• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Non-Klinik (Manajerial)

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 29-38)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

2.2.4 Ruang Lingkup IFRS

2.2.4.2 Fungsi Non-Klinik (Manajerial)

Fungsi non klinik biasanya tidak secara langsung dilakukan sebagai bagian dari pelayanan pasien, seringkali merupakan tanggung jawab apoteker rumah sakit, serta tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain,

16

Universitas Indonesia

meskipun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).

Lingkup fungsi farmasi non klinik meliputi perencanaan; penetapan spesifikasi produk dan pemasok; pengadaan; pembelian; produksi; penyimpanan; pengemasan dan pengemasan kembali; distribusi; dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara keseluruhan. Fungsi non klinik juga meliputi pengelolaan perbekalan farmasi diantaranya :

1) Pemilihan

Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan pemilihan obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.

2) Perencanaan

Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan berdasarkan dari acuan buku–buku seperti DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku yang terdiri dari data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan.

Untuk dapat melakukan perencanaan perbekalan farmasi yang baik maka diperlukan suatu metode perencanaan. Ada tiga metode perencanaan, yaitu :

2. Metode epidemiologi, dibuat berdasarkan pola penyakit di rumah sakit periode sebelumnya maupun pola penyakit di sekitar rumah sakit yang diperkirakan akan terjadi,

3. Metode kombinasi konsumsi & epidemiologi.

Sebelum perencanaan diadakan, perlu dievaluasi terlebih dahulu apakah perencanaan sudah mendekati benar atau belum. Untuk itu ada beberapa mekanisme evaluasi, diantaranya:

a. Analisa ABC (Pareto)

Analisis ABC adalah analisis yang digunakan dalam beberapa sistem persediaan untuk menganalisis pola konsumsi dan jumlah dari total konsumsi untuk semua item. Analisa ABC merupakan pembagian konsumsi obat dan pengeluaran untuk perencanaan dengan membagi obat yang dikonsumsi menjadi 3 kategori, yaitu: (1) Golongan A: always 10-20% item obat saja yang disediakan, tapi dana yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini sangat besar yaitu mencapai 70-80% dari keseluruhan dana, (2) Golongan B: better 20-40% item obat yang disediakan, dana yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini cukup besar yaitu mencapai 10-15% dari keseluruhan dana, dan (3) Golongan C: control ketersediaannya sangat banyak yaitu mencapai 60% dari keseluruhan item obat, namun kebutuhan dana yang dikeluarkan dalam pengadaannya rendah yaitu hanya 5-10% dari keseluruhan dana.

Kelompok Jumlah Item Nilai

A 20% 80%

B 30% 15%

C 50% 5%

b) Analisa VEN

Analisa VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok aman dan harga penjualan obat. Kategori obat sistem VEN yaitu (1) V (Vital) adalah obat-obat yang termasuk dalam potensial life saving drug, mempunyai efek samping withdrawl secara signifikan (pemberian harus secara teratur dan penghentiannya tidak tiba-tiba) atau sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar. Contohnya: diazepam injeksi, digoksin tablet,

18

Universitas Indonesia

atropin sulfat injeksi, (2) E (Essensial) adalah obat-obat yang efektif untuk mengurangi kesakitan, namun demikian sangat signifikan untuk bermacam-macam penyakit tetapi tidak vital secara absolut (penting tetapi tidak vital), untuk penyediaan sistem kesehatan dasar. Contohnya: dizepam tablet, paracetamol tablet, amoksisilin tablet, dan (3) N (Non Essensial) merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragukan termasuk terhitung mempunyai biaya tinggi untuk memperoleh keuntungan terapeutik. Contohnya: ferrosi sulfat tablet, obat kumur, aspirin pediatrik tablet.

c) EOQ (Economic Order Quantity)

Sistem ini ditetapkan untuk menentukan jumlah perbekalan farmasi yang paling ekonomis yang harus dipesan. Dengan metode ini diharapkan akan dapat meminimalkan jumlah penyimpangan perbekalan farmasi yang akan disediakan. Metode ini menetapkan jumlah order maksimal dalam waktu tertentu dengan meminimalkan biaya.

Keterangan:

D : Jumlah kebutuhan obat per tahun Cs : Biaya pemesanan

i : % biaya penyimpanan P : Harga barang / obat per unit

d) EOI (Economic Order Interval)

Sistem ini digunakan untuk menentukan interval waktu yang dibutuhkan untuk sistem pemesanan perbekalan farmasi yang dianggap paling ekonomis dan mengelompokkan persediaan yang akan diorder tiap bulan, 4 bulan, 6 bulan dan seterusnya.

atau

Keterangan :

D : Jumlah kebutuhan obat per tahun

P i D Cs EOQ2 D P i Cs EOI2 D EOQ EOI

Cs : Biaya pemesanan i : % biaya penyimpanan P : Harga barang / obat per unit

e) Analisis ROP (ReOrder Point)

ROP yaitu jumlah persediaan yang ideal saat dilakukannya pemesanan ulang (Quick et al., 1997).

3) Pengadaan

Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian yang dilakukan secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi) dan secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan; produksi/pembuatan sediaan farmasi yang terdiri dari produksi steril dan non steril serta pengadaan melalui sumbangan/droping/hibah. Metode untuk melakukan pengadaan yaitu:

a. Open tender (tender terbuka), merupakan sistem terbuka bagi produsen

dan distributor obat dan alat kesehatan untuk mengajukan penawaran, dengan persyaratan dan kriteria yang ditetapkan pihak rumah sakit, tender diumumkan di media massa.

b. Restricted tender (tender tertutup), merupakan sistem tender bagi produsen

dan distributor tertentu yang telah memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditetapkan, lebih menghemat biaya dan waktu.

c. Negotiated procurement (sistem kontrak), merupakan sistem pengadaan

dengan menyusun perjanjian kontrak jual beli antara rumah sakit dan pemasok. Biasanya untuk barang-barang yang sulit didapatkan dan harus tersedia di rumah sakit dan pihak supplier dapat menjamin ketersediaan barang tersebut.

d. Direct procurement (pemesanan langsung), merupakan sistem pengadaan

dengan membeli langsung barang yang dibutuhkan oleh rumah sakit kepada pemasok, biasanya untuk mengurangi resiko kerusakan barang selama penyimpanan dan untuk obat-obat yang harganya mahal, yang penggunaannya belum jelas.

20

Universitas Indonesia

4) Penerimaan

Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa, barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan expired date minimal 2 tahun.

5) Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dan memenuhi syarat. Penyediaan perbekalan farmasi harus disimpan oleh tenaga yang kompeten, terdidik, terlatih dan mempunyai izin untuk menangani yaitu apoteker. Tujuan dari penyimpanan perbekalan farmasi:

a) Memelihara mutu obat

b) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab c) Menjaga kelangsungan persediaan

d) Memudahkan pencarian dan pengawasan

e) Memudahkan pengawasan persediaan (stok), kerusakan dan kadaluarsa f) Menjamin keamanan dari pencurian dan kebakaran

g) Menjamin pelayanan yang cepat dan cepat Syarat penyimpanan :

a. Accesibility: mudah diakses

b. Utilities: memiliki sumber listrik, air, AC dan sebagainya.

c. Communicatio: memiliki alat komunikasi (misalkan: telepon)

d. Drainage: berada di lingkungan yang baik denga sistem pengairan yang

baik

e. Size: harus cukup menampung barang yang ada

f. Security: aman dari pencurian, penyalahgunaan dan hewan pengganggu.

Kegiatan penyimpanan perbekalan farmasi meliputi: perencanaan dan penyusunan kebutuhan, penerimaan, pemeriksaan barang, pengiriman barang dan pencatatan barang. Hal yang harus diteliti dalam proses penerimaan barang

adalah kelengkapan dokumen pendukung seperti faktur atau surat jalan dan meneliti kondisi barang meliputi jenis, jumlah dan kondis fisik barang saat diterima. Barang yang telah diterima disimpan sesuai dengan ketentuan penyimpanan.

Sistem penyimpanan perbekalan farmasi yang ada:

a) Berdasarkan bentuk sediaan, dipisahkan antara sediaan padat (misal: tablet) dan cair (misal: syrup) dan alat kesehatan,

b) Alphabetis, penyimpanan berdasarkan huruf depan dari nama obat dan disusun dari huruf A sampai Z,

c) Berdasarkan kelas terapi atau farmakoterapi, menyangkut tentang indikasi obat yang disimpan misalnya antibiotik, antidiabetes, antihipertensi, obat batuk,

d) Berdasarkan suhu, dibagi berdasarkan suhu kamar, sejuk, kering dan suhu < 0oC misalnya suppositoria, injeksi, vaksin,

e) Obat-obat yang mudah terbakar, seperti eter, anastetik lokal, gas medik (misalnya: CO2, nitrogen dan oksigen), dan obat sitostatik disimpan ditempat tersendiri,

f) Obat narkotika dan obat keras tertentu disimpan tersendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan,

g) Sistem FIFO dan FEFO atau kombinasi keduanya untuk menghindari terjadinya stok yang kadaluarsa.

6) Pendistribusian

Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, metode sentralisasi atau desentralisasi, sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.

22

Universitas Indonesia

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 pendistribusian perbekalan farmasi dibagi menjadi tiga yaitu:

a) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.

b) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek Rumah Sakit.

c) Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar Jam Kerja

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh apotek rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi.

Secara umum ada empat sistem distribusi obat di rumah sakit yaitu: a) Sistem Distribusi Obat Resep Individual (Individual Prescription)

Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order atau resep atas nama Pasien Rawat Tinggal (PRT) tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari IFRS. Resep oleh perawat di kirim ke IFRS, kemudian resep itu di proses sesuai dengan cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Keuntungan dari sistem distribusi ini adalah (1) semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita, (2) memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter- perawat-penderita, (3) memungkinkan pengendalian yang lebih dekat

atas perbekalan, (4) mempermudah penagihan biaya obat penderita (Siregar dan Amalia, 2004).

Kelemahan dari sistem distribusi ini adalah (1) kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita, (2) jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat, (3) memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat, (4) terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan konsumsi (Siregar dan Amalia, 2004).

b) Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruang (Floor Stock)

Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu. Dalam sistem ini semua persediaan obat di ruang di supply oleh IFRS. Biasanya sekali seminggu personel IFRS memeriksa persediaan obat di ruang, lalu menambah obat, yang persediaannya sudah sampai tanda batas pengisian kembali (Siregar dan Amalia, 2004).

Keuntungan dari sistem Floor Stock adalah (1) obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita, (2) peniadaan pengembalian obat-obatan yang tidak terpakai ke IFRS, (3) pengurangan penyalinan kembali order obat, dan (4) pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan.

Kerugian dari sistem Floor Stock antara lain (1) kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker, (2) meningkatnya persediaan obat di unit perawat, (3) meningkatnya pencurian obat dan bahaya yang berhubungan dengan kerusakan obat, (4) diperlukan penambahan modal investasi, dan (5) diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat- obatan (Siregar dan Amalia, 2004).

c) Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual dan Persediaan di Ruang

Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 29-38)

Dokumen terkait