• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Evaluasi Pembangunan Kebijakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teknik Evaluasi Pembangunan Kebijakan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Teknik Evaluasi Pembangunan (RP09-1332)

PENDEKATAN DALAM EVALUASI

Nama Kelompok : Ismi Fadhilah 3611100013 Afidah Mushollina Firdani 3611100022

Sita Andiastuti 3611100038 Delia Noer Adzani 3611100069 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaa Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2015

(2)

TEKNIK ANALISA PERENCANAAN PENDEKATAN DALAM EVALUASI DEFINISI PENDEKATAN DALAM EVALUASI KEBIJAKAN

Menurut Dunn (1999) dalam Nugroho (2006), pendekatan evaluasi kebijakan dibagi menjadi tiga, yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi keputusan teoritis.

1. Evaluasi Semu (Pseudo Evaluation) Pengertian

Evaluasi semu merupakan pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan, tanpa mempersoalkan lebih jauh nilai dan manfaat dari hasil kebijakan tersebut bagi individu, kelompok sasaran, dan masyarakat dalam skala luas. Asumsi utama dari pendekatan semu ini adalah ukuran manfaat atau nilai suatu kebijakan terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial. Bentuk-bentuk utama dari pendekatan ini yakni eksperimentasi sosial, akuntansi sistem sosial, pemeriksaan sosial dan sintesis riset dan praktek. Dalam evaluasi semu analisis secara khusus menerapkan bermacam-macam metode yakni rancangan ekspeimental-semu, kuseioner, random sampling, teknik statistik. Selain itu juga dapat berupa sajian grafik, tampilan tabel, angka indeks. analisis seri waktu terinterupsi, analisis seri terkontrol, dan analisis diskontinyu Metode-metode yang digunakan tersebut digunakan untuk menjelaskan variasi hasil kebijakan sebagai produk dari variabel masukan dan proses. Untuk setiap hasil kebijakan yang ada misalnya jumlah pengunjung taman yang telah disediakan di kota Surabaya diterima begitu saja sebagai tujuan yang tepat.

Pendekatan yang sering digunakan

a. Public-Relation-Inspired Studies (studi yang diinspirasi dari hubungan masyarakat/promosi) Studi jenis ini memiliki tujuan untuk membantu menciptakan penilaian positif terhadap institusi, program, proses, dan sejenisnya. Pelaksana pada studi jenis ini dilakukan oleh para propagandis informasi yang dibutuhkan oleh publik. Studi ini biasanya juga untuk mengamankan dukungan publik terhadap institusi atau kebijakan yang ada. Metode yang biasanya digunakan dalam studi ini adalah metode survey, eksperimen, dan penggunaan jasa konsultan “ahli”.

b. Politically Controlled Studi (evaluasi yang dikontrol secara politis)

Evaluasi ini merupakan evaluasi yang dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi dari apa yang di evaluasi (“klien”). Evaluasi ini bertujuan untuk mengamankan langkah “klien” untuk mendapatkan, menjaga, atau meningkatkan porsi mereka dalam segi pengaruh, kekuasaan, dan kekayaan. Dua pertanyaan yang merupakan panduan utama dalam jenis evaluasi ini adalah: Informasi apa yang menguntungkan jika suatu

(3)

saat terjadi konflik? Dan data apa yang menguntungkan jika suatu saat terjadi konfrontasi? Metodologi yang biasanya digunakan pada evaluasi tertutup ini mencakup analisa dokumen, observasi terhadap para partisipan, penelitian simulasi, investigasi tertutup, dan pemeliharaan dokumen-dokumen rahasia.

c. Pandering Evaluation (Evaluasi Perantara/Calo)

Evaluasi ini bertujuan untuk membantu evaluator menempati posisi yang menguntungkan untuk melakukan evaluasi tambahan untuk klien dimasa depan (mendapatkan kontrak).

d. Evaluation by Pretext (Evaluasi dengan Dalih/Pembenaran)

Evaluasi oleh dalih atau pembenaran terjadi ketika evaluator bersungguh – sungguh untuk melakukan evaluasi dengan tujuan palsu. Pendekatan yang digunakan dalam evaluasi dalih/pembenaran tidak memiliki kualitas penembusan dan dapat dilihat sebagai pengganggu e. Empowerment Under the Guise of Evaluation (Evaluasi dibawah Pemberdayaan)

Pada prinsipnya dalam evaluasi pemberdayaan ini adalah evaluasi pemberdayaan tidak dapat dan tidak berusaha untuk memberdayakan siapa pun. Evaluator pemberdayaan menciptakan lingkungan bagi orang untuk memberdayakan diri mereka sendiri.

2. Evaluasi Formal (Formal Evaluation)

Pendekatan evaluasi formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan. Asumsi utama dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target yang dipublikasikan secara formal adalah merupakan ukuran untuk manfaat atau nilai kebijakan program. Metode yang dapat digunakan dalam evaluasi formal adalah :

• Merunut legislasi atau dokumen penting yang berkaitan dengan pelaksanaan program atau kebijakan

Melakukan wawancara (interview) dengan penyusun kebijakan.

• Pemetaan sasaran dan hambatan dilakukan dengan mengidentifikasi tujuan dan sasaran program

• Mendefinisikan tujuan dan sasaran program dan menspesifikasi tujuan dan sasaran program. • Klarifikasi dan kritik nilai

• Analisis dampak silang • Discounting

Dalam evaluasi formal tipe-tipe kriteria evaluatif yang paling sering digunakan adalah efektifitas dan efisiensi. Ada dua tipe evaluasi formal, yaitu :

- Evaluasi sumatif, yakni evaluasi yang dilakukan untuk memantau pencapaian tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka waktu tertentu. - Evaluasi formatif, yakni evaluasi yang dilakukan secara terus menerus memantau pencapaian

tujuan dan target dari suatu kebijakan.

Selain itu evaluasi formal dapat juga berupa kontrol langsung dan tidak langsung terhadap kebijakan. Dari empat macam tipe evaluasi formal tersebut dapat ditarik empat variasi dalam evaluasi formal sebagai berikut :

(4)

Tabel 1

Variasi dalam Evaluasi Formal Kontrol Terhadap Aksi

Kebijakan

Orientasi terhadap proses kebijakan

Formatif Sumatif

Langsung Evaluasi Perkembangan Evaluasi Eksperimental Tidak Langsung Evaluasi Proses Retrospeksi Evaluasi Hasil Retropektif

- Evaluasi Perkembangan

Merupakan kegiatan-kegiatan/aktivitas evaluasi yang dilakukan secara tegas/jelas diadakan untuk melayani kebutuhan sehari-hari staf program. Evaluasi ini bertujuan untuk menghindari adanya kesalahan yang tidak diharapkan dari program. Dalam evaluasi perkembangan ini diperbolehkan untuk secara langsung memanipulasi variabel masukan ataupun proses selama evaluasi.

- Evaluasi Proses Retrospeksi

Meliputi pemantauan dan evaluasi program setelah program tersebut diterapkan untuk jangka waktu tertentu. Evaluasi proses retrospektif, yang cenderung dipusatkan pada masalah-masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi kebijakan dan program, tidak memperkenankan dilakukannya manipulasi langsung terhadap masukan (misalnya pengeluaran) dan proses (misalnya, sistem pelayanan alternatif). Sebaliknya evaluasi proses retrospektif lebih menggantungkan pada deskripsi ex post facto (retrospektif) tentang kegiatan aktivitas program yang sedang berjalan yang selanjutnya berhubungan dengan keluaran dan dampak.

- Evaluasi Eksperimental

Meliputi pemantauan dan evaluasi hasil di bawah kondisi kontrol langsung terhadap masukan dan proses kebijakan. Evaluasi eksperimental yang ideal secara umum merupakan faktor “eksperimen ilmiah yang terkontrol”, di mana semua faktor yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan kecuali satu – yaitu, variabel-variabel proses dan masukan khusus—dikontrol, dipertahankan konstan, atau diperlakukan sebagai hipotesis tandingan yang masuk akal.

- Evaluasi Hasil Retropektif

Meliputi pemantauan dan evaluasi hasil tetapi tidak disertai dengan control langsung terhadap masukan-masukan dan proses kebijakan yang dapat dimanipulasi. Paling jauh adalah kontrol secara tidak langsung atau kontrol statistik yaitu, evaluator berusaha mengisolasi pengaruh dari banyak faktor lainnya dengan menggunakan metode kuantitatif. Pada umumnya, terdapat dua varian utama evaluasi proses retrospektif studi lintas seksional dan studi longitudinal. Studi longitudinal adalah studi yang mengevaluasi perubahan hasil dari satu, beberapa, atau banyak program pada dua atau lebih titik waktu. Banyak studi longitudinal telah dilaksanakan di bidang keluarga berencana, di mana tingkat fertilitas dan perubahan dalam penerimaan alat-alat kontrasepsi dipantau dan dievaluasi selama kurun waktu yang cukup panjang (5 sampai 20 tahun).

(5)

Sebaliknya, Studi lintas sektoral berusaha untuk memantau dan mengevaluasi berbagai program pada satu titik waktu tertentu. Tujuan studi lintas sektoral adalah menemukan apakah hasil dan dampak berbagai macam program berbeda secara signifikan satu sama lain; dan jika berbeda, tindakan apa, kondisi awal apa atau kejadian-kejadian apa yang dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan tersebut.

3. Evaluasi Keputusan Teoritis

Merupakan pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggung-jawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara jelas dinilai oleh berbagai macam stakeholder/pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi keputusan teoritis adalah tujuan dan sasaran dari kebijakan yang telah dipublikasikan secara formal maupun diam-diam adalah merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai kebijakan. Bentuk-bentuk dari evaluasi keputusan teoritis ini dapat berupa penilaian tentang dapat tidaknya dievaluasi dan analisis utilitas multi-atribut. Teknik yang dapat dilakukan dalam evaluasi ini antara lain brainstorming, analisis argumentasi, Delphi kebijakan, dan analisis survey pemakai (serangkaian prosedur mengumpulkan informasi dari calon pemakai dan pelaku-pelaku lainnya mengenai evaluabilitas suatu kebijakan atau program).

Evaluasi keputusan teoritis merupakan cara untuk mengatasi beberapa kekurangan dari evaluasi semu dan evaluasi formal :

1. Kurang dan tidak dimanfaatkannya informasi kinerja. Sebagian besar informasi yang dihasilkan melalui evaluasi kurang digunakan atau tidak pernah digunakan untuk memperbaiki pembuatan kebijakan. Untuk sebagian, hal ini karena evaluasi tidak cukup responsive terhadap tujuan dan target dari pihak-pihak yang mempunyai andil dalam perumusan dan implementasi kebijakan dan program.

2. Ambiguitas kinerja tujuan. Banyak tujuan dan program publik yang kabur. Ini berarti bahwa tujuan umum yang sama misalnya untuknya meningkatkan kesehatan dan mendorong konservasi energi yang lebih baik dapat menghasilkan tujuan spesifik yang saling bertentangan satu terhadap lainnya. Ini dapat terjadi jika diingat bahwa tujuan yang sama (misalnya, perbaikan kesehatan) dapat dioperasionalkan kedalam paling sedikit enam macam kriteria evaluasi: efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas dan kelayakan. Salah satu tujuan dan evaluasi keputusan teoritis adalah untuk mengurangi kekaburan tujuan dan menciptakan konflik antar tujuan spesifik atau target.

3. Tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Tujuan dan target kebijakan dan program-program public tidak dapat secara memuaskan diciptakan dengan memusatkkan pada nilai-nilai salah satu atau beberapa pihak (misalnya kongres, kelompok klien yang dominan atau kepala administrator). Dalam kenyataan, berbagai pelaku kebijakan dengan tujuna dan target yang saling berlawanan Nampak dalam hamper semua kondisi/situasi yang memerlukan evaluasi. Evaluasi keputusan-teoritis berusaha untuk mengidentifikasi berbagi pelaku kebijakan ini dan menampakkan tujuan-tujuan mereka.

(6)

Bentuk utama dari evaluasi teoritis kebijakan adalah penaksiran evaluabilitas dan analisis utilitas multiatribut, keduanya berusaha menghubungkan informasi mengenai hasil kebIjakan dengan nilai dari berbagi pelaku kebijakan.

- Penaksiran evaluabilitas (evaluability assesment) merupakan serangkaian prosedur yang dibuat untuk menganalisis system pembuatan keputusan yang diharapkan dapat diperoleh dari informasi kinerja dapat memperjelas tujuan sasaran, dan asumsi-asumsi dengan mana kerja akan diukur. Pertanyaan mendasar dalam penaksiran evaluabilitas adalah apakah suatu kebijakan atau program dapat sama sekali dievaluasi. Suatu kebijakan atau program agar dapat dievaluasi, paling tidak tiga kondisi harus ada: satu kebijakan atau program yang diartikulasikan secara jelas; dan serangkaian asumsi yang eksplisit yang menghubungkan aksi atau konsekuensi. Dalam melakukan penakasiran evaluabilitas, analisis mengikuti serangkaian langkah yang memperjelas suatu kebjkana atau program dari sudut pandang pemakai kebijakan atau program dari sudut pandang pemakai informasi kinerja yang dituju dan evaluator itu sendiri. Tahap-tahap dalam penaksiran evaluabilitas :

1. Spesifikasi program-kebijakan. Apakah kegiatan-kegiatan/program-program dari suatu negara dan apakah tujuan dan sasaran yang melandasi program?

2. Koleksi informasi program kebijakan. Informasi apa yang harus dikumpulkan untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan program kebijakan,kegiatan-kegiatan, dan asumsi-asumsi yang mendasarinya?

3. Modeling program-kebijakan. Model apa yang paling baik menerangkan program dan tujuan suatu kegiatan yang berhubungan, dari sudut pandang pemakai informasi kinerja yang dituju? Asumsi –asumsi kausal apa yang menghubunkan aksi dengan hasil?

4. Penkasiran evaluabilitas program-kebijakan. Apakah model program kebijakan secara mencukupi tidak ambigu untuk membuat evaluasi bermanfaat? Tipe studi evaluasi apakah yang paling berguna?

5. Umpan balik penkasiran evaluabilitas untuk pemakai. Setelah menanyakan kesimpulan mengenai evaluabilitas progam-kebijakan bagi pemakai yang diinginkan, apakah yang mungkin menjadi langkah berikutnya yang harus (atau tidak harus) diambil untuk mengevaluasi kinerja kebijkan?

- Analisis utilitas multiatribut merupakan serangkaian prosedur yang dibuat untuk memperoleh penilaian subyektif dari berbagai pelaku kebijakan mengenai probabilitas kemunculan dan nilai dari hasil kebijakan. Kelebihan dari analisis utilitas multiatribut adalah bahwa analisis tersebut secara eksplisit menampakkan penentuan nilai dari berbagai pelaku kebijakan; analisis tersebut juga mengakui adanya beragam tujuan yang saling berlawanan dalam evaluasi program kebijakan; dan analisis tersebut menghasilkan informasi kinerja yang lebih berguna dari sudut pandang pemakai yang dituju. Tahap-tahap dalam pelaksanaan analisis utilitas multiatribut adalah sebagai berikut:

(7)

1. Identifikasi pelaku. Mengidentifikasi pihak-pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan atau program. Masing-masing pelaku kebijakan ini akan mempunyai tujuan dan sasaran sendiri-sendiri yang ingin mereka capai secara maksimal.

2. Spesifikasi isu keputusan yang relevan. Menentukan secara operasional berbagai kecenderungan aksi atau non-aksi yang tidak dispekati oleh para pelaku kebijakan. Dalam kasus yang paling sederhana terdapat dua kecenderungan tindakan: status quo dan beberapa inisiatif baru.

3. Spesisifikasi hasil kebijakan. Menentukan cakupan konsekuensi yang dapat timbul sebagai akibat dari adanya aksi. Hasil-hasil dapat disusun secara birarkis dimana satu aksi mempunyai beberapa konsekuensi, dan masing-masing mempunyai konsekuensi yang lebih jauh lagi. Suatu hirarki hasil dapat disamakan dengan pohon tujuan (decision tree), kecuali hasil itu bukan tujuan sampai hasil tersebut dinilai secara eksplisit.

4. Identifikasi atribut hasil. Disini tugasnya adalah untuk mengidentifikasi semua atribut yang relevan yang membuat hasil berharga dan bernilai. Sebagai contoh, masing-masing hasil dapat mempunyai tipe keuntungan dan biaya yang berbeda terhadap kelompok sasaran dan konsumen yang berbeda.

5. Penyusunan jenjang nilai atribut. Menyusun nilai atribut menurut kepentingannya. Sebagai contoh, jika peningkatan penghasilan keluarga merupakan hasil dari program kemiskinan, hasil ini dapat mempunyai beberapa atribut nilai: perasaan makmur; mengkonsumsi gizi/nutrisi lebi banyak; punya sisa pendapatan yang lebih besar untuk perawatan kesehatan. Atribut-atribut tersebut harus diururtkan menurtu kepentingan relative antara skala satu tehadap lainnya.

6. Penyusunan skala atribut. Menyusun skala atribut yang telah diurutkan menurut kepentingannya. Untuk melakukan hal itu, atribut yang paling tidak penting diberi nilai 10. Alihkan ke atribut yang penting, lalu jawab pertanyaan ini; berapa kali atribut yang paling penting ini lebih penting disbanding atibut paling tidak penting berikutnya? Lanjutkan prosedur penyusunan skala ini sampai atribut yang paling penting ini sudah dibandingkan dengan semua lainnya. Catat bahwa atribut yang paling penting dapat mempunyai nilai skala 10, 20, 30 kali atau lebih dari atribut yang paling penting.

7. Standarisasi skala. Atribut yang telah disusun skalanya akan mempunyai nilai maksimum yang bebeda antar pelaku kebijakan. Sebagai contoh, seoang pelaku kebijakan dapat member atribut A nilai 60; B nilai 30; dan atribut C nilai 10. Tetapi pelaku kebijakan lainnya terhadap atribut-atribut yang sama dapat member nilai 120, 60, dan 10. Untuk menstandarisasikan skala ini, jumlahlah semua nilai asli untuk setiap skala, bagian masing-masing nilai asli dengan jumlahnya, dan kalikan dengan 100. Ini akan menghasilkan skala yang terpisah yang nilai-nilai komponennya berjumlah sampel 100. 8. Pengukuran hasil. Ukurlah derajat di mana setiap hasil kebijakan merupakan hasil dari

(8)

minimum harus diberi nilai 0 (yaitu tidak ada kesempatan dimana hasil/akan berakhir dengan pencapaian atribut).

9. Kalkulasi utiltas. Hitunglah utilitas (nilai) dari setiap hasil dengan menggunakan rumus: Ui = ΣWi . Uii

Dimana :

Uii : Kegunaan (nilai agregat dari hasil ke i).

Wi : Nilai skala yang distandardkan dari atribut j.

Uii : Probabilitas terjadinya hasil ke I pada atribut ke j.

10. Evaluasi presentasi. Tentukan hasil kebijakan dengan total kinerja terbesar, dan sajikan informasi ini kepada pembuat keputusan yang relevan.

Kelebihan dari analisis utilitas multiatribut adalah bahwa analisis ini memungkinkan analisis berurusan secara sistematis dengan tujuan yang saling bertentangan antar pelaku kebijakan yang banyak. Tetapi ini dimungkinkan hanya jika langkah-langkah seperti yang baru dijelaskan diatas melibatkan pelaku-pelaku kebijakan yang relevan. Oleh karena itu, persyaratan pokok dari analisis utilitas multiatribut adalah bahwa pelaku kebijakan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan atau program adalah partisipan aktif dalam evaluasi kinerja kebijakan.

Berikut adalah perbandingan dari tiga pendekatan dalam evaluasi : Tabel 2.

Perbandingan Pendekatan Dalam Evaluasi Kebijakan Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-bentuk

Utama

Teknik Evaluasi Semu Menggunakan

metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya atau tidak kontroversial - Eksperimentasi sosial - Akuntasi sistem sosial - Pemeriksaan sosial

- Sistesis riset dan praktek - Sajian grafik - Tampilan tabel - Angka indeks - Analisis seri waktu terintupsi - Analisis seri terkontrol - Analisis diskontiyu-regresi Evaluasi Formal Menggunakan

metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil dari kebijakan secara Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan - Evaluasi perkembangan - Evaluasi eksperimental - Evaluasi proses restrospeksi - Evaluasi hasil retropektif - Pemetaan sasaran - Klarifikasi nilai - Kritik nilai - Pemetaan hambatan - Analisis dampak silang - discounting

(9)

formal yang diumumkan sebagai tujuan program atau kebijakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai Evaluasi Keputusan Teoritis Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal atau diam-diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai - penilaian tentang dapat tidaknya dievaluasi - analisis utilitas multi-atribut - Brainstorming - Analisis argumentasi - Delphi kebijakan - Analisis survey pemakai

Sumber : Kebijakan Publik untuk Negara-negara Berkembang, Riant Nugroho (2006) STUDI KASUS

Daftar Pustaka.

Nugroho, Riant, 2006. Kebijakan Publik Negara Berkembang. Penerbit Gramedia, Jakarta.

https://herydotus.wordpress.com/2011/10/30/pseudoevaluations-evaluasi-semu/ (diakses 28 Februari 2015).

Referensi

Dokumen terkait

Buellin mukaan ympäristötekstin etiikassa tulisi näkyä juuri edellä esitetyn kaltainen pohdinta ihmisen eduista muuhun luontoon nähden (Buell 1995, 7). Runoon

Pada pola interaksi dan hubungan sosial tak jarang kita lihat adanya disintegrasi dalam interaksi sosial, hal ini dapat dilihat pada pola interaksi dan hubungan

 Menja7a% pertanaan tentang materi  Pengaruh Islam terhadap Masyarakat di  Indonesia ang terdapat pada %uku pegangan peserta didik atau lem%ar kerja. ang

Bukan itu saja, kita akan memeriksa lebih lanjut lagi adakah virus jenis lain yang ditularkan kepada Adik yang dapat menyebabkan penyakit kanker rahim (carcinoma cervix).. P2

6,26 Sistem transport hormon tiroid dan permeabilitas endotelial pada otak yang tidak seimbang akan memperberat infeksi SSP dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapat- kan metode pengukuran sumber radionuklida pemancar beta 14 C, 36 Cl dan 90 Sr berbentuk luasan menggunakan detektor 2π

tetapi melalui suatu proses panjang dalam pembahasan di DPR, sehingga merupakan suatu keputusan berdasarkan konsensus (politik). Karenanya, hukum seringkali diartikan

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori yang sama, yaitu teori resepsi sastra dengan novel Toki o Kakeru Shoujo karya Tsutsui Yasutaka dan film Toki o.. Kakeru