Sastra merupakan cerminan dari kondisi masyarakat. Melalui karya sastra, pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya.Karya sastra pada umumnya merupakan karya seni yang merupakan ekspresi pengarang tentang hasil refleksinya terhadap kehidupan yang bermediumkan bahasa. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup di suatu zaman, sementara sastrawan sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya.
Karya sastra sebagai karya seni tidak akan terlepas dari pengaruh aliran yang melatarbelakangi lahirnya karya tersebut. Aliran sastra pada dasarnya berupaya menggambarkan prinsip (pandangan hidup, politik, dll). Dengan kata lain, aliran sangat erat hubungannya dengan sikap/jiwa pengarang dengan objek yang dikemukakan dalam karangannya.
Realisme merupakan salah satu aliran dalam karya sastra. Kasim (1999: 13) menyebutkan bahwa realisme mulai dikenal luas pada abad ke 19 sebagai suatu reaksi terhadap aliran romantisme. Romantisme menekankan pada ungkapan perasaan
sebagai dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca tersentuh emosinya setelah membaca ungkapan perasaannya dan menggunakan bentuk pengungkapan yang seindah-indahnya dan sesempurna-sempurnanya untuk mewujudkan pemikirannya, sedangkan aliran realisme melukiskan suatu objek seperti apa adanya.Aliran realisme mengutamakan realitas kehidupan. Apa yang diungkapkan para pengarang realis adalah hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi, bukan imajinatifbelaka.
Stanton (2007) menyatakan bahwa realisme mengungkapkan kembali secara tepat dan benar kenyataan-kenyataan dalam kehidupan manusia. Realisme mendeskripsikan kenyataan secara realitas dan konkret.Pengarang realisme mendapatkan gambaran yang sebenarnya dari kehidupan manusia dan mengungkapkannya dalam karya-karya sastra memakai metode induktif dan bersifat observatif. Pengarang akan mengetahui berbagai sikap dan tindak tanduk manusia di sekelilingnya, perisiwa-peristiwa yang terjadi dan alam di sekitarnya yang kemudian diramu sehingga tercipta dalam karya sastra.
Pengarang realisme berperan secara objektif. Dalam keobjektifanlah ia melihat keindahan objek yang dibidiknya dan dihasilkan di dalam karya sastra.
Gustaf Flaubert seorang pengarang realisme Perancis (dalam Kasim, 1999) mengemukakan bahwa objektivitas pengarang sangat diperlukan dalam menghasilkan karyanya. Objek yang dibidik pengarang sebagai objek ceritanya tidak hanya manusia dengan beragam karakternya, ia juga dapat berupa binatang, alam, tumbuh-tumbuhan, dan objek lainnya yang berkesan bagi pengarang sebagai sumber inspirasinya.
Realitas kehidupan yang digambarkan dalam karya-karya sastra tentu berbeda dengan yang digambarkan dalam karya-karya jurnalistik. Para pengarang realisme tidak menghilangkan sama sekali daya imajinasinya. Penyusunan alur cerita, pemilihan kata-kata, penggunaan perlambang, memerlukan daya kreatif dan imajinatif yang baik agar karya-karya mereka menjadi menarik. Mereka menolak kisah yang bersifat fantasi, pengungkapan emosi dan perasaan yang berlebihan, serta stilistika yang berbunga-bunga. Mereka lebih menekankan pada kesederhanaan dalam cara pengungkapan, sedangkan kejadian-kejadian yang dipersembahkan dapat diterima akal para pembacanya (Kasim, 1999: 12).
Novel yang akan dibahas penulis adalah novel Huózhe karya Yu Hua. Penulis telah membaca novel ini dan penulis menemukan ciri-ciri atau karakteristik realisme tergambar dalam novel ini. Novel Huózhe karya Yu Hua pertama kali terbit pada tahun 1993. Novel ini berbicara tentang kehidupan seseorang. Fugui sebagai karakter utama dalam Huózhe dipilih Yu Hua untuk menjadi seorang narator. Fugui merupakan seorang anak tuan tanah yang kaya raya, tetapi karena kebodohannya, dalam semalam ia menjadi petani miskin yang hanya memiliki sepetak tanah lima mu (0,045 hektar).
Perubahan drastis membuat keluarga Fugui mengalami hentakan luar biasa.
Ayahnya meninggal karena kesedihan akan nasib yang menimpa keluarganya, ibunya wafat karena sakit yang tidak lekas diobati. Anak perempuannya Fengxia bisu karena demam tinggi dan meninggal saat melahirkan cucu pertamanya. Youqing, anak lelakinya wafat karena malpraktik di rumah sakit. Menantunya, Erxi meninggal
tertimpa karung semen. Istrinya meninggal karena sakit menahun dan ketuaan. Cucu lelakinya, Kugen, meninggal karena kelelahan memanen kapas. Fugui menyaksikan satu per satu anggota keluarganya direnggut kematian.
Huózhe merupakan buku tentang Cina. Novel ini berbicara dengan jujur dan
apa adanya akan kegetiran yang telah dialami negara Cina dan masyarakatnya. Kita melihat sekarang Cina sebagai salah satu raksasa dunia, akan tetapi melihat lima puluhan tahun lalu, Cina terpuruk dalam kemiskinan dan kelaparan hebat dengan pembantaian manusia tanpa alasan dan tanpa jeda yang telah menjadi kejadian keseharian.
Novel ini dilatarbelakangi realitas kehidupan pada masa Revolusi di Cina sekitar tahun 1940 sampai dengan tahun 1970. Novel ini menceritakan realitas kehidupan pada saat Jepang menyerah sekitar tahun 1945, pada saat kebijakan reformasi tanah, komune rakyat, kebijakan lompatan besar ke depan sampai ke Revolusi Kebudayaan.Cina mengalami masa suram penuh penderitaan. Kemiskinan, kelaparan, dan kematian menjadi hal biasa pada masa itu. Orang juga rela menukar nyawanya hanya demi mendapatkan semangkuk nasi di jaman itu.Zhou (2006) menyebutkan bahwanovel Huózhe menggambarkan absurditas kehidupan rakyat kelas bawah Cina pada masa Revolusi.Yu Hua dalam novelnya sedari awal mengisahkan realitas kehidupan pada masa itu dengan jujur, polos tanpa sedikit pun dimanis-maniskan, tidak ada yang ditutup-tutupi. Ia berbicara mengenai kekejian yang menimpa Cina.
Yu Hua lahir pada tahun 1960 di Zhe Jiang, Cina. Dia menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pada masa Revolusi Kebudayaan dan bekerja sebagai tukang gigi selama lima tahun, sebelum mulai menulis pada tahun 1983. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Spanyol, Jepang, Korea, dan Indonesia. Pada tahun 2002 Yu Hua menjadi penulis Cina pertama yang memenangkan penghargaan bergengsi James Joyce Foundation Award. Huózhe mendapat penghargaan bergengsi Premio Grinzane Cavour dari Italia pada tahun 1998.
Novel Huózhe sempat dilarang beredar di Cina karena dalam novel ini Yu Hua mengkritisi kebijakan revolusi kebudayaan Cina yang menjerat leher rakyat miskin pada masa itu. Rakyat terutama dari kelas bawah menderita, kelaparan, dan dihadapkan kematian setiap hari. Novel ini pada akhirnya menjadi laris manis dan diakui sebagai salah satu karya sastra modern yang berpengaruh di Bumi Tirai Bambu. Novel ini juga dijadikan film oleh sutradara Zhang Yi Mou pada tahun 1994.
Film ini juga dilarang beredar dan sebagai hukuman, Zhang Yi Mou dilarang oleh Pemerintah Cina untuk membuat film selama dua tahun.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan melakukan sebuah penelitian mengenai ciri-ciri aliran realisme yang terdapat pada novel Huózhe karya Yu Hua. Oleh karena itu, penulis memilih judul Analisis Realisme dalam Novel Huózhe Karya Yu Hua.