• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

D. Tata Cara Penelitian

Ekstrak kering teh hijau diidentifikasi secara organoleptis, meliputi wujud, warna, bau, dan rasa.

2. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau a. Larutan stok kuersetin 1 mg/mL

Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan aseton 75% dalam labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan hingga tanda.

b. Penetapan operating time

Sebanyak 4,0 mL larutan stok diambil dan diencerkan dengan aseton 75% dalam labu ukur 10,0 mL hingga tanda. Sebanyak 0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3 1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik, kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 726 nm selama 120 menit. Kemudian dibuat kurva hubungan absorbansi dan waktu, dan dicari operating time yang memberikan absorbansi yang stabil.

c. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum

Sebanyak 4,0 mL larutan stok diambil dan diencerkan dengan aseton 75% dalam labu ukur 10,0 mL hingga tanda. Sebanyak 0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3 1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik, kemudian diinkubasi selama operating time. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang

gelombang 600-800 nm sehingga diperoleh kurva hubungan panjang gelombang dan absorbansi. Berdasarkan kurva tersebut, ditentukan panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum.

d. Penetapan kurva baku

Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan aseton 75% sampai diperoleh volume 50,0 mL. Seri larutan baku kuersetin dibuat dalam konsentrasi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL dalam aseton 75%. Sebanyak 0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO31,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik, kemudian diinkubasi selama operating time. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Kemudian tiap replikasi, dibuat kurva hubungan konsentrasi larutan baku dan absorbansi, serta nilai koefisien korelasinya.

e. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau

Sebanyak 500,0 mg ekstrak kering teh hijau dimasukkan dalam labu ukur 25,0 mL, kemudian dilarutkan dengan aseton 75% dan diencerkan hingga tanda. Sebanyak 1,0 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL, kemudian diencerkan dengan akuades hingga tanda. Sebanyak 0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL, kemudian ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan

dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3 1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik, kemudian diinkubasi selama operating time. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali. Kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku sehingga diperoleh konsentrasi polifenol terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

3. Penentuan nilai SPF ekstrak kering teh hijau secara in vitro a. Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg%

Serbuk ekstrak kering teh hijau ditimbang setara dengan 15,0 mg polifenol teh hijau, kemudian dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 50,0 mL dan diencerkan hingga tanda.

b. Penentuan spektra UV ekstrak kering teh hijau

Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg% diambil sebanyak 2,0 mL dan dimasukkan dalam labu ukur 10,0 mL, kemudian diencerkan dengan etanol 90% hingga tanda. Spektra UV larutan diperoleh dengan scanning absorbansi larutan pada panjang gelombang 250-400 nm.

c. Penentuan nilai SPF

Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg% diambil sebanyak 2,0; 4,0 dan 6,0 mL, kemudian diencerkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 10,0 mL sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 6,0; 12,0 dan 18,0 mg%.

Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi. Absorbansi (A) masing-masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang panajang gelombang 290 hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm yang mempunyai nilai serapan 0,050. Kemudian dibuat kurva antara nilai absorbansi terhadap panjang gelombang. Luas daerah di bawah kurva (AUC) antara dua panjang gelombang yang berurutan dihitung dengan rumus:

………. (9)

Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan

A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan

λp = panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan

λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan

Seluruh luas daerah di bawah kurva absorbansi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor(SPF) dapat dihitung dengan rumus:

……….. (10)

λn = panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai absorbansi 0,050

λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm)

4. Optimasi proses formulasi krim sunscreenekstrak kering teh hijau a. Formula

Formula yang digunakan sebagai krim sunscreen ekstrak kering teh hijau mengacu pada formula standar dengan modifikasi sebagai berikut:

Formula standar: A: Asam stearat 10,0 g Mineral oil 6,0 g Petrolatum 4,0 g Lanolin 2,0 g Castor oil 1,0 g Setil alkohol 1,0 g Arlacel 60 2,0 g Tween 60 1,0 g B: Gliserin 1,0 g Trietanolamin 0,6 g Aquades 71,4 g Pengawet qs

(Michael, dan Ash, 1977) Formula hasil modifikasi:

R/ Fase A: Asam stearat 10,0 g Virgin Coconut Oil (VCO) 10,0 g

Setil alkohol 2,0 g Span 80 2,0 g Tween 80 3,0 g Fase B: Gliserin 2,0 g Trietanolamin 0,6 g Asam sitrat 0,35 g Metil paraben 0,2 g

Ekstrak teh hijau 71,3882 mg

Aquades 45,0 ml

Rancangan desain faktorial:

Tabel V. Rancangan percobaan dengan aplikasi desain faktorial pada penelitian

Percobaan Suhu Pencampuran (0C) Kecepatan Putar (rpm)

(1) 45 300

a 65 300

b 45 500

ab 65 500

b. Pembuatan Sediaan Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau

Fase A: Asam stearat dan setil alkohol dilelehkan pada suhu 700C secara terpisah di atas waterbath, kemudian dicampur dalam keadaan panas. Selanjutnya ditambahkan VCO, Span 80, dan Tween 80 ke dalam campuran tersebut, kemudian diaduk hingga merata.

Fase B: Asam sitrat dan ekstrak teh hijau masing-masing dilarutkan secara terpisah dalam akuades secukupnya. Kemudian, metil paraben dilarutkan dalam sisa akuades di atas waterbath, lalu ditambahkan trietanolamin dan gliserin dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya dimixer selama beberapa saat pada suhu pencampuran sebelum ditambahkan Fase A.

Pencampuran: Fase A ditambahkan ke dalam campuran metil paraben, trietanolamin, dan gliserin, kemudian diaduk dengan mixer berkecepatan 300-500 rpm selama 15 menit pada suhu 45-650C. Campuran tersebut diangkat dari atas waterbathdan dimasukkan ke dalam baskom berisi air. Larutan asam sitrat ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan larutan ekstrak kering teh hijau sedikit demi sedikit ke dalam basis krim. Kemudian ditambahkan perfume dan diaduk hingga homogen dan dingin. Selanjutnya dituang dalam wadah krim. Untuk tiap percobaan (1), a, b, dan ab, dibuat replikasi sebanyak 3 kali.

5. Uji sifat fisis dan stabilitas krim sunscreenekstrak kering teh hijau a. Uji Tipe Emulsi

a) Metode Warna

Beberapa tetes suatu larutan bahan pewarna dalam air (methylene blue) dicampurkan ke dalam contoh krim. Jika seluruh krim berwarna seragam, maka terdapat tipe krim M/A, oleh karena air adalah fase luar (Voigt, 1994).

b) Metode Pengenceran

Sedikit air diberikan ke dalam sebuah contoh kecil krim dan setelah pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali krim yang homogen, maka terdapat tipe M/A, pada jenis A/M hasilnya berkebalikan. Cara lain: 1 tetes krim dimasukkan ke dalam air, jika cepat terdistribusi (terkadang wadahnya dikocok perlahan), maka terdapat tipe M/A, 1 tetes krim tipe A/M tertinggal pada permukaan air (Voigt, 1994).

b. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Cara: 1,0 gram krim diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas krim diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya (Garg et al, 2002).

c. Uji Viskositas

200 gram krim dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portabel viscotester. Viskositas krim diketahui melalui gerakan jarum penunjuk

viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan pada 48 jam setelah krim dibuat, dan setelah krim disimpan selama 1 bulan (Hariyadi, Purwanti, dan Soeratri, 2005). Stabilitas sediaan krim ditunjukkan dengan nilai pergeseran viskositas yang dihitung dengan rumus:

…... (11)

d. Uji Mikromeritik

Oleskan sejumlah krim pada gelas obyek kemudian letakkan di meja benda pada mikroskop. Amati ukuran droplet yang terdispersi pada krim. Gunakan perbesaran lemah untuk menentukan obyek yang akan diamati kemudian ganti dengan perbesaran kuat. Catat diameter terjauh dari tiap droplet sejumlah 500 droplet (Martinet al., 1993).

e. Uji Index Creaming

Dilakukan dengan menghitung rasio volume emulsi yang mengalami creaming atau memisah dibandingkan dengan total volume awal emulsi (Aulton, 2002).

………… (12)

Dokumen terkait