• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP, bagian akhir dari skripsi yang berisikan mengenai kesimpulan dan saran. Kesimpulan menjelaskan ringkasan dari

TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Fungsi Manifes dan Fungsi Laten Penataan PKL di Tanah Abang Robert Merton merupakan salah satu tokoh sosiologi menulis

2) Fungsi Laten

Fungsi laten atau fungsi tersembunyi adalah fungsi yang tidak diharapkan. Merton menyebutnya dengan kata unintended untuk menunjukan fungsi laten. Fungsi laten disebut sembunyi, apabila konsekuensi tersebut secara objektif ada tetapi tidak atau belum diketahui. Tindakan-tindakan mempunyai konsekuensi yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Terkait dengan penataan PKL di Tanah Abang, Pemerintah Kota Jakarta melalui kebijakannya dalam menangani PKL mengeluarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 Pasal 25 ayat 1 dan 2 tentang Ketertiban Umum. Dalam peraturan daerah tersebut dengan tegas melarang pedagang berjualan pada tempat-tempat yang merupakan sarana publik, kecuali mendapat izin dari gubernur.

55

Dalam proses penataan PKL di Tanah Abang, pemerintah memberi persyaratan wajib bagi PKL yaitu hanya pedagang yang merupakan warga DKI Jakarta yang dapat direlokasi ke JPM Tanah Abang, sebagaimana dikutip oleh Wartakota.tribunnews.com, Kepala Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan DKI Jakarta, Bapak Irwandi, mengatakan bahwa pedagang yang bukan KTP DKI tidak bisa ditempatkan di skybridge Tanah Abang. (TribunNews.com, 2018).

Hal ini juga diungkapkan beberapa informan pedagang yang merupakan warga Jakarta yang mendaftar untuk relokasi ke JPM seperti yang diungkapkan oleh Ibu EL pedagang di JPM : ―Iya, soalnya kan ini peraturan dari pemerintah di Jakarta, jadi KTP nya yang bisa ya KTP Jakarta (Wawancara EL, 19 September 2019).

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Ibu HT pedagang pakaian di JPM mengatakan :

―Kalo itu kan yang dipindah sini kebanyakan udah didata dulu sebelum dipindahin ke tenda-tenda itu loh, syaratnya KTP Jakarta. Tapi kebanyakan yang dapet disini tuh orang Tanah Abang asli, KTP orang yang tinggalnya di Tanah Abang.‖

(Wawancara Ibu HT, 21 Agustus 2019).

Dalam wawancara penulis dengan informan PKL di JPM Tanah Abang, Ibu EL dan Ibu HT yang mengungkapkan dikarenakan penataan Tanah Abang ini merupakan struktur atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta, maka persyaratannya pun hanya warga Jakarta yang dapat mendaftar untuk direlokasi ke JPM. Ibu HT juga mengemukakan fakta bahwa sebenarnya hanya pedagang yang tinggal di

56

Tanah Abang yang direlokasi ke JPM, konsekuensi secara tidak langsung menguntungkan warga yang bertempat tinggal di kawasan Tanah Abang.

Adanya jembatan penyeberangan multiguna sebagai upaya penataan PKL di Tanah Abang menimbulkan rasa kecemburuan sosial bagi PKL yang berjualan di trotoar jalan dikarenakan kuota kios di JPM Tanah Abang yang terbatas dengan persyaratan wajib yaitu hanya warga yang tinggal di Jakarta. Sebagaimana informasi yang disampaikan oleh Bapak AS Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang yang mengatakan bahwa:

―Persyaratannya, KTP nya harus DKI untuk bisa mendaftarkan pedagang di atas, ya tapi sekarang kan udah penuh semua total ada 446, cuma di UMKM masih punya data sebanyak 70 pedagang yang belum dapat.‖ (Wawancara Bapak AS, 8 Agustus 2019).

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Bapak AS, Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang tersebut, total kios di JPM adalah 446 buah sedangkan UMKM memiliki data tersisa 70 pedagang yang tidak mendapat bagian kios dikarenakan sudah kios sudah terisi penuh.

Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang, Bapak AS kemudian menambahkan jika masalah tersebut menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak AS Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang yang mengatakan bahwa:

―Ya untuk saat ini sih mungkin mereka masih jualan di jalan sekitar sini, tapi tetap ya masih dijaga oleh Satpol PP untuk tidak berjualan di luar batas peraturan. Jadi di trotoar bawah atau di samping JPM ini trotoar nya sudah di kasih cat kuning tuh batas antara pejalan kaki dan tempat berdagang. Setahu saya ya,

57

soalnya itu sudah urusan Satpol PP ya, Satpol PP yang mengurusi itu.‖ (Wawancara Bapak AS, 8 Agustus 2019).

Mengutip dari laman online Tempo.co, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah dan Perdagangan DKI Jakarta, Adi Ariantara, memastikan PKL yang sudah terdata tetapi tidak mendapat lapak di jembatan multiguna atau disebut juga dengan skybridge, akan dipindahkan ke Blok F Tanah Abang. (Tempo.co, 2019)

Terkait dengan JPM Tanah Abang yang memiliki keterbatasan kuota kios, Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak AS Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang yang mengatakan bahwa:

―Kesulitan itu ada disaat pas pembangunan, banyak PKL yang kurang setuju dengan adanya JPM ini, terutama yang tidak terdata karena setelah di cek mereka tidak memiliki KTP DKI dan ada juga yang sudah memenuhi persyaratan, dia sudah ikut mendaftar, tapi karena kapasitas yang tidak mencukupi jadi mereka kecewa.‖ (Wawancara Bapak AS, 8 Agustus 2019).

Berdasarkan hasil temuan tersebut, penataan PKL di Tanah Abang juga memiliki konsekuensi yang tidak diantisipasi (unanticipated consequences), karena penataan PKL di Tanah Abang tidak sepenuhnya berjalan lancar, karena menimbulkan akibat atau konsekuensi negatif bagi PKL yang tidak terelokasi ke JPM Tanah Abang sehingga menimbulkan kecemburuan sosial antar pedagang. Rasa kekecewaan juga dirasakan oleh PKL yang sudah lama berjualan di pasar yang berada di dalam gang pemukiman warga di Jalan Jatibaru. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu pedagang yang berjualan di dalam gang

58

Jatibaru Raya Tanah Abang, Sdr. IM pedagang pakaian di dalam gang Jatibaru Tanah Abang, yang mengatakan bahwa:

―Ya sebenernya kita ga setuju sih, tapi mau gimana lagi orang dagang mah udah pasrah semua emang keadaannya seperti itu.

Mau demo pun gimana caranya, soalnya semenjak jembatan dibangun tuh gimana ya, kita udah pasrah. Kaya gini kan kosong tempat disini, dulu mah penuh semua, sekarang udah banyak yang kosong.‖ (Wawancara Sdr. IM, 4 September 2019).

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Sdr IM pedagang pakaian di dalam gang Jalan Jatibaru. Sdr IM merupakan perantau asal Padang yang sudah 10 tahun menetap di Jakarta dan sudah 5 tahun berjualan di Tanah Abang. Ia mengaku tidak mendapat lapak di JPM karena keterbatasan kios, namun Ia mencoba bertahan untuk tetap berjualan di dalam gang sempit di Jalan Jatibaru Raya yang letaknya berada di bawah JPM Tanah Abang. Sdr. IM mengatakan semenjak adanya JPM Tanah Abang, pasar yang berada di dalam gang tersebut mengalami penurunan jumlah pembeli yang biasanya ramai setiap harinya, namun menjadi sepi pengunjung.

Hal demikian juga diungkapkan oleh salah satu pedagang di trotoar tepat di bawah JPM Tanah Abang, Sdr. FR seorang pedagang kerudung mengatakan bahwa:

―Ya setuju sih kalo untuk mengurangi kemacetan, ya untuk pejalan kaki yang lewat juga bisa lewat JPM itu, tapi ya bagi kami yang dagang di sini penghasilan jadi turun karena orang-orang lebih memilih beli di jembatan itu, pernah malah seharian ga ada yang beli. Yaudah pasrah aja.‖ (Wawancara Sdr. FR, 19 September 2019).

59

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Sdr. FR pedagang kerudung di trotoar Jalan Jatibaru Tanah Abang merupakan perantau dari Aceh yang 8 tahun tinggal di Jakarta, namun Ia baru berjualan selama 3 tahun membantu saudaranya. Terlihat dari raut muka Sdr. FR yang merasa kecewa karena semenjak adanya JPM Tanah Abang tersebut mempengaruhi penghasilan dari penjualannya yang turun karena sepinya pembeli.

Menurut pengamatan penulis, tidak sedikit PKL yang masih berjualan di trotoar bahkan jalanan tepat di bawah JPM. Selain alasan tidak mendapat kios di JPM, mereka menolak untuk ditertibkan karena mereka sudah membayar uang sewa lapak kepada warga setempat agar tetap aman berjualan di trotoar sehingga mereka merasa rugi bila mereka ditertibkan oleh Satpol PP.

Menurut seorang pedagang di trotoar Jalan Jatibaru bernama Ibu HR, Ia menolak ditertibkan karena Ia mengaku sudah 20 tahun berjualan.

Ia tetap bertahan berjualan di trotoar karena menganggap berjualan di trotoar lebih ramai pembeli dan Ia takut kehilangan pelanggan tetapnya.

―Dulu saya dagangnya disitu deket halte, udah 20 tahun saya dagang disitu, (menunjuk halte busway), terus saya pindah ke stasiun, tapi karena banyak yang jualan minuman yaudah saya pindah ke sini deh (bawah JPM). Gimana ya, saya jualan disini ya karena lebih rame aja disini yang beli juga orang-orang sini jadi pada ngumpul nongkrong juga disini. Kalo saya pindah ke JPM takutnya ga serame pas jualan disini.‖ (Wawancara Ibu HR, 26 September 2019).

Berdasarkan keterangan dari Ibu HR pedagang minuman di trotoar Jalan Jatibaru, salah satu faktor pedagang tetap bertahan berjualan di

60

torotoar jalan adalah karena lokasi yang cukup strategis, yaitu terletak diantara halte busway dan stasiun kereta yang setiap waktu ramai dilintasi oleh pejalan kaki. Ibu HR pedagang minuman di trotoar jalan juga mengatakan jika sering terjadi bentrokan antara PKL dengan petugas Satpol PP saat dilakukan penertiban PKL di trotoar jalan Jatibaru,

―Dulu sebelum ada JPM biasanya saya jualan dari pagi sampe malam, tapi karena sekarang ada JPM terus udah gaboleh jualan di sekitar sini jadi saya jualannya mulai sore sampe malam, soalnya dari pagi sampe sore banyak Satpol PP yang jaga, kalo ada razia suka ini ya bentrokan antara PKL disini sama Satpol PP. Ini juga saya jualan karena ada temannya aja, kalo engga ada yang dagang saya juga enggak berani‖ (Wawancara Ibu HR, 26 September 2019).

Terkait dengan fungsi laten dari penataan PKL di Tanah Abang antara lain, dengan adanya kebijakan dari pemerintah DKI Jakarta yang memberlakukan syarat hanya warga yang memiliki KTP Jakarta atau warga asli Jakarta menimbulkan kecemburuan bagi PKL yang bukan warga Jakarta (perantau) dan seringkali terjadi bentrokan antara PKL dengan Satpol PP. Tindakan Satpol PP melakukan penertiban terhadap PKL seperti razia dan melalukan penyitaan barang dagangan PKL secara paksa menimbulkan aksi protes PKL sehingga seringkali terjadi konflik antara PKL dengan Satpol PP. Konsekuensi akibat kebijakan program penataan PKL, membuat pedagang yang tidak terelokasi ke JPM memilih bertahan berjualan di trotoar jalan. Alasannya adalah karena tidak mendapat kios di JPM sehingga mereka tetap bertahan walaupun penghasilan mereka menurun

61

B. Dampak Relokasi Bagi Pedagang Pasca Penataan PKL di Tanah

Dokumen terkait