• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”

JL. S. PARMAN KAV 84-86 JAKARTA

PERIODE SEPTEMBER – OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

PUTRI RAHMAWATI, S.Far.

1206330002

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”

JL. S. PARMAN KAV 84-86 JAKARTA

PERIODE SEPTEMBER – OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

PUTRI RAHMAWATI S.Far.

1206330002

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)

Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Putri Rahmawati, S.Far.

NPM : 1206330002

Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jl.S.Parman Kav 84-86 Jakarta September – Oktober 2013

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

(4)

iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah

saya nyatakan dengan benar.

Nama : Putri Rahmawati, S.Far

NPM : 1206330002

Tanda Tangan :

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 2 September – 31 Oktober 2013.

Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian mengenai farmasi di rumah sakit sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap MS., selaku Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013. 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi

Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

4. Bapak dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B.Onk, M.Epid., selaku Direktur Utama Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”.

5. Ibu Dra. Agusdini Banun S, Apt., MARS., selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker ”Dharmais” dan pembimbing PKPA.

6. Ibu Dra. Guswita, Apt, M.Si., selaku pembimbing lapangan di Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”.

7. Ibu Prof. Dr. Effionora Anwar, MS., Apt., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan laporan.

(6)

vi

8. Seluruh staf dan karyawan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker ”Dharmais” yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker.

9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXVII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini jauh dari sempurna. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama kegiatan PKPA ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca Terima kasih.

Penulis

(7)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Putri Rahmawati, S.Far NPM : 1206330002

Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi

Jenis karya : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS” JL. S. PARMAN KAV 84-86 JAKARTA PERIODE SEPTEMBER - OKTOBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok

Pada Tanggal : 10 Januari 2014 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

Nama : Putri Rahmawati, S.Far

NPM : 1206330002

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jl. S. Parman Kav. 84-86 Jakarta Periode September – Oktober 2013

Seiring dengan perkembangan zaman, orientasi praktik kefarmasian telah mengalami perubahan yang awalnya berorientasi pada produk menjadi berorientasi pada pasien. Apoteker sebagai tenaga profesi di rumah sakit memiliki peran yang sangat penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di bidang kefarmasian. Untuk dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang baik di rumah sakit, seorang Apoteker harus memiliki kemampuan profesional dan pengetahuan yang memadai serta berorientasi kepada kepentingan pasien. Kemampuan profesional apoteker tidak terbatas pada sisi teknis kefarmasian saja, tapi juga dalam fungsi manajemen kefarmasian di rumah sakit. Oleh sebab itu, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerjasama dengan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” untuk menyelenggarakan program Praktik Kerja Profesi Apoteker pada September – Oktober 2013. Tugas Khusus dengan judul Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Lantai VII dan Lantai VIII di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” bertujuan untuk mengetahui waktu tanggap pelayanan resep pada pasien rawat inap di lantai VII dan lantai VIII Rumah Sakit Kanker Dharmais.

Kata Kunci : Rumah Sakit Kanker Dharmais, Response Time, Pelayanan Resep, Rawat Inap

Tugas umum : xiv + 143 halaman, 38 lampiran Tugas Khusus : v + 25 halaman, 4 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 11 (1997 – 2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 3 (2004 – 2012)

(9)

Name : Putri Rahmawati, S.Far

NPM : 1206330002

Study Program : Apothecary

Title : Report of Pharmacist Internship Program at Dharmais Cancer Hospital Jl. S. Parman Kav 84 - 86 Jakarta Period of September - October 2013

Along with the times, the orientation of pharmacy practice has changed which was originally product oriented turned into patient oriented. Pharmacist as professional workers in hospitals has a very important role in implementing health care in the field of pharmacy. To be able to give a good pharmacy services in hospitals, a pharmacist must have professional skills, adequate knowledge, and oriented to patient . The ability of professional pharmacists are not limited to the technical side of pharmacy, but also in pharmacy management functions in the hospital. Therefore, Faculty of Pharmacy, University of Indonesia coorporating with Dharmais Cancer Hospital organized Pharmacist Internship Program in September – October 2013. Specific Assignment titled “Response Time of service prescription in hospitalized patients on the VII floor and VIII floor Dharmais Cancer Hospital” aims to determine the response time of service prescription in hospitalized patients on the VII floor and VIII floor Dharmais Cancer Hospital.

Keywords : Dharmais Cancer Hospital, Response Time, Prescription Services, Inpatient

General Assignment : xiv + 143 pages, 38 appendices Specific Assignment : v + 25 pages, 4 appendices Bibliography of General Assignment : 11 (1997 – 2013) Bibliography of Specific Assignment : 3 (2004 – 2012)

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Rumah Sakit ... 3

2.1.1 Definisi Rumah Sakit... 3

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 3

2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit ... 6

2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit ... 12

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ... 12

2.2.1 Definisi IFRS... 12

2.2.2 Tujuan IFRS ... 13

2.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS ... 13

2.2.4 Ruang Lingkup IFRS ... 14

2.2.4.1 Fungsi Klinik (Pelayanan) ... 14

2.2.4.2 Fungsi Non-Klinik (Manajerial)... 15

2.2.4.3 Fungsi Produksi ... 24

2.2.5 Struktur Organisasi IFRS ... 25

2.3 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ... 26

2.4 Formularium Rumah Sakit ... 29

3. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS” .... 31

3.1 Sejarah Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 31

3.2 Visi, Misi, Motto, Falsafah dan Budaya Kerja Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 32

3.2.1 Visi ... 32

3.2.2 Misi ... 32

3.2.3 Motto ... 32

3.2.4 Falsafah dan Budaya Kerja ... 33

3.3 Maksud dan Tujuan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 33

(11)

3.8 Akreditasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 37

4. TINJAUAN UMUM INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS” ... 38

4.1 Latar belakang ... 38

4.2 Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi ... 38

4.2.1 Visi ... 38 4.2.2 Misi ... 38 4.2.3 Falsafah ... 39 4.2.4 Tujuan ... 39 4.2.5 Fungsi ... 39 4.3 Struktur Organisasi ... 40

4.4 Peran dan Kegiatan ... 40

4.4.1 Manajemen Farmasi ... 40 4.4.1.1 Pemilihan... 41 4.4.1.2 Perencanaan ... 42 4.4.1.3 Pengadaan ... 43 4.4.1.4 Penerimaan Barang ... 43 4.4.1.5 Penyimpanan ... 43 4.4.1.6 Pendistribusian ... 44 4.4.1.7 Pengendalian ... 44 4.4.1.8 Penghapusan ... 45

4.4.1.9 Pelayanan Pasien Rawat Inap ... 46

4.4.2 Produksi ... 46

4.4.2.1 Produksi Non-steril ... 47

4.4.2.2 Produksi Steril dan PIVAS... 47

4.4.3 Pelayanan Farmasi Klinik... 48

4.4.4 Pencatatan dan Pelaporan ... 50

5. INSTALASI PENUNJANG: INSTALASI STERILISASI SENTRAL DAN BINATU, BAGIAN REKAM MEDIS, DAN INSTALASI KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT “DHARMAIS” ... 52

5.1 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 52

5.1.1 Definisi ... 52

5.1.2 Tujuan dan Tugas ISS ... 52

5.1.3 Aktivitas Fungsional ISS... 53

5.1.4 Pelayanan ISSB di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 54

5.1.5 Autoclave Gettinge ... 57

5.2 Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Kankes “Dharmais” ... 60

5.3 Instalasi Kesehatan Lingkungan (IKL) dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 63

5.3.1 Pengelolaan Limbah Padat ... 63

(12)

xii

6. PEMBAHASAN ... 74

6.1 Aspek Manajemen Farmasi ... 74

6.1.1 Pemilihan ... 74 6.1.2 Perencanaan ... 77 6.1.3 Pengadaan ... 78 6.1.4 Penerimaan ... 79 6.1.5 Penyimpanan ... 80 6.1.6 Pendistribusian ... 82

6.1.7 Pelayanan Obat Pasien Rawat Inap ... 88

6.1.8 Pengendalian ... 89

6.1.9 Penghapusan ... 90

6.2 Produksi ... 91

6.2.1 Produksi Non Steril ... 91

6.2.2 Produksi Steril ... 92

6.2.2.1 PIVAS (Pharmacy Intravenous Admixture Service) 94 6.2.2.2 Pencampuran Obat Kanker Oral... 96

6.3 Farmasi Klinik ... 98

6.3.1 Konseling dan Pelayanan Informasi Obat ... 98

6.3.2 Pemantauan Terapi Obat ... 98

6.3.3 Monitoring Interaksi Obat ... 99

6.3.4 Monitoring Efek Samping Obat ... 99

6.3.5 Ronde atau Visite ... 99

6.4 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu ... 99

6.5 Bagian Rekam Medik ... 100

6.6 Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3... 102

7. KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

7.1 Kesimpulan... 103

7.2 Saran ... 103

DAFTAR ACUAN ... 105

(13)

Gambar 5.1 Alur Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu Rumah Sakit

Kanker “Dharmais” ... 55

Gambar 5.2 Alur Pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 67

Gambar 5.3 Alur Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 73

Gambar 6.1 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi ... 79

Gambar 6.2 Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Tunai ... 82

Gambar 6.3 Alur Pelayanan Resep Pasien Askes ... 83

Gambar 6.4 Alur Pelayanan Resep Pasien Jamkesmas dan KJS ... 84

Gambar 6.5 Alur Pelayanan Resep SAFARJAN ... 85

Gambar 6.6 Alur Pelayanan Resep Satelit Obat Tradisional ... 87

Gambar 6.7 Matriks VEN-ABC ... 90

Gambar 6.8 Alur pencampuran obat injeksi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 96

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ... 106

Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi... 107

Lampiran 3. Surat Pesanan Barang ... 108

Lampiran 4. Alur Pelayanan ISS ... 109

Lampiran 5. Autoclave ... 110

Lampiran 6. Sterrad® NX ... 111

Lampiran 7. Denah Ruang ISS ... 112

Lampiran 8. Formulir Penyerahan Barang Belum Steril ... 113

Lampiran 9. Indikator Kimia Eksternal dan Indikator Kimia Internal... 114

Lampiran 10. Indikator Bowie and Dick Test ... 115

Lampiran 11. Indikator Biologi (Attest) ... 116

Lampiran 12. Struktur Organisasi Bagian Rekam Medik ... 117

Lampiran 13. Alur Rekam Medik Pasien Baru ... 118

Lampiran 14. Alur Rekam Medik Pasien Lama ... 119

Lampiran 15. Incinerator ... 120

Lampiran 16. Tempat Penampungan Sementara (TPS) ... 121

Lampiran 17. Formulir Permintaan Obat Baru di Luar Standar... 122

Lampiran 18. Material Request... 123

Lampiran 19. Blanko Surat Pesanan Narkotika... 124

Lampiran 20. Blanko Surat Pesanan Psikotropika ... 125

Lampiran 21. Berita Acara Penerimaan ... 126

Lampiran 22. Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban Udara ... 127

Lampiran 23. Dokumentasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara ... 128

Lampiran 24. Kartu stok ... 129

Lampiran 25. Bon Permintaan Barang ... 130

Lampiran 26. Plastik Obat ... 131

Lampiran 27. Formulir Pemantauan Obat dan Alkes Emergency ... 132

Lampiran 28. Kartu Indeks (Kardeks)... 133

Lampiran 29. Blanko Mutasi Barang... 134

Lampiran 30. Formulir Pelayanan Pencampuran IV Admixture ... 135

Lampiran 31. Blanko Pelayanan Pencampuran Obat Kanker ... 136

Lampiran 32. Etiket ... 137

Lampiran 33. Formulir Pemantauan Pengobatan ... 138

Lampiran 34. Formulir Pelayanan Informasi Obat ... 139

Lampiran 35. Formulir Konseling Pasien Pulang ... 140

Lampiran 36. Formulir Konseling Pasien Rawat Jalan ... 141

Lampiran 37. Produk yang akan Disterilisasi ... 142

(15)

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan kesehatan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu unit pelaksana pelayanan kesehatan yang berfungsi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan terhadap peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu pelayanan di rumah sakit yang memegang peranan penting dalam berjalannya pelayanan kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan farmasi di rumah sakit secara tersentral dikelola oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), dimana IFRS merupakan tempat penyelenggaraan semua pekerjaan kefarmasian di rumah sakit itu sendiri.

Seiring dengan perkembangan zaman, orientasi praktik kefarmasian telah mengalami perubahan yang awalnya berorientasi pada produk (product oriented) menjadi berorientasi pada pasien (patient oriented). Apoteker sebagai tenaga profesi di rumah sakit memiliki peran yang sangat penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di bidang kefarmasian. Untuk dapat memberikan pelayanan

(16)

2

Universitas Indonesia

kefarmasian yang baik di rumah sakit, seorang Apoteker harus memiliki kemampuan profesional dan pengetahuan yang memadai serta berorientasi kepada kepentingan pasien. Kemampuan profesional apoteker tidak terbatas pada sisi teknis kefarmasian saja, mengingat fungsi manajemen juga merupakan suatu hal yang penting diperhatikan.

Berdasarkan hal tersebut,untuk melengkapi teori yang telah didapatkan calon apoteker selama masa perkuliahan, maka Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia bekerjasama dengan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” untuk

menyelenggarakan program Praktik Kerja Profesi Apoteker pada periode 2 September – 31 Oktober 2013. Diharapkan melalui pengamatan secara langsung terhadap kegiatan yang dilakukan di rumah sakit khususnya di bagian instalasi farmasi, calon apoteker dapat lebih siap untuk terjun secara khusus ke dunia profesi apoteker di rumah sakit.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah

Sakit Kanker “Dharmais” adalah sebagai berikut :

1. Memahami tugas dan fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker

“Dharmais”.

2. Memahami dan mengetahui peran dan tanggung jawab Apoteker di Rumah Sakit.

3. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang manajemen (perencanaan, pengadaan, penyimpanan, produksi, distribusi) dan klinis (PIO, komunikasi, edukasi, konseling).

(17)

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit didefinisikan sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan. Menurut Siregar dan Amalia (2004), Rumah Sakit merupakan suatu struktur terorganisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan kesehatan serta fasilitas fisik kedalam suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Presiden Republik Indonesia, 2009b).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi yaitu menyediakan, dan menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pelayanan rehabilitatif serta pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Selain itu Rumah sakit berfungsi sebagai tempat pelatihan, pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu dan tekhnologi di bidang kesehatan serta administrasi umum dan keuangan (Siregar dan Amalia, 2004). Secara lebih ringkas fungsi rumah sakit yaitu :

(18)

4

Universitas Indonesia

a. Pelayanan pasien

Pelayanan pasien yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis, pelayanan farmasi dan pelayanan keperawatan. Di samping itu untuk mendukung pelayanan medis, rumah sakit juga mengadakan pelayanan berbagai jenis laboratorium.Pelayanan pasien terbagi menjadi dua yaitu pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan pasien rawat jalan, dewasa ini semakin penting sebagai fungsi dan tanggungjawab rumah sakit kepada komunitas karena pelayanan ini bersifat pencegahan penyakit yang lebih parah dan juga untuk peningkatan kesehatan. Pelayanan pasien melibatkan pemeriksaan dan diagnosis, pengobatan kesakitan atau luka, pengobatan pencegahan, rehabilitasi, perawatan, pemulihan, dan pelayanan tertentu lainnya (Siregar dan Amalia, 2004).

b. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan sebagai suatu fungsi rumah sakit terdiri atas dua bentuk utama yaitu :

1) Pendidikan dan pelatihan profesi kesehatan

Program pendidikan Rumah sakit mencakup program formal (kedokteran

dan perawat); program “in-service training” untuk personal profesional, seperti residen dan program “on the job training” untuk personal non profesional.

Program itu penting karena memberikan pengalaman pembelajaran praktek yang perlu dalam penyelamatan hidup manusia (Siregar dan Amalia, 2004). 2) Pendidikan dan pelatihan pasien.

Pendidikan dan pelatihan pasien merupakan suatu fungsi Rumah sakit yang penting dalam suatu lingkup yang jarang disadari oleh masyarakat. Pendidikan tentang obat sangat penting diberikan kepada pasien, untuk meningkatkan kepatuhan, mencegah penyalahguanaan obat, dan meningkatkan hasil terapi yang optimalo dengan penggunaan obat yang sesuai dan tepat (Siregar dan Amalia, 2004).

c. Penelitian

Rumah sakit melakukan penelitian sebagai suatu fungsi vital untuk dua maksud utama, yaitu memajukan pengetahuan medik tentang penyakit dan peningkatan atau perbaikan pelayanan rumah sakit. Kedua maksud tersebut

(19)

ditujukan pada tujuan dasar dari pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi penderita. Contoh kegiatan penelitian dalam rumah sakit mencakup merencanakan prosedur diagnosis yang baru, melakukan percobaan laboratorium dan klinik, pengembangan dan menyempurnakan prosedur pembedahan baru, mengevaluasi obat investigasi, dan penelitian formulasi obat yang baru.

d. Kesehatan masyarakat

Tujuan utama dari fungsi rumah sakit yang keempat ialah membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan (illness) dan meningkatkan kesehatan umum penduduk. Contoh kegiatan kesehatan masyarakat adalah hubungan kerja yang erat dari rumah sakit yang mempunyai bagian kesehatan masyarakat untuk penyakit menular, partisipasi dalam program deteksi penyakit, seperti TBC, diabetes, hipertensi dan kanker, partisipasi dalam program inokulasi masyarakat seperti terhadap influensa dan poliomielitis, serta partisipasi bagian layanan ambulatori dalam pendidikan praktik kesehatan rutin yang lebih baik, dan lain-lain. Apoteker rumah sakit mempunyai peluang memberikan kontribusi pada fungsi ini dengan mengadakan brosur informasi kesehatan, pelayanan pada penderita rawat jalan dan dengan memberi konseling tentang penggunaan obat yang aman dan tindakan pencegahan keracunan.

e. Pelayanan Rujukan Upaya Kesehatan

Pelayanan rujukan merupakan suatu upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggungjawab timbal balik atas kasus atau masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal kepada pihak yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap dan mempunyai kemampuan lebih tinggi (Siregar dan Amalia, 2004).

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit memiliki tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugas tersebut, maka rumah sakit memiliki fungsi :

(20)

6

Universitas Indonesia

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Rumah Sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna, tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit

Tujuan pengklasifikasikan rumah sakit agar dapat mengadakan evaluasi yang lebih tepat untuk penggolongan rumah sakit. Ada beberapa jenis pengklasifikasi rumah sakit, yaitu:

Menurut Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Rumah Sakit Umum

Rumah sakit umum adalah rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

b. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dibagi menjadi dua yaitu : a. Rumah Sakit Publik

Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola

(21)

Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.

b. Rumah Sakit Privat

Rumah sakit privat dapat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan. Rumah Sakit pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan. Rumah Sakit pendidikan merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya (Anonim, 2009).

Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.

Rumah Sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit. Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin,Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.

Rumah sakit khusus diklasifikasikan menjadi tiga yakni : a. Rumah Sakit Khusus kelas A

Rumah Sakit Khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.

b. Rumah Sakit Khusus kelas B

Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.

(22)

8

Universitas Indonesia

c. Rumah Sakit Khusus kelas C

Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.

Klasifikasi Rumah Sakit umum berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 340/MENKES/PER/2010, terdiri atas :

1) RSU kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) subspesialis, meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah..

2) RSU kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar, meliputi : Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan, Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 200 (dua ratus) buah.

3) RSU kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan Pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik, meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan, Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 100 (seratus) buah.

(23)

4) RSU kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar, meliputi Pelayanan Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat) jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Jumlah tempat tidur minimal 50 (lima puluh) buah.

Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit yang telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu (Siregar dkk., 2004). Standar pelayanan rumah sakit terdiri dari 16 kelompok kerja (POKJA) yaitu :

1) Administrasi dan Manajemen 2) Pelayanan Medis

3) Pelayanan Gawat darurat 4) Pelayanan Keperawatan 5) Rekam Medik

6) Pelayanan Farmasi

7) Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana 8) Pelayanan Radiologi

9) Pelayanan Laboratorium 10) Kamar Operasi

11) Pelayanan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (DALIN) 12) Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi

13) Pelayanan Rehabilitasi Medik 14) Pelayanan Gizi

15) Pelayanan Intensif 16) Pelayanan Darah

Penilaian tahap I meliputi point 1-5, tahap II meliputi point 1-2 dan tahap III meliputi point 1-16.Setiap pelayanan dari POKJA tersebut memuat sebagian atau seluruh standar yaitu:

(24)

10

Universitas Indonesia

Standar 1. Falsafah dan tujuan

Standar 2. Administrasi dan pengelolaan Standar 3. Staf dan pimpinan

Standar 4. Fasilitas dan peralatan Standar 5. Kebijakan dan prosedur

Standar 6. Pengembangan staf dan program pendidikan Standar 7. Evaluasi dan pengembangan mutu

Tahap awal akreditasi rumah sakit adalah penilaian lima standar pelayanan pertama. Jika kelima POKJA tersebut sudah dinyatakan lulus,tiga tahun kemudian dilanjutkan hingga standar pelayanan kedua belas dan diteruskan penilaiannya hingga standar pelayanan keenam belas.

Penilaian rumah sakit tersebut dilakukan Instrument Self Assesment yang disusun oleh Departemen Kesehatan yang dapat dilaksanakan secara intern oleh rumah sakit yang bersangkutan dan oleh badan yang dibentuk Kementerian Kesehatan RI yang disebut KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) (Kementerian Kesehatan RI, 1999).

Dalam suatu penilaian ada 4 hasil keputusan akreditasi yaitu : 1) Tidak terakreditasi

Rumah sakit tidak mendapat status akreditasi jika belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan, ada satu atau lebih kegiatan pelayanan yang memperoleh skor kurang dari 65%. atau perolehan rata-rata dari semua kegiatan pelayanan yang dinilai hanya mencapai 65% atau kurang.

2) Akreditasi bersyarat

Rumah sakit telah memenuhi syarat minimal, tetapi belum cukup karena ada beberapa pelayanan dengan rekomondasi khusus (skor minimal 65% dan setiap bidang tidak mempunyai nilai kurang dari 60%). Diberikan waktu 1 tahun untuk perbaikan.

3) Akreditasi penuh

Rumah sakit telah dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh komisi akreditasi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya. Total skor minimal adalah 75% dan dari masing-masing bidang pelayanan skor tidak ada yang kurang dari 60%. Berlaku untuk 3 tahun rumah sakit yang bersangkutan, dapat mengajukan

(25)

permohonan untuk akreditasi pada periode berikutnya yaitu 3 bulan sebelum masa berlakunya status masa akreditasi berakhir.

4) Akreditasi istimewa

Rumah sakit lulus akreditasi 3 periode berturut-turut akan memperoleh status akreditasi untuk 5 tahun ke depan (Kementerian Kesehatan RI, 1999).

Akan tetapi, mulai tahun 2012 akan diberlakukan sistem akreditasi yang baru yaitu sistem akreditasi KARS 2012. Dengan adanya sistem akreditasi KARS 2012 akan merubah paradigma. Awalnya tujuan rumah sakit melakukan akreditasi hanya semata-mata untuk kelulusan, tetapi sekarang juga menekankan pada pelayanan berfokus pada pasien serta kesinambungan pelayanan dan menjadikan keselamatan pasien sebagai standar utama. Hasil survei penilaian atau kelulusan untuk sistem akreditasi KARS 2012 ini berupa level pencapaian yang merupakan upaya pencapaian RS terhadap penilaian yang ditentukan. Level tersebut adalah dasar, madya, utama, dan pencapaian tertinggi adalah paripurna. Sistem ini berlaku pada Juli 2012 sesuai dengan. Tingkat penilaian kelulusan akreditasi antara lain :

1. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit 2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

3. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)

4. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) 5. Millenium Development Goal’s (MDG’s)

6. Akses Pelayanan dan Kontinuitas pelayanan (APK) 7. Asesmen Pasien (AP)

8. Pelayanan Pasien (PP)

9. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB) 10. Manajemen Penggunaan Obat (MPO)

11. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI) 12. Kualifikasi dan Pendidikan Staff (KPS) 13. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

14. Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP) 15. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

(26)

12

Universitas Indonesia

2.1.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi rumah sakit umumnya terdiri atas badan pengurus yayasan, dewan pembina, dewan penyantun, badan penasehat dan badan penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur, komite medik, satuan pengawas dan berbagai bagian dari instalasi. Sebuah rumah sakit bisa memiliki lebih dari seorang wakil direktur, tergantung pada besarnya rumah sakit. Wakil direktur pada umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik, wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, serta wakil direktur keuangan dan administrasi. Staf Medik Fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi komite medik. SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis dari semua disiplin yang ada di suatu rumah sakit. Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF (Siregar dan Amalia, 2004).

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

2.2.1 Definisi IFRS

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan suatu unit atau fasilitas rumah sakit yang merupakan tempat diselenggarakannya semua kegiatan kefarmasian untuk keperluan rumah sakit tersebut dan bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas :

1. Pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; serta pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit.

2. Pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada pasien dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit dipimpin oleh seorang apoteker dengan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan kompeten secara professional (Siregar & Amalia, 2004).

(27)

2.2.2 Tujuan IFRS

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) harus mempunyai sasaran jangka panjang yang merupakan arah dari kegiatan harian yang dilakukan, yakni berupa visi-misi, sasaran, dan tujuan. Adapun tujuan kegiatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit antara lain (Siregar dan Amalia, 2004):

1. Memberi manfaat pada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan memenuhi syarat,

2. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah sakit yang memenuhi syarat,

3. Menjamin praktek profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi,

4. Meningkatkan penelitian dalam praktek farmasi rumah sakit dan dalam ilmu farmasetik pada umumnya,

5. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi antara apoteker rumah sakit, anggota profesi dan spesialis yang serumpun, 6. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk:

a. Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi, b. Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik,

c. Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa dan masyarakat.

7. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktek farmasi rumah sakit kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi dan profesional kesehatan lainnya

8. Membantu menyediakan personal pendukung yang bermutu untuk IFRS 9. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.

2.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS

Tugas utama IFRS adalah pengelolaan perbekalan farmasi, yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung

(28)

14

Universitas Indonesia

kepada pasien, sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit. Jadi, IFRS merupakan satu-satunya unit di rumah sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat/perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut. Selain itu, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tertinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab untuk mengembangkan pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar dan Amalia, 2004).

2.2.4 Ruang Lingkup IFRS 2.2.4.1 Fungsi Klinik (Pelayanan)

Fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien.

Berdasarkan SK Menkes No.1197/Menkes/SK/X/2004, kegiatan pelayanan meliputi pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling, pemeriksaan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien, pengkajian penggunaan obat.

Farmasi klinik ini memerlukan pengumpulan data dan interpretasi data penderita serta keterlibatan penderita dan interaksi langsung antarprofesional. Sesuai dengan karakteristik dan defenisi pelayanan farmasi klinik ada tiga komponen utama yang mendasari peranan klinik dalam pelayanan farmasi di rumah sakit yaitu komunikasi, konseling dan konsultasi. Menurut Siregar (2004), pada prinsipnya aktivitas farmasi klinik meliputi:

1. Pemantauan pengobatan. Hal ini dilakukan dengan menganalisis terapi, memberikan advis kepada praktisi kesehatan tentang kebenaran pengobatan, dan memberikan pelayanan kefarmasian pada pasien secara langsung,

(29)

2. Seleksi obat. Aktivitas ini dilakukan dengan bekerja sama dengan dokter dan pemegang kebijakan di bidang obat dalam penyusunan formularium obat atau daftar obat yang digunakan,

3. Pemberian informasi obat. Farmasis bertanggug jawab mencari informasi dan melakukan evaluasi literatur ilmiah secara kritis, dan kemudian mengatur pelayanan informasi obat untuk praktisi pelayanan kesehatan dan pasien,

4. Penyiapan dan peracikan obat. Farmasis bertugas menyiapkan dan meracik obat sesuai dengan standar dan kebutuhan pasien,

5. Penelitian dan studi penggunaan obat. Kegiatan farmasi klinik antara lain meliputi studi penggunaan obat, farmakoepidemiologi, farmakovigilansi, dan farmakoekonomi,

6. Therapeutic drug monitoring (TDM). Farmasi klinik bertugas menjalankan

pemantauan kadar obat dalam darah pada pasien dan melihat profil farmakokinetik untuk optimasi regimen dosis obat,

7. Uji klinik. Farmasis juga terlibat dalam perencanaan dan evaluasi obat, serta berpartisipasi dalam uji klinik,

8. Pendidikan dan pelatihan, terkait dengan pelayanan kefarmasian.

Fungsi farmasi klinik yang berkaitan secara langsung dengan penderita yaitu fungsi dalam proses penggunaan obat, mencakup wawancara sejarah penggunaan obat pasien, diskusi dengan dokter dan perawat mengenai pemilihan regimen obat pada pasien tertentu, interpretasi resep/order obat; pembuatan Profil Pengobatan Penderita (P3); pemantauan efek obat pada pasien; edukasi pasien; konseling dengan pasien yang akan pulang; pelayanan farmakokinetika klinik; pelayanan pencampuran sediaan intravena; dan pelayanan pencampuran nutrisi parenteral.

2.2.4.2 Fungsi Non-Klinik (Manajerial)

Fungsi non klinik biasanya tidak secara langsung dilakukan sebagai bagian dari pelayanan pasien, seringkali merupakan tanggung jawab apoteker rumah sakit, serta tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain,

(30)

16

Universitas Indonesia

meskipun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).

Lingkup fungsi farmasi non klinik meliputi perencanaan; penetapan spesifikasi produk dan pemasok; pengadaan; pembelian; produksi; penyimpanan; pengemasan dan pengemasan kembali; distribusi; dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara keseluruhan. Fungsi non klinik juga meliputi pengelolaan perbekalan farmasi diantaranya :

1) Pemilihan

Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan pemilihan obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian.

2) Perencanaan

Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan berdasarkan dari acuan buku–buku seperti DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku yang terdiri dari data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan.

Untuk dapat melakukan perencanaan perbekalan farmasi yang baik maka diperlukan suatu metode perencanaan. Ada tiga metode perencanaan, yaitu :

(31)

2. Metode epidemiologi, dibuat berdasarkan pola penyakit di rumah sakit periode sebelumnya maupun pola penyakit di sekitar rumah sakit yang diperkirakan akan terjadi,

3. Metode kombinasi konsumsi & epidemiologi.

Sebelum perencanaan diadakan, perlu dievaluasi terlebih dahulu apakah perencanaan sudah mendekati benar atau belum. Untuk itu ada beberapa mekanisme evaluasi, diantaranya:

a. Analisa ABC (Pareto)

Analisis ABC adalah analisis yang digunakan dalam beberapa sistem persediaan untuk menganalisis pola konsumsi dan jumlah dari total konsumsi untuk semua item. Analisa ABC merupakan pembagian konsumsi obat dan pengeluaran untuk perencanaan dengan membagi obat yang dikonsumsi menjadi 3 kategori, yaitu: (1) Golongan A: always 10-20% item obat saja yang disediakan, tapi dana yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini sangat besar yaitu mencapai 70-80% dari keseluruhan dana, (2) Golongan B: better 20-40% item obat yang disediakan, dana yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini cukup besar yaitu mencapai 10-15% dari keseluruhan dana, dan (3) Golongan C: control ketersediaannya sangat banyak yaitu mencapai 60% dari keseluruhan item obat, namun kebutuhan dana yang dikeluarkan dalam pengadaannya rendah yaitu hanya 5-10% dari keseluruhan dana.

Kelompok Jumlah Item Nilai

A 20% 80%

B 30% 15%

C 50% 5%

b) Analisa VEN

Analisa VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok aman dan harga penjualan obat. Kategori obat sistem VEN yaitu (1) V (Vital) adalah obat-obat yang termasuk dalam potensial life saving drug, mempunyai efek samping withdrawl secara signifikan (pemberian harus secara teratur dan penghentiannya tidak tiba-tiba) atau sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar. Contohnya: diazepam injeksi, digoksin tablet,

(32)

18

Universitas Indonesia

atropin sulfat injeksi, (2) E (Essensial) adalah obat-obat yang efektif untuk mengurangi kesakitan, namun demikian sangat signifikan untuk bermacam-macam penyakit tetapi tidak vital secara absolut (penting tetapi tidak vital), untuk penyediaan sistem kesehatan dasar. Contohnya: dizepam tablet, paracetamol tablet, amoksisilin tablet, dan (3) N (Non Essensial) merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragukan termasuk terhitung mempunyai biaya tinggi untuk memperoleh keuntungan terapeutik. Contohnya: ferrosi sulfat tablet, obat kumur, aspirin pediatrik tablet.

c) EOQ (Economic Order Quantity)

Sistem ini ditetapkan untuk menentukan jumlah perbekalan farmasi yang paling ekonomis yang harus dipesan. Dengan metode ini diharapkan akan dapat meminimalkan jumlah penyimpangan perbekalan farmasi yang akan disediakan. Metode ini menetapkan jumlah order maksimal dalam waktu tertentu dengan meminimalkan biaya.

Keterangan:

D : Jumlah kebutuhan obat per tahun Cs : Biaya pemesanan

i : % biaya penyimpanan P : Harga barang / obat per unit

d) EOI (Economic Order Interval)

Sistem ini digunakan untuk menentukan interval waktu yang dibutuhkan untuk sistem pemesanan perbekalan farmasi yang dianggap paling ekonomis dan mengelompokkan persediaan yang akan diorder tiap bulan, 4 bulan, 6 bulan dan seterusnya.

atau

Keterangan :

D : Jumlah kebutuhan obat per tahun

P i D Cs EOQ  2 D P i Cs EOI  2 D EOQ EOI

(33)

Cs : Biaya pemesanan i : % biaya penyimpanan P : Harga barang / obat per unit

e) Analisis ROP (ReOrder Point)

ROP yaitu jumlah persediaan yang ideal saat dilakukannya pemesanan ulang (Quick et al., 1997).

3) Pengadaan

Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian yang dilakukan secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi) dan secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan; produksi/pembuatan sediaan farmasi yang terdiri dari produksi steril dan non steril serta pengadaan melalui sumbangan/droping/hibah. Metode untuk melakukan pengadaan yaitu:

a. Open tender (tender terbuka), merupakan sistem terbuka bagi produsen

dan distributor obat dan alat kesehatan untuk mengajukan penawaran, dengan persyaratan dan kriteria yang ditetapkan pihak rumah sakit, tender diumumkan di media massa.

b. Restricted tender (tender tertutup), merupakan sistem tender bagi produsen

dan distributor tertentu yang telah memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditetapkan, lebih menghemat biaya dan waktu.

c. Negotiated procurement (sistem kontrak), merupakan sistem pengadaan

dengan menyusun perjanjian kontrak jual beli antara rumah sakit dan pemasok. Biasanya untuk barang-barang yang sulit didapatkan dan harus tersedia di rumah sakit dan pihak supplier dapat menjamin ketersediaan barang tersebut.

d. Direct procurement (pemesanan langsung), merupakan sistem pengadaan

dengan membeli langsung barang yang dibutuhkan oleh rumah sakit kepada pemasok, biasanya untuk mengurangi resiko kerusakan barang selama penyimpanan dan untuk obat-obat yang harganya mahal, yang penggunaannya belum jelas.

(34)

20

Universitas Indonesia

4) Penerimaan

Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa, barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan expired date minimal 2 tahun.

5) Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dan memenuhi syarat. Penyediaan perbekalan farmasi harus disimpan oleh tenaga yang kompeten, terdidik, terlatih dan mempunyai izin untuk menangani yaitu apoteker. Tujuan dari penyimpanan perbekalan farmasi:

a) Memelihara mutu obat

b) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab c) Menjaga kelangsungan persediaan

d) Memudahkan pencarian dan pengawasan

e) Memudahkan pengawasan persediaan (stok), kerusakan dan kadaluarsa f) Menjamin keamanan dari pencurian dan kebakaran

g) Menjamin pelayanan yang cepat dan cepat Syarat penyimpanan :

a. Accesibility: mudah diakses

b. Utilities: memiliki sumber listrik, air, AC dan sebagainya.

c. Communicatio: memiliki alat komunikasi (misalkan: telepon)

d. Drainage: berada di lingkungan yang baik denga sistem pengairan yang

baik

e. Size: harus cukup menampung barang yang ada

f. Security: aman dari pencurian, penyalahgunaan dan hewan pengganggu.

Kegiatan penyimpanan perbekalan farmasi meliputi: perencanaan dan penyusunan kebutuhan, penerimaan, pemeriksaan barang, pengiriman barang dan pencatatan barang. Hal yang harus diteliti dalam proses penerimaan barang

(35)

adalah kelengkapan dokumen pendukung seperti faktur atau surat jalan dan meneliti kondisi barang meliputi jenis, jumlah dan kondis fisik barang saat diterima. Barang yang telah diterima disimpan sesuai dengan ketentuan penyimpanan.

Sistem penyimpanan perbekalan farmasi yang ada:

a) Berdasarkan bentuk sediaan, dipisahkan antara sediaan padat (misal: tablet) dan cair (misal: syrup) dan alat kesehatan,

b) Alphabetis, penyimpanan berdasarkan huruf depan dari nama obat dan disusun dari huruf A sampai Z,

c) Berdasarkan kelas terapi atau farmakoterapi, menyangkut tentang indikasi obat yang disimpan misalnya antibiotik, antidiabetes, antihipertensi, obat batuk,

d) Berdasarkan suhu, dibagi berdasarkan suhu kamar, sejuk, kering dan suhu < 0oC misalnya suppositoria, injeksi, vaksin,

e) Obat-obat yang mudah terbakar, seperti eter, anastetik lokal, gas medik (misalnya: CO2, nitrogen dan oksigen), dan obat sitostatik disimpan

ditempat tersendiri,

f) Obat narkotika dan obat keras tertentu disimpan tersendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan,

g) Sistem FIFO dan FEFO atau kombinasi keduanya untuk menghindari terjadinya stok yang kadaluarsa.

6) Pendistribusian

Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, metode sentralisasi atau desentralisasi, sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.

(36)

22

Universitas Indonesia

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 pendistribusian perbekalan farmasi dibagi menjadi tiga yaitu:

a) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.

b) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek Rumah Sakit.

c) Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar Jam Kerja

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh apotek rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi.

Secara umum ada empat sistem distribusi obat di rumah sakit yaitu: a) Sistem Distribusi Obat Resep Individual (Individual Prescription)

Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order atau resep atas nama Pasien Rawat Tinggal (PRT) tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Semua obat yang diperlukan untuk pengobatan di-dispensing dari IFRS. Resep oleh perawat di kirim ke IFRS, kemudian resep itu di proses sesuai dengan cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Keuntungan dari sistem distribusi ini adalah (1) semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat penderita, (2) memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter- perawat-penderita, (3) memungkinkan pengendalian yang lebih dekat

(37)

atas perbekalan, (4) mempermudah penagihan biaya obat penderita (Siregar dan Amalia, 2004).

Kelemahan dari sistem distribusi ini adalah (1) kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita, (2) jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat, (3) memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat, (4) terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan konsumsi (Siregar dan Amalia, 2004).

b) Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruang (Floor Stock)

Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu. Dalam sistem ini semua persediaan obat di ruang di supply oleh IFRS. Biasanya sekali seminggu personel IFRS memeriksa persediaan obat di ruang, lalu menambah obat, yang persediaannya sudah sampai tanda batas pengisian kembali (Siregar dan Amalia, 2004).

Keuntungan dari sistem Floor Stock adalah (1) obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita, (2) peniadaan pengembalian obat-obatan yang tidak terpakai ke IFRS, (3) pengurangan penyalinan kembali order obat, dan (4) pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan.

Kerugian dari sistem Floor Stock antara lain (1) kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker, (2) meningkatnya persediaan obat di unit perawat, (3) meningkatnya pencurian obat dan bahaya yang berhubungan dengan kerusakan obat, (4) diperlukan penambahan modal investasi, dan (5) diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat- obatan (Siregar dan Amalia, 2004).

c) Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual dan Persediaan di Ruang

Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya

(38)

24

Universitas Indonesia

relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas (Siregar dan Amalia, 2004).

Keuntungan dari sistem distribusi ini adalah (1) semua resep atau order individual dikaji langsung oleh apoteker, (2) adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita, (4) obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang), dan (5) beban IFRS dapat berkurang (Siregar dan Amalia, 2004).

Kekurangan sistem distribusi ini adalah (1) kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai ke penderita (obat resep individual), dan (2) kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang) (Siregar dan Amalia, 2004). d) Sistem Distribusi Obat Dosis Unit (Unit Dose Dispensing)

Sistem ini adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung kepada kebutuhan khusus rumah sakit. Akan tetapi, unsur khusus berikut adalah dasar dari semua sistem dosis unit, yaitu: obat dikemas dalam kemasan unit tunggal, di-dispensing dalam bentuk siap konsumsi, dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan penderita pada setiap waktu. Keuntungan sistem ini adalah (1) penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan hanya membayar obat yang dikonsumsi, (2) semua obat disiapkan oleh IFRS sehingga waktu perawat lebih banyak digunakan untuk merawat penderita, (3) mengurangi medical error, (4) penyiapan sediaan intravena oleh IFRS, (5) apoteker dapat datang ke unit perawat atau ruang penderita untuk melakukan konsultasi obat, (6) menghemat ruang di pos perawatan, (7) meniadakan resiko pencurian dan pemborosan obat, dan (8) peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh (Siregar dan Amalia, 2004).

2.2.4.3 Fungsi Produksi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan

(39)

kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi :

1) Sediaan farmasi dengan formula khusus 2) Sediaan farmasi dengan harga murah

3) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil 4) Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran 5) Sediaan farmasi untuk penelitian

6) Sediaan nutrisi parenteral

7) Rekonstruksi sediaan obat kanker

2.2.5 Struktur Organisasi IFRS

Struktur organisasi dasar dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah pengadaan, pelayanan, dan pengembangan. Struktur organisasi dasar ini juga disebut pilar kerja karena dalam struktur organisasi dasar itu berkumpul berbagai kegiatan atau pekerjaan. Suatu struktur organisasi dapat dikembangkan dalam tiga tingkat, yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan.

Manajer tingkat puncak bertanggung jawab dalam hal perencanaan, penerapan, dan menjalankan fungsi yang efektif dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah, kebanyakan kepala bagian atau unit fungsional memiliki tanggung jawab membuat desain dan menerapkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam bidang fungsional mereka, untuk mencapai mutu produk dan/atau pelayanan yang diinginkan. Sedangkan, manajer garis depan terdiri atas personel pengawas yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegitan yang berkaitan dengan mutu dalam berbagai tahap saat pembuatan produk atau menjalankan pelayanan.

Setiap perseorangan dari IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi, dan dampak mereka pada suatu produk dan/atau pelayanan. Setiap personel dalam IFRS harus merasa bertanggung jawab untuk mencapai suatu mutu produk dan/atau pelayanan.

(40)

26

Universitas Indonesia

2.3 Panitia Farmasi dan Terapi

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang berada di bawah komite medik rumah sakit yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf IFRS, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.

Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tujuan dibentuknya Panitia Farmasi dan Terapi adalah untuk :

1. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya

2. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.

Susunan kepanitian PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat (Kementerian Kesehatan RI, 2004) :

1. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker, dan perawat untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada.

2. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah Farmakologi, sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.

3. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.

4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.

(41)

5. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.

Fungsi serta Ruang Lingkup Panitia Farmasi dan Terapi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :

1. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.

2. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.

3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus.

4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. 5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan

mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional.

6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.

Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi adalah (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :

1. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional

2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.

3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait

(42)

28

Universitas Indonesia

4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut

Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi, dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di rumah sakit.

Peran dan tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi, antara lain (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :

1. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris). 2. Menetapkan jadwal pertemuan.

3. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan.

4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan.

5. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit.

6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait.

7. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan. 8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan

antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain. 9. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT. 10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan.

11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat.

12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait (Anonim, 2004).

Gambar

Gambar 5.1 Alur  Pelayanan  Instalasi  Sterilisasi  Sentral  &amp;  Binatu Rumah  Sakit Kanker “Dharmais” Keterangan: : Daerah Kotor : Daerah Bersih : Daerah Mesin : Daerah Steril : Logistik
Gambar 5.2 Alur Pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Gambar 5.3 Alur Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Gambar 6.1 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendukung usaha penyembuhan pasien secara cepat pada unit rawat inap Rumah Sakit Khusus Jantung akan dilengkapi dengan instalasi farmasi pada tiap lantai

pasien kanker serviks yang rawat inap sebelum kemoterapi, sehingga. dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan pasien

Proses penelitian alur proses pelayanan kemoterapi pasien BPJS di ruang rawat singkat Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ini memberikan kesimpulan : 1) Dalam pembuatan

Pada data telaah resep selama tahun 2018 didapatkan rata-rata jumlah resep rawat jalan yang dilakukan telaah resep adalah sebesar 88,05% dan pada resep rawat inap

Hubungan Antara Kualitas Jasa Pelayanan Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Sitti Maryam Kota Manado.. Dampak Kualitas Pelayanan

Jumlah Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Usia Lanjut Yang Masuk Ke Dalam Cakupan Beer’s Criteria Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Ibnu Sina

Untuk mendukung usaha penyembuhan pasien secara cepat pada unit rawat inap Rumah Sakit Khusus Jantung akan dilengkapi dengan instalasi farmasi pada tiap lantai

viii ABSTRAK PENERAPAN PRE DAN POST CONFERENCE KEPERAWATAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN DI RUANG RAWAT INAP LANTAI 5 RUMAH SAKIT X JAKARTA Nurhikmah Pratiwi, Millya