peserta diingatkan kembali untuk menelaah kembali dan menetapkan alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis yang telah diidentifikasi dari unit sebelumnya.

Fasilitator menjelaskan kepada peserta bahwa tidak semua alternatif akan direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan, sehingga diperlukan penilaian terhadap alternatif tersebut. Dari beberapa alternatif, mungkin akan dipilih 3, 2, atau hanya 1 kebijakan yang direkomendasikan. Oleh sebab itu peserta ditugaskan mengidentifikasi kriteria apa saja yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menilai alternatif tersebut. Untuk melengkapi hasil diskusi, Fasilitator menjelaskan kriteria yang umum digunakan dalam memilih alternatif kebijakan, yaitu 1) Teknis, 2) Politis, 3) Ekonomi dan Finansial, 4) Kerangka Kebijakan

Pemerintah, dan 5) Administratif, 6) lain-lain (berdasarkan keunikan daerah masing-masing. Penjelasan ini diberikan secara interaktif. Setelah itu fasilitator memberikan

handout tentang Kriteria Pemilihan Opsi Kebijakan (Handout 3.1).

Tugas memilih dan menentukan kriteria mana yang akan digunakan dalam memilih opsi kebijakan dilakukan dengan diskusi kelompok.

Application (95 menit)

Kerja kelompok (60 menit)

Dalam sesi ini peserta ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok dan menentukan alternatif mana yang akan direkomendasikan untuk diformulasikan lebih lanjut sebagai kebijakan, menggunakan Lembar Kerja 3.1.

Catatan Fasilitator: Lembar kerja ini dapat ditulis ulang di kertas plano supaya

pada waktu kunjung karya dapat dengan mudah dicermati oleh pengunjung. Dalam mengerjakan tugas ini Peserta mendeskripsikan (seperti contoh handout) atau hanya membeirkan tanda cek/centang jika kriteria yang dimaksud memenuhi. Tetapi nanti di daerah peserta harus mendiskripsikan masing-masing kriteria seperti pada contoh.

Kunjung Karya, diskusi dan revisi (35 menit). Pada langkah ini Fasilitator

menugaskan kelompok untuk melakukan kunjung karya. Dua anggota kelompok tetap di kelompok menunggui hasil karya, sedangkan anggota kelompok lain berkunjung ke kelompok lain. Fasilitator mengatur alur kunjung karya. Dalam kunjungan di kelompok ada presentasi singkat selama 5 menit dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab.

Setelah kunjung karya selesai peserta kembali ke kelompok dan merevisi hasil karya berdasarkan masukan dari kelompok lain.

C

(46)

36 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

Reflection (5 menit)

(1) Fasilitator menanyakan kepada peserta, (a) apakah kegiatan sesi ini sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan?, (b) apakah alternatif terpilih yang telah dianalisis berdasarkan kriteria merupakan opsi yang siap diformulasikan untuk diimplementasikan?

(2) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih perlu diperjelas.

Fasilitator menugaskan peserta memasukkan kebijakan yang direkomendasikan (hasil Unit 3) ke dalam Lembar Kerja 2.4 (format Excel).

Extention (5 menit)

Fasilitator mengingatkan kepada peserta bahwa setelah menentukan/ merekomendasikan kebijakan, pada unit selanjutnya peserta akan memformulasikan kebijakan sebagai aturan formal yang digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut serta kemungkinan memasukkan kebijakan tersebut dalam perencanaan daerah.

R

(47)

37 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

Handout Peserta 3.1

Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

Kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah (pusat maupun daerah) atas permasalahan publik, yang di dalamnya terkandung komponen–komponen:

1. Tujuan atau sasaran –merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut

2. Program – merupakan alat formal untuk mencapai tujuan.

3. Keputusan – merupakan spesifikasi tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, melaksanakan dan mengevaluasi program.

4. Efek atau dampak sebagai hasil terukur dari pelaksanaan program, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan.

Proses formulasi kebijakan pendidikan mempertimbangkan agar pembuatan kebijakan dilakukan secara rasional-komprehensif mulai dari mengkaji permasalahan sampai perumusan kebijakan. Berdasar pada permasalahan yang ada diidentifikasi berbagai alternatif kebijakan.

Bagaimana memilih kebijakan dari berbagai alternatif tersebut? Pemilihan kebijakan yang akan diformulasikan dan diimplementasikan ditentukan berdasarkan sejumlah kriteria.

Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

Dalam menyeleksi atau memilih kebijakan guna menentukan kebijakan mana yang akan diimplementasikan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan pertimbangan. Ada beberapa kriteria penting yang dapat digunakan antara lain: 1) Aspek teknis

Aspek teknis berkaitan dengan keefektifan kebijakan. Keefektifan menyangkut sejauhmana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu dapat memecahkan masalah yang dihadapi.

2) Aspek politis

Aspek politis memperhatikan 5 subkriteria yaitu 1) acceptability, untuk melihat apakah suatu alteratif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para tokoh masyarakat; 2) appropriateness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; 3)

(48)

38 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

responsiveness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan akan memenuhi

kebutuhan masyarakat; 4) equity, untuk melihat apakah kebijakan yang dipilih menciptakan keadilan dan pemerataan dalam masyarakat.

3) Kerangka Kebijakan Pemerintah

Aspek ini untuk mempertimbangkan apakah opsi kebijakan didukung oleh peraturan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Jangan sampai kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah

4) Aspek ekonomi dan finansial

Sebuah kebijakan perlu dipertimbangkan berdasarkan aspek ekonomi dan finansial untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses implementasinya maupun dampak lebih lanjut. Sebagai contoh pengangkatan guru baru memerlukan dana yang besar mulai dari persiapan, proses seleksi, penempatan, maupun gaji yang harus ditanggung oleh pemerintah.

5) Aspek Administrasi

Keterlaksanaan administrasi untuk melihat beberapa elemen administrasi seperti: otoritas kewenangan melaksanakan suatu kebijakan (misalnya kebijakannya harus melalui SK Bupati atau cukup Kepala Dinas), komitmen institusi yang melihat kesamaan komitmen dari administratif dari level atas sampai bawah, kemampuan/skill staf pelaksana, kemampuan keuangan untuk menjalankan kebijakan, serta dukungan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan.

Selain kriteria di atas, masih ada beberapa kriteria lagi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilihan opsi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan keunikan daerah antara lain, kondisi geografi, adat-istiadat, budaya, jumlah dan penyebaran penduduk. Misalnya opsi kebijakan penggabungan sekolah perlu mempertimbangkan aspek geografi sekolah. Contoh lain, di NTT ada penerimaan peserta didik SD yang berjangka setiap dua tahun. Hal ini diputuskan oleh pemerintah setempat karena mempertimbangkan jumlah guru terbatas, jumlah penduduk sedikit, ruang kelas terbatas, sehingga tidak efektif jika setiap tahun harus menerima peserta didik baru.

Kriteria yang disajikan di atas merupakan kriteria umum. Setiap daerah dapat menentukan kriteria mana yang dianggap penting dan kriteria mana yang dianggap kurang penting sebagai pertimbangan dalam memilih dan merekomendasikan kebijakan.

(49)

39 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

(Contoh)

Isu Strategis: Terdapat kekurangan guru kelas sebanyak 170 orang pada 55 SD dengan jumlah siswa kurang dari 50 orang

Alternatif Kebijakan

Deskripsi pertimbangan berdasarkan kriteria Rekomendasi Teknis/

keefektifan kebijakan

Politik Ekonomi dan finansial Kerangka kebijakan pemerintah Administrasi Lain-lain Sekolah dasar Multigrade Efektif untuk sekolah dengan jumlah siswa sedikit dan guru yang kurang Secara umum bisa diterima. Meskipun kadang-kadang masyarakat beranggapan bahwa satu ruang kelas untuk satu tingkat saja

Menguntungkan karena tidak perlu mengangkat guru baru dan

mengifisienkan penggunaan ruang kelas. Jika ada rehab juga tidak perlu 6 ruang kelas tetapi cukup 3 saja. Dengan multigrade rasio siswa-guru sesuai SPM Otoritas kebijakan bisa ada di level Bupati dan kepala dinas. Secara administrasi mudah dilakukan Berdasarkan proyeksi jumlah anak usia SD lima tahun ke depan, sangat beralasan diadakannya multigrade Pembentukan sekolah multigrade direkomendasikan

untuk diformulasikan menjadi kebijakan

Regrouping Sekolah

Dasar Efektif untuk sekolah yang kekurangan guru, jumlah siswa sedikit, dan secara geografis memungkinkan Masyarakat kurang siap menerima jika sekolah di desanya/ dusunnya hilang karena diregroup Menguntungkan karena tidak memerlukan biaya untuk

mengangkat guru baru

Ada kerangka kebijakan yang memungkinkan regruping Otoritas kebijakan bisa ada di level Bupati dan kepala dinas. Secara administrasi dapat dilakukan Regrouping hanya dilakukan untuk sekolah yang secara geografis memungkinkan Regrouping direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan

Pengangkatan guru

baru Efektif untuk memenuhi kekurangan guru dengan catatan rasio siswa-guru masih ideal

Secara politis bisa

diterima Tidak menguntungkan karena harus ada alokasi gaji untuk guru baru

Tahun ini ada

moratorium Masih menunggu formasi

(50)

40 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

Lembar Kerja Peserta 3.1

Alternatif Kebijakan

Pertimbangan berdasarkan kriteria

(beri tanda cek pada kolom yang sesuai kalau memenuhi kriteria di bawah ini)

Rekomendasi Teknik/ keefektifan kebijakan Politik Ekonomi dan finansial Kerangka kebijakan pemerintah Adminis-trasi Lain-lain

(51)

41 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

(52)
(53)

43 UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan

(54)
(55)

45

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

UNIT 4

(56)
(57)

47

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

UNIT4

FORMULASI KEBIJAKAN -

Waktu: 120 menit

Pengantar

Formulasi kebijakan diperlukan dalam rangka implementasi penataan dan pemerataan guru. Formulasi kebijakan yang baik didasarkan pada data yang dianalisis secara cermat.Kebijakan yang diformulasikan dengan tepat akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan rencana pendidikan, khususnya penataan dan pemerataan guru. Perencanaan pendidikan yang efisien dan efektif akan mengarahkan penataan dan pemerataan guru di tingkat kabupaten/kota pada sasaran yang tepat.

Formulasi kebijakan yang tepat menjadi pijakan yang kokoh dalam pengelolaan pendidikan, khususnya penataan dan pemerataan guru. Oleh sebab itu, formulasi kebijakan perlu melibatkan stakeholder pendidikan sehingga kebijakan yang dihasilkan mendapat dukungan dari berbagai pihak terkait. Selain itu, agar kebijakan (peraturan daerah atau yang lebih tinggi tingkatnya) memiliki legalitas yang memadai maka kebijakan harus mendapatkan pengesahan dari unsur legislatif.

Kebijakan pemerintah kabupaten/kota memiliki peran penting dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan dasar, khususnya penataan dan pemerataan guru. Kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan dan pemerataan guru diterbitkan atas dasar rekomendasi dari Dinas Pendidikan dan BKD. Rekomendasi tersebut kemudian diterjemahkan menjadi formulasi kebijakan. Sebelum ditetapkan, formulasi kebijakan tersebut perlu dikonsultasikan ke publik yang melibatkan semua

stakeholders pendidikan di kabupaten/kota agar setelah ditetapkan, kebijakan tersebut

mendapat dukungan dari semua pihak terkait.

Implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru memerlukan peraturan yang sesuai untuk menopang pelaksanaannya. Sebagai contoh, kebijakan tentang penggabungan sekolah memerlukan peraturan yang dapat berupa surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Peraturan Bupati/Walikota, atau bahkan Peraturan Daerah yang menjadi payung hukum bagi kebijakan tersebut. Jadi, peraturan yang sesuai dan terkait dengan penataan dan pemerataan guru perlu diterbitkan dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut.

Jelas bahwa peraturan pemerintah kabupaten/kota dan kebijakan yang dipilih oleh dinas terkait memiliki sifat saling melengkapi dalam upaya untuk meningkatkan kualitas penataan dan pemerataan guru. Peraturan pemerintah kabupaten/kota dapat dikeluarkan atas dasar pilihan kebijakan dari dinas terkait. Dipihak lain, pilihan kebijakan memerlukan peraturan sebagai payung hukum agar kebijakan dapat dilaksanakan pemerintah kabupaten/kota.

(58)

48 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

Tujuan

Pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dimaksudkan agar peserta pelatihan lebih memahami dan terampil untuk:

1. Mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru.

2. Menggunakan hasil rekomendasi sebagai acuan untuk formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru.

3. Menyusun langkah-langkah memformulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru.

Pertanyaan Kunci

Beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapatkan jawaban dari kegiatan ini antara lain:

 Apa saja jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru?

 Bagaimana menggunakan rekomendasi untuk merumuskan kebijakan menata dan memeratakan guru?

 Bagaimana langkah-langkah memformulasi kebijakan menata dan memeratakan guru?

Petunjuk Umum

Agar pelaksanaan sesi ini dapat berjalan baik, berikut disampaikan beberapa petunjuk umum.

 Peserta duduk dalam kelompok-kelompok untuk memudahkan mereka berdiskusi.

 Fasilitator hendaknya mendorong peserta untuk aktif bekerja dalam mengikuti sesi.

Sumber dan Bahan

 Lembar Kerja4.1: Identifikasi jenis dan tingkat kebijakan

 Lembar Kerja4.2: Memformulasikan kebijakan

 Handout Peserta 4.3: Formulasi kebijakan

 Lembar Kerja 4.4: Langkah-langkah formulasi kebijakan

 Kertas Flipchart, spidol, pulpen, post it berwarna, kertas catatan, penempel kertas, lem, dan gunting.

(59)

49

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

Waktu

Waktu yang disediakan untuk kegiatan ini adalah 120 menit. Perincian alokasi waktu dapat dilihat pada tiap tahapan penyampaian sesi ini.

TIK

Penggunaan TIK untuk mendukung sesi ini bukan merupakan keharusan tetapi jika memungkinkan dapat disediakan:

 Proyektor LCD

 Laptop atau personal computer untuk presentasi

 Layar proyektor LCD

Namun demikian, fasilitator harus tetap siap apabila peralatan yang diharapkan tidak tersedia.Fasilitator harus menyiapkan presentasi dengan menggunakan OHP atau dengan menggunakan kertas flipchart.

(60)

50 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

Ringkasan Sesi

Rincian Langkah-langkah Kegiatan Introduction (10 menit)

(1) Fasilitator menyampaikan latar belakang tentang kebijakan penataan dan pemerataan guru dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.

(2) Fasilitator menyampaikan tujuan dan hasil yang diharapkan dari kegiatan sesi ini.

(3) Fasilitator memicu peserta dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana menggunakan rekomendasi untuk memformulasikan kebijakan penataan dan pemerataan guru?” (4) Fasilitator menyajikan langkah-langkah penyajian Unit 4.

Connection (25 menit)

Mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru

(1) Fasilitator mengemukakan bahwa kebijakan penataan dan pemerataan guru terdiri atas beberapa jenis dan tingkatan. Berkenaan dengan hal ini, fasilitator memberi contoh jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru.

(2) Fasilitator mengajak peserta mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru dengan menggunakan Lembar Kerja 4.1.

(3) Peserta berdiskusi dalam kelompok untuk mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan. Peserta menuliskan hasil diskusi pada lembar kerja tersebut.

I C Introduction 10 menit Fasilitator menyampaikan judul, latar belakang, pertanyaan kunci, dan langkah-langkah penyajian Unit 4 Application 70menit Merumuskan kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan rekomendasi; langkah-langkah memformula si kebijakan Connection 25menit Mengidentifika si jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru Extension 5 menit Menindak-lanjuti formulasi kebijakan dengan rancangan implementasi Reflection 10 menit Merefleksi pencapaian tujuan

(61)

51

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

(4) Salah satu kelompok menyajikan hasil diskusinya, kelompok lain mencermati dan menanggapi.

Application (70 menit)

Menggunakanrekomendasi untuk formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru

(1) Fasilitator mengingatkan bahwa pada sesi sebelumnya peserta telah menghasilkan rekomendasi tentang penataan dan pemerataan guru. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan kembali rekomendasi penataan dan pemerataan guru ke dalam Lembar Kerja 4.2.

(2) Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan kebijakan yang sesuai beserta alasannya, berdasarkan rekomendasi tentang penataan dan pemerataan guru.

(3) Peserta mendiskusikan berbagai kebijakan terkait dengan rekomendasi yang telah dihasilkan. Selanjutnya, peserta menuliskan hasil diskusi di kolom yang tersedia pada Lembar Kerja 4.2.

(4) Peserta menukarkan hasil diskusi dengan kelompok lain untuk ditelaah. Saran-saran dituliskan pada hasil diskusi tersebut.

Menyusun langkah-langkah formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru

(5) Fasilitator mengemukakan bahwa proses formulasi kebijakan ditetapkan menjadi kebijakan, memerlukan langkah-langkah tertentu. Jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru berdampak pada langkah-langkah yang harus ditempuh dan pihak-pihak yang terlibat beserta konsekuensi-konsekuensinya.

(6) Fasilitator membagikan Handout 4.3 untuk dibaca peserta.

(7) Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan formulasi kebijakan dari rekomendasi kebijakan yang dipilih dengan menggunakan Lembar Kerja 4.4.

(8) Dalam kelompok peserta mendiskusikan formulasi kebijakan beserta langkah-langkahnya dari kebijakan yang dipilih dan hasilnya ditulis pada lembar kerja tersebut. (9) Dalam kelompok peserta mendiskusikan konsekuensi dari formulasi kebijakan yang

dipilih.

(10) Secara bergantian, wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi dan atau mengajukan pertanyaan berkenaan dengan hasil diskusi.

(62)

52 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

Reflection (10 menit)

(1) Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(2) Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang masih belum jelas.

Peserta diminta mengintegrasikan hasil-hasil Unit 4 ke dalam Format Excel (lembar Kerja 2.4).

Extention (5 menit)

Fasilitator meminta peserta untuk menindak-lanjuti formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru dengan rancangan implementasi. Fasilitator meminta peserta untuk memikirkan cara mengintegrasikan kebijakan ke dalam perencanaan dan penganggaran.

Pesan Utama

Formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru memiliki jenis dan tingkat yang berbeda-beda berdasarkan rekomendasi dan kepentingannya. Oleh sebab itu, formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru diupayakan mulai dari tingkat yang rendah ke

R

E

Catatan Fasilitator:

Langkah-langkah formulasi dan legislasi kebijakan (untuk peraturan daerah atau yang lebih tinggi) beserta pelaku yang terlibat sebagai berikut.

1. Muncul isu strategis/kebijakan.

2. Pembentukan tim perumus kebijakan, 3. Forum publik,

4. Draft 1,

5. Draft 2 (final, pengesahan)

6. Proses legislasi (untuk perda dan atau undang-undang): pengajuan raperda ke DPRD, penyampaian raperda ke Badan Legislasi, pengkajian raperda, penyampaian raperda ke Badan Musyawarah, rapat konsultasi Panitia Khusus untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan.

(63)

53

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

tingkat lebih tinggi. Jika formulasi kebijakan tersebut dapat ditetapkan pada tingkat rendah maka tidak perlu mengambil tingkat yang lebih tinggi karena kebijakan tersebut dapat segera ditetapkan dan dilaksanakan.

Kebijakan yang dapat segera dilaksanakan akan segera berdampak pada perubahan dan peningkatan mutu layanan pendidikan.

Dalam jangka panjang peningkatan mutu layanan akan mengarah pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.

(64)

54 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

Lembar Kerja 4.1

Identifikasi Jenis dan Tingkat Kebijakan

Petunjuk: Isilah kolom-kolom di bawah ini dengan jenis dan tingkat kebijakan yang sesuai

No Kebijakan Jenis Kebijakan Tingkat Kebijakan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

(65)

55

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

Lembar Kerja 4.2

Memformulasikan Kebijakan

Petunjuk: Tuliskan kembali rekomendasi yang diperoleh dari sesi sebelumnya, kemudian formulasikan kebijakan berdasarkan rekomendasi tersebut beserta alasannya.

No Hasil Rekomendasi Formulasi Kebijakan Alasan

1 Pembentukan sekolah “Multigrade”(Contoh)

Peraturan Bupati tentang Pembentukan Sekolah

Multigrade

Lebih terjamin keberlan-jutannya dan sulit diganti selama bupati masih menjabat

2

3

4

(66)

56 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

Handout 4.3

Formulasi Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru

A. Formulasi Kebijakan

Model-model formulasi kebijakan dapat dikelompokkan kedalam dua model yaitu model elite dan model pluralis (Nugroho, 2012:544). Model elite merupakan model yang dipengaruhi kontinentalis. Sementara model pluralis yaitu model yang dipengaruhi oleh anglo-saxonis.

Proses formulasi kebijakan yang ideal terdiri atas beberapa langkah (Nugroho, 2011:551). Langkah-langkah formulasi kebijakan yang ideal adalah sebagai berikut.

1. Munculnya isu strategis/kebijakan. Isu strategis/kebijakan dapat berupa masalah dan atau kebutuhan masyarakat dan atau negara, yang bersifat mendasar, mempunyai lingkup cakupan yang besar, dan memerlukan pengaturan pemerintah.

2. Tim perumus kebijakan. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut, perlu dibentuk tim perumus kebijakan. Tim kemudian secara paralel merumuskan naskah akademik dan atau langsung merumuskan draf nol kebijakan.

3. Forum publik. Rumusan draf nol kebijakan didiskusikan bersama forum publik, dalam jenjang sebagai berikut.

a. Forum publik yang pertama, yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang berkenaaan dengan masalah terkait.

b. Forum publik kedua, yaitu dengan instansi pemerintah yang merumuskan kebijakan tersebut.

c. Forum publik yang ketiga dengan para pihak yang terkait atau yang terkena dampak langsung kebijakan, disebut juga benificiaries.

d. Forum publik yang keempat adalah dengan seluruh pihak terkait secara luas, menghadirkan tokoh masyarakat, termasuk didalamnnya lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi isu terkait.

Hasil diskusi publik ini kemudian dijadikan materi penyusunan pasal-pasal kebijakan yang akan dikerjakan oleh tim perumus. Draf ini disebut Draf 1.

4. Draf 1. Draf 1 didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang melibatkan dinas/instansi terkait, pakar kebijakan, dan pakar dari permasalahan yang akan diatur.

(67)

57

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

6. Draf final. Draf final kemudian disahkan oleh pejabat berwenang, atau, untuk kebijakan undang-undang, dibawa ke proses legislasi yang secara perundang – undangan telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

B. Tahapan Proses Legislasi

1. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah oleh Eksekutif kepada DPRD

Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru diajukan oleh Pemerintah Daerah. DPRD membahas raperda melalui sidang-sidang.

2. Penyampaian Raperda oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Legislasi

Penyampaian raperda oleh pimpinan DPRD kepada badan legislasi. Pengajuan raperda ini harus disertai dengan naskah akademik, dan disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur dalam raperda tersebut.

3. Pengkajian Rancangan Peraturan Daerah oleh Badan Legislasi

Naskah akademik dan penjelasan yang memuat pokok-pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, memperjelas landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis dari dibentuknya raperda tersebut.

4. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Musyawarah

Raperda perlu diagendakan oleh Badan Musyawarah untuk disampaikan pada Paripurna. Untuk menindaklanjuti penyampaian raperda tersebut dibentuk Panitia Khusus yang memiliki tugas untuk melakukan pembahasan raperda.

5. Pembicaraan Tingkat I

a. Paripurna Penyampaian Usulan Raperda dan Penjelasan Raperda oleh Eksekutif Pada Sidang Paripurna disampaikan beberapa raperda yang salah satunya adalah Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru.

b. Paripurna Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Usulan Rancangan Peraturan Daerah

Tahapan agenda sidang paripurna ini perlu dilaksanakan. Pada sidang paripurna dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap penyampaian raperda fraksi-fraksi bisa menyampaikan tanggapannya baik dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau sanggahan dan kritikan terhadap substansi permasalahan penyampaian raperda tersebut.

c. Paripurna Tanggapan dan/atau Jawaban Eksekutif terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi

Dengan dilaksanakannya paripurna pemandangan umum fraksi terhadap usulan raperda, sidang paripurna jawaban walikota/bupati atas pemandangan umum fraksi-fraksi yang perlu dilaksanakan.

(68)

58 UNIT 4: Formulasi Kebijakan d. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah oleh Panitia Khusus bersama Mitra

Terkait

Pembahasan raperda ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap pembahasan. Pembahasan tersebut melibatkan mitra kerja terkait.

Pada proses rapat pembahasan tahap pertama dan kedua Panitia Khusus perlu mendapatkan data mengenai kelebihan/kekurangan guru, mekanisme penataan dan pemerataan guru.

e. Rapat Konsultasi Pansus dengan Pimpinan DPRD mengenai Pembahasan Raperda Rapat konsultasi Panitia Khusus kepada Pimpinan DPRD dapat dilaksanakan melalui beberapa tahap. Jika pada tahap pertama, raperda ini belum selesai dibahas, maka rapat konsultasi dapat dilanjutkan sampai mendapatkan persetujuan.

C. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru

1. Elemen Luar

Pihak-pihak luar yang terkait antara lain DPRD, Bagian Hukum dan Ortala, dan BAPPEDA, Dewan Pendidikan Kota/Kabupaten, dan PGRI Provinsi. Dukungan elemen luar dapat tercermin dari kehadiran pihak-pihak tersebut dalam rapat-rapat pembahasan.

2. Elemen Dalam

Dalam proses perumusan raperda ini yang dimaksud dengan elemen dalam adalah Dinas Pendidikan dan BKD Kota/Kabupaten.

3. Keterkaitan atau Linkages

Koordinasi dan komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda melibatkan 3 pihak yaitu eksekutif (instansi teknis dan mitra kerja terkait), legislatif (Panitia Khusus DPRD), dan stakeholders. Pada proses pembahasan raperda di DPRD terjadi koordinasi dan komunikasi yang menimbulkan interaksi politik-administratif yang melibatkan legislatif yaitu DPRD dengan mitra-mitra kerja terkait.

D. Aktor dan Peran Aktor yang Terlibat dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah

1. Aktor yang Terlibat

Pemeran serta resmi terdiri dari eksekutif yaitu Dinas Pendidikan dan BKD selaku instansi teknis pengusul raperda, dan SKPD-SKPD terkait. Untuk merumuskan draf awal raperda, Dinas Pendidikan dan BKD membentuk tim perumus kebijakan. Sementara lembaga legislatif yaitu DPRD melakukan pembahasan secara langsung melalui Panitia Khusus.

(69)

59

UNIT 4: Formulasi Kebijakan 2. Peran Aktor

Dinas Pendidikan dan BKD memiliki peranan membentuk draf awal raperda melalui tim perumus kebijakan. Proses pembahasan raperda di DPRD menegaskan fungsi legislasi atau fungsi membuat undang-undang dalam hal ini peraturan daerah. Panitia Khusus DPRD dalam melakukan pembahasan terhadap raperda dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait meliputi SKPD-SKPD terkait, dan pihak luar. Pihak-pihak terkait tersebut memiliki peran dalam rapat-rapat pembahasan yang dijadwalkan Panitia Khusus DPRD dengan memberikan masukan, kritik dan saran terhadap raperda yang dirumuskan.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta. Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.

Peraturan Perundangan :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah

(70)

60 UNIT 4: Formulasi Kebijakan

Lembar Kerja 4.4

Langkah-langkah Formulasi Kebijakan

Penataan dan Pemerataan Guru

Petunjuk: Pilih satu formulasi kebijakan dan tuliskan langkah-langkah formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru.

Jenis kebijakan: _____________________ Tingkat kebijakan: ____________________

No Langkah-langkah

Rincian Kegiatan

Pelaku

1 2 3 4 5 6 7

Uraikan konsekuensi (anggaran, waktu pembuatan, waktu implementasi, dll)

formulasi kebijakan yang dipilih berdasarkan langkah-langkah, jenis, dan

tingkat kebijakan.

(71)

61

UNIT 4: Formulasi Kebijakan

(72)
(73)

63

UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

UNIT 5

RANCANGAN

IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN

(74)
(75)

65

UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan

UNIT 5

RANCANGAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN -

Waktu: 120 menit

Pengantar

Peraturan Bersama 5 Menteri, yaitu Mendiknas, Mendagri, MenPAN dan RB, Menag, dan MenKeu tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS merupakan langkah awal untuk menata dan memeratakan guru antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar provinsi.

Untuk menindaklanjuti Perber 5 menteri tersebut, diperlukan implementasi kebijakan yang benar-benar dapat dilaksanakan dan hasilnya terukur. Oleh sebab itu, kebijakan tersebut perlu diitegrasikan ke dalam perencanaan sehingga terjamin penganggarannya.

Agar terjadi aktivitas nyata di lapangan, Kemdikbud telah menerbitkan Petunjuk Teknis (Juknis) untuk plaksanaan penataan tersebut. Namun demikian, Juknis tersebut belum cukup dapat dijadikan panduan oleh staf Dinas Pendidikan kabupaten/kota karena masih memerlukan banyak analisis tambahan. Untuk membantu dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi mengimplementasikan Perber tersebut, USAID PRIORITAS mengembangkan Modul Workshop yang terdiri atas 4 bagian, yaitu: penyamaan Persepsi; Workshop Analisis Data; Workshop Analisis Kebijakan; dan Konsultasi Publik Penataan dan Pemerataan Guru. Salah satu unit dalam workshop analisis kebijakan adalah merancang implementasi kebijakan ke dalam sistem perencanaan daerah.

Tujuan

Tujuan umum pelatihan ini adalah agar peserta mampu melakukan analisis kebijakan berbasis data dalam penataan dan pemerataan guru. Tujuan khusus pelatihan ini adalah agar peserta mampu:

1. mengimplementasikan kebijakan ke dalam program

2. mengintegrasikan kebijakan ke dalam sistem perencanaan daerah (Dinas

Gambar

Diagram 1: Kerangka Analisis Kebijakan
Tabel 1. Rasio Kecukupan Guru Kelas PNS per SDN (-SPM 5)  Rasio Guru Kelas
Tabel 3. Jumlah kekurangan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel  Rasio Guru PNS per Rombel
Tabel 6. Dana Diskresi 3 Tahun terakhir  Tahun 2011  Tahun
+4

Referensi

Dokumen terkait

1. Dapat mengetahui kondisi-kondisi sekolah yang meliputi kondisi fisik, struktur organisasi sekolah, administrasi sekolah, tata tertib, kegiatan kesiswaan, sarana

Jika anda punya uang saya sarankan untuk bergabung dengan salah satu situs di atas. Anda akan mendapatkan manfaat yang tidak terbatas. Teknik Subjective communication

Fauziah (2011) Analisis Pencatatan dan Pelaporan Keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Lima Puluh Kota (Studi Kasus Pada Badan Kepegawaian

Dari ketiga jenis bahan bakar ini, minyak tanah adalah jenis bahan bakar yang mendapat subsidi terbesar (lebih dari 50% anggaran subsidi BBM digunakan untuk subsidi minyak

Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan fisiologis yaitu perubahan fisik, involusi uterus dan pengeluaran lokhia, laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem

Dengan menggunakan metode pengukuran WebQual 4.0 terdapat variabel diantaranya usability yaitu kemudahan dalam mengakses website online shop, information quality

Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “PENGARUH RELIGIUSITAS , KEPEMIMPINAN, ETOS KERJA, KEPUASAN KERJA, DAN

Hanya saja arah utara yang ditunjukkan bukan arah utara sejati (titik kutub utara), tapi menunjukkan arah utara magnet bumi, yang posisinya selalu berubah-ubah dan