• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA

3. Fungsi Upacara Tradisi Nyadran Bagi Kehidupan

Tabel 3

Fungsi Upacara Tradisi Nyadran

No Jenis Fungsi Manfaat

1 Ditaktis (Pendidikan)

a. Mendekatkan diri kepada Tuhan

a. Tradisi Nyadran dapat digunakan untuk usaha mendekatkan diri kepada

b. Kebersamaan

c. Ungkapan rasa syukur

Tuhan.

b. Tradisi Nyadran

meningkatkan nilai-nilai yang mencerminkan cipta, rasa dan karsa dari

masyarakat pendukung tradisi ini.

c. Tradisi Nyadran sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.

2 Sosial Tradisi Nyadran bisa

menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi, menciptakan suasana yang harmonis dalam kehidupan masyarakat.

3 Ekonomi Tradisi Nyadran dapat menjadi

alat transaksi dan sarana promosi untuk perdagangan antar warga masyarakat sekaligus dapat menjadi objek pariwisata 4 Sosial Budaya Tradisi Nyadran terdapat

nilai-nilai budaya tradisional sehingga tidak menutup kemungkinan apabila dikemas secara baik dan menarik akan menjadi aset wisata budaya.

5 Psikologi dan Agama Tradisi Nyadran sebagai sarana spiritual antara manusia dengan Tuhannya yaitu sebagai

ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang melimpah.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Prosesi Upacara Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo

Kabupaten Purworejo khususnya desa Kedunglo adalah sebuah desa yang memiliki bermacam-macam budaya salah satunya yaitu tradisi Nyadran. Tradisi ini dilakukan secara turun temurun dan sampai sekarang tradisi ini masih dijalankan di desa Kedunglo. Tradisi ini dilakukan setiap bulan Sura tepat pada hari Jumat Kliwon. Tradisi Nyadran ini dilakukan di

makam punden, makam punden ini yang dipercaya sebagai pelindung atau mbaureksa desa Kedunglo. Selain mendapat sebutan Nyadran, ada juga sebutan nama Suran dalam acara Nyadran ini. Sebutan Suran ini karena upacara tradisi Nyadran ini dilaksanakan setiap bulan Sura pada hari Jumat Kliwon.

Dalam upacara Tradisi Nyadran di desa Kedunglo terdiri dari beberapa prosesi. Jalannya prosesi upacara Nyadran yang masih digunakan dari dahulu sampai sekarang ini meliputi tahap pra pelaksanaan (persiapan, pemberangkatan ke makam, pembakaran kemenyan setelah sesaji sampai ke makam, penerimaan sesaji), tahap pelaksanaan upacara Nyadran, tahap pasca pelaksanaan yaitu selamatan kenduri.

Upacara tradisi Nyadran dilaksanakan satu tahun sekali yang jatuh setiap bulan Sura pada hari Jumat Kliwon. Upacara tradisi Nyadran yang diteliti oleh peneliti dilaksanakan pada hari Jumat Kliwon, tanggal 7 November 2014. Untuk lebih jelasnya mengenai bentuk tradisi Nyadran diungkapkan oleh bapak Rohman, sebagai berikut:

‘Ya cara berdasarkan masyarakat sini, sebelum hari Jumat Kliwon ya persiapan terlebih dahulu. Jumat Kliwon pagi berangkat ke rumah Mbah Gondo langsung menuju ke makam. Sesudah sampai di makam dilakukan pembakaran kemenyan di punden oleh salah satu sesepuh desa yang datang duluan, dengan maksud bahwa sesaji sudah datang. Kemudian penerimaan sesaji oleh mbah Gondo. Setelah itu, kira-kira kurang lebih jam 12 dilakukan upacara Nyadran dengan mantra-mantra. Sesudah dilakukan Nyadran kemudian diakhiri dengan selamatan kendurenan (makan bersama) yang tujuannya memohon keselamatan kepada Allah supaya warga desa sini selalu dilindungi dan terhindar dari bencana-bencana.

Begitu juga seperti yang diungkapkan oleh bapak Sariyo, sebagai berikut.

‘Prosesinya itu pertama melakukan persiapan sebelum hari Jumat Kliwon. Kemudian pada hari Jumat Kliwon pagi harinya sekitar jam 9.00 pemberangkatan sesaji dari rumah mbah Gondo yang dilakukan oleh sesepuh desa. Setelah itu pembakaran kemenyan, penerimaan sesaji, membaca doa-doa dan mantra-mantra dan acara berakhir dengan kenduri dan makan bersama’.

Jadi jalannya prosesi tradisi Nyadran adalah sebagai berikut:

a. Tahap Pra Pelaksanaan, meliputi:

1) Persiapan

Sebelum acara tradisi Nyadran dilaksanakan, pemangku adat dan masyarakat pendukungnya melaksanakan persiapan terlebih dahulu. Beberapa persiapan yang dilakukan sebelum hari pelaksanaan Nyadran yaitu mengumpulkan masyarakat yang percaya pada tradisi Nyadran untuk membahas persiapan kegiatan tersebut diantaranya merencanakan membersihkan makam serta jalan yang akan digunakan untuk membawa sesaji, membahas anggaran yang akan digunakan dalam acara Nyadran tersebut.

Setelah itu kemudian panitia dan pemangku adat membeli uborampe sesaji yang akan digunakan dalam upacara Nyadran, dalam membeli uborampe ada syarat yang harus dipenuhi yaitu tidak boleh menawar.

Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Slamet, sebagai berikut.

“Urutanipun, ingkang sepindah punika saderengipun acara Nyadran dilaksanakake ngempalaken sanak sederek ingkang pitados dhumateng kapercayaan Nyadran.

Antawasipun ngrembag kangge mempersiapkan kegiatan Nyadran antawisipun kebersihan makam ugi lingkungan ingkang badhe dipunlampahi para piyantun ingkang badhe nderek utawi tangga tepalih saha saking pihak Pemerintah Desa, Muspika, Muspida, kajengipun lancar anggenipun tindak wonten ing panggenan punika. Salajengipun ngrembag masalah anggaran biaya ingkang badhe dipunagem mbiayai prosesi Nyadran. Antawisipun wonten sesaji, werni-werni sesajenipun wonten panggangan banyak, tumpeng, lajeng jajan pasar. Ingkang sampun dados tradisi sedaya punika boten pareng ngenyang utawi nawar. Dados sak nyuwune bakul punika ingkang badhe tumbas ingkang dipunpitados kangge tumbas uborampe Nyadran punika boten dipunnyang ngaten punika”.

Terjemahan:

‘Urutannya, yang pertama sebelum pelaksanaan Nyadran yaitu mengumpulkan saudara yang percaya terhadap Nyadran. Diantaranya membahas untuk mempersiapkan kegiatan Nyadran seperti merencanakan membersihkan makam dan jalan lingkungan yang akan dilewati warga masyarakat dan tetangga serta pemerintah desa, muspika, muspida supaya lancar sampai ke tempat itu. Selanjutnya membahas masalah anggaran yang akan digunakan untuk membiayai prosesi Nyadran. Diantaranya ada sesaji, bermacam-macam sesaji ada ayam ingkung, tumpeng kemudian ada jajan pasar yang sudah menjadi tradisi itu tidak boleh menawar. Jadi, semintanya penjual akan dibeli oleh orang yang dipercaya untuk membeli uborampe Nyadran tidak boleh menawat, seperti itu’.

Setelah tiba hari Jumat Kliwon dimana hari pelaksanaan Nyadran tersebut tiba, pemangku adat Nyadran dan masyarakat membantu mempersiapkan tempat dan beberapa sesaji yang akan digunakan dalam upacara Nyadran. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Tempat yang akan digunakan dalam upacara Nyadran yaitu makan Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng.

Gambar di atas merupakan tempat yang akan digunakan untuk pelaksanaan upacara tradisi Nyadran. Di dalam bangunan (Cungkup) tersebut di dalamnya terdapat makam Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng yang diyakini para warga sebagai pepunden dan pendiri desa Kedunglo.

Gambar 2. Persiapan warga masyarakat desa Kedunglo dalam upacara Nyadran

Gambar di atas adalah tempat yang akan digunakan untuk berkumpul seluruh masyarakat yang akan mengikuti upacara

Nyadran. Selain itu juga terdapat gambar persiapan membuat sesaji yang akan digunakan dalam upacara Nyadran tersebut. Masyarakat mengumpulkan ayam pemberian masyarakat yang akan dibuat sesaji dan memotong kambing untuk sesaji pelaksanaan tradisi Nyadran. Seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Pemangku adat dan beberapa warga desa sedang memotong daging kambing.

Gambar di atas adalah gambar pemangku adat dan warga yang sedang memotong daging kambing. Dalam pemotongan kambing dilakukan oleh kaum/sesepuh desa yang memahami akan syarat sahnya dalam pemotongan hewan. Salah satu kewajiban dalam memotong hewan harus diawali dengan membaca Basmalah dan kambing atau ayam serta yang memotong harus menghadap kiblat ke arah timur. Daging kambing kemudian dimasak untuk membuat becer kambing. Seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Warga sedang memasak gulai becer kambing.

Gambar di atas adalah gambar pemangku adat dan warga yang sedang memasak gulai/becer kambing. Pada gambar di atas terlihat yang memasak adalah laki-laki karena laki-laki dianggap lebih bersih dan suci tidak mengalami menstruasi atau datang bulan. Para wanita biasanya tugasnya mempersiapkan perlengkapannya saja yang akan digunakan untuk membuat sesaji.

Selain memasak gulai kambing ada juga pemangku adat yang mempersiapkan sesaji lainnya, seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Warga sedang memasak ayam ingkung.

Gambar di atas adalah pemangku adat dan warga yang sedang memasak ayam ingkung. Ayam ingkung tersebut adalah salah satu sesaji yang akan digunakan dalam Nyadran.

Pada gambar di atas, terlihat yang memasak adalah laki-laki semua. Sebenarnya laki-laki atau perempuan boleh saja memasak, tetapi dalam pemotongan serta pembersihan daging kambing dan ayam dilakukan oleh laki-laki. Jadi yang memasak adalah laki-laki, sedangkan perempuan memasak sesaji selamatan yang lainnya.

2) Pemberangkatan ke Makam

Mbah Gondo adalah salah satu anggota pemangku adat juga sesepuh desa yang ditunjuk sebagai ketua dalam acara Nyadran dan rumahnya dijadikan sebagai tempat untuk pemberangkatan sesaji. Pemangku adat yang bertugas membawa sesaji berkumpul di rumah mbah Gondo untuk membawa perlengkapan sesaji yang akan digunakan dalam upacara Nyadran tersebut. Rombongan pertama dipimpin mbah Gondo yang merupakan rombongan inti, sedangkan rombongan kedua dipimpin pemangku desa lainnya yang disebut penderek karena bertugas mengikuti dan dibelakang dari rombongan pertama. Pemangku adat tersebut berangkat dari rumah mbah Gondo sesuai perintah dari pengayom. Setelah tiba waktu yang ditentukan untuk berangkat ke makam. Pemangku adat serombongan kemudian menuju ke makam.

Hal tersebut sesuai yang diungkapkan oleh Nuryanto, sebagai berikut.

“Ya acara miturut masyarakat sini, saderengipun dinten Jumat Kliwon ya nyiapake rumiyin, dinten Jumat Kliwon dipunwiwiti budhal saking griyanipun mbah Gondo langsung wonten pasareyan”.

Terjemahan:

‘Ya cara berdasarkan masyarakat sini, sebelum hari Jumat Kliwon ya persiapan terlebih dahulu. Dinten Jumat Kliwon berangkat dari rumah mbah Gondo langsung menuju makam’.

Begitu juga seperti yang diungkapkan oleh Slamet, sebagai berikut.

“Lan salajengipun sampun dimugi dinten Jumat Kliwon punika, enjang-enjang sami persiapan rawuh ing papan ingkang sampun dipunsiagakaken ing makam mrika, lajeng wonten tratagan, nggelar klasa kangge sami lenggah”.

Terjemahan:

‘ Dan selanjutnya setelah tiba hari Jumat Kliwon itu, pagi-pagi semua datang mempersiapkan di tempat yang sudah dipersiapkan di makam, kemudian ada tratagan, menggelar tikar untuk bersama-sama duduk .”

Lebih jelas diungkapkan oleh Tugino, sebagai berikut.

“Prosese ngenjang nalika dinten Jumat Kliwon. Aku metu griyo mbah Gondo dipunkengken jam 9.00 kirang langkung minangka anggota rombongan inti mbeto sajen gantian kaliyan sanesipun. Saderengipun jam 9.00 supados dedonga rumiyin supados pinaringan keslametan. Amanah mbah minangka mlampah boten pareng takon amarga bebanipun awrat. Menawi kaliyan kanca rombongan piyambak angsal ngendika namung nalika papasan kula mboten wantun njawab”.

Terjemahan:

‘Prosesnya dilaksanakan ketika hari Jumat Kliwon, saya keluar dari rumah mbah Gondo disuruh kurang lebihnya jam 9.00 sebagai rombongan inti membawa sesaji bergantian dengan yang lainnya. Sebelum jam 9.00 supaya berdoa terlebih dahulu supaya diberi keselamatan. Amanah mbah saya kalau dijalan tidak boleh bertanya jawab sebab bebannya berat. Kalau dengan teman serombongan sendiri boleh berbicara tetapi kalau sedang berpapasan saya tidak berani menjawab’.

Gambar 6. Mbah Gondo dan rombongan sedang berdoa.

Di atas adalah gambar mbah Gondo dan rombongan.

Rombongan ini adalah rombongan depan yang datangnya lebih awal dari pada rombongan pemangku adat yang datang bersama mbah Gondo. Sebelum menuju tempat yang telah disediakan untuk upacara Nyadran tersebut, mbah Gondo dan rombongannya berhenti terlebih dahulu untuk berdoa. Seperti yang terlihat pada gambar di atas yang menunjukkan bahwa mbah Gondo sedang berdoa supaya diberi keselamatan dan kelancaran sewaktu upacara Nyadran. Setelah berdoa selesai, kemudian mereka menuju ke

tempat yang telah disediakan untuk upacara Nyadran. Setelah selesai di tempat tersebut, kemudian mereka langsung mempersiapkan sesaji-sesaji seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 7. Persiapan sesaji 3) Pembakaran Kemenyan

Setelah mbah Gondo selesai mempersiapkan sesaji tersebut, kemudian mbah Gondo melanjutkan dengan pembakaran kemenyan dengan maksud memberitahu kepada penguasa (Pepunden/Mbureksa) bahwa rombongan yang membawa sesaji itu sudah datang. Setelah pembakaran kemenyan selesai kemudian mbah Gondo menyambut rombongan yang dibelakangnya (penderek) yang datang dan menerima sesaji yang dibawa oleh rombongan penderek tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Slamet, sebagai berikut.

“Dugi makam kan dipapag kaliyan mbah Gondo, kados adatipun mbah Gondo rumiyin ngesangaken selo were (menyan) minangka pratanda sampun dugi. Kula dugi dipuntampi kaliyan mbah Gondo”.

Terjemahan:

‘Sesampainya di makam disambut oleh mbah Gondo, seperti biasanya mbah Gondo terlebih dahulu membakar kemenyan sebagai tanda kedatangan. Saya datang diterima oleh mbah Gondo’.

Gambar 8. Gambar pembakaran kemenyan

Gambar di atas menunjukkan proses pembakaran kemenyan yang dilakukan mbah Gondo. Pembakaran kemenyan bagi orang yang fanatik terhadap agama dianggap musrik. Padahal pada kenyataannya pembakaran kemenyan ini hanya sebagai simbol saja, yaitu dalam membakar kemenyan disini mempunyai maksud sebagai tanda bahwa sesaji dan doa yang dipanjatkan dapat segera diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

4) Penerimaan Sesaji

Setelah pembakaran kemenyan selesai, kemudian dilanjutkan dengan penerimaan sesaji oleh mbah Gondo.

Penerimaan sesaji tersebut dilaksanakan ketika penderek rombongan yang membawa sesaji untuk upacara Nyadran telah sampai di makam.

Gambar 9. Penderek beserta rombongan setelah sampai di makam.

Gambar di atas menunjukkan bahwa penderek beserta rombongan yang membawa sesaji telah sampai di makam.

Rombongan ini adalah rombongan ke dua yang datangnya setelah rombongannya mbah Gondo. Rombongan ini dipimpin pemangku adat yang berada di depan sendiri. Tugas pemangku adat dalam acara ini sebagai orang yang memimpin dalam pembawaan sesaji, memasrahkan sesaji dan mengisi sambutan dengan menyampaikan tambahan sesaji kepada warga masyarakat. Setelah samapi di pemakaman, kemudian rombongan ini berhenti sejenak dan melanjutkan ke tempat yang akan digunakan untuk upacara Nyadran setelah mendapat perintah dari mbah Gondo. Setelah rombongan tersebut sampai di tempat yang disediakan kemudian sesaji tersebut diterima oleh mbah Gondo, seperti gambar di bawah ini.

Gambar 10. Penyerahan sesaji

Gambar di atas menunjukkan bahwa mbah Gondo sedang menerima sesaji yang dibawa oleh rombongan yang baru datang.

Setelah diterimanya sesaji oleh mbah Gondo kemudian ditaruh dan selanjutnya dipasrahkan oleh mbah Gondo.

Gambar. 11. Mbah Gondo dan penderek sedang memasrahkan sesaji

Setelah mbah Gondo memasrahkan sesaji tersebut, kemudian yang menjadi penderek juga memasrahkan sesaji

tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Riyadi, sebagai berikut.

“Sasampunipun dugi kula pasrahaken, nengga ngantos tabuh 12.00. sasampunipun tabuh 12.00 sajen saha ubarampenipun kedah sampun dipasrahake”.

Terjemahan:

‘Setelah sampai saya pasrahkan, nanti tinggal menunggu waktu jam 12.00. setelah jam 12.00 sesaji dan kelengkapannya sudah harus dipasrahkan’.

Setelah sesaji dipasrahkan oleh mbah Gondo dan penderek, kemudian pemangku adat lainnya secara bergantian melaksanakan mujung (berdoa) .

Doa yang dilakukan disini tentunya untuk meminta keselamatan dan berkah. Seperti yang diungkapkan oleh Slamet, sebagai berikut.

“Lah teng ngrika sami nyuwun kaliyan Gusti Allah ingkang sepindah nyuwun keslametan anak putunipun, ingkang kalihipun inggih punika nyuwun supados para petani, pedagang, para warga sedaya saged gangsar anggenipun pados pangupa jiwa kangge nyekapi kebutuhan keluarga, niku ngaten”.

Terjemahan:

‘Di sana meminta kepada Tuhan yang pertama keselamatan anak cucunya, yang kedua yaitu meminta supaya para petani, pedagang dan warga semuanya lancar dalam mencari rejeki untuk mencukupi segala kebutuhan keluarganya, seperti itu’.

Dalam doa yang dilakukan tujuannya hanya meminta keselamatan kepada Allah agar anak cucu selalu sehat dan

diberikan kelancaran serta kemudahan mencari rejeki untuk memenuhi kehidupan keluarganya.

5) Upacara Nyadran

Setelah tiba saatnya, kurang lebih pukul 12.00 kemudian dilanjutkan dengan upacara Nyadran, yakni membaca doa dan mantra-mantra di makam punden desa yaitu makam Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng. Setelah sesaji siap semua dilakukan pembakaran kemenyan di makam kedua punden tersebut.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sukamto, seperti berikut.

“Saderengipun jam 12 kirang 15 menit sajen lan kalengkapan kedah sampun sumedya. Salajengipun kirang langkung jam 12.00 dipunbakar selo were kaliyan dedonga wonten pasareyanipun Sunan Kalijaga kaliyan Sunan Geseng”.

Terjemahan:

‘Sebelum jam 12.00 kurang 15 menit, sesaji dan kelengkapannya harus sudah siap. Selanjutnya kurang lebih jam 12.00 membakar kemenyan serta berdoa di makam Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng’.

Begitu juga yang diungkapkan oleh Slamet, sebagai berikut.

“Lajeng prosesipun Nyadran kados punika, dipunsumedyakake sedaya sesaji ingkang werni-werni wonten ngajengipun pasareyanipun Sunan Kalijaga kaliyan Sunan Geseng. Tiyang-tiyang ingkang nderek ugi lenggah wonten ngiku ngagem klasa. Mbah Ganda minangka juru kunci mimpin dedonga wonten kekalih sesepuh punden desa punika dipunwiwiti mbakar selo were rumiyin”.

Terjemahan:

‘Kemudian prosesi Nyadran seperti ini, disediakan semua sesaji lengkap bermacam-macam di depan makam Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng. Orang-orang yang ikut upacara ini duduk di sekitar makam itu dengan tikar. Mbah Ganda sebagai juru kunci makam memimpin doa di depan kedua Punden tersebut yang diawali dengan membakar kemenyan terlebih dahulu’.

Berikut adalah gambar pada saat berdoa dan pembakaran kemenyan.

Gambar 12. Pembakaran kemenyan.

Gambar di atas terlihat sesaji disiapkan di depan makam.

Sesaji-sesaji ditata di depan kedua makam pepunden desa. Para warga yang mengikuti duduk di sekitar makam dengan khusuk mengikuti jalannya upacara Nyadran. Sesaji di sajikan dengan alas tampah yang terbuat dari anyaman bambu dan dibungkus daun, apabila tidak dengan tampah atau tambir bambu juga dibungkus daun tersebut sesaji dan doanya bisa tidak diterima. Seperti yang diungkapkan oleh Slamet, sebagai berikut.

“Kangge lemek sajen kedah ngangge tampah utawi tambir ugi dibuntel ujungan, menawi mboten ngangge tampah punika saged boten dipuntampi. Gampil-gampil ewet dhawuh leluhur boten saget dipungantos-gantos saremenipun piyambak, dawuhipun leluhur kedah dipunlampahi”.

Terjemahan:

‘Untuk sebagai alas sesaji harus menggunakan tampah atau tambir juga dibungkus daun, kalau tidak menggunakan tampah bisa tidak diterima. Gampang-gampang sulit perintah dari leluhur tidak bisa diganti-ganti semaunya sendiri, perintah leluhur harus dilaksanakan’.

Setelah mbah Gondo dan pemangku-pemangku adat berdoa dan membaca mantra-mantra. Sesaji dirapikan kembali.

Seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 13. Sesaji Nyadran

Gambar di atas menunjukkan suasana di sekitar makam Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng yang ramai dan dipenuhi warga

desa. Sesaji di persembahkan di depan makam dan dikelilingi warga desa yang mengikuti.

6) Selamatan Kenduri

Selamatan kenduri dilakukan setelah upacara Nyadran dilaksanakan. Setelah semua orang berkumpul dan duduk di tempat yang telah disediakan di sekitar makam, kemudian dilanjutkan doa bersama dengan tujuan meminta keselamatan kepada Gusti Allah.

Bapak Gatot adalah pemangku adat yang bertugas memimpin doa dalam acara ini. Berdoa dengan menggunakan cara Islam meskipun ada bagian-bagian yang menggunakan kepercayaan Nyadran.

Setelah selesai berdoa, dilanjutkan makan bersama dengan makanan yang telah disediakan.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Slamet, sebagai berikut.

“Lah biasanipun sasampunipun Nyadran punika dipunwontenaken selametan, wonten doa nggih para piantun punika lenggah sareng-sareng lajeng teng ngriku wonten ingkang ngimami doa, wonten ingkang ngamini, tujuanipun sami nyuwun kalih Gusti Allah. Doa-doanipun kangge cara adat Islam mayoritas step-stepipun sisa wonten ing kepercayaan Nyadran ingkang baku agamamipun punika mayoritas utawi ingkang kathah punika nganut agama Islam. Sesampunipun punika sami dhahar ingkang sampun dipuncepakaken wonten ngriku, lajeng sami kondur dalemipun piyambak-piyambak”.

Terjemahan:

‘Biasa setelah Nyadran itu diadakan selamatan, ada doa dan para peserta itu duduk bersama kemudian disitu ada yang mengimami doa, ada yang mengamini doa tujuannya sama meminta kepada Gusti Allah. Doa-doanya menggunakan cara adat Islam mayoritas bagian-bagiannya ada di kepercayaan Nyadran yang baku agamanya mayoritas atau

yang banyak itu menganut agama Islam. Setelah itu pada makam yang sudah didekatkan disitu, kemudian pada pulang ke rumah sendiri-sendiri’.

Pada dasarnya upacara selamatan merupakan suatu upacara keagamaan yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat di dunia. Selamatan itu biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa pada saat melaksanakan upacara tradisi, seperti krapyakan, sedhekah bumi, kehamilan dan upacara lainnya. Selamatan kenduri ini bertujuan untuk meminta keselamatan kepada Allah.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Agus Chirin, sebagai berikut.

“Nek slametan kenduri kuwi tujuane nggih namung nyuwun slamet marang Gusti Allah supados diparingi kewarasan”.

Terjemahan:

‘Kalau selamatan kenduri itu tujuannya ya hanya meminta keselamatan kepada Gusti Allah supaya diberi kesehatan’.

Berikut adalah gambar pada saat prosesi selamatan kenduri yang dilaksakan oleh berbagai kalangan yang menghadiri acara Nyadran tersebut. Selamatan Nyadran dilaksanakan setelah acara Nyadran dilaksanakan.

Gambar 14. Prosesi selamatan ‘Kenduri’.

Upacara selamatan ini diikuti oleh berbagai kalangan, seperti pemangku adat, perangkat desa, kepolisian serta warga sekitar. Pada selamatan ini yang membawa sesaji dengan menggunakan tenong, tenggok dan ada juga yang menggunakan tampah. Sesaji-sesaji tersebut dibawa oleh pemangku adat serta penganutnya. Sebelum pelaksanaan kenduri dimulai, terlebih dahulu dilaksanakan pembagian gulai/becer kambing. Setelah pembagian selesai, dilanjutkan dengan doa bersama. Kemudian setelah selesai berdoa, maka dimulailah acara kenduri (makan

Upacara selamatan ini diikuti oleh berbagai kalangan, seperti pemangku adat, perangkat desa, kepolisian serta warga sekitar. Pada selamatan ini yang membawa sesaji dengan menggunakan tenong, tenggok dan ada juga yang menggunakan tampah. Sesaji-sesaji tersebut dibawa oleh pemangku adat serta penganutnya. Sebelum pelaksanaan kenduri dimulai, terlebih dahulu dilaksanakan pembagian gulai/becer kambing. Setelah pembagian selesai, dilanjutkan dengan doa bersama. Kemudian setelah selesai berdoa, maka dimulailah acara kenduri (makan

Dokumen terkait