• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. PENELITIAN UTAMA

6. Korelasi Fraksi Protein dengan Tekstur

Salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik pembentukan curd dari kedelai adalah kandungan proteinnya. Menurut Blazek (2008), karena perbedaan sifat gelasi protein simpanan pada kedelai, banyak peneliti berusaha mengkorelasikan protein dengan kualitas curd kedelai (tahu) yang dihasilkan. Cai dan Chang (1999) di dalam Blazek (2008) melaporkan bahwa kontribusi protein simpanan dalam kedelai, khususnya glycinin and

-(4(( +4(( /4(( '4(( -4(( 04(( ;4(( 54(( 0((4(( 00(4(( ;((4(( ;0(4(( 5((4(( 50(4(( <((4(( <0(4(( >((4(( (4(+0 (4('( (4(-0 & + ,* -+ ,* -" % % $ & , $ & , $ & ,

58

conglycinin, terhadap rendemen tahu, kekerasan, dan mutu sensorinya

dipengaruhi oleh proses yang dilakukan. Artinya, proses yang berbeda akan memberikan kontribusi pada protein simpanan kedelai yang berbeda dan akan mempengaruhi mutu curd, dalam hal ini rendemen, kekerasan, serta atribut sensorinya.

Pada bagian ini, fraksi protein yang diperoleh pada tahap fraksinasi Osborne, sebagai protein simpanan dalam kedelai, dikorelasikan terhadap tekstur curd yang diperoleh. Dalam kasus ini, tekstur curd yang dimaksud hanya dibatasi untuk parameter kekerasan curd. Proporsi fraksi protein dalam tiap sampel dihitung dan dikorelasikan menggunakan metode statistik

multiple linear regression (MLR) sehingga diperoleh persamaan yang

menggambarkan porsi fraksi protein terhadap kekerasan curd. Proporsi protein curd untuk tiap sampel dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Proporsi fraksi protein masing-masing sampel curd*

Fraksi CaSO4.2H2O CH3COOH

0.015 N 0.030 N 0.045 N 0.015 N 0.030 N 0.045 N Albumin 2.29a 1.68a 1.48a 1.19a 0.74a 0.70a

Globulin 0.41a 1.07bc 1.37d 0.96b 1.15bcd 1.27cd

Prolamin 0.13ab 0.07a 0.27ab 0.10a 0.30b 0.96c

Glutelin 64.01a 55.75a 56.74a 66.48a 69.17a 63.05a

Nilai rataan dengan superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

*Diukur dalam satuan % dengan basis protein Kjeldahl

Proporsi protein Osborne dihitung berdasarkan total protein masing-masing curd yang terukur dengan metode Kjeldahl. Berdasarkan hasil analisis ragam untuk fraksi albumin (Lampiran 28a), jenis dan konsentrasi koagulan berpengaruh nyata terhadap proporsi protein, meskipun secara umum nilai yang diberikan antar sampel (Tabel 9) tidak berbeda nyata (p>0.05). Curd dari koagulan CaSO4.2H2O memiliki porsi albumin lebih besar dibandingkan

curd dari koagulan CH3COOH. Peningkatan konsentrasi juga memberikan penurunan porsi albumin secara nyata. Dengan menghubungkan kekerasan

dan kadar air curd, dapat kita simpulkan bahwa proporsi albumin di dalam sampel curd tergantung pada kemampuan curd dalam memerangkap air. Semakin baik sampel curd memerangkap air akan membuat fraksi protein albumin semakin tinggi karena fraksi albumin yang dapat terkoagulasi semakin banyak.

Pengujian ragam untuk fraksi globulin menunjukkan adanya pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap porsi fraksi globulin yang muncul

(Lampiran 28b). Secara umum, koagulan CH3COOH membentuk curd fraksi

globulin lebih banyak daripada koagulan CaSO4.2H2O, sedangkan

peningkatan konsentrasi koagulan cenderung memperbesar porsi fraksi ini.

Pada penggunaan CaSO4.2H2O dengan konsentrasi 0.045 N teruji

memberikan porsi fraksi globulin terbesar daripada sampel lainnya namun penggunaan konsentrasi 0.015 N untuk koagulan ini menunjukkan porsi globulin terendah.

Hasil yang sama dengan globulin diperoleh pada proporsi prolamin di dalam sampel curd. Melalui pengujian ragam, jenis maupun konsentrasi koagulan mempengaruhi masing-masing porsi sampel (Lampiran 28c). Porsi prolamin tertinggi diperoleh melalui penggunaaan koagulan CH3COOH dan peningkatan konsentrasi koagulan menyebabkan porsi yang terbentuk

semakin banyak. Porsi prolamin terendah diperoleh dengan

mengkoagulasikan susu kedelai menggunakan koagulan CaSO4.2H2O dengan konsentrasi berapapun dan porsi prolamin tertinggi diperoleh melalui

koagulasi dengan CH3COOH pada konsentrasi 0.045 N. Gambar 21

menunjukkan perbandingan porsi tiga fraksi Osborne dalam curd.

Glutelin merupakan fraksi protein dengan porsi terbesar yang terdapat dalam setiap sampel curd. Hal ini terjadi karena NaOH, sebagai pelarut fraksi glutelin, melarutkan seluruh protein yang tersisa dan yang tidak dapat terekstrak dalam curd melalui fraksinasi Osborne. Melalui analisis ragam (Lampiran 28d) diperoleh bahwa jenis koagulan mempengaruhi porsi glutelin yang terbentuk dimana porsi terbesar diperoleh melalui penggunaan CH3COOH sebagai koagulan. Meskipun demikian, pengujian statistik tidak

memberikan perbedaan yang nyata (p>0.05) antar porsi yang terbentuk dalam setiap curd sampel.

Gambar 21. Perbandingan porsi fraksi albumin, globulin, dan prolamin Analisis MLR yang dilakukan terhadap masing

(Lampiran 30a dan 30b) tinggi yaitu 0.992 untuk CaSO persamaan linear untuk masing kekerasan Y=1953.391

CaSO4.2H2O dan Y=532.366

X4 untuk CH3COOH, dimana Y adalah kekerasan

protein Osborne, X

globulin, X3adalah porsi fraksi prolamin,

Meskipun demikian, kedua persamaan tersebut belum dapat menggambarkan hubungan antara kekerasan terhadap porsi fraksi protein Osborne untuk masing-masing sampel karena nilai signifikan F yang berada di bawah 0.05 yaitu 0.138 dan 0.595.

Analisis MLR untuk sampel secara keseluruhan, yang menghubung kan antara kekerasan

memberikan hasil yang berbeda dibandingkan apabila dilakukan terhadap (4(( (40( +4(( +40( /4(( /40( % $

n perbedaan yang nyata (p>0.05) antar porsi yang terbentuk dalam sampel.

Perbandingan porsi fraksi albumin, globulin, dan prolamin Analisis MLR yang dilakukan terhadap masing-masing jenis koagulan (Lampiran 30a dan 30b) memberikan nilai koefisien determinasi regresi yang tinggi yaitu 0.992 untuk CaSO4.2H2O dan 0.882 untuk CH3

persamaan linear untuk masing-masing porsi fraksi protein terhadap kekerasan Y=1953.391 -190.092 X1 -0.327 X2 +453.290 X3

-O dan Y=532.366 -107.375 X1 +130.675 X2 -260.134 X

COOH, dimana Y adalah kekerasan curd terhadap porsi fraksi protein Osborne, X1 adalah porsi fraksi albumin, X2 adalah porsi fraksi adalah porsi fraksi prolamin, dan X4adalah porsi fraksi glutelin. Meskipun demikian, kedua persamaan tersebut belum dapat menggambarkan hubungan antara kekerasan terhadap porsi fraksi protein Osborne untuk masing sampel karena nilai signifikan F yang berada di bawah 0.05 0.138 dan 0.595.

Analisis MLR untuk sampel secara keseluruhan, yang menghubung kan antara kekerasan curd dengan proporsi fraksi protein Osborne, memberikan hasil yang berbeda dibandingkan apabila dilakukan terhadap 60 n perbedaan yang nyata (p>0.05) antar porsi yang terbentuk dalam

Perbandingan porsi fraksi albumin, globulin, dan prolamin curd

masing jenis koagulan memberikan nilai koefisien determinasi regresi yang

3COOH. Dengan

masing porsi fraksi protein terhadap -18.350 X4 untuk 260.134 X3 +4.762 terhadap porsi fraksi adalah porsi fraksi adalah porsi fraksi glutelin. Meskipun demikian, kedua persamaan tersebut belum dapat menggambarkan hubungan antara kekerasan terhadap porsi fraksi protein Osborne untuk masing sampel karena nilai signifikan F yang berada di bawah 0.05 Analisis MLR untuk sampel secara keseluruhan, yang menghubung

-dengan proporsi fraksi protein Osborne, memberikan hasil yang berbeda dibandingkan apabila dilakukan terhadap

masing-masing koagulan. Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dalam Lampiran 30c, hubungan proporsi protein fraksi Osborne terhadap kekerasan sampel yang diuji keseluruhan, secara matematis mengikuti persamaan Y = 401.306 -178.043 X1 +270.204 X2 -298.194 X3 +5.415 X4, dimana Y adalah kekerasan curd terhadap porsi fraksi protein Osborne, X1 adalah porsi fraksi albumin, X2 adalah porsi fraksi globulin, X3 adalah porsi fraksi prolamin, dan X4 adalah porsi fraksi glutelin. Koefisien determinasi regresi untuk persamaan ini sebesar 0.895 dengan nilai signifikan F sebesar 0.002 pada taraf signifikansi 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kekerasan sampel curd dan porsi fraksi protein Osborne dapat dijelaskan secara matematis melalui fungsi tersebut karena porsi protein berpengaruh nyata terhadap kekerasan sampel curd.

Berdasarkan hasil analisis MLR, porsi fraksi protein albumin, globulin dan prolamin memiliki nilai-P (P-value) yang lebih kecil dari 0.05 yang berarti bahwa ketiga porsi fraksi protein tersebut merupakan fraksi yang paling berpengaruh terhadap kekerasan curd, sedangkan porsi fraksi glutelin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kekerasan curd. Persamaan matematis yang diperoleh menunjukkan bahwa keberadaan fraksi albumin dan fraksi prolamin di dalam sampel curd bersifat menurunkan kekerasan curd yang dihasilkan, sebaliknya globulin berpengaruh nyata dalam meningkatkan kekerasan curd.

Pengaruh globulin dalam meningkatkan tekstur curd dapat dijelaskan melalui fraksi globulin yang menyusunnya. Globulin kedelai, yang merupakan komponen protein simpanan terbesar pada kedelai, terdiri atas 4 fraksi yang terpisahkan berdasarkan nilai sedimentasinya, yaitu 2S, 7S, 11S dan 15S (Tay et al., 2005). Fraksi-fraksi tersebut memiliki kemampuan pembentukan gel yang berbeda-beda, dan yang paling berkontribusi terhadap pembentukan jaringan tiga dimensi gel protein adalah fraksi 7S dan 11S (Zayas, 1997).

Menurut Poysa dan Woodrow (2006), globulin kedelai memiliki sifat fungsional yang berbeda, terutama pada sifat gelasi proteinnya, dimana gel yang terbentuk oleh fraksi glycinin (11S) memberikan kekerasan gel yang

62 lebih tinggi dibandingkan gel yang terbentuk dari fraksi -conglycinin (7S). Blazek (2008) melaporkan bahwa rasio 11S/7S mempengaruhi karakter kekerasan dan elastisitas gel. Glycinin berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan -conglycinin memberikan pengaruh terhadap elastisitas gel yang dihasilkan.

Dokumen terkait