• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Formulasi Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau

obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1995). Ekstrak kering teh hijau bersifat larut dalam air, tetapi katekin (polifenol flavonoid) yang terkandung di dalamnya sukar larut dalam air (Lucida, 2006 cit., Lucida, 2007), sehingga dalam krim sunscreen yang diformulasikan dalam penelitian ini, katekin sebagai zat penghambat induksi radiasi UV dimungkinkan akan terdapat dalam fase minyak, di mana droplet-droplet minyak akan terdispersi dalam fase air. Basis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan basis tercuci air (water-removable atau water-washable bases) karena dilihat dari bahan yang digunakan terdapat asam stearat (asam lemak) dan trietanolamin (basa kuat) yang akan bereaksi membentuk sabun monovalen. Sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dibuat terdiri atas asam stearat, Virgin Coconut Oil(VCO), setil alkohol, Span 80, Tween 80, gliserin, trietanolamin, asam sitrat, nipagin, dan akuades. Fase minyak yang digunakan adalah asam stearat dan VCO. Ekstrak kering teh hijau ditambahkan dalam bentuk larutan ekstrak kering dalam akuades untuk mempermudah pencampurannya ke dalam basis. Berdasarkan hasil perhitungan SPF, maka ekstrak teh hijau yang ditambahkan ke dalam basis sebesar 71,3882 mg yang mengandung 0,0148958 % b/b polifenol, sehingga diharapkan sediaan krim sunscreenyang dibuat memberikan nilai SPF 14,7451.

Asam stearat dan setil alkohol berwujud padat sehingga perlu dilelehkan terlebih dahulu untuk mempermudah pencampuran. Pelelehan keduanya dilakukan di atas waterbath pada suhu 700C, jauh di atas titik leleh setil alkohol adalah 45-520C dan titik leleh asam stearat adalah ≥540

C (Anonim, 1983) untuk menjaga agar fase minyak tidak cepat memadat selama penuangan fase minyak ke dalam fase air. Asam stearat akan bereaksi dengan trietanolamin membentuk trietanolamin stearat yang merupakan garam sabun (surfaktan anionik).

Reaksi saponifikasi yang terjadi adalah sebagai berikut:

C18H36O2 + C6H15NO3 [H35C17 COO]-[NH(H2C CH2 OH)3]+ (asam stearat) (trietanolamin) (trietanolamin stearat)

+

HO CH2 CH(OH) CH2 OH (gliserol)

Trietanolamin stearat ini berfungsi sebagai emulgator internal sehingga fase minyak dan fase air dapat bercampur. Trietanolamin stearat merupakan sabun monovalen yang membentuk krim tipe minyak dalam air (Anief, 2000). Adanya trietanolamin stearat memperkuat fungsi emulgator eksternal, yaitu berupa Span 80 (nilai HLB = 4,3) dan Tween 80 (nilai HLB = 15) (Allen, 1999). Span 80 dan Tween 80 merupakan surfaktan nonionik sehingga lapisan film yang terbentuk pada permukaan droplet tidak memiliki repulsive force seperti pada surfaktan ionik. Oleh karena itu, untuk membantu mencegah bergabungnya droplet-droplet maka digunakan pula asam stearat dan trietanolamin stearat yang bereaksi membentuk trietanolamin stearat (surfaktan anionik). Interaksi antara surfaktan anionik (trietanolamin stearat) dengan polimer nonionik (Tween 80)

menyebabkan molekul surfaktan anionik teradsorbsi pada polimer nonionik sehingga konformasi polimer berubah menjadi lebih renggang akibat adanya gaya tolak-menolak pada gugus kepala surfaktan anionik (Rieger, 1997). Berdasarkan perhitungan nilai HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) campuran antara Span 80 dan Tween 80, yaitu sebesar 10,72, maka tipe emulsi yang dihasilkan adalah emulsi minyak dalam air (M/A) (Allen, 1999). Dengan demikian, secara teoritis, krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dihasilkan merupakan tipe minyak dalam air karena untuk membentuk tipe emulsi minyak dalam air diperlukan nilai HLB = 8-18 (Allen, 1999). Hal ini didukung dengan hasil pengujian tipe krim yang dilakukan (Gambar 12), di mana pewarna methylene blue terdapat pada lapisan luar droplet dan dengan pengadukan krim menyebar dalam air. Krim sunscreentipe minyak dalam air akan memberikan nilai acceptability yang lebih di mata konsumen karena tidak memberikan rasa lengket dan berminyak sehingga lebih nyaman untuk diaplikasikan di kulit tubuh.

Gambar 12. Hasil uji tipe emulsi dengan methylene blue(perbesaran 40x10)

Asam stearat memiliki nilai required HLB (rHLB) = 15 (Allen, 1999), setil alkohol memiliki nilai rHLB = 15,5 dan coconut oil (VCO) memiliki nilai rHLB = 5 (Courtney, 1997) untuk membentuk emulsi tipe minyak dalam air. Sehingga nilai total rHLB yang diberikan campuran tersebut adalah 10,50. Nilai

Droplet minyak Fase air

rHLB campuran ini, mendekati nilai HLB campuran Span 80 dan Tween 80, yaitu sebesar 10,72 sehingga kestabilan sistem emulsi M/A cukup terjaga.

Penggunaan asam stearat dalam sediaan topikal dapat memberikan efek occlusive, di mana asam stearat yang merupakan asam lemak akan membentuk barrierhidrofobik pada permukaan kulit (Tan, 2009).

VCO berfungsi sebagai antioksidan sehingga dapat ikut mendukung peran polifenol (katekin) dalam ekstrak teh hijau sebagai antioksidan, yaitu dengan menghindarkan polifenol dari proses oksidatif dalam sediaan sehingga saat krim sunscreen diaplikasikan, polifenol (katekin) dalam ekstrak teh hijau masih dapat berperan sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya sunburn. Selain itu, VCO berfungsi pula sebagai antimikrobia (antibakteri, antivirus, dan antifungi) sehingga dapat memberikan antimicrobial protection terhadap kulit karena konsumen biasanya menggunakan sunscreen saat beraktivitas di luar ruangan sehingga kemungkinan kontak kulit dengan mikrobia semakin besar. VCO mengandung asam lemak rantai sedang, di mana 40-50% merupakan asam laurat yang memiliki aktivitas antiviral terbesar dan 6-7% merupakan asam kaprik yang juga memiliki aktivitas antiviral dan antibakteri. Tubuh akan mengubah asam laurat menjadi turunan asam lemak (monolaurin) dan asam kaprik menjadi monokaprin. Monolaurin merupakan monogliserida antiviral, antibakteri, dan antiprotozoa yang digunakan untuk menghancurkan lapisan lipid virus dan bakteri patogen (Anonim, 1996). VCO tidak akan mempengaruhi aktivitas flora baik di kulit, tetapi berbahaya bagi bakteri patogenik. VCO juga melindungi kulit dari sunburn, mengurangi kerutan, dan melembutkan kulit (Anonim, 2006a).

Setil alkohol dalam formula krim sunscreen ini digunakan sebagai emulsifying agent dan stiffening agent. Pada formulasi krim, setil alkohol digunakan karena sifatnya sebagai emollient, pengabsorbsi air, dan emulgator. Setil alkohol meningkatkan stabilitas sediaan secara fisik dengan meningkatkan konsistensinya (stiffening agent) (Anonim, 1983). Pada emulsi tipe M/A, setil alkohol meningkatkan stabilitas dengan mengkombinasikan setil alkohol (surfaktan nonionik) dengan emulsifying agent yang larut dalam air, dalam penelitian ini adalah Tween 80 (Anonim, 1983). Interaksi antara surfaktan nonionik (setil alkohol) dengan nonionik polimer (Tween 80) ini akan membentuk monomolecular barrier pada antarmuka minyak-air, di mana setil alkohol akan teradsorbsi pada rantai polimer yang akan mengurangi tegangan antarmuka sehingga dapat menghalangi terjadinya koalesen droplet (Anonim, 1983) sehingga emulsi yang dihasilkan lebih stabil. Setil alkohol berfungsi sebagai co-surfactant emulgator sabun (Rieger, 1997).

Gliserin digunakan sebagai humektan dan emollient. Sebagai humektan, gliserin mempertahankan kelembaban sediaan sehingga sediaan krim tidak mengering selama penyimpanan. Selain itu, sebagai humektan, gliserin meningkatkan absorpsi air dari dermis menuju epidermis untuk menghambat hidrasi kulit, atau dengan mengabsorpsi air dari lingkungan luar kulit. Sebagai emollient, gliserin memberikan efek melembutkan kulit dan meningkatkan fleksibilitas kulit (Tan, 2009). Pada kulit yang terpapar radiasi UV, terutama UV-A, pelembab diperlukan untuk mencegah efek kering pada kulit akibat paparan UV-A (Leyden, dan Lavker, 2002).

Asam sitrat berfungsi sebagai acidifying agent, co-antioxidant, dan chelating agent. Sebagai acidifying agent, asam sitrat diperlukan untuk mengatur pH krim sunscreen menjadi asam (pH < 7) agar ekstrak teh hijau stabil selama penyimpanan karena katekin merupakan polifenol yang bersifat asam lemah dan stabil pada pH 4-5. Selain itu, pH krim harus berada pada rentang pH kulit, yaitu antara 4,5-6,5 (Galzote, Suero, dan Govindarajan, 2007) agar tidak menimbulkan iritasi. Hasil pengukuran pH krim sunscreen ekstrak kering teh hijau menunjukkan pH = 5,4 sehingga dapat diaplikasikan di kulit tanpa menimbulkan iritasi dilihat dari pH-nya yang sesuai pH kulit manusia dan masih dalam range pH asam di mana stabilitas katekin terjaga. Sebagai antioksidan, senyawa fenolik berfungsi sebagai donor hidrogen yang akan menstabilkan senyawa radikal. Pada pH rendah (asam), dengan adanya asam sitrat, maka densitas ion hidrogen dalam medium meningkat sehingga kemungkinan pelepasan ion hidrogen dari senyawa fenolik kecil (Tensiska, Wijaya, dan Andarwulan, 2003). Ketika krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan pH 5,4 diaplikasikan ke kulit (pH 4,5-6,5) maka terjadi peningkatan pH pada krim tersebut sehingga konsentrasi ion hidrogen dalam krim menurun dan mulai terjadi pelepasan ion hidrogen oleh polifenol teh. Dengan demikian, selama polifenol teh dalam krim sunscreentersebut (pH asam) maka perannya sebagai antioksidan akan ditekan.

Menurut Hui (cit. Susiloningsih, 2009), sebagai co-antioxidant, asam sitrat dapat berperan sebagai kelat dalam mengurangi pengaruh katalisis reaksi oksidasi oleh ion-ion logam. Asam sitrat bekerja secara sinergis dengan antioksidan dengan menaikkan kemampuan zat antioksidan dalam menghambat

reaksi oksidasi. Asam sitrat mampu meregenerasi antioksidan yang telah kehilangan hidrogennya, sehingga antioksidan tersebut dapat berfungsi kembali.

Sebagai chelating agent, asam sitrat akan membantu kerja nipagin sebagai pengawet. Nipagin efektif sebagai antifungi tetapi kurang efektif sebagai antibakteri, terutama bakteri patogen spesies Pseudomonas sehingga perlu ditambahkan agen antibakteri. Chelating agent mengikat kation divalen seperti Mg2+ atau Ca2+. Pada bakteri gram negatif, membran lipofilik bagian luar terikat pada dinding sel peptidoglikan oleh jembatan kation divalen. Chelating agent mampu memindahkan jembatan kation tersebut sehingga kompleks protein-lipopolisakarida pecah yang mengakibatkan terjadinya influks agen antimikrobia yang sangat besar, yang mampu membunuh bakteri (Anger et al., 1996). Penambahan asam sitrat ke dalam sistem emulsi harus perlahan dan sedikit demi sedikit karena asam sitrat merupakan asam kuat (pH = 1) sehingga dapat menyebabkan perubahan pH yang ekstrim pada basis krim yang telah terbentuk (pH = 8) sehingga dapat emulsi pecah.

Pencampuran fase minyak dan fase air dilakukan pada suhu pencampuran level rendah 450C dan level tinggi 650C berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan, di mana pada suhu <450C dan >650C emulsi tidak terbentuk (fase memisah). Selain itu juga berdasarkan pertimbangan titik leleh asam stearat (≥540

C) dan titik leleh setil alkohol (45-520C). Sedangkan, pemilihan kecepatan putar level rendah 300 rpm dan level tinggi 500 rpm berdasarkan hasil orientasi, di mana pada kecepatan putar <300 rpm dan >500 rpm tidak terbentuk emulsi (fase memisah).

D. Pengujian Tipe Emulsi Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau

Dokumen terkait