• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Karakteristik/Ciri-Ciri Realisme yang Terdapat dalam Novel Huózhe Karya Yu

4.1.2 Menampilkan karakter/tokoh melalui gambaran yang tepat

4.1.2.1 Fugui

Fugui adalah tokoh utama dalam novel ini. Novel ini menceritakan bagaimana kisah hidup yang dialami Fugui. Fugui terlahir dari anak tuan tanah yang kaya raya.

Terlahir dari anak keluarga kaya raya, Fugui sudah terbiasa hidup mewah dan semua kebutuhannya dapat terpenuhi. Tak heran Fugui memiliki sifat manja. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

“我从没去过学校。我们家为我在他肩上的骨盆支付特别的苦力。放学后,

他准备在那里等着,所以恭敬地鞠了一躬。我爬到他的背上,拍了拍他的 头,然后喊道:“长根,快跑!”(活着,1993:12)

”Aku tak pernah berjalan kaki ke sekolah. Keluarga kami menggaji kuli khusus untuk panggul aku di pundaknya. Pulang sekolah, dia sudah siap menanti di sana, begitu hormat dia membungkuk. Aku naik ke punggungnya, menepuk kepalanya, dan berseru, “Changgen, lari!” (Huózhe,1993:12).

Fugui juga suka pergi ke tempat pelacuran dan meja judi. Dia mulai kecanduan main judi sampai-sampai tidak ingat pulang ke rumah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

“作为一个男人,如果你已经和一个妓女发生关系,当然你也必须玩赌博。

妓女和赌博就像手脚,但不能再分开了。”(活着,1993:13)

”Jadi lelaki, kalau terlanjur mencebur bersama pelacur, sudah barang tentu mesti juga main judi. Pelacur dan judi itu ibarat tangan dan kaki, bagaimanapun tak mungkin bisa dipisah lagi.” (Huózhe, 1993: 13).

Selain kutipan di atas, yang menjelaskan hal serupa dapat dilihat pada kutipan berikut:

“那天我在 Wisma Hijau 玩了一整晚的赌博,沉重的头感觉就像一袋米放在 keluarganya di meja judi. Hal ini membuat keluarga mereka jatuh miskin.

“我才知道,半年前我就开始欠他们了,半年后我就把所有的祖传遗物都吃 光了。”(活着,1993:27)

“Aku baru tahu, setengah tahun lalu aku mulai berutang pada mereka, dan hanya dalam setengah tahun aku sudah meludeskan semua kekayaan peninggalan leluhur, ludes habis-habisan.” (Huózhe, 1993: 27).

Sifat kurang ajar Fugui juga dapat dilihat dari bagaimana ia tidak mau

”Aku tangkap dan aku tahan tangannya, aku berteriak, “Ayah, keparat kamu tak juga berhenti. Kalau bukan karena kamu yang bawa aku ke dunia, sudah dari tadi aku hajar kamu. Keparat, sudah, sudah, berhenti!” (Huózhe, 1993:

14).

Tidak hanya kurang ajar terhadap orangtuanya, Fugui juga kurang ajar terhadap mertuanya. Ia berani melewati toko mertuanya dengan seorang pelacur dan

membuat mertuanya malu bahkan sampai jatuh sakit. Hal ini dapat dilihat dari

“Mertuaku, Tuan Chen si juragan beras, berdiri di balik kasir pakai baju sutra warna hitam. Tiap kali lewat di muka tokonya, aku selalu tarik rambut perempuan pelacur itu supaya dia berhenti, lalu aku lepas topi untuk mengucapkan salam pada mertuaku, “Belakangan ini semua sentosa?” Wajah mertuaku itu persis telur awetan. Sedangkan aku, ya cuma cekikikan dan melanjutkan perjalanan. Belakangan, ayahku bilang mertuaku itu sudah beberapa kali jatuh sakit gara-gara marah lihat kelakuanku.” (Huózhe, 1993:

“Sambil menyeringai aku terus-terusan mengangguk hormat kepada orang-orang di pinggir jalan yang tak berhenti tertawa menggelegar. Sampai di hadapan mertua, aku jambak rambut si perempuan pelacur. “Berhenti!

Berhenti!”. “Aiya!” seru si perempuan pelacur lalu dia menghentikan langkah.

Dengan suara lantang aku ucapkan pada mertua, “Bapak Mertua yang terhormat, ini menantumu datang menghaturkan salam pagi.” Saat itu aku sudah berhasil habis-habisan bikin mertuaku kehilangan muka.” (Huózhe, 1993: 17).

Saat keluarganya jatuh miskin, Fugui tidak lagi bermain judi dan pergi ke tempat pelacuran. Ia berubah menjadi sosok yang pekerja keras dan optimis. Fugue

bekerja tak kenal waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Sifat pekerja keras Fugui dapat dilihat pada kutipan berikut:

“只要有光明,我就一直在稻田里。即使在晚上,只要有月光,我就必须下 到田野里去。(活着,1993:47)

”Asalkan ada cahaya, aku selalu berada di sawah. Kalau malam pun, asal ada sinar bulan, aku pasti turun ke sawah.” (Huózhe,1993: 47).

Walaupun kehidupan yang dialami Fugui sangat berat, tetapi ia selalu semangat dan optimis. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“你可以说,这几天很苦很累,但我的心却变得更平和了。我想,我们徐家 虽然只是一只小鸡,只要我这样努力,不需要很多年,这只小鸡一定会变成 一只鹅。徐家总有一天会再繁荣起来的。”(活着,1993:48)

”Bisa dibilang, hari-hari sekarang ini memang pahit dan penat, tapi hatiku ternyata malah lebih damai. Aku rasa, keluarga Xu kami ini walaupun sekarang cuma seekor ayam cilik, asalkan aku kerja giat seperti ini, tak perlu berapa tahun juga si ayam cilik ini pasti akan berubah jadi angsa. Keluarga Xu suatu hari nanti pasti akan makmur lagi.” (Huózhe,1993:48).

Dokumen terkait