B. PENELITIAN UTAMA
2. Fraksinasi Osborne
Fraksinasi Osborne dilakukan untuk memisahkan empat fraksi protein berdasarkan kelarutannya yaitu: (1) albumin yang dilarutkan dalam akua-biodestilat, (2) globulin yang dilarutkan dalam NaCl 0.5 N, (3) prolamin yang dilarutkan dalam etanol 70% dan (4) glutelin yang dilarutkan dalam NaOH 0.2%. Sampel yang akan difraksinasi terlebih dahulu dihilangkan kandungan lemaknya agar tidak mengganggu proses fraksinasi. Untuk sampel tepung, penghilangan lemak dilakukan dengan ekstraksi soxhlet, sedangkan untuk sampel curd, lemak dihilangkan dengan perendaman dalam larutan heksan selama semalam kemudian disentrifuse pada 12500 rpm selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh dari proses fraksinasi Osborne diukur kadar proteinnya dengan metode Bradford. Hasil pengukuran kadar protein fraksinasi Osborne untuk seluruh sampel dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kadar protein sampel untuk masing-masing fraksi Osborne*
Sampel Albumin Globulin Prolamin Glutelin Total Protein Ekstraksi Total Protein Kjeldahl Recovery (%)
Tepung Kedelai 10.4104 3.2546 0.0527 4.5216 18.2393 39.8534 45.77 CaSO4.2H2O 0.015 N 0.2584a 0.0475a 0.0142a 7.2943a 7.6144a 11.3771a 66.84a 0.030 N 0.2321a 0.1482c 0.0098a 7.7079a 8.0979a 13.8243a 58.57a 0.045 N 0.2092a 0.1934d 0.0377b 8.0279a 8.4682a 14.1568a 59.86a CH3COOH 0.015 N 0.1374a 0.1107b 0.0115a 7.6940a 7.9536a 11.5632a 68.72a 0.030 N 0.0942a 0.1457c 0.0386b 8.7835a 9.0620a 12.7039a 71.36a 0.045 N 0.1117a 0.2027d 0.1521c 10.0866a 10.5532a 16.0330a 65.98a
Nilai rataan dengan superskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
*Diukur dalam satuan mg/100mg berat sampel
Gambar 12 menunjukkan persentasi protein fraksi Osborne per total protein yang terekstrak. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat adanya perubahan persentase protein fraksi Osborne yang terekstrak dari sampel tepung kedelai menjadi sampel-sampel curd. Pada tepung kedelai, albumin menjadi fraksi protein terbesar yang dapat terekstrak, diikuti oleh fraksi glutelin dan fraksi globulin. Prolamin menjadi fraksi terendah yang dapat terekstrak dengan kadar protein yang tidak mencapai 0.1 mg/100mg berat tepung.
Belitz dan Grosch (1999) menjelaskan bahwa fraksinasi protein kacang-kacangan berdasarkan kelarutannya, seperti yang dilakukan oleh Osborne, menghasilkan tiga fraksi protein paling dominan dalam kacang-kacangan, yaitu albumin, globulin, dan glutelin. Pada kedelai, distribusi ketiga fraksi protein tersebut terdiri atas 10% albumin, 90% globulin, dan 0% glutelin. Perbedaan antara hasil fraksinasi Osborne yang diperoleh dalam penelitian dengan data literatur lebih disebabkan oleh faktor teknis, yaitu metode fraksinasi yang digunakan. Pada penelitian ini, metode fraksinasi Osborne yang dilakukan hanya mencakup pelarutan protein di dalam empat pelarut yang berbeda, tanpa adanya modifikasi lain seperti adanya tahapan dialisis pada setiap langkah fraksinasi.
44
Gambar 12. Persentase protein fraksi Osborne per total protein yang
terekstrak
Perbedaan kandungan fraksi protein tepung kedelai yang muncul dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh tidak murninya fraksi Osborne yang diperoleh. Sebagian fraksi globulin memiliki kemampuan untuk dapat larut dalam air (Anglemier dan Montgomery, 1976), sehingga dimungkinkan globulin yang terukur dalam fraksi albumin dalam penelitian ini, ikut larut ketika ekstraksi tahap pertama, yang menggunakan pelarut air, dilakukan. Selain itu tiga kali pelarutan tepung kedelai di dalam pelarut globulin, seperti yang dilakukan dalam penelititan ini, diduga kurang mengekstrak fraksi globulin dengan sempurna, sehingga pada pelarutan terakhir menggunakan NaOH, sisa protein globulin tepung terikut dalam fraksi glutelin. Dugaan ini diperkuat pula dengan hasil elektroforesis yang diperoleh untuk sampel tepung kedelai (Gambar 22). Profil SDS-PAGE fraksi Osborne untuk sampel ini menunjukkan adanya pita-pita dengan berat molekul yang sama antara fraksi albumin, globulin, maupun glutelin. Hasil elektroforesis tepung akan dibahas secara mendalam pada bagian selanjutnya.
Pembentukan curd membuat kadar fraksi protein albumin yang terekstrak dengan metode Osborne menjadi lebih rendah (Gambar 12).
(6 /06 0(6 506 +((6 % %
Albumin curd yang terekstrak dalam penelitian ini memiliki kisaran konsentrasi 0.0942 mg/100mg curd sampai 0.2584 mg/100mg curd dari konsentrasi awal 10.4104 mg/100mg tepung kedelai. Penurunan yang besar ini diduga karena sebagian besar albumin, yang merupakan protein larut air, terbuang ketika pengepressan pada tahap pembentukan curd. Hasil analisis ragam untuk konsentrasi protein fraksi albumin (Lampiran 18a) menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan koagulan maupun pada peningkatan konsentrasi koagulan. Meskipun demikian, hasil interaksi keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein yang dihasilkan. Nilai rataan konsentrasi albumin untuk penggunaan
koagulan CaSO4.2H2O dan CH3COOH masing-masing adalah 0.2332
mg/100mg curd dan 0.1144 mg/100mg curd.
Konsentrasi albumin pada penggunaan koagulan CaSO4.2H2O lebih tinggi karena matriks curd yang dihasilkan melalui penggunaan koagulan ini memerangkap air lebih banyak sehingga secara tidak langsung akan memerangkap protein larut air lebih banyak. Peningkatan konsentrasi koagulan mempengaruhi konsentrasi albumin yang terbentuk di dalam matriks curd secara signifikan. Semakin tinggi konsentrasi koagulan yang digunakan akan membuat konsentrasi albumin yang terukur dalam matriks
curd semakin rendah. Secara teori, peningkatan konsentrasi koagulan akan
menurunkan kemampuan struktur matriks curd dalam memerangkap air sebagai akibat dari rapatnya struktur matriks gel yang terbentuk yang mengakibatkan terjadinya sineresis dan curd kehilangan whey lebih banyak. Hal inilah yang diduga menyebabkan penurunan konsentrasi protein larut air dalam matriks curd.
Fraksi globulin curd yang terekstrak memperlihatkan penurunan bila dibandingkan dengan fraksi globulin tepung kedelai. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 18b) terlihat bahwa jenis, konsentrasi maupun interaksi keduanya berpengaruh secara nyata terhadap kandungan protein globulin
curd. Penggunaan koagulan CH3COOH memberikan konsentrasi protein globulin yang lebih tinggi daripada koagulan CaSO4.2H2O dengan nilai rataan masing-masing adalah 0.1530 mg/100mg curd dan 0.1297 mg/100mg
46
curd. Peningkatan konsentrasi koagulan menghasilkan peningkatan pada
konsentrasi globulin secara signifikan. Dari hasil analisis, konsentrasi globulin terendah terdapat pada sampel curd yang dikoagulasi oleh CaSO4.2H2O dengan konsntrasi 0.015 N, sedangkan konsentrasi tertinggi terdapat pada sampel CaSO4.2H2O dan CH3COOH dengan konsentrasi 0.045 N.
Kenaikan konsentrasi globulin curd diduga disebabkan oleh peningkatan kadar protein total yang terbentuk. Koagulan dengan konsentrasi lebih tinggi akan mengkoagulasikan protein kedelai lebih banyak sehingga globulin, yang merupakan protein utama penyusun kedelai (Kinsella, 1979), akan terkonsentrasi lebih banyak pula. Berdasarkan bahasan sebelumnya, koagulan CH3COOH akan memberikan konsentrasi protein lebih tinggi daripada koagulan CaSO4.2H2O, oleh karena itu konsentrasi globulin yang terbentuk pada curd yang dikoagulasi oleh CH3COOH cenderung akan lebih tinggi.
Sama halnya dengan konsentrasi fraksi globulin, pada fraksi prolamin, juga terdapat pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi yang terbentuk melalui penggunaan koagulan maupun peningkatan konsentrasinya (Lampiran 18c). Nilai rataan pada penggunaan koagulan CaSO4.2H2O dan
CH3COOH masing-masing adalah 0.0206 mg/100mg curd dan 0.0674
mg/100mg curd. Peningkatan konsentrasi koagulan dalam pembuatan curd memberikan pengaruh terhadap peningkatan konsentrasi prolamin yang terbentuk secara signifikan. Perbandingan komposisi protein curd untuk fraksi albumin, globulin dan prolamin dapat dilihat pada Gambar 13.
Ekstraksi curd dalam larutan NaOH 0.02% menghasilkan nilai konsentrasi yang tinggi untuk fraksi protein glutelin. Kisaran konsentrasi fraksi glutelin pada curd dalam penelitian ini adalah 7.6144 mg/100mg curd sampai 10.5532 mg/100mg curd, lebih tinggi dari fraksi glutelin awal dalam tepung (4.5216 mg/100mg tepung). Secara statistik, penggunaan koagulan dan peningkatan konsentrasi berpengaruh nyata dalam menentukan
konsentrasi protein glutelin (Lampiran 18d). Koagulan CH3COOH
Peningkatan konsentrasi dari 0.015 N menjadi 0.045 N memberikan peningkatan kadar protein secara nyata. Meskipun demikian, konsentrasi glutelin antar sampel yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan yang nyata pada taraf signifikansi 5%. Gambar 14 menyajikan perbandingan konsentrasi glutelin dalam sampel.
Gambar 13. Perbandingan komposisi tiga protein fraksi Osborne pada enam
sampel curd yang diekstrak
Menurut Zayas (1997), kelarutan protein akan meningkat dalam larutan yang bersifat basa (di atas titik isoelektrik) dibandingkan pada larutan bersifat asam. NaOH 0.02% merupakan larutan basa encer yang melarutkan seluruh protein yang tersisa dalam tahap fraksinasi sebelumnya. Inilah yang menyebabkan kadar protein glutelin yang terukur pada sampel curd jauh lebih tinggi dibandingkan fraksi lainnya.
Berdasarkan data pada Tabel 7, terlihat adanya peningkatan persentase
recovery dari sampel tepung menjadi sampel curd yaitu 45.77% menjadi
58.77% sampai 71.36%. Peningkatan persentase recovery ini terjadi karena (4(((( (4(0(( (4+((( (4+0(( (4/((( (4/0(( (4'((( . . - " (4(+03 . . - " (4('(3 . . - " (4(-0 3 . " (4(+03 . " (4('(3 . " (4(-03
protein curd lebih mudah diekstraksi daripada protein dalam tepung kedelai. Matriks tepung yang terdiri atas serat menyulitkan ekstraksi oleh medium pengekstrak dibandingkan
kedelai. Secara statistik (Lampiran 18g), penggunaan koagulan akan mempengaruhi persentase
CH3COOH memberikan persentase
Gambar 14.