• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, pelaksanaan analisis data dari tahap pengumpulan data sampai akhir. Penelitian dengan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat kompleks di dalamnya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman)

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan cara proses pengumpulan data. Menurut Nasution dalam Sugiyono (2010: 336) teknik analisis data telah dimulai sejak dirumuskan dan menjelaskan masalah sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus menerus sampai penulisan hasil penelitian. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa tahap analisis data dimulai dengan penataan data-data yang dihasilkan dan kemudian melakukan pengelompokan data sesuai dengan jenis data dan fungsi data yang ada dan menyesuaikan data yang ada agar penelitian tentang Bentuk Makna dan Fungsi Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo dapat menjadi penelitian yang relevan.

Menurut Moleong (2011: 247) proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia yaitu dari hasil wawancara, hasil catatan lapangan, dokumen yang bersangkutan, gambar maupun foto dan dari data yang lainnya. Jadi, proses analisis data dimuai dengan meneliti dan menelaah segala data yang telah didapatkan peneliti bisa berupa gambar, tulisan,dukomen dan yang lainnya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Seiddel dalam Moleong (2011: 248) yaitu melalui proses:

1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal ini diberi kode supaya sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mengintensitaskan, membuat ikhtisar dan indeksnya.

3. Berfikir dengan membuat kategori data, supaya data itu memepunyai makna. Mencari dan menemukan pola hubungan-hubungan antar data dan membuat temuan-temuan umum.

Tahap analisis data dimulai dengan menata data-data yang didapat dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumen-dokumen terkait dan sebagainya.

Data tersebut kemudian dikelompokkan sesuai dengan klasifikasinya masing-masing. Data tersebut mulai dikumpulkan sejak sebelum acara atau pra prosesi tradisi Nyadran serta segala peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan didalamnya.

Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan teknik deskriptif kulitatif tentang tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo dengan metode perbandingan tetap. Moleong (2011:

288) menjelaskan bahwa metode perbandingan tetap adalah dengan membandingkan data umum satu dengan data umum yang lainnya dan membandingkan kategori satu dengan kategori lainnya. Data umum disini dimaksudkan data temuan yang didapatkan peneliti. Dalam metode ini peneliti harus melewati beberapa tahap seperti:

1. Pengumpulan Data

Kerlinger dalam Arikunto (2010: 265) mengungkapkan bahwa mengobservasi adalah istilah umum untuk semua bentuk penerimaan data.

Penerimaan atau pengumpulan data dilakukan dengan cara merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya dan mencatatnya. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis dengan prosedur yang terstandar sehingga akan memperoleh data yang variabel atau baik. Dengan demikian, pengumpulan data adalah semua metode atau segala usaha yang mempunyai tujuan untuk memperoleh ukuran tentang variabel. Variabel disini adalah informasi yang berhubungan dengan penelitian.

Pengumpulan data dilakukan secara sistematis dengan komponen yang lain selama kegiatan penelitian berlangsung dengan menggunakan satu atau lebih teknik pengumpulan data.

2. Reduksi Data

Moleong (2011: 288) mengungkapkan bahwa reduksi data mulanya diidentifikasikan adanya satuan yaitu bagian terkecil data yang memiliki makna dengan fokus dan masalah penelitian. Dengan demikian peneliti harus menyesuaikan data yang ada dengan penelitian supaya penelitian berjalan baik dan tidak melebar. Data direduksi dengan melakukan pengkodean supaya data dapat ditelusuri satuannya. Reduksi data ini terlihat pada saat sebelum memutuskan kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pengumpulan data yang dipilih peneliti. Tahap ini berlangsung sampai laporan akhir tersusun lengkap dan dilakukan selama meneliti.

3. Penyajian Data

Penyajian data merupakan salah satu dalam pembuatan laporan hasil penelitian yang telah dilakukan supaya dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Arikunto (2010:53) menjelaskan untuk mendapatkan hasil yang baik peneliti harus dapat mengubah data mentah menjadi data yang bermakna yang mengarah pada kesimpulan sehingga mudah dipahami saat disajikan. Dengan demikian, penyajian data yang mudah dipahami adalah cara utama menganalisis data yang valid. Data diklasifikasi untuk membangun kategori, satuan data dan kategori dianalisis serta dicari hubungan untuk menemukan makna, arti, serta tujuan penelitian. Hasil dari analisis dideskripsikan dalam bentuk laporan penelitian sebagai mana umumnya dan disajikan sebagai laporan penelitian.

4. Penarikan Kesimpulan

Dalam suatu penelitian, penarikan kesimpulan penelitian selalu harus berdasarkan data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian bukan atas dasar angan-angan atau keinginan peneliti (Arikunto, 2010: 385).

Dalam pengolahan data, peneliti mencari makna dari data-data yang telah terkumpul. Peneliti selanjutnya mencari arti dan penjelasannya kemudian menyusun pola-pola hubungan tertentu yang mudah dipahami dan ditafsirkan. Data tersebut dihubungkan dan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya sehingga mudah ditarik kesimpulan sebagai jawaban benar atas setiap permasalahan yang ada.

H. Teknik Penyajian Data

Dalam teknik penyajian data laporan berbentuk informal dengan menggunakan metode tick deskription. Teknik informal adalah suatu penyajian analisis dengan menggunakan kata-kata biasa tanpa menggunakan rumus atau simbol (Sudaryanto, 1993: 145).

Endraswara (2006: 220-221) menjelaskan tick deskription atau deskripsi yang mendalam adalah penulisan laporan mengenai segala aspek kehidupan atau fenomena budaya yang relevan dengan menunjukkan bukti-bukti atau indikator yang tajam. Penelitian bukan sekedar menceritakan seperti pernyataan informan tetapi juga disertai dengan bukti yang ada di lapangan.

Dengan demikian, penulis menyajikan data penelitian dengan menggunakan kata-kata biasa tanpa menggunakan rumus atau simbol dengan disertai bukti-bukti atau indikator mengenai bentuk makna, simbol dan fungsi upacara Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

49 A. Penyajian data

1. Prosesi upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo

Tabel 1.

Prosesi upacara tradisi Nyadran

No Prosesi Keterangan

1 Tahap pra pelaksanaan meliputi:

a. Persiapan

b. Pemberangkatan ke makam c. Pembakaran kemenyan d. Penerimaan sesaji

a. Sebelum dilaksanakan upacara tradisi Nyadran, sesepuh desa dan masyarakat melaksanakan persiapan terlebih dahulu, sesuai dengan tugasnya masing-masing. Sesepuh desa dan warga yang berada di makam mempersiapkan tempat dan sesaji yang akan digunakan dalam pelaksanaan tradisi Nyadran.

b. Sesepuh desa yang bertugas membawa sesaji berkumpul di rumah mbah Gondho untuk membawa sesaji yang ada di bokor. Sekitar jam 8.00 sesepuh desa yang bertugas membawa sesaji berangkat dari rumah mbah Gondo.

c. Setelah sampai di makam dilakukan pembakaran kemenyan yang mempunyai maksud bahwa sesaji sudah datang.

d. Setelah sesaji datang, kemudian mbah Gondo menerima sesaji tersebut.

2 Tahap pelaksanaan, yaitu upacara Nyadran

Sebelum jam 12.00, sesepuh desa dengan berjalan kaki menuju makam dengan membawa sesaji di tampah,

tambir, bokor untuk

melaksanakan upacara Nyadran.

3 Tahap pasca pelaksanaan, yaitu selamatan Kenduri dilanjutkan dengan makan bersama warga desa.

Setelah acara Nyadran selesai, kemudian dilanjutkan dengan acara kenduri yaitu makan bersama dengan tujuan untuk meminta keselamatan.

2. Makna simbolik sesaji dalam upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

Tabel 2

Makna simbolik sesaji dalam upacara tradisi Nyadran No Perlengkapan Sesaji Makna Simbolis

1 Nasi Tumpeng Melambangkan keselamatan, kesuburan, kesejahteraan serta kemakmuran masyarakat.

2 Ayam Ingkung Simbol tuduk, bakti dan kepasrahan kepada Allah

3 Jenang Abang Putih Melambangkan sikap penghormatan dan harapan yang ditujukan kepada kedua orang tua (bapak dan ibu) 4 Sekar Setaman (Bunga

Setaman)

Kembang memiliki aroma harum yakni, keharuman diri manusia artinya manusia harus menjaga keharuman namanya agar tidak tercemar hal-hal negatif.

5 Gedhang Raja (Pisang raja)

Simbol manusia harus seperti raja yang adil dan bijaksana.

6 Degan (Kelapa Muda) melambangkan bahwa orang itu diharapkan bisa berdiri atau berhasil dalam mencari rezeki sehingga bisa gemah ripah loh jinawi.

7 Wedang kopi, wedang teh, wedang putih, dan wedang susu

Memiliki makna bahwa elemen air merupakan salah satu kebutuhan manusia dan menjadi lambang persaudaraan bila ada perkumpulan atau pertemuan.

8 Jajan pasar Simbol supaya manusia tercukupi segala kebutuhannya dan berhasil dalam hidup.

9 Wajik Memiliki makna agar hubungan antara orang yang sudah meninggal dan yang masih hidup senantiasa lekat serta yang masih hidup diharapkan selalu

mengenang dan tidak melupakan arwah orang-orang yang sudah meninggal

10 Kue Cucur Memiliki makna bahwa masyarakat itu pada dasarnya berasal dari satu zat, yang pada intinya masyarakat supaya selalu bersatu dan bekerja sama.

11 Rokok melambangkan manusia supaya bisa menjalani hidupnya dengan sabar dalam hidup beranekaragam.

12 Godhong Tawa (Daun Tawa)

Mempunyai makna apabila manusia selalu bersikap dan berfikiran dengan baik dan senantiasa selalu diberi kemurahan pintu rezeki.

13 Beras, sisir, kaca, bedak dan telur kampung

Melambangkan manusia harus mampu menjalani segala rintangan hidup agar mencapai sebuah kesempurnaan 14 Nasi Golong (sega

golong)

Melambangkan kebulatan tekad yang manunggal atau golong gilig pada waktu menyelenggarakan acara.

15 Minyak Telon Melambangkan supaya manusia mengagungkan nama Tuhan YME yang telah memberikan kehidupan menjadi tentram dan damai

16 Gemblong (jadah) Memiliki makna supaya semua warga bersatu untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu tercapainya tujuan

bersama dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.

17 Daun Dadap Mempunyai makna supaya manusia mempunyai pikiran yang tenang menghadapi pikiran dalam sebuah permasalahan.

18 Becer Kambing Memiliki makna sebagai gambaran alam yang akan dijalani.

3. Fungsi Upacara Tradisi Nyadran Bagi Kehidupan Masyarakat di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo

Tabel 3

Fungsi Upacara Tradisi Nyadran

No Jenis Fungsi Manfaat

1 Ditaktis (Pendidikan)

a. Mendekatkan diri kepada Tuhan

a. Tradisi Nyadran dapat digunakan untuk usaha mendekatkan diri kepada

b. Kebersamaan

c. Ungkapan rasa syukur

Tuhan.

b. Tradisi Nyadran

meningkatkan nilai-nilai yang mencerminkan cipta, rasa dan karsa dari

masyarakat pendukung tradisi ini.

c. Tradisi Nyadran sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.

2 Sosial Tradisi Nyadran bisa

menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi, menciptakan suasana yang harmonis dalam kehidupan masyarakat.

3 Ekonomi Tradisi Nyadran dapat menjadi

alat transaksi dan sarana promosi untuk perdagangan antar warga masyarakat sekaligus dapat menjadi objek pariwisata 4 Sosial Budaya Tradisi Nyadran terdapat

nilai-nilai budaya tradisional sehingga tidak menutup kemungkinan apabila dikemas secara baik dan menarik akan menjadi aset wisata budaya.

5 Psikologi dan Agama Tradisi Nyadran sebagai sarana spiritual antara manusia dengan Tuhannya yaitu sebagai

ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang melimpah.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Prosesi Upacara Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo

Kabupaten Purworejo khususnya desa Kedunglo adalah sebuah desa yang memiliki bermacam-macam budaya salah satunya yaitu tradisi Nyadran. Tradisi ini dilakukan secara turun temurun dan sampai sekarang tradisi ini masih dijalankan di desa Kedunglo. Tradisi ini dilakukan setiap bulan Sura tepat pada hari Jumat Kliwon. Tradisi Nyadran ini dilakukan di

makam punden, makam punden ini yang dipercaya sebagai pelindung atau mbaureksa desa Kedunglo. Selain mendapat sebutan Nyadran, ada juga sebutan nama Suran dalam acara Nyadran ini. Sebutan Suran ini karena upacara tradisi Nyadran ini dilaksanakan setiap bulan Sura pada hari Jumat Kliwon.

Dalam upacara Tradisi Nyadran di desa Kedunglo terdiri dari beberapa prosesi. Jalannya prosesi upacara Nyadran yang masih digunakan dari dahulu sampai sekarang ini meliputi tahap pra pelaksanaan (persiapan, pemberangkatan ke makam, pembakaran kemenyan setelah sesaji sampai ke makam, penerimaan sesaji), tahap pelaksanaan upacara Nyadran, tahap pasca pelaksanaan yaitu selamatan kenduri.

Upacara tradisi Nyadran dilaksanakan satu tahun sekali yang jatuh setiap bulan Sura pada hari Jumat Kliwon. Upacara tradisi Nyadran yang diteliti oleh peneliti dilaksanakan pada hari Jumat Kliwon, tanggal 7 November 2014. Untuk lebih jelasnya mengenai bentuk tradisi Nyadran diungkapkan oleh bapak Rohman, sebagai berikut:

‘Ya cara berdasarkan masyarakat sini, sebelum hari Jumat Kliwon ya persiapan terlebih dahulu. Jumat Kliwon pagi berangkat ke rumah Mbah Gondo langsung menuju ke makam. Sesudah sampai di makam dilakukan pembakaran kemenyan di punden oleh salah satu sesepuh desa yang datang duluan, dengan maksud bahwa sesaji sudah datang. Kemudian penerimaan sesaji oleh mbah Gondo. Setelah itu, kira-kira kurang lebih jam 12 dilakukan upacara Nyadran dengan mantra-mantra. Sesudah dilakukan Nyadran kemudian diakhiri dengan selamatan kendurenan (makan bersama) yang tujuannya memohon keselamatan kepada Allah supaya warga desa sini selalu dilindungi dan terhindar dari bencana-bencana.

Begitu juga seperti yang diungkapkan oleh bapak Sariyo, sebagai berikut.

‘Prosesinya itu pertama melakukan persiapan sebelum hari Jumat Kliwon. Kemudian pada hari Jumat Kliwon pagi harinya sekitar jam 9.00 pemberangkatan sesaji dari rumah mbah Gondo yang dilakukan oleh sesepuh desa. Setelah itu pembakaran kemenyan, penerimaan sesaji, membaca doa-doa dan mantra-mantra dan acara berakhir dengan kenduri dan makan bersama’.

Jadi jalannya prosesi tradisi Nyadran adalah sebagai berikut:

a. Tahap Pra Pelaksanaan, meliputi:

1) Persiapan

Sebelum acara tradisi Nyadran dilaksanakan, pemangku adat dan masyarakat pendukungnya melaksanakan persiapan terlebih dahulu. Beberapa persiapan yang dilakukan sebelum hari pelaksanaan Nyadran yaitu mengumpulkan masyarakat yang percaya pada tradisi Nyadran untuk membahas persiapan kegiatan tersebut diantaranya merencanakan membersihkan makam serta jalan yang akan digunakan untuk membawa sesaji, membahas anggaran yang akan digunakan dalam acara Nyadran tersebut.

Setelah itu kemudian panitia dan pemangku adat membeli uborampe sesaji yang akan digunakan dalam upacara Nyadran, dalam membeli uborampe ada syarat yang harus dipenuhi yaitu tidak boleh menawar.

Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Slamet, sebagai berikut.

“Urutanipun, ingkang sepindah punika saderengipun acara Nyadran dilaksanakake ngempalaken sanak sederek ingkang pitados dhumateng kapercayaan Nyadran.

Antawasipun ngrembag kangge mempersiapkan kegiatan Nyadran antawisipun kebersihan makam ugi lingkungan ingkang badhe dipunlampahi para piyantun ingkang badhe nderek utawi tangga tepalih saha saking pihak Pemerintah Desa, Muspika, Muspida, kajengipun lancar anggenipun tindak wonten ing panggenan punika. Salajengipun ngrembag masalah anggaran biaya ingkang badhe dipunagem mbiayai prosesi Nyadran. Antawisipun wonten sesaji, werni-werni sesajenipun wonten panggangan banyak, tumpeng, lajeng jajan pasar. Ingkang sampun dados tradisi sedaya punika boten pareng ngenyang utawi nawar. Dados sak nyuwune bakul punika ingkang badhe tumbas ingkang dipunpitados kangge tumbas uborampe Nyadran punika boten dipunnyang ngaten punika”.

Terjemahan:

‘Urutannya, yang pertama sebelum pelaksanaan Nyadran yaitu mengumpulkan saudara yang percaya terhadap Nyadran. Diantaranya membahas untuk mempersiapkan kegiatan Nyadran seperti merencanakan membersihkan makam dan jalan lingkungan yang akan dilewati warga masyarakat dan tetangga serta pemerintah desa, muspika, muspida supaya lancar sampai ke tempat itu. Selanjutnya membahas masalah anggaran yang akan digunakan untuk membiayai prosesi Nyadran. Diantaranya ada sesaji, bermacam-macam sesaji ada ayam ingkung, tumpeng kemudian ada jajan pasar yang sudah menjadi tradisi itu tidak boleh menawar. Jadi, semintanya penjual akan dibeli oleh orang yang dipercaya untuk membeli uborampe Nyadran tidak boleh menawat, seperti itu’.

Setelah tiba hari Jumat Kliwon dimana hari pelaksanaan Nyadran tersebut tiba, pemangku adat Nyadran dan masyarakat membantu mempersiapkan tempat dan beberapa sesaji yang akan digunakan dalam upacara Nyadran. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Tempat yang akan digunakan dalam upacara Nyadran yaitu makan Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng.

Gambar di atas merupakan tempat yang akan digunakan untuk pelaksanaan upacara tradisi Nyadran. Di dalam bangunan (Cungkup) tersebut di dalamnya terdapat makam Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng yang diyakini para warga sebagai pepunden dan pendiri desa Kedunglo.

Gambar 2. Persiapan warga masyarakat desa Kedunglo dalam upacara Nyadran

Gambar di atas adalah tempat yang akan digunakan untuk berkumpul seluruh masyarakat yang akan mengikuti upacara

Nyadran. Selain itu juga terdapat gambar persiapan membuat sesaji yang akan digunakan dalam upacara Nyadran tersebut. Masyarakat mengumpulkan ayam pemberian masyarakat yang akan dibuat sesaji dan memotong kambing untuk sesaji pelaksanaan tradisi Nyadran. Seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Pemangku adat dan beberapa warga desa sedang memotong daging kambing.

Gambar di atas adalah gambar pemangku adat dan warga yang sedang memotong daging kambing. Dalam pemotongan kambing dilakukan oleh kaum/sesepuh desa yang memahami akan syarat sahnya dalam pemotongan hewan. Salah satu kewajiban dalam memotong hewan harus diawali dengan membaca Basmalah dan kambing atau ayam serta yang memotong harus menghadap kiblat ke arah timur. Daging kambing kemudian dimasak untuk membuat becer kambing. Seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Warga sedang memasak gulai becer kambing.

Gambar di atas adalah gambar pemangku adat dan warga yang sedang memasak gulai/becer kambing. Pada gambar di atas terlihat yang memasak adalah laki-laki karena laki-laki dianggap lebih bersih dan suci tidak mengalami menstruasi atau datang bulan. Para wanita biasanya tugasnya mempersiapkan perlengkapannya saja yang akan digunakan untuk membuat sesaji.

Selain memasak gulai kambing ada juga pemangku adat yang mempersiapkan sesaji lainnya, seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Warga sedang memasak ayam ingkung.

Gambar di atas adalah pemangku adat dan warga yang sedang memasak ayam ingkung. Ayam ingkung tersebut adalah salah satu sesaji yang akan digunakan dalam Nyadran.

Pada gambar di atas, terlihat yang memasak adalah laki-laki semua. Sebenarnya laki-laki atau perempuan boleh saja memasak, tetapi dalam pemotongan serta pembersihan daging kambing dan ayam dilakukan oleh laki-laki. Jadi yang memasak adalah laki-laki, sedangkan perempuan memasak sesaji selamatan yang lainnya.

2) Pemberangkatan ke Makam

Mbah Gondo adalah salah satu anggota pemangku adat juga sesepuh desa yang ditunjuk sebagai ketua dalam acara Nyadran dan rumahnya dijadikan sebagai tempat untuk pemberangkatan sesaji. Pemangku adat yang bertugas membawa sesaji berkumpul di rumah mbah Gondo untuk membawa perlengkapan sesaji yang akan digunakan dalam upacara Nyadran tersebut. Rombongan pertama dipimpin mbah Gondo yang merupakan rombongan inti, sedangkan rombongan kedua dipimpin pemangku desa lainnya yang disebut penderek karena bertugas mengikuti dan dibelakang dari rombongan pertama. Pemangku adat tersebut berangkat dari rumah mbah Gondo sesuai perintah dari pengayom. Setelah tiba waktu yang ditentukan untuk berangkat ke makam. Pemangku adat serombongan kemudian menuju ke makam.

Hal tersebut sesuai yang diungkapkan oleh Nuryanto, sebagai berikut.

“Ya acara miturut masyarakat sini, saderengipun dinten Jumat Kliwon ya nyiapake rumiyin, dinten Jumat Kliwon dipunwiwiti budhal saking griyanipun mbah Gondo langsung wonten pasareyan”.

Terjemahan:

‘Ya cara berdasarkan masyarakat sini, sebelum hari Jumat Kliwon ya persiapan terlebih dahulu. Dinten Jumat Kliwon berangkat dari rumah mbah Gondo langsung menuju makam’.

Begitu juga seperti yang diungkapkan oleh Slamet, sebagai berikut.

“Lan salajengipun sampun dimugi dinten Jumat Kliwon punika, enjang-enjang sami persiapan rawuh ing papan ingkang sampun dipunsiagakaken ing makam mrika, lajeng wonten tratagan, nggelar klasa kangge sami lenggah”.

Terjemahan:

‘ Dan selanjutnya setelah tiba hari Jumat Kliwon itu, pagi-pagi semua datang mempersiapkan di tempat yang sudah dipersiapkan di makam, kemudian ada tratagan, menggelar tikar untuk bersama-sama duduk .”

Lebih jelas diungkapkan oleh Tugino, sebagai berikut.

“Prosese ngenjang nalika dinten Jumat Kliwon. Aku metu griyo mbah Gondo dipunkengken jam 9.00 kirang langkung minangka anggota rombongan inti mbeto sajen gantian kaliyan sanesipun. Saderengipun jam 9.00 supados dedonga rumiyin supados pinaringan keslametan. Amanah mbah minangka mlampah boten pareng takon amarga bebanipun awrat. Menawi kaliyan kanca rombongan piyambak angsal ngendika namung nalika papasan kula mboten wantun njawab”.

Terjemahan:

‘Prosesnya dilaksanakan ketika hari Jumat Kliwon, saya keluar dari rumah mbah Gondo disuruh kurang lebihnya jam 9.00 sebagai rombongan inti membawa sesaji bergantian dengan yang lainnya. Sebelum jam 9.00 supaya berdoa terlebih dahulu supaya diberi keselamatan. Amanah mbah saya kalau dijalan tidak boleh bertanya jawab sebab bebannya berat. Kalau dengan teman serombongan sendiri boleh berbicara tetapi kalau sedang berpapasan saya tidak berani menjawab’.

Gambar 6. Mbah Gondo dan rombongan sedang berdoa.

Di atas adalah gambar mbah Gondo dan rombongan.

Rombongan ini adalah rombongan depan yang datangnya lebih awal dari pada rombongan pemangku adat yang datang bersama mbah Gondo. Sebelum menuju tempat yang telah disediakan untuk upacara Nyadran tersebut, mbah Gondo dan rombongannya berhenti terlebih dahulu untuk berdoa. Seperti yang terlihat pada gambar di atas yang menunjukkan bahwa mbah Gondo sedang berdoa supaya diberi keselamatan dan kelancaran sewaktu upacara Nyadran. Setelah berdoa selesai, kemudian mereka menuju ke

tempat yang telah disediakan untuk upacara Nyadran. Setelah selesai di tempat tersebut, kemudian mereka langsung mempersiapkan sesaji-sesaji seperti pada gambar di bawah ini.

tempat yang telah disediakan untuk upacara Nyadran. Setelah selesai di tempat tersebut, kemudian mereka langsung mempersiapkan sesaji-sesaji seperti pada gambar di bawah ini.

Dokumen terkait