• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN KEBERADAAN JPM TANAH ABANG. (Studi Atas Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima di. Tanah Abang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN KEBERADAAN JPM TANAH ABANG. (Studi Atas Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima di. Tanah Abang)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN KEBERADAAN JPM TANAH ABANG

(Studi Atas Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima di Tanah Abang)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh : Anisa Noor Afiati (11151110000018)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020

(2)

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN KEBERADAAN JPM TANAH ABANG (Studi Atas Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima di Tanah Abang) 1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Desember 2020

Anisa Noor Afiati

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Anisa Noor Afiati NIM : 11151110000018 Program Studi : Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN KEBERADAAN JPM TANAH ABANG (Studi Atas Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima di Tanah Abang).

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 27 November 2020

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si.

NIP. 197609182003122003 NIP. 197609182003122003

(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN KEBERADAAN JPM TANAH ABANG (Studi Atas Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima di

Tanah Abang) Oleh Anisa Noor Afiati

11151110000018

Telah dipertahankan dalam sidang uji skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Desember 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.

Ketua,

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si NIP. 197609182003122003

Sekretaris,

Dr. Joharotul Jamilah, M.Si NIP. 196808161997032002 Penguji I,

Muhammad Ismail, M.Si NIP.196803081997031002

Penguji II,

Dr. Saifudin Asrori, M.Si NIP. 197701192009121001

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 29 Desember 2020

Ketua Program Studi Sosiologi, FISIP UIN Jakarta

Dr. Cucu Nurhayati, M.Si NIP. 197609182003122003

(5)

v ABSTRAK

Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Tanah Abang dianggap sebagai penyebab kemacetan lalu lintas dan mengganggu keindahan kota. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah melakukan kebijakan untuk menata kawasan Tanah Abang, namun kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra.

Tujuan dari penelitian ini menjelaskan fungsi manifes dan fungsi laten penataan PKL di Tanah Abang dan dampak atas relokasi PKL pasca penataan PKL di Tanah Abang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang diuraikan secara deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teori fungsionalisme struktural yang dikemukakan oleh Robert K. Merton.

Hasil penelitian yang diperoleh terdapat fungsi manifes dari penataan PKL di Tanah Abang antara lain, mengurangi kemacetan di Jalan Jatibaru Tanah Abang dan kelayakan dan kenyamanan tempat usaha bagi PKL. Sedangkan fungsi laten dari penataan PKL di Tanah Abang yaitu adanya tindakan pemerintah melakukan melakukan penertiban terhadap PKL yang tidak terelokasi ke JPM menimbulkan konflik antara PKL dengan Satpol PP. Terdapat dampak positif dan dampak negatif relokasi bagi pedagang pasca penataan PKL di Tanah Abang. Dari beberapa penilaian dampak positif dan negatif tersebut, penataan PKL di Tanah Abang dinilai lebih banyak memberikan dampak positif dibandingkan dampak negatifnya.

Kata Kunci: Penataan Pedagang Kaki Lima, Fungsi Manifes, Fungsi Laten

(6)

vi

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat kekuasan-Nya, rahmat, karunia, dan Anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga, serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Untuk yang paling istimewa kedua orang tua penulis yang tercinta Bapak Khairul Saleh dan Ibu Mia Amalia, terima kasih atas bantuan yang selalu diberikan baik itu dalam hal materi dan non material, semangat, motivasi, kesabaran, serta do’a yang tiada henti diberikan kepada penulis. Tidak lupa kepada Adik tersayang Idham Naufal Nugraha yang selalu memberikan semangat dan motivasi agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini bukan hanya hasil karya penulis seorang diri, karena banyak pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis, Lc, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Ali Munhanif, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta selaku pembimbing skripsi

(7)

vii

penulis yang telah membantu, memberikan motivasi dan saran terhadap penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai selesai. Semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan kemudahan serta kesehatan Jasmani maupun Rohani kepadanya.

4. Ibu Dr. Joharatul Jamilah, M.Si selaku Sekertaris Program Studi Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Program Studi Sosiologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh studi di kampus ini, baik di dalam maupun di luar kelas perkuliahan.

6. Bapak Ardian Saputra S.E selaku Penanggung jawab atas Jembatan Penyebrangan Multiguna (JPM) Tanah Abang yang telah memberi izin dan mempersilahkan untuk melakukan penelitian ini, dan bersedia memberikan informasi seputar profil Jembatan Penyebrangan Multiguna (JPM) Tanah Abang.

7. Terima kasih kepada informan yang telah meluangkan waktu dan membantu penulis dalam memberikan informasi dalan penelitian ini.

8. Terima kasih kepada Hilwa Nadiya, Lintang Setyaningrum, dan Muhammad Irvansyah yang telah banyak membantu penulis, bersedia menemani penulis dalam proses pengumpulan data, serta memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga

(8)

viii

Allah SWT membalas kebaikan kalian dan dipermudah segala urusan kedepannya.

9. Riska, Mita, Rizka, Tias, Rara, Amal, Amel dan teman-teman Sosiologi angkatan 2015 yang telah menemani proses perkuliahan dari semester awal hingga proses penulisan skripsi dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih sudah berjuang bersama, saling memberikan dukungan dan bantuan selama proses perkuliahan hingga akhir.

10. Teman-teman KKN SPARTAN 75 2018 terima kasih telah memberikan kebersamaan selama KKN meskipun hanya dalam waktu singkat.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 27 November 2020

Anisa Noor Afiati

(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... .vi

KATA PENGANTAR. ... ….vii

DAFTAR ISI ... .x

DAFTAR TABEL……….xiii

DAFTAR GAMBAR………xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

a. Manfaat Akademis ... 6

b. Manfaat Praktis ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Kajian Teoritis ... 15

1. Konsep Penataan Pedagang Kaki Lima ... 15

2. Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton ... 17

(10)

x

a. Fungsi Manifes ... 18

b. Fungsi Laten ... 18

F. Metodologi Penelitian ... 21

1. Pendekatan Penelitian ... 21

2. Subjek Penelitian ... 22

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

4. Jenis Pengumpulan Data ... 23

5. Teknik Pengumpulan Data ... 23

a. Observasi ... 23

b. Wawancara ... 24

c. Dokumentasi ... 26

6. Teknik Analisis Data ... 27

G. Sistematika Penelitian ... 27

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Kota Jakarta Pusat ... 29

1. Lokasi Geografis Kota Jakarta Pusat ... 29

2. Lokasi Demografis Kota Jakarta Pusat ... 30

B. Sejarah Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat ... 31

C. Profil Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang ... 33

D. Karakteristik PKL Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang ... 37

E. Proses Penataan PKL Tanah Abang ... 38

(11)

xi

BAB III TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN A. Fungsi Manifes dan Fungsi Laten Penataan PKL

di Tanah Abang ... 41 1. Fungsi Manifes ... 41 2. Fungsi Laten ... 54 B. Dampak Relokasi Pedagang Pasca Penataan PKL

di Tanah Abang ... 61 a. Dampak Positif ... 61 b. Dampak Negatif ... 67 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA ………...xvii LAMPIRAN

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I.A.1. Alokasi PKL Berdasarkan Wilayah Tahun 2018 ... 3 Tabel I.D.1 Matriks Tinjauan Pustaka ... 12 Tabel I.F.1. Daftar Informan Penelitian ... 25 Tabel II.A1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin (Jiwa) Tahun 2018 ... 30 Tabel II.C.1. Tabel Teknis Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang ... 36 Tabel II.D.1. Laporan Jumlah Komoditi Berdasarkan Jenis Usaha ... 37

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.A.1 Peta Wilayah Jakarta Pusat ………..29 Gambar II.C.1 Peta Lokasi Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah

Abang ... 34 Gambar II.E.1 Tendanisasi PKL di Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang ... 41 Gambar III.A.1. Situasi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang Sebelum Dilakukan

Penataan PKL. ... 46 Gambar III.A.2. Situasi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang Setelah Dilakukan Penataan PKL ……….47 Gambar III.A.3. Fasilitas Kebersihan di Jembatan Penyeberanngan Multiguna

(JPM) Tanah Abang ... 51 Gambar III.A.4. Spanduk Larangan Membuang Sampah Sembarangan ... 52

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Wilayah perkotaan dianggap sebagai pusat perekonomian sehingga menjadi salah satu daya tarik masyarakat desa untuk merantau ke kota. Kota menjadi daya tarik tersendiri bagi untuk para pendatang. Seperti kutipan berikut ini: ―Kota sebagai pusat distribusi barang dan jasa dapat memberikan harapan serta peluang untuk kesempatan kerja atau usaha‖

(Nurhayati, 2015). Sehingga tidak heran jika kota tidak pernah sepi dari pendatang.

Pendatang yang datang ke kota dan belum mempunyai pekerjaan, biasanya mereka membuat usaha sendiri dengan modal yang mereka punya meskipun hanya bentuk usaha kecil salah satunya dengan berdagang.

Berdagang merupakan bentuk dari usaha sektor informal, seperti yang ada pada kutipan berikut ini: ―Usaha sektor informal diantaranya pedagang kaki lima, pedagang keliling, pedagang warung, tukang cukur, serta usaha rumah tangga seperti: pembuat tempe, pembuat kue, barang-barang anyaman dan lain-lain‖ (Simanjuntak dikutip Haris, 2011). Sektor informal merupakan usaha lain untuk para pendatang yang tidak mampu bersaing di sektor formal, dikarenakan kurangnya kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh para pendatang, sehingga sektor informal menjadi pilihan untuk

(15)

2

membuka jalan bagi para pendatang yang belum mempunyai pekerjaan agar bisa bertahan hidup di kota.

Pedagang kaki lima seakan selalu menimbulkan permasalahan terutama di perkotaan, seperti yang dikatakan oleh Hetifah (2009) berdasarkan hasil pengamatannya mengenai praktik kebijakan perkotaan terhadap PKL, ada beberapa alasan yang membuat banyak wilayah perkotaan mengalami kegagalan dalam mengelola PKL dengan baik. PKL dianggap sebagai penyelamat karena telah menyediakan lapangan pekerjaan serta memberikan kemudahan bagi warga untuk mendapatkan barang dengan harga murah. Namun disisi lain, PKL juga dianggap sebagai penyakit yang membuat kota menjadi tidak teratur, bahkan terkesan kotor atau kumuh (Hetifah dikutip Rini, 2012).

Problematika PKL ini akan terus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah, termasuk salah satunya yaitu pemerintah Kota DKI Jakarta. Masalah PKL di perkotaan ini menimbulkan dilema. Di satu sisi, pemerintah daerah menginginkan kota harus bersih, nyaman, dan indah.

Namun disisi lain PKL sebagai warga negara juga membutuhkan pekerjaan untuk bertahan hidup untuk menghidupi keluarganya. PKL menjadi pilihan bagi masyarakat yang tidak memiliki keterampilan khusus karena berbagai keterbatasan kemampuan yang mereka miliki. Dilema ini yang sulit dipecahkan oleh hampir semua pemerintah daerah, termasuk pemerintah Kota DKI Jakarta. Sebagai upaya dalam pengelolaan PKL, Pemerintah DKI Jakarta telah menyediakan lokasi sementara dan lokasi binaan untuk PKL

(16)

3

yang tersebar di wilayah DKI Jakarta sebagai kebijakan pemerintah DKI Jakarta dalam penataan PKL.

Berikut adalah tabel yang diperoleh dari Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan mengenai tabel tentang alokasi PKL berdasarkan wilayah tahun 2018:

Tabel I.A.1. Alokasi PKL berdasarkan Wilayah tahun 2018

Wilayah

Jumlah Lokasi

Sementara

Lokasi Binaan

Lokasi Rawan PKL

Total

Jakarta Pusat 2.547 675 26 3.248

Jakarta Utara 756 883 56 1.695

Jakarta Barat 1.689 1.393 28 3.110

Jakarta Selatan 838 512 63 1.413

Jakarta Timur 1.328 756 83 2.167

Total 7.158 4.219 256 11.633

Sumber: Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan Tahun 2018, (http://data.jakarta.go.id/dataset diakses pada 8 September 2019)

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa dari total 11.633 PKL yang ada di DKI Jakarta, terdapat 7.158 PKL di lokasi sementara, di lokasi binaan terdapat 4.219 PKL sudah terdaftar, sehingga tersisa 256 PKL yang belum terelokasi ke lokasi sementara maupun lokasi binaan.

Salah satu lokasi rawan PKL yang sering menjadi permasalahan di Jakarta yaitu Pasar Tanah Abang yang berada di wilayah Jakarta Pusat.

(17)

4

Dilansir dari berbagai sumber, terdapat ratusan PKL mengokupasi hampir seluruh trotoar mulai dari sepanjang trotoar Jalan Jatibaru Raya menuju pintu masuk stasiun Tanah Abang. Banyaknya PKL yang berjualan di trotoar jalan tersebut dianggap sebagai penyebab kemacetan lalu lintas dan mengganggu keindahan kota.

Terkait permasalahan tersebut, dilansir dari laman Kompas.com (2018), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menciptakan solusi dalam penataan Tanah Abang yaitu dengan menutup ruas jalan bagi pengendara yang melintas di Jalan Jatibaru Raya yang berdekatan dengan Stasiun Tanah Abang. Jalan yang ditutup tersebut digunakan sebagai tempat berjualan para pedagang kaki lima dan diberikan fasilitas tenda. (Kompas.com, Anies Terbitkan Ingub Penataan Tanah Abang Setelah Jalan Jatibaru Ditutup, diakses pada 22 Mei 2019).

Keberadaan tenda pedagang kaki lima tersebut hanya sementara, karena pemerintah provinsi telah merencanakan pembangunan jembatan multiguna di Jalan Jatibaru Tanah Abang. Pembangunan rencananya akan memakan waktu 2,5 bulan. Pembangunan akan dimulai 3 Agustus dan

diselesaikan pada 15 Oktober 2018.

(Kompas.com, Ada Pembangunan Skybridge, Jalan Jatibaru Bisa Ditutup 2,5 Bulan, diakses pada 1 September 2019).

Dari hasil pengamatan penulis, setelah pedagang kaki lima direlokasi ke jembatan penyeberangan multiguna, masih terdapat pedagang yang

(18)

5

berjualan di sepanjang trotoar Pasar Tanah Abang. (Observasi, Pasar Tanah Abang, 25 Juli 2019). Ada sebagian yang bertahan berjualan di trotoar karena tidak mendapat kios berjualan di jembatan tersebut, ada juga pedagang yang memang sengaja berjualan di trotoar, walaupun mereka harus berhadapan dengan Satpol PP.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik ingin melakukan penelitian mengenai bagaimana efektifitas pelaksanaan program penataan PKL dan penataan ruang kota di Tanah Abang dengan melihat fungsi dan dampak yang timbulkan atas relokasi bagi pedagang pasca penataan PKL di Tanah Abang dengan menggunakan pendekatan teori fungsionalisme struktural milik Robert K. Merton. Oleh karena permasalahan tersebut, penulis mengambil judul ―Penataan Pedagang Kaki Lima dan Keberadaan JPM Tanah Abang (Studi Atas Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima di Tanah Abang)‖.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah diatas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian yang diajukan sebagai berikut :

1. Bagaimana fungsi manifes dan fungsi laten penataan PKL di Tanah Abang?

2. Bagaimana dampak relokasi bagi pedagang pasca penataan PKL di Tanah Abang?

(19)

6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Tujuan Penelitian

a. Menjelaskan fungsi manifes dan fungsi laten penataan PKL di Tanah Abang

b. Menjelaskan dampak relokasi bagi pedagang pasca penataan PKL di Tanah Abang

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan ilmu sosiologi, khususnya sosiologi perkotaan dalam mengatasi penataan pedagang kaki lima yang dianggap menjadi permasalahan sosial di wilayah perkotaan.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemecahan masalah yang berkaitan dengan topik atau tema penataan pedagang kaki lima. Kemudian hasil dari penelitian ini digunakan untuk memperbaiki, atau sebagai solusi pemecahan masalah bagi pemerintah dalam menangani kasus penataan pedagang kaki lima.

(20)

7 D. Tinjauan Pustaka

Telah cukup banyak penelitian yang menjadikan pedagang kaki lima sebagai subjek dalam penelitian. Namun, penulis menemukan beberapa penelitian yang relevan dengan fokus permasalahan yang sama dengan yang penulis teliti yaitu relokasi pedagang kaki lima sebagai upaya program penataan pedagang kaki lima oleh pemerintah.

Penulis menemukan beberapa penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif (Zunaidi, 2013; Handoyo, 2013; Evita, dkk, 2013;

Prasetya dan Fauziah, 2016; Handam dan Tahir, 2016) dan menggunakan metode kuantitatif (Rahman, 2014).

Muhammad Zunaidi (2013), Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang di Pasar Tradisional Pasca Relokasi dan Pembangunan Pasar Modern.

Penelitian ini menggunakan menggunakan teori konflik otoritas Ralf Dahrendorf untuk menganalisis konflik yang terjadi antara Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dengan PKL kelompok Pedagang Pasar Tradisional Babat Bersatu (PPTBB). Penelitian ini menunjukkan bahwa alasan PKL pasar tradisional Babat menolak relokasi dari adanya pembangunan pasar modern antara lain, karena pemerintah dinilai tidak memiliki hak pengelolaan lingkungan, pedagang takut akan nilai ketradisionalan pasar Babat akan luntur, dan harga stand pasar yang mahal mengakibatkan banyak pedagang yang merasa keberatan tidak mampu untuk membeli stand pasar Babat. Upaya pemerintah dalam meredam aksi penolakan dari pedagang tersebut dengan mengadakan sosialisasi, mediasi

(21)

8

dengan tokoh masyarakat, investor, dan perwakilan pedagang tradisional.

Sementara itu, kehidupan sosial ekonomi pedagang tradisional Babat yang menolak relokasi ke area pasar modern maupun pasar agrobis mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan modal, kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan anak, dan kesehatan. Sedangkan kehidupan sosial ekonomi pedagang yang berjualan di pasar modern maupun di pasar agrobis Babat relatif stabil dan kebutuhan hidup mereka tercukupi.

Eko Handoyo (2013), Kontribusi Modal Sosial Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Pedagang Kaki Lima Pasca Relokasi. Penelitian ini mengambil konsep teori modal sosial diantaranya pilihan rasional menurut Coleman, modal sosial dalam organisasi sosial menurut Putnam, pertukaran dalam jaringan menurut Fukuyama, kekerasan simbolis dan reproduksi sosial menurut Bourdieu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar modal sosial memberi kontribusi terhadap kesejahteraan PKL pasca relokasi dari Jalan Pahlawan ke Jalan Menteri Soepono, Kota Semarang. Hasil penelitian ini diketahui bahwa modal sosial, khususnya mengenai kepercayaan dan jaringan menjadi faktor pendukung dan menjadi kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan pedagang seperti terpenuhinya kebutuhan kelangsungan hidup pedagang.

Eka Evita, Bambang Supriyono, dan Imam Hanafi (2013), Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (Studi pada Batu Tourism Center di Kota Batu). Penelitian ini mendeskripsikan tentang pelaksanaan kebijakan penataan pedagang kaki lima yang dilakukan dengan

(22)

9

merelokasi pedagang kaki lima pada satu tempat yakni Batu Tourism Center (BTC). Tempat relokasi ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Kota Batu dengan pihak swasta yakni PT. ECKM yang bertindak sebagai penyedia lahan sekaligus pengelola tempat relokasi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima pada Batu Tourism Center merupakan unsuccessful implementation (implementasi yang tidak berhasil). Hal ini disebabkan karena beberapa permasalahan dan kendala sehingga sebagian besar pedagang kaki lima memilih kembali berjualan di sepanjang jalan dan meninggalkan BTC.

Abdul Rahman (2014), Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Pasar Jongkok ke MTC Giant Panam Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang. Penelitian ini menggunakan teori Struktural Fungsional Robert Merton untuk menganalisis permasalahan upaya relokasi PKL Pasar Jongkok ke area MTC Giant sebagaimana kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai wujud upaya pemerataan dan pengakuan terhadap eksistensi dari sektor informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya merelokasi PKL tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan.

Sebagian pedagang menolak untuk direlokasi karena masih berharap janji dari Walikota Pekanbaru yang berjanji akan menata pedagang tersebut menjadi Pasar Wisata bagi wisatawan yang datang ke Pekanbaru. Dampak relokasi pedagang kaki lima MTC Giant terhadap kehidupan sosial ekonomi pedagang mendapat tanggapan sangat baik oleh pedagang kaki lima.

Terlihat dari segi ekonomi, sebagian besar pedagang kaki lima atau sekitar

(23)

10

88% dari 250 responden yang direlokasi ke MTC Giant Panam memiliki pendapatan yang meningkat dibandingkan saat responden sebelum direlokasi. Dengan adanya relokasi ke area Giant Panam, kegiatan yang dilakukan pedagang menjadi lebih tertib, dan aman sehingga tidak mengganggu keindahan tatanan kota.

Mochammad Aringga Prasetya dan Luluk Fauziah (2016), Dampak Sosial Ekonomi Relokasi Pedagang Kaki Lima Di Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan teori perubahan sosial untuk menganalisis dampak sosial ekonomi akibat relokasi PKL yang berada di kawasan jembatan layang Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo. Relokasi terhadap PKL ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan daya tampung pedagang serta pembeli dalam mengembangkan usahanya dan meningkatkan kesejahteraan PKL sebagaimana yang sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 23 tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan PKL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses relokasi PKL tidak sesuai dengan tahapan relokasi dalam Peraturan Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012, relokasi tersebut akhirnya dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo yang mengambil langkah diskresi atas kebijakan tersebut. Dampak sosial relokasi PKL di kawasan jembatan laying Kecamatan Buduran terdapat perubahan sosial yang dan ekonomi seperti yang terlihat dari segi ekonomi seperti pendapatan PKL yang menurun karena belum adanya pemberdayaan dari pemerintah, sementara dari segi

(24)

11

kebersihan masih terlihat kumuh karena lokasi yang ditempati adalah taman, namun dari segi kenyamanan berdampak baik dan segi keamanannya belum sepenuhnya aman, karena pembeli lebih memilih parkir di pinggir jalan, namun disisi lain pedagang merasa nyaman karena telah disediakan tempat secara gratis oleh pemerintah.

Handam dan Muchlas M. Tahir (2016), Peran Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa. Pemasalahan dari penelitian tersebut antara lain mengenai masalah pedagang kaki lima yang terjadi di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa yang terjadi setiap tahun tanpa ada solusi yang tepat.

Dengan demikian, Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa melakukan upaya penataan pedagang kaki lima berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Penelitian ini mengambil konsep peranan, yang dimana peran tersebut yaitu pemerintah daerah dalam melaksanakan penataan PKL dan faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan penataan PKL di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program penataan pedagang kaki lima cukup teralisasi dengan baik, dimana sebagian besar pedagang tidak lagi berjualan di luar pasar karena telah direlokasi ke dalam pasar, namun terdapat faktor penghambat dalam proses penataan pedagang kaki lima di Pasar Minasamaupa yaitu rendahnya partisipasi pedagang kaki lima dalam mematuhi peraturan yang diterapkan.

(25)

12

Tabel I.D.1. Matriks Tinjauan Pustaka

No. Data Penulis Judul Persamaan Perbedaan 1. Muhammad

Zunaidi (2013), Alumni Program Studi Sosiologi Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Jurnal Sosiologi Islam, Vol. 3, No.1

Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang di Pasar Tradisional Pasca Relokasi dan

Pembangunan Pasar Modern.

Sama-sama menggunakan metode kualitatif

Fokus

permasalahan penelitian

Teori yang digunakan

Lokasi penelitian

2. Eko Handoyo (2013)

Dosen Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang.

Jurnal Komunitas Vol. 5, No. 2

Kontribusi Modal Sosial Dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Pedagang Kaki Lima Pasca Relokasi

Sama-sama menggunakan metode kualitatif dan subjek yang diteliti adalah PKL

Fokus

permasalahan yang diteliti

Teori yang digunakan Lokasi penelitian

3. Eka Evita, Bambang Supriyono, dan Imam Hanafi (2013)

Prodi Administrasi Publik, Fakultas

Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima (Studi pada Batu Tourism Center

Sama-sama membahas isu penataan PKL dan

menggunakan metode kualitatif

Teori yang digunakan

Lokasi penelitian

(26)

13 Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya, Malang.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.

1, No. 5

di Kota Batu

4. Abdul Rahman (2014)

Departemen Sosiologi FISIP Universitas Riau.

Jurnal Jom FISIP Vol. 1 No. 2

Dampak Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Pasar Jongkok ke MTC Giant Panam

Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang

Sama-sama menggunakan teori

fungsionalisme strukturalis Robert K Merton dan subjek yang diteliti adalah PKL

Metode penelitan

Lokasi penelitian

5. Mochammad Aringga Prasetya dan Luluk Fauziah (2016)

Prodi Ilmu Administrasi Negara – FISIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Dampak Sosial Ekonomi Relokasi Pedagang Kaki Lima Di Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo.

Sama-sama menggunakan metode kualitatif dan subjek yang diteliti adalah PKL

Teori yang digunakan

Lokasi penelitian

(27)

14 Jurnal, Vol. 4, No.

2

6. Handam dan Muchlas M. Tahir (2016)

Program Studi Ilmu

Pemerintahan, FISIP Universitas Muhammadiyah Makassar.

Jurnal Ilmu

Pemerintahan, Vol.

6, No. 1

Peran Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Minasamaupa Kabupaten Gowa.

Sama-sama membahas isu penataan PKL dan

menggunakan metode kualitatif

Teori yang digunakan

Lokasi penelitian

Berdasarkan dari beberapa tinjauan penelitian sebelumnya yang dianggap paling relevan dengan konsep penelitian yang akan diteliti yaitu (Evita, dkk 2013; Handam dan Tahir, 2016; Prasetya dan Fauziah, 2016).

Persamaan tersebut terlihat dari konsep penelitiannya yaitu penataan pedagang kaki lima, namun dengan teori dan lokasi penelitian yang berbeda.

Terdapat salah satu penelitian yang memiliki kesamaan teori yang menggunakan pendekatan teori fungsionalisme struktural milik Robert K.

Merton, yaitu penelitian yang ditulis oleh Abdul Rahman (2014), namun penelitian yang ditulis oleh Rahman (2014) tidak menjelaskan lebih mendalam fungsi manifes dan fungsi laten dalam penelitiannya sehingga penulis akan lebih menjelaskan beberapa fungsi manifes dan fungsi laten

(28)

15

dalam pelaksanaan program penataan PKL dan lingkungan di Tanah Abang dengan metode penelitian dan lokasi penelitian yang berbeda.

E. Kajian Teoritis

1. Konsep Penataan Pedagang Kaki Lima

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima1, dijelaskan bahwa Penataan pedagang kaki lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi pedagang kaki lima dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Kota Jakarta melalui kebijakannya dalam menangani PKL mengeluarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam Perda tersebut pasal 25 ayat 1 dan 2 berbunyi:

Pasal 25

(1) Gubernur menunjuk/menetapkan bagian-bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat kepentingan umum sebagaia tempat usaha pedagang kaki lima.

1http://www.kemendagri.go.id/produkhukum/2012/06/20/pedoman-penataan-dan - pemberdayaan-pedagang-kaki-lima/ diakses pada 7 Desember 2020 pukul 10.20 WIB

(29)

16

(2) Setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyebrangan orang dan tempat- tempat untuk kepentingan umum lainnya di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dalam Perda tersebut dijelaskan bahwa pedagang kaki lima tidak dapat berjualan disembarang tempat yang dapat mengganggu kepentingan umum dan apabila melanggar akan mendapat sanksi hukum pidana. Dalam menganalisis penelitian ini, penulis meminjam konsep pola penataan PKL berdasar tinjauan aspek sosial dan ekonomi milik Sutrisno, et.al (2007:170) yang dikutip oleh Prasetya dan Luluk (2016), dengan memperhatikan indikatornya antara lain:

1) Aspek Sosial

a. Adanya penyuluhan tentang waktu usaha, dan tempat usaha, sarana usaha yang menjamin keindahan dan keamanan untuk mendukung program penataan PKL dan penataan ruang kota.

b. Adanya peraturan hukum atas ketertiban, kerapian, kebersihan, keindahan, kesehatan lingkungan dan keamanan tempat usaha 2) Aspek Ekonomi

a. Adanya jaminan perlindungan bagi PKL

b. Kondisi yang kondusif oleh seluruh elemen masyarakat

c. Adanya pembinaan PKL dan pengembangan kemampuan manajrial PKL yang baik

(30)

17

d. Pemerintah kota beserta stakeholders kota menjalin kerja sama dalam permodalan dan kemitraan usaha dengan PKL yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

2. Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton

Robert King Merton merupakan salah satu tokoh Sosiologi Amerika yang terkenal dengan gagasan fungsionalis barunya. Merton tidak memperlihatkan dirinya menawarkan teori-teori baru, melainkan menguatkan studi empiris tentang teori-teori yang ada. Merton merupakan penganut sekaligus pengkritik bagian dari fungsionalis itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan Merton mengecam 3 postulat yang ada dalam analisis strukturalis, yakni (Ritzer dan Goodman, 2010: 137):

a. Kesatuan masyarakat yang fungsional

Postulat ini berpendirian bahwa semua keyakinan dan praktik kultural dan sosial yang sudah baku adalah fungsional untuk masyarakat sebagai satu kesatuan maupun untuk individu atau masyarakat. Merton berpendapat bahwa, meski hal ini mungkin benar bagi masyarakat primitif yang kecil, generalisasi itu tidak dapat diperluas kepada masyarakat-masyarakat yang lebih besar jumlahnya dan lebih kompleks.

b. Fungsionalisme universal

Postulat ini menyatakan bahwa seluruh bentuk kultur dan sosial serta struktur yang sudah baku mempunyai fungsi positif. Menurut Merton, postulat ini bertentangan dengan apa yang ditemukannya

(31)

18

dalam kehidupan nyata. Tidak setiap struktur, adat, gagasan, kepercayaan, dan sebagainya mempunyai fungsi positif untuk masyarakat itu sendiri.

c. Indispensability

Postulat ini menyatakan bahwa semua aspek masyarakat yang sudah baku tidak hanya mempunyai fungsi positif, tetapi juga mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya masyarakat sebagai satu kesatuan. Tetapi menurut Merton, setidaknya kita harus mengakui bahwa akan adanya berbagai alternatif struktur dan fungsional yang dapat ditemukan di dalam masyarakat.

Berdasarkan kritik pada 3 postulat tersebut, Merton ingin menyampaikan bahwa analisis fungsionalis harus ada pengujian empiris.

Dari sudut pandang tersebut Merton menjelaskan bahwa analisis struktural fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kebudayaan. Ia menyatakan bahwa objek apa pun yang dapat dianalisis secara struktural fungsional harus mempresentasikan unsur-unsur standar yaitu berulang dan berpola.

Merton mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu (Ritzer dan Goodman: 2010: 139). Adaptasi dan penyesuaian selalu bermakna positif bagi sistem Fungsi ini ada yang merupakan fungsi positif maupun negatif. Fungsi positif cenderung

(32)

19

menghasilkan perilaku yang konformis. Sedangkan, fungsi negatif cenderung pada perilaku menyimpang.

Analisis Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normatif teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Struktur sosial didefinisikan sebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu yang dengan berbagai cara melibatkan anggota masyarakat di dalamnya. Anomi terjadi jika ketika terdapat keterputusan hubungan ketat antara norma-norma dan tujuan kultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut.

Merton menggagaskan konsep Fungsi Manifes dan Fungsi Laten dalam teori fungsional strukturalnya (Ritzer dan Douglas, 2010: 137- 138):

1) Fungsi Manifes

Fungsi manifes disebut juga sebagai fungsi nyata yang lahir dari suatu praktik kultural dan aktivitas sosial yang bertujuan untuk mencapai cita-cita kolektif sehingga disebut fungsi yang dapat diharapkan.

2) Fungsi Laten

Fungsi laten disebut juga sebagai fungsi tersembunyi yang lahir dari suatu praktik kultural dan aktivitas sosial. Fungsi disebut sembunyi, apabila konsekuensi tersebut secara objektif ada tetapi tidak atau belum

(33)

20

diketahui. Tindakan-tindakan mempunyai konsekuensi yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Suatu pranata atau instansi tertentu dapat fungsional terhadap suatu unit sosial tertentu dan sebaliknya akan disfungsional terhadap unit sosial lain.

Merton menggunakan kata intended dan unintended untuk menunjukkan fungsi manifes dan laten atau disebut juga sebagai direncanakan dan tidak direncanakan. Konsep fungsi dan disfungsi berkaitan dengan akibat atau konsekuensi dari sesuatu. Konsekuensi itu dapat berupa sesuatu yang telah diantisipasi atau direncanakan (anticipated consequences), dan tidak diantisipasi atau direncanakan (unanticipated consequences). (George Ritzer 2010: 253).

Konsekuensi yang telah diantisipasi (anticipated consequences) dapat berupa sesuatu yang positif bagi sistem maka itu termasuk fungsi manifes, apabila berupa sesuatu yang negatif bagi sistem maka termasuk disfungsi manifes. Sementara konsekuensi yang tidak diantisipasi (unanticipated consequences) memiliki fungsi positif, maka disebut fungsi laten, namun apabila berkonsekuensi negatif disebut disfungsi laten. Merton kemudian mengenalkan konsep disfungsi untuk melihat adanya konsekuensi-konsekuensi yang justru merusak atau berakibat negatif pada sistem. Selain fungsi dan disfungsi, Merton juga mengenalkan konsep nonfungsi, yaitu akibat-akibat yang tidak relevan dengan sistem.

(34)

21

Merton mengajukan ide tentang disfungsi dan nonfungsi untuk mengoreksi pengilangan serius yang terjadi di dalam fungsionalisme struktural awal. Disfungsi didefinisikan bahwa sebuah struktur atau lembaga-lembaga dapat berperan dalam memelihara bagian-bagian sistem sosial, tetapi dapat menimbulkan konsekuensi negatif. Nonfungsi didefinisikan sebagai konsekuensi-konsekuensi yang benar-benar tidak relevan dengan sistem yang dipertimbangkan.

F. Metodologi Penelitian

Pada bagian ini akan dijelaskan pendekatan apa yang digunakan oleh penulis dalam menjalankan penelitian, metode apa yang digunakan untuk mendapatkan informan, teknik apa yang digunakan untuk mengumpulkan data dari informan, dan bagaimana cara mengolah data tersebut dalam melakukan penelitian ini.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ialah pendekatan kualitatif, sebagaimana yang dijelaskan oleh Silalahi (2009) di dalam penelitian kualitatif merupakan realita, subjektif, mengandung nilai tertentu. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian secara kualitatif, karena dengan bertemu dan berbicara langsung dengan para informan, penulis menilai informasi yang didapatkan akan lebih detail.

Penulis dapat melihat reaksi nyata dari para informan, sehingga informasi yang diterima juga lebih mendalam dan jujur.

(35)

22 2. Subjek Penelitian

Subjek yang terdapat dalam penelitian ini adalah pedagang kaki lima di Tanah Abang. Dalam pemilihan subjek atau informan yang akan dijadikan narasumber menggunakan snowball untuk mendapatkan informan yang memenuhi kriteria dalam permasalahan penelitian ini.

Terdapat 12 informan yang dipilih sesuai dengan kriteria penulis yang mampu memberikan informasi mengenai penataan PKL di Jalan Jatibaru Tanah Abang, beberapa jenis informan yang harus dipenuhi adalah:

1) Informan harus mengetahui tentang profil Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang (Penanggung jawab JPM Tanah Abang).

2) Informan merupakan PKL di JPM Tanah Abang dan PKL yang berdagang di trotoar jalan yang lokasinya berada di kawasan Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang.

3) Pengunjung Tanah Abang yang merupakan pejalan kaki atau pengunjung.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang yang terletak di Jalan Jatibaru, Jakarta Pusat. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena adanya kebedaraan Jembatan Penyeberangan Multiguna yang baru saja dibangun dan dijadikan tempat berjualan untuk PKL. Penelitian ini dimulai dari sejak turun lapangan observasi pada bulan Juli 2019 hingga Oktober 2019.

(36)

23 4. Jenis Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer, meliputi data dari hasil observasi dan wawancara pada pedagang kaki lima di Tanah Abang.

b. Data sekunder, meliputi portal berita, buku, serta data-data yang bersumber dari internet.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan. Data yang di observasi dapat berupa gambaran tentang sikap, kelakuan, perilaku, tindakan, keseluruhan interaksi antar manusia. (Raco, 2010:

112).

Dari metode observasi ini, penulis turun langsung ke lokasi yang dijadikan tempat penelitian untuk mengamati langsung keseluruhan dari interaksi pedagang di lokasi yang bertempat di Pasar Tanah Abang.

Pengamatan di Pasar Tanah Abang dilakukan sejak dari turun lapangan pada bulan Juli 2019. Pengamatan dimulai dari pukul 9 pagi saat pedagang mulai membuka kios hingga pukul 3 sore saat pedagang mulai bersiap tutup kios.

(37)

24 b. Wawancara

Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai instrumen penelitian. Wawancara sangat dibutuhkan untuk memperoleh data melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan langsung kepada informan yang dituju. Menurut Kahn dan Channel dikutip Sarosa (2012: 45), wawancara yaitu diskusi antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.

Dalam melakukan wawancara terhadap informan, penulis melakukan observasi terlebih dahulu dengan mengamati aktivitas subjek yang akan diwawancara. Pertama kali penulis menemui Penanggung jawab Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang, lalu melakukan wawancara untuk mengetahui situasi dan kondisi PKL di Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang. Kemudian penulis melakukan wawancara dengan PKL berdasarkan lokasi jualan untuk mendapatkan informasi dari PKL yang terkena penertiban dan relokasi ke JPM Tanah Abang dan PKL yang tetap berjualan di trotoar Jalan Jatibaru Tanah Abang. Terakhir penulis menemui pengunjung Pasar Tanah Abang untuk mengetahui tanggapan atas penataan PKL di Jalan Jatibaru Tanah Abang.

Adapun informan yang ditentukan dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

(38)

25

Tabel I.F.1. Daftar Informan Penelitian Informan Pengelola JPM Tanah Abang

No. Nama Status

1. Bapak AS Penanggung jawab atas Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang.

Informan Pedagang No. Nama Usia Pendidikan Daerah

Asal

Status Lama Berjualan 1. Ibu NR 38 Th SMA Pemalang Pedagang

tas di JPM

3 Tahun

2. Ibu HT 52 Th SMA Jakarta Pedagang pakaian di

JPM

7 Tahun

3. Sdr. IM 27 Th SMA Padang Pedagang pakaian di

dalam gang Jalan

Jatibaru

5 Tahun

4. Ibu SW 47 Th SMA Jakarta Pedagang gorengan di JPM

17 Tahun

5. Ibu EL 50 Th SMA Jakarta Pedagang warung asongan di

JPM

5 Tahun

6. Sdr. AT 27 Th SMA Padang Pedagang pakaian di

2 Tahun

(39)

26

JPM

7. Sdr. FR 24 Th SMA Aceh Pedagang

kerudung di trotoar

2 Tahun

8. Bapak AW

40 Th SMA Padang Pedagang

pakaian di trotoar

3 Tahun

9. Ibu HR 53 Th SMA Indramayu Pedagang minuman di trotoar

20 Tahun

Informan Pengunjung Tanah Abang

No. Nama Daerah Asal Status

1. Ibu KY Jakarta Pengunjung JPM Tanah Abang 2. Sdri. ND Pamulang Pengunjung JPM Tanah Abang

Sumber: Data yang diolah dari hasil turun lapangan pada Juli 2019-Oktober 2019

c. Dokumentasi

Sugiyono (2009: 240) memahami studi dokumentasi sebagai catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-data yang berkaitan dengan subjek penelitian. Hasil wawancara maupun observasi diperkuat atau didukung dengan adanya dokumentasi berupa foto-foto.

6. Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Hal yang menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian yaitu

(40)

27

teknik analisis data. Menurut Miles dan Huberman mengatakan bahwa kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Adapun menurut Usman dan Purnomo, (2014: 85-87) reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan sebagai berikut:

a) Reduksi data, yaitu proses pengumpulan data dengan melakukan wawancara lalu mentranskip hasil wawancara, setelah itu menyeleksi masing-masing data yang relevan dengan fokus masalah yang diteliti.

b) Penyajian data, hasil temuan penelitian dapat dianalisis oleh penulis untuk disusun secara sistematis sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti. Penyajian data biasanya berbentuk teks naratif.

c) Pengambilan kesimpulan kemudian memferifikasi data dalam bentuk deskripsi uraian kalimat agar lebih mudah pahami.

G. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah dalam memahami susuan skripsi ini, maka penulis menyusun penulisan skripsi ini terbagi menjadi empat bab, yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN, memuat rancangan penelitian. Dalam bab ini diuraikan tentang pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kajian teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

(41)

28

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, menjelaskan gambaran umum mengenai lokasi yang akan diteliti, seperti letak lokasi secara geografis, kondisi demografis, kondisi umum JPM Tanah Abang.

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN, menjelaskan mengenai analisa penulis mengenai proses penataan dan relokasi PKL Tanah Abang serta dampak yang ditimbulkan akibat relokasi pedagang pasca penataan PKL di Tanah Abang.

BAB IV PENUTUP, bagian akhir dari skripsi yang berisikan mengenai kesimpulan dan saran. Kesimpulan menjelaskan ringkasan dari hasil temuan penelitian yang telah dilakukan, sedangkan saran mengemukakan pendapat penulis mengenai hasil penelitian.

Daftar Pustaka, berisi sumber kepustakaan yang digunakan dalam penulisan penelitian ini, bersumber dari buku, jurnal elektronik dan internet.

Lampiran, berisi keterangan yang dilakukan saat penelitian seperti transkrip hasil wawancara dengan informan dan dokumentasi.

(42)

29 BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Geografis dan Demografis Kota Jakarta Pusat 1. Kondisi Geografis Kota Jakarta Pusat

Jakarta Pusat terletak antara 106’58’18’’ Bujur Timur (BT) dan 5’19’12‖ Lintang Selatan (LS) sampai dengan 6’23'54" Lintang Selatan dengan ketinggian 4 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan Data Statistik Jakarta Pusat Dalam Angka 2004, Kotamadya Jakarta Pusat memiliki luas 48,20 km2. Jakarta Pusat menjadi wilayah pusat pemerintahan, pusat perdagangan, jalur protokol, perwakilan negara asing, kantor pemerintahan dan swasta, serta bank pemerintah dan swasta.

(jakarta.go.id./jakarta-pusat-kotamadya).

Gambar II.A.1. Peta wilayah Jakarta Pusat

Sumber : jakarta.go.id/geografis-jakarta, 8 September 2019

(43)

30

Berikut ini merupakan batas-batas wilayah Jakarta Pusat (https://jakarta.go.id diakses pada 8 September 2019) :

a) Utara : Jl. Ketapang - Jl. Sawah Besar b) Timur : Jl. Raya Jakarta By Pass.

c) Selatan : Jl. Hang Lekir 1 – Jl. Sudirman - Banjir Kanal Kali Ciliwung - Jl. Pegangsaan Timur Jl. Matraman - Jl. Pramuka.

d) Barat : Banjir Kanal - Jl. Pari Petamburan - Rel Kereta Api Palmerah

2. Kondisi Demografis Kota Jakarta Pusat

Jakarta Pusat terdiri dari 8 kecamatan dengan jumlah penduduk 921.344 jiwa yang terdiri dari 459.628 laki-laki dan 451.716 perempuan.

Berikut adalah tabel jumlah penduduk menurut kecamatan berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Pusat pada tahun 2016.

Tabel II.A.1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin (Jiwa) Tahun 2016

Kecamatan

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

Tanah Abang 74.120 72.747 146.867

Menteng 33.403 34.906 68.309

Senen 47.883 48.900 96.783

Johar Baru 59.675 59.340 119.015

Cempaka Putih 43.425 41.955 85.380

(44)

31

Kemayoran 113.136 112.640 225.776

Sawah Besar 49.246 51.555 100.801

Gambir 38.740 39.673 78.413

Total 459.628 451.716 921.344

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Pusat Tahun 2016

Berdasarkan data BPS Kota Administrasi Jakarta Pusat tahun 2016, jumlah penduduk menurut kecamatan terbesar di Jakarta Pusat adalah Kecamatan Kemayoran dengan jumlah penduduk sebanyak 225.776 jiwa, yang terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 113.136 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 112.640 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil menurut kecamatan berada di Kecamatan Menteng, yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebanyak 33.403 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 34.906 jiwa.

B. Sejarah Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat

Pasar Tanah Abang ini didirikan oleh Yustinus Vinck pada 30 Agustus 1735 atas izin dari Gubernur Jendral Abraham Patramini. Awalnya pasar ini hanya menjual barang kelontong dan buka pada setiap hari Sabtu.

Oleh karena itu, Pasar Tanah Abang dikenal sebagai Pasar Sabtu. Kemudian pada akhirnya pasar tersebut mampu menyaingi Pasar Senen yang sudah lebih dulu maju pasa saat itu. Tahun 1970 terjadi peristiwa Chineezenmoord yaitu pembantaian orang-orang China dan juga perusakan harta benda, termasuk Pasar Tanah Abang yang di bakar. Tahun 19881, Pasar Tanah Abang kembali dibangun dan ditambah hari bukanya menjadi 2 kali dalam

(45)

32

seminggu yaitu pada hari Rabu dan Sabtu. Bangunan pasar yang mulanya sangat sederhana terdiri dari bambu, papan serta atap rumbia. Pasar Tanah Abang terus mengalami perbaikan hingga akhir abad ke 19. Pada tahun 1913, Pasar Tanah Abang kembali diperbaiki dan pada tahun 1926, pemerintah Batavia membongkar Pasar Tanah Abang dan diganti bangunan permanen berupa tiga los panjang dari tembok dan papan serta atap genteng.

Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangunnya Stasiun Tanah Abang. Tahun 1973 pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, Tanah Abang diperluas bangunannya menjadi 4 bangunan dan 4 lantai.

Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa kali Pasar Tanah Abang mengalami perubahan dan perluasan pasar hingga seperti sekarang ini. Saat ini, Pasar Tanah Abang merupakan pusat perdagangan tekstil utama di Indonesia dan menjadi pusa pasar grosir terbesar se-Asia Tenggara.

(http://jakartapedia.bpadjakarta.go.id diakses pada 4 Oktober 2019)

Pasar Tanah Abang merupakan salah satu pasar yang berada di wilayah Kota Jakarta Pusat yaitu termasuk wilayah Kecamatan Tanah Abang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kecamatan Tanah Abang merupakan daerah yang sebagian besar terdiri dari perkantoran, pusat perbelanjaan dan pemukiman penduduk.

Lokasinya yang dekat dengan pemerintahan kota membuat kecamatan ini menjadi tempat yang strategis bagi penduduk asli Jakarta maupun pendatang dari luar Jakarta untuk bermukim.

(46)

33

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 Tahun 2007, luas wilayah Kecamatan Tanah Abang adalah 9,3 Km2 atau 19,3% dari total luas wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat.

Kecamatan Tanah Abang terdiri dari 7 Kelurahan antara lain : Gelora, Bendungan Hilir, Karet Tengsin, Kebon Melati, Petamburan, Kebon Kacang, dan Kampung Bali.

C. Profil Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang

Jembatan Penyeberangan Multigun Tanah Abang berlokasi di Jalan Jatibaru Tanah Abang. Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang ini dibangun dengan panjang bangunannya sepanjang 386,4 meter dan lebar 12,6 meter berada tepat diatas Jalan Jatibaru. (https://www.saranajaya.co.id diakses pada 8 Agustus 2019).

Dikutip dari laman http://Saranajaya.co.id (2018), Pelaksana pembangunan Jembatan Multiguna tersebut adalah PT. Amarta Karya (Persero) dan pengawasan pembangunan dilakukan oleh PT. Bina Karya (Persero). Pembangunan Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) ini bertujuan untuk menciptakan integrasi antar moda transportasi di Stasiun Tanah Abang. Program ini merupakan solusi atas kesemerawutan yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir di depan pintu Stasiun Kereta Api Tanah Abang dikarenakan oleh tidak adanya integrasi antar moda transportasi yang tidak direncanakan dengan baik, maka pedagang kaki lima dan ojek pangkalan yang berkerumun di depan stasiun untuk menarik perhatian pengunjung. Atas permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi

(47)

34

DKI Jakarta melalui BUMD Sarana Jaya membangun JPM Tanah Abang dengan fasilitas halte dan keterhubungan dengan blok-blok pasar Tanah Abang.

Berikut gambar peta lokasi keberadaan Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang :

Gambar II.C.1. Peta Lokasi Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang

Sumber: https://www.google.maps.com diakses pada 1 Oktober 2019

(48)

35

Pada gambar tersebut menggambarkan keberadaan Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang berada diatas Jalan Jatibaru Raya.

Jika dilihat dari gambar tersebut, jarak antara Stasiun Tanah Abang menuju JPM Tanah Abang berdekatan, sehingga banyak penumpang kereta atau pejalan kaki yang melintas di JPM sebagai akses menuju stasiun dan menuju Pasar Tanah Abang.

Untuk memaksimalkan pelayanan bagi masyarakat terdapat beberapa halte transjakarta diantaranya :

1) Halte di pintu Stasiun Tanah Abang Jalan Jatibaru yang berada tepat dibawah JPM.

2) Halte di sisi selatan flyover Jatibaru, lokasinya tepat diseberang Stasiun Jatibaru bengkel.

3) Halte yang belum terbangun adalah halte di pintu Stasiun Tanah Abang berada di Jalan Jatibaru bengkel.

Adapun rute bus transjakarta yang akan mengunakan halte-halte sebagai berikut:

1) Rute Bus 5F, Kampung Melayu - Tanah Abang

2) Rute Bus 8C, Iskandar Muda - Tanah Abang

Kedua rute diatas akan melewati Jalan Kebon Jati yang lokasinya berada di belakang blok G sampai Jalan Jatibaru Raya (dibawah JPM), berhenti di Halte Baru Jatibaru dan Halte Jatibaru bengkel, kemudian

(49)

36

melewati jembatan layang Cideng, Hotel Millennium sampai Jalan Fachrudin.

1) Rute bus 1H, Tanah Abang sampai dengan Gondangdia

2) Rute bus GR 2, Tanah Abang Explorer

Jembatan ini dapat difungsikan sebagai lintasan, antara lain : 1) Lintasan pergerakan orang melintas.

2) Lintasan pergerakan Transjakarta dan Mikrolet.

Berikut tabel teknis Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang : Tabel II.C.2. Tabel teknis Jembatan Penyeberangan Multiguna

Tanah Abang

Total pedagang 446

Jumlah kios 446

Ukuran kios 2 x 1,5 meter

Luas lahan 386,4 meter x 12,6 meter Biaya sewa kios Rp 500.000,00 / bulan Biaya Kebersihan dan

Kemanan

Rp 60.000,00 / bulan

Fasilitas umum 4 unit toilet portabel, 1 Mushola Keamanan 25 CCTV dan 27 petugas keamanan Tahun didirikan Agustus 2018 dan diresmikan Desember

2018

Sumber: Kantor Pengelola JPM Tanah Abang, pada 8 Agustus 2019.

Berdasarkan data yang diperoleh dari PD. Sarana Jaya selaku badan usaha daerah pengelola JPM Tanah Abang, JPM Tanah Abang ini dibangun

(50)

37

pada bulan Agustus 2018 dan diresmikan pada bulan Desember 2018.

Jembatan yang dibangun diatas Jalan Raya Jatibaru tersebut memiliki panjang 386,4 meter dengan lebar 12,6 meter, memuat lapak kios sebanyak 446 unit sehingga hanya 446 pedagang yang dapat menempati kios di JPM Tanah Abang. JPM Tanah Abang dilengkapi dengan fasilitas umum yaitu terdapat 4 unit toilet portabel, 1 mushola, selain itu dari segi keamanan dijaga oleh 27 petugas keamanan yang berjaga disetiap sudut pintu keluar dan masuk lingkungan JPM serta dilengkapi dengan 25 CCTV.

D. Karakteristik PKL Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang Berdasarkan Jenis Usaha

Berdasarkan jenis usaha yang dijalani, terdapat 446 PKL yang berada di JPM Tanah Abang memiliki beragam jenis usaha, mulai dari pakaian jadi, kerudung, busana muslim, aksesoris (bros peniti untuk kerudung, kalung dan gelang), sepatu/sandal, ikat pinggang, kacamata, jam/arloji, tas/koper, selimut/seprei, selain itu terdapat warung makanan dan minuman.

Berikut tabel jumlah komoditi yang terdapat di JPM Tanah Abang berdasarkan jenis usaha :

Tabel II.D.1. Laporan Jumlah Komoditi berdasarkan Jenis Usaha

No. Komoditi Jumlah

1. Pakaian jadi, Busana Muslim, Kerudung, Pakaian anak.

354

2. Aksesoris pelengkap busana, Sepatu/Sandal, Jam tangan, Ikat pinggang, Tas, Kacamata, Kaus kaki, selimut/seprei.

69

(51)

38

4. Warung makanan dan minuman 23

Total 446

Sumber: Kantor Pengelola JPM Tanah Abang, pada 08 Agustus 2019 Dari data yang diperoleh, sebagian besar mereka yang berjualan di JPM Tanah Abang adalah pedagang pakaian jadi seperti pakaian atasan dan bawahan laki-laki dan perempuan, busana muslim, kerudung dan pakaian anak sebanyak 354 PKL. Jenis usaha terbanyak kedua adalah aksesoris pelengkap busana seperti bros peniti untuk kerudung, kalung, gelang dan anting, selain itu terdapat pedagang yang menjual sepatu/sandal, jam/arloji, ikat pinggang, kacamata, kaus kaki, handuk, seprei tempat tidur serta selimut tidur sebanyak 69 PKL. Sedangkan jenis usaha ketiga adalah warung makanan dan minuman sebanyak 23 PKL.

E. Proses Penataan PKL di Tanah Abang

Tanah Abang sudah seperti jantung Kota Jakarta, semua serba ada antara lain, menjadi pusat perdagangan grosir yang sudah dikenal sejak dahulu hingga sekarang. Selain itu, Tanah Abang merupakan salah satu titik lokasi strategis yang dilintasi oleh kereta api salah satunya seperti Kereta Rel Listrik (KRL) yang menjadi lokasi transit kereta menuju jabodetabek yang membuat penumpang KRL di Stasiun Tanah Abang dari tahun ke tahun semakin meningkat, begitu pula dengan jumlah kendaraan yang setiap harinya berlalu-lalang melintasi kawasan Tanah Abang. Seiring dengan hal tersebut, terjadi pula peningkatan jumlah PKL yang berjualan di sekitar Pasar Tanah Abang dengan menarik perhatian pengunjung Tanah Abang

(52)

39

untuk mencari pundi-pundi rupiah. Semua itu tanpa kita sadari membuat aktivitas di Tanah Abang begitu padat.

Penataan Tanah Abang sudah menjadi perhatian semasa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Gubernur Joko Widodo saat itu pernah merelokasi PKL yang berada di Jalan Kebon Jati ke Blok G Pasar Tanah Abang. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak AS Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang yang mengatakan bahwa :

―Untuk mengatasi PKL di Tanah Abang ini tentunya sudah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah, seperti pada masa pemerintahan waktu itu Gubernurnya Pak Jokowi ya, waktu itu Pak Jokowi merelokasi PKL dari Kebon Jati ya kalau tidak salah, ke Blok G‖. (Wawancara Bapak AS, 8 Agustus 2019).

Relokasi PKL dari area Kebon Jati ke Blok G Tanah Abang sebelumnya sudah menjadi salah satu tahapan proses penataan PKL di kawasan Tanah Abang. Namun pada masa Gubernur Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, dilakukan kebijakan baru terkait penataan kawasan Tanah Abang. Pemerintah Provinsi DKI telah melakukan penataan Tanah Abang tahap I sejak 22 Desember 2017 (Berita Satu, 2019).

Tahap pertama, Pemerintah Daerah DKI Jakarta dibantu oleh dinas perhubungan melakukan penutupan dua jalur jalan di Jalan Jatibaru Raya, tepatnya di depan Stasiun Tanah Abang, dimulai pukul 08.00 hingga 18.00 WIB. Selanjutnya, konsep penataan Tanah Abang tahap II di antaranya meliputi revitalisasi Blok G dan melakukan pembangunan jembatan penyeberangan yang menghubungkan antar blok pasar Tanah Abang dengan Stasiun Tanah Abang. Dari dua jalur tersebut, satu jalur digunakan untuk

(53)

40

berdagang para PKL, sedangkan satu jalur lain digunakan untuk operasional Tanah Abang Explorer.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Bapak AS, Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang yang menyatakan bahwa:

―Iya, jadi awalnya Gubernur DKI yang sekarang Pak Anies itu beberapa kali meninjau kawasan Tanah Abang ini, setelah beberapa kali dikaji dan beberapa kali rapat dengan pemerintah ya baru lah ada kebijakan penataan angkutan umum terlebih dahulu. Kemarin tuh ramai sekali pemberitaan para sopir angkot menolak penutupan jalan terkait rencana pemerintah untuk menata PKL ke tempat khusus yang waktu itu akan di bangun tenda khusus PKL berjualan, jadi di kawasan itu di jam tertentu tidak boleh ada angkot yang melintas kecuali busway ya, lalu timbul lah pro dan kontra mengenai penutupan jalan dan juga terkait tenda khusus PKL itu‖. (Wawancara Bapak AS, 8 Agustus 2019).

Dalam proses penataan Tanah Abang ini, dimulai dari tahap pertama yaitu penutupan jalan di Jalan Jatibaru Raya. Kebijakan Pemerintah Provinsi menutup jalan Jatibaru tersebut, merupakan upaya penataan lingkungan Tanah Abang dan juga merelokasi sementara PKL yang selama ini berjualan di trotoar ke Jalan Jatibaru Raya yang kemudian diberi tenda khusus pedagang. Namun, aturan itu menuai protes dari pengendara kendaraan bermotor, sopir angkutan umum yang setiap hari melintas di Tanah Abang, pejalan kaki, dan pedagang yang berdampak. Selain itu, alih fungsi Jalan Jatibaru Raya telah mengesampingkan hak pejalan kaki dalam menggunakan fasilitas trotoar karena trotoar yang seharusnya dilewati oleh pejalan kaki, dialihfungsikan menjadi lokasi sementara PKL berdagang.

Berikut gambar kondisi keberadaan tenda khusus PKL yang berada di Jalan Jatibaru Raya :

(54)

41

Gambar II.E.1. Tendanisasi PKL di Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang

Sumber : DetikNews.com, diakses pada 5 Oktober 2019.

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat kondisi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang yang menjadi lokasi sementara PKL yang berada di kawasan Tanah Abang. Terlihat banyaknya tenda yang memenuhi jalan tersebut, dan di sisi lain terdapat operasional transjakarta yang melintas untuk mengangkut dan menurunkan penumpang.

Tahap kedua, pemerintah DKI Jakarta melakukan sosialisasi dengan PKL yang berada di tempat relokasi sementara yaitu di Jalan Jatibaru Raya.

Sosialisasi dilakukan dengan cara melakukan pendataan jumlah PKL dan membuka pendaftaran untuk PKL yang akan direlokasi ke jembatan penyeberangan multiguna Tanah Abang.

Seperti yang disampaikan oleh Bapak AS, Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang yang mengatakan bahwa:

―Jadi, Gubernur itu mengajukan ke UMKM Kecamatan untuk mendata pedagang kaki lima yang ada dibawah, mereka didata, terus akhirnya dipindahkanlah ke tenda-tenda, dulu ada tenda- tenda kan, terus akhirnya dibangunlah JPM Tanah Abang ini, setelah itu dipindahkanlah pedagang yang dari tenda itu ke atas

(55)

42

sini. Tapi hanya yang memiliki KTP DKI Jakarta saja yang dapat direlokasi ke JPM ini‖ (Wawancara Bapak AS, 8 Agustus 2019).

Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak AS selaku Penanggung jawab atas JPM Tanah Abang, hanya PKL yang memiliki KTP DKI Jakarta saja yang dapat mendaftar untuk nantinya direlokasi ke JPM Tanah Abang.

Hal yang sama diungkapkan oleh Ibu NR, pedagang tas di JPM Tanah Abang yang pernah berdagang di tenda khusus PKL di Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang mengatakan bahwa:

―Awalnya sih sebelum yang jualan yang dikasih tenda itu, kita didata dulu tuh syaratnya KTP nya harus KTP Jakarta, setelah itu kita dapat nomer undian tempat jualannya kita dapat nomer berapa di tenda itu gitu. Eh gak berapa lama kan katanya mau dibangun jembatan nih, terus kita yang di tenda di data ulang buat nanti dipindahin ke jembatan ini. Nih ini semua yang jualan disini kebanyakan yang dari bawah semua yang dari tenda‖

(Wawancara Ibu NR, 21 Agustus 2019).

Dari hasil wawancara penulis dengan Ibu NR, selaku pedagang di JPM Tanah Abang, sebelum PKL direlokasi ke tenda yang berada di Jalan Jatibaru, terlebih dahulu dilakukan pendaftaran bagi PKL yang akan direlokasi sementara di tenda. Menurut Ibu NR, pendaftaran PKL hanya yang memiliki KTP DKI Jakarta. Dengan demikian, upaya penataan PKL di Tanah Abang hanya diperuntukan oleh PKL yang berasal dari DKI Jakarta.

Gambar

Tabel I.A.1.  Alokasi PKL Berdasarkan Wilayah Tahun 2018 ............................
Gambar II.A.1  Peta Wilayah Jakarta Pusat ……………………………………..29  Gambar II.C.1 Peta Lokasi Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah
Tabel I.A.1. Alokasi PKL berdasarkan Wilayah tahun 2018
Tabel I.D.1. Matriks Tinjauan Pustaka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa tegangan pada pipa pada sistem pemanas thermal oil boiler ini, didapatkan atau layak untuk di install, karena hasil analisa memperlihatkan bahwa dengan

Algoritma LUC sebenarnya hampir sama dengan metode kriptografi yang lain yaitu metode RSA (Rivest, Shamir, Adleman), hanya saja fungsi pangkat pada metode RSA diganti

Suatu penelitian laboratorium untuk mengukur konduktivitas tennal bahan yang bersifat isolator adalah metode Lees dengan menggunakan alat berbentuk cakram. Cab'am Lees

Ada beberapa faktor yang didukung untuk mencapai tujuan para penghafal al-Qur’an yaitu niat yang ikhlas, meminta izin kepada orang tua atau suami, mempunyai tekad yang besar

Melalui tanya jawab via Whatssapp , siswa dapat menyebutkan isi teks yang dikirm guru melalui whatssapp, berkaitan dengan lingkungan sehat menggunakan bahasa lisan (dapat

Sistem selanjutnya akan meneruskan ke proses eksekusi perintah dengan data audio yang di- sintesa pada proses Speech to Text, nama perilaku robot, dan koordinat posisi yang didapat

Maka diperlukan adanya inovasi untuk mengukuhkan kembali peran perpustakaan YPI PIP melalui inovasi yang berorientasi pada kebangkitan perpustakaan ini, diantaranya

Berdasarkan hasil pengujian mutu fisik sediaan gel ekstrak kulit bawang merah dengan variasi konsentrasi gelling agent CMC-Na yang meliputi uji organoleptis, uji