• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK MAKNA SIMBOLIS DAN FUNGSI TRADISI NYADRAN DI DESA KEDUNGLO KECAMATAN KEMIRI KABUPATEN PURWOREJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BENTUK MAKNA SIMBOLIS DAN FUNGSI TRADISI NYADRAN DI DESA KEDUNGLO KECAMATAN KEMIRI KABUPATEN PURWOREJO"

Copied!
223
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Juni Ariyanti

112160789

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2016

(2)
(3)
(4)

iv Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Juni Ariyanti

NIM : 112160789

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : Bentuk Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo

Dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar- benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan orang lain, bsik sebagian maupun seluruhnya, kecuali pada bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai bahan acuan.

Apabila terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil jiplakan, saya bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Yang Membuat pernyataan,

Juni Ariyanti

Purworejo, 16 Februari 2016

(5)

v MOTO

1. “Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling taqwa“(Q.S Al Hujarat : 13)

2. “Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Q.S Al Baqoroh : 153)

3. “Sikap dalam menerima cobaan adalah sabar dan meyakini bahwa segala milik Allah dan akan kembali kepada Allah cobaan akan ringan dengan sabar dan ridho” (Q.S Al Baqoroh (2) : 156)

4. Seorang sahabat adalah sumber kebahagiaan dikala kita merasa tidak bahagia.

PERSEMBAHAN:

Karya sederhana ini saya persembahkan kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Yatin Rohman dan Ibu Siti Poniah sebagai ungkapan rasa baktiku dan ungkapan terimakasih dalam ketulusan hati, doa, kesabaran, pengorbanan dan motivasi yang tidak pernah letih menuntun dengan kasih sayang dan tidak melewatkan satu haripun untuk mendoakanku.

2. Buah hatiku tersayang Panji Cipta Aryananda, yang selalu memberikan senyuman, dorongan dan semangat dalam menyusun skripsi ini.

3. Teman-teman PBSJ seperjuangan yang selalu bersama- sama dalam suka dan duka di bangku perkuliahan.

4. Sahabat-sahabatku (Ananggadipa Amarendra, Iin Septi Anggraeni, Heri) yang selalu memberikan dukungan selama penyusunan skripsi.

5. Seluruh masyarakat Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo yang telah banyak memberikan informasi dalam penelitian ini.

6. Almamater Universitas Muhammadiyah Purworejo

(6)

vi

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Swt. Atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Bentuk Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu, peneliti menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Drs. H. Supriyono, M. Pd., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan studi di Universitas Muhammadiyah Purworejo.

2. Drs. H. Hartono, M. M., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Yuli Widiyono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan ilmu selama peneliti menempuh studi.

4. Eko Santosa, S.Pd., M.Hum., selaku dosen pembimbing I dan Rochimansyah, M. Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dengan

(7)

vii

5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan ilmu kepada peneliti.

6. Kepala Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo yang telah bersedia memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian tradisi Nyadran.

7. Narasumber-narasumber yang telah memberikan informasi sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Peneliti hanya dapat berdoa semoga budi baik dan bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah Swt. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu peneliti mengharapkan doa, kritik, dan nasihat-nasihat yang membangun. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat, menambah ilmu pengetahuan pembaca dan berguna bagi perkembangan pendidikan selanjutnya.

Peneliti,

Juni Ariyanti Purworejo, 16 Februari 2016

(8)

viii

Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, (1) Prosesi upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo (2) Makna sesaji atau ubarampe yang digunakan dalam tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo (3) Fungsi tradisi Nyadran terhadap masyarakat di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, datanya dikumpulkan, dideskripsikan, kemudian dianalisis prosesi, makna simbolis sesaji dan fungsi yang terdapat dalam tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Sumber data yang dikaji dalam penelitian ini yaitu Mbah Gondo Sastro (juru kuci makam), Bapak Sariyo dan Bapak Rohman (sesepuh desa) desa Kedunglo, Tugino, Slamet, Wahyudi, Nuryanto, Sukamto,Agus Chirin dan Riyadi (panitia tradisi Nyadran dan masyarakat desa Kedunglo). Data yang diambil berupa data hasil wawancara dari narasumber. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Selanjutnya teknik keabsahan data menggunakan triangulasi.

Hasil dari penelitian prosesi pelaksanaan tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo adalah, (1) prosesi meliputi: (a) pra pelaksanaan, yaitu persiapan, pemberangkatan ke makam, pembakaran kemenyan, penerimaan sesaji. (b) pelaksanaan tradisi Nyadran, yaitu penyerahan sesaji, dan berdoa (mujung). (c) pasca pelaksanaan, yaitu kenduri dan makan bersama. (2) makna simbolik sesaji atau ubarampe pelaksanaan tradisi Nyadran terdapat pada (a) nasi tumpeng, (b) ayam ingkung, (c) jenang abang putih, (d) sekar setaman, (e) gedhang raja, (f) degan, (g) wedang kopi, wedang teh, wedang susu, wedang putih, (h) jajan pasar, (i) wajik, (j) kue cucur, (k) rokok, (l) godhong tawa, (m) beras, kaca, sisir, bedak dan telur kampung, (n) nasi golong, (o) minyak telon, (p) gemblong, (q) daun dadap, dan (r) becer kambing. (3) fungsi tradisi Nyadran meliputi: (a) fungsi ditaktis (pendidikam), (b) fungsi sosial, (c) fungsi ekonomi, (d) fungsi sosial budaya, (e) fungsi psikologi dan agama.

Kata kunci: Tradisi Nyadran

(9)

ix

Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2015

Panaliten punika nggadhahi ancas inggih punika kangge ndungkap: (1) Prosesi upacara tradisi Nyadran wonten Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo (2) Makna sesaji utawi ubarampe ingkang cinakup wonten salebetipun tradisi Nyadran wonten Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo, (3) Fungsi tradisi Nyadran dhateng masyarakat wonten Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

Salebetipun panaliten punika, panyerat ngginakaken jenis panaliten deskriptif kualitatif datanipun dipunkempalaken, dipundeskripsikan, lajeng dipunanalisis prosesi, makna simbolis ubarampe ugi ginanipun ingkang cinakup wonten salebetipun tradisi Nyadran wonten Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Sumber data lan data ingkang dipunjinggengi wonten ing panaliten punika inggih punika Mbah Gondo Sastro (juru kuci makam), Bapak Sariyo dan Bapak Rohman (sesepuh desa) desa Kedunglo, Tugino, Slamet, Wahyudi, Nuryanto, Sukamto,Agus Chirin saha Riyadi (panitia tradisi Nyadran) lan masyarakat desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Data ingkang dipunpundhut awujud data wawancara. Teknik pangempalan datanipun ngginakaken teknik wawancara, observasi lan dokumentasi. Teknik analisis data ngginakaken analisis data kualitatif. Salajengipun teknik keabsahan data ngginakaken triangulasi.

Asiling panaliten punika, Prosesi saking upacara tradisi Nyadran wonten Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo inggih menika (1) Prosesi kaperang dados: (a) Saderengipun palaksanan yaiku: nyamektakaken, tindak ing pasareyan, obong menyan, nampi ubarampe. (b) Palaksanan tradisi Nyadran, yaiku;

ngaturake ubarampe, lan dedonga (c) Pungkasan lampahan, yaiku kenduri lajeng dhahar sesarengan. (2) Tegesnipun saking ubarampe palaksanan tradisi Nyadran punika wonten (a) sega tumpeng, (b) ayam rebus, (c) jenang abang putih, (d) sekar setaman, (e) gedhang raja, (f) degan, (g) wedang kopi, wedang teh, wedang susu, wedang putih, (h) jajan pasar, (i) wajik, (j) roti cucur, (k) rokok, (l) godhong tawa, (m) beras, kaca, sisir, wedur, lan tigan kampung, (n) sega golong, (o) minyak telon, (p) gemblong, (q) godhong dadap, lan (r) becer mendha. (3) Fungsinipun tradisi Nyadran inggih punika: (a) fungsi pendidikan, (b) fungsi sosial, (c) fungsi ekonomi, (d) fungsi sosial budaya, (e) fungsi psikologi saha agami.

Kata kunci: Tradisi Nyadran

(10)

x

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Kajian Teori ... 12

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

C. Sumber Data dan Data Penelitian ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Instrumen Penelitian ... 38

F. Teknik Keabsahan Data ... 40

G. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA A. Penyajian Data ... 49

1. Prosesi Upacara Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo ... 49

2. Makna Simbolik Sesaji dalam Upacara Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo ... 50

(11)

xi

2. Makna Simbolis sesaji atau Ubarampe yang digunakan dalam Prosesi Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo,

Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo ... 72

3. Fungsi Upacara Tradisi Nyadran Bagi Kehidupan Masyarakat di Desa Kedunglo ... 105

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 115

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120

LAMPIRAN ... 122

(12)

xii

Tabel 1. Prosesi Upacara Tradisi Nyadran... 49 Tabel 2. Makna Simbolik Sesaji dalam Upacara Tradisi Nyadran ... 50 Tabel 3. Fungsi Upacara Tradisi Nyadran ... 52

(13)

xiii

Gambar 1. Tempat yang akan digunakan dalam upacara Nyadran yaitu makam

Sunan Kalijaga dan Sunan Geseng ... 56

Gambar 2. Persiapan warga masyarakat Desa Kedunglo dalam upacara Nyadran 56 Gambar 3. Pemangku adat dan beberapa warga desa sedang memotong daging kambing ... 57

Gambar 4. Warga sedang memasak gulai becer kambing ... 58

Gambar 5. Warga sedang memasak ayam ingkung ... 58

Gambar 6. Mbah Gondo dan rombongan sedang berdoa ... 61

Gambar 7. Persiapan sesaji ... 62

Gambar 8. Gambar pembakaran kemenyan ... 63

Gambar 9. Penderek beserta rombongan setelah sampai di makam ... 64

Gambar 10. Penyerahan sesaji ... 65

Gambar 11. Mbah Gondo dan penderek sedang memasrahkan sesaji ... 65

Gambar 12. Pembakaran kemenyan ... 68

Gambar 13. Sesaji Nyadran ... 69

Gambar 14. Prosesi selamatan Kenduri ... 72

Gambar 15. Sesaji Tampah/Tambir ... 74

Gambar 16. Nasi Tumpeng ... 76

Gambar 17. Ayam Ingkung ... 76

Gambar 18. Jenang abang putih ... 78

Gambar 19. Sekar Setaman (Bunga Setaman) ... 80

Gambar 20. Gedhang raja (pisang raja) ... 82

Gambar 21. Degan ijo (kelapa muda) ... 84

Gambar 22. Wedang kopi, wedang teh, wedang putih, dan wedang susu ... 85

Gambar 23. Jajan pasar ... 88

Gambar 24. Wajik ... 89

Gambar 25. Kue Cucur ... 91

Gambar 26. Rokok ... 93

Gambar 27. Godhong tawa ... 94

Gambar 28. Beras, sisir, bedak, kaca dan telur kampung ... 96

Gambar 29. Nasi golong ... 98

Gambar 30. Minyak telon ... 99

Gambar 31. Gemblong (jadah) ... 101

Gambar 32. Daun Dadap ... 103

Gambar 33. Becer ... 104

(14)

xiv

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara ... 122

Lampiran 2 : Catatan Lapangan ... 124

Lampiran 3 : Daftar Wawancara ... 126

Lampiran 4 : Surat Pernyataan ... 150

Lampiran 5 : Foto Kopi KTP Nara Sumber Penelitian ... 160

Lampiran 6 : Peta Desa Kedunglo ... 170

Lampiran 7 : Peta Kecamatan Kemiri ... 171

Lampiran 8 : Surat Keterangan dari Kelurahan ... 172

Lampiran 9 : Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi ... 173

Lampiran 10 : Surat Keputusan Penetapan Dosen Penguji Skripsi ... 174

Lampiran 11 : Permohonan Ijin Penelitian ... 175

Lampiran 12 : Kartu Bimbingan Skripsi ... 176

(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Suatu bangsa merupakan sebuah kumpulan dari berbagai daerah, dari berbagai daerah terdapat beraneka ragam suku, bahasa, adat-istiadat, dan lain sebagainya. Semua keanekaragaman itu memiliki ciri kekhasan yang bisa disebut budaya. Budaya merupakan suatu hasil kreativitas masyarakat yang mempunyai keragaman. Hasil kreativitas masyarakat ini yang setiap kali ada secara turun-temurun, sehingga manusia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Kebudayaan sebagai ciptaan atau warisan hidup bermasyarakat adalah hasil cipta atau kreativitas para pendukungnya. Kebudayaan diciptakan dalam rangka berinteraksi dengan ekologinya, yaitu untuk memenuhi keperluan biologi dan kelangsungan hidupnya sehingga kebudayaan mampu menghadapi segala tantangan yang yang ada dan tetap bertahan. Kehidupan sehari-hari manusia tidak akan lepas dari yang namanya kebudayaan, karena manusia akan melihat dan mempergunakan hasil kebudayaan dalam aktivitasnya.

Seperti halnya upacara tradisi yang diwariskan secara turun-temurun, upacara tradisi Nyadran tetap dilaksanakan meskipun zaman sudah modern.

Tradisi Nyadran di desa Kedunglo, Kecamatan kemiri, Kabupaten Purworejo yang masih dilaksanakan hingga sekarang oleh para pendukungnya. Tradisi Nyadran ini sudah dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat sekitar.

(16)

Tradisi Nyadran merupakan salah satu wujud kebudayaan yang sudah lama dan sudah menjadi warisan turun-temurun dilaksanakan oleh generasi ke generasi di desa Kedunglo karena tradisi ini mempunyai fungsi dan makna tersendiri bagi masyarakat setempat. Dari informasi yang didapat dari masyarakat setempat pada saat melakukan pengamatan pada pelaksanaan acara tradisi Nyadran tahun sebelumnya menyebutkan bahwa masyarakat setempat masih percaya apabila tidak melaksanakan tradisi ini mereka akan mendapatkan bahaya (pageblug) atau kecelakaan bagi kehidupan mereka.

Padahal untuk melakukan Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo ini memerlukan biaya yang tidak sedikit dan bisa dibilang merepotkan untuk memenuhi sesajen dan ubarampe yang digunakan selama prosesi berlangsung.

Nyadran merupakan waktu berkunjung ke makam para leluhur atau kerabat yang telah meninggal dunia. Masyarakat masih tetap memegang teguh tradisi Nyadran, khususnya masyarakat di desa Kedunglo. Tradisi Nyadran banyak dilakukan di berbagai daerah dengan tata cara yang berbeda-beda.

Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo dilaksanakan setiap tahun pada hari Jumat Kliwon di bulan Sura.

Tradisi Nyadran dilakukan karena masyarakat Desa Kedunglo beranggapan bahwa tidak akan ada Desa Kedunglo apabila tanpa seseorang yang membuka desa ini yang disebut Punden atau pendiri desa. Petilasan yang dianggap sebagai seseorang yang dulu sempat tinggal di Desa Kedunglo, sehingga petilasan tersebut dijadikan tempat Nyadran setiap tahunnya. Tradisi

(17)

Nyadran di Desa Kedunglo memiliki keunikan dibandingkan dengan desa- desa lain yang ada di Kabupaten Purworejo. Keunikannya terletak pada jumlah sesaji yang digunakan dalam prosesi tradisi, seperti jumlah ayam, kambing, bunga dan prosesi pemasakan ayam dan kambing yang dilakukan di makam Desa Kedunglo. Semua proses itu yang melakukan adalah seluruh masyarakat laki-laki Desa Kedunglo. Tradisi Nyadran dilaksanakan pada hari Jumat Kliwon pada bulan Sura, karena lokasi petilasan makam berdekatan dengan jalan raya banyak masyarakat yang melewatinya ikut menonton acara Nyadran tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Bentuk Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo”. Melalui penelitian ini dapat dilihat bentuk makna simbolis dan fungsi tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, banyak sekali permasalahan yang timbul. Dalam identifikasi masalah, peneliti akan menampilkan masalah-masalah yang muncul dari latar belakang masalah seperti:

1. Bentuk dari kebudayaan Jawa sangat bervariasi, salah satunya yaitu tradisi Nyadran yang masih bertahan hingga sekarang ini di tengah-tengah menjamurnya dan masuknya kebudayaan yang datang dari luar.

(18)

2. Perkembangan kebudayaan di pulau Jawa sangat pesat. Dengan majunya teknologi kebudayaan-kebudayaan dari luar masuk tidak bisa terbendung.

Sebagian tradisi yang mampu menghadapi tantangan akan bertahan dan apabila tidak akan hilang seiring perkembangan zaman.

3. Pengaruh modernisasi dalam perkembangan kebudayaan Jawa sangat besar. Kebudayaan yang mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman akan bertahan dan berkembang seperti tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

4. Prosesi pelaksanaan Tradisi Nyadran di era modern sekarang ini bisa dikatakan sangat merepotkan. Tradisi ini banyak memerlukan biaya serta perlengkapan dan sesaji-sesaji yang tidak mudah. Namun, bagi pendukungnya Nyadran adalah suatu kewajiban serta ucapan syukur kepada Sang Pencipta.

5. Makna dari sesaji (uborampe) yang digunakan saat prosesi Nyadran berlangsung bermacam-macam. Sesaji yang digunakan merupakan hasil bumi dari masyarakat sekitar yang sebagian besar berpencaharian sebagai petani.

6. Fungsi tradisi Nyadran terhadap masyarakat sekitar sangat bermanfaat.

Selain sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan, juga mempererat rasa kekeluargaan bagi masyarakat pendukungnya. Dengan diprogram dan dipromosikan tradisi Nyadran sekarang menjadi agenda pariwisata daerah dan menambah pendapatan ekonomi masyarakat sekitar.

(19)

7. Eksistensi kebudayaan Jawa dari arus modernisasi yang melanda dunia apabila direncanakan dan diprogram akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

C. Batasan Masalah

Peneliti membuat batasan masalah agar tidak menyimpang jauh dari yang telah dikehendaki dan bisa memberikan gambaran yang jelas. Batasan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Prosesi pelaksanaan upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

2. Makna simbolis sesaji (uborampe) dalam upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo

3. Fungsi tradisi Nyadran terhadap masyarakat di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas tadi, maka dapat dirumuskan permasalahan pokok penelitian, yaitu:

1. Bagaimanakah prosesi upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo?

2. Apa sajakah makna simbolis sesaji dalam upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo?

3. Bagaimanakah fungsi tradisi Nyadran terhadap masyarakat di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo?

(20)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada “Bentuk Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Nyadran Di Desa Kedunglo Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo” adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan prosesi upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

2. Mendeskripsikan makna simbolis sesaji dalam upacara tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

3. Mendeskripsikan fungsi tradisi Nyadran terhadap masyarakat di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada “Bentuk Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Nyadran Di Desa Kedunglo Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo” adalah sebagai berikut:

1. Segi teoretis

a. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai kajian budaya Jawa, memahami pranata masyarakat Jawa atau khususnya menyangkut tradisi Nyadran.

b. Untuk menambah pengetahuan tentang penelitian terkait dengan teori budaya dan tentang bentuk makna simbolis dan fungsi tradisi Nyadran yang terdapat di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

(21)

2. Segi praktis

a. Dengan adanya penelitian ini bisa menjadi salah satu sumber informasi masyarakat mengenai bentuk makna simbolis dan fungsi tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

b. Sebagai acuan dalam pembinaan tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Purworejo.

(22)

8 A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan salah satu usaha untuk memperoleh data yang sudah ada biasanya dengan mencari penelitian yang relevan. Dalam penelitian data merupakan hal yang penting untuk menyimpulkan fakta-fakta atau meramal gejala-gejala yang sudah ada atau pernah terjadi.

Penelitian tentang Tradisi Nyadran memang pernah ada yang menggunakan sebagai objek penelitian. Namun, tentang Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo belum ada yang menggunakan sebagai bahan objek penelitian mahasiswa. Peneliti tertarik untuk utuk mengangkat judul “Bentuk Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo” ini karena mempunyai ciri khas sendiri dan sangat menarik untuk diteliti. Dalam penelitian terdahulu pasti ada persamaan dari kajian-kajian yang diambil, sehingga peneliti mengambil dua penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu:

1. Penelitian yang pertama adalah penelitian dari Siti Sholikhatun (2012:

Fakultas Keguruan dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo). Siti Sholikhatun mengambil judul “ Upacara Tradisional Suraan di Dusun Banjengan, Desa Wirogaten, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen”.

(23)

Dalam penelitian Siti Sholikhatun menemukan beberapa permasalahan yaitu (1) mendeskripsikan prosesi Upacara Tradisional Suraan di Dusun Banjengan, Desa Wirogaten, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, (2) makna simbolik dari sesaji dalam Upacara Tradisional Suraan di Dusun Banjengan, Desa Wirogaten, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, (3) fungsi folklor dari Upacara Tradisional Suraan di Dusun Banjengan, Desa Wirogaten, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, (4) menjelaskan nilai-nilai yang terdapat dalam Upacara Tradisional Suraan di Dusun Banjengan, Desa Wirogaten, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen. Hasil dari penelitian Upacara Tradisional Suraan di Dusun Banjengan, Desa Wirogaten, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen adalah (1) prosesi meliputi: bersih makam cikal bakal desa Wirigaten yaitu makam mbah Wirogati, doa bersama, penyembelihan kerbau, pagelaran wayang kulit di halaman rumah kepala desa, (2) makna dalam proses penyembelihan dan semoga kerbau tersebut halal dimakan dan mendapat berkah dari Allah Swt. nasi golong mempunyai makna kebulatan tekad, tumpeng melambangkan cita-cita dan tujuan yang mulia, ingkung mempunyai arti permohonan ampun, nasi uduk dimaksudkan untuk mengirim doa kepada Nabi Muhammad Saw. (3) fungsi folklor meliputi: fungsi ritual, fungsi sosial, dan fungsi pelestarian tradisi, (4) nilai-nilai pendidikan yang tersirat adalah nilai agamadan nilai etika moral.

(24)

Upacara Tradisional Suraan di Dusun Banjengan, Desa Wirogaten, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen tersebut merupakan wujud kebudayaan yang meliputi bersih makam, doa bersama, penyembelihan kerbau, kemudian Suraan dan pementasan wayang kulit.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti ambil adalah sama-sama mengkaji tentang tradisi. Peneliti meneliti tentang Bentuk Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Perbedaannya adalah lokasi penelitian yang yang akan diambil peneliti dan waktu pelaksanaannya yang berbeda karena dilaksanakan pada bulan Sura pada hari Jumat.

Dalam penelitian Upacara Tradisional Suraan di Dusun Banjengan, Desa Wirogaten, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen tersebut mengkaji tentang diskripsi dari upacara dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sedangkan dalam Bentuk Makna Simbolis dan Fungsi Tradisi Nyadran di Desa Kedunglo Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo meliputi kajian folklor, kebudayaan, prosesi, makna dan fungsi tradisi Nyadran tersebut.

2. Penelitian yang kedua berjudul “Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang” yang disusun oleh Muhammad Arif Susanto (2015) dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana prosesi Tradisi Nyadran di Desa Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten

(25)

Magelang, (2) apa makna sesaji yang digunakan dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, (3) bagaimana persepsi masyarakat terhadap Tradisi Nyadran di Desa Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang. Hasil dari penelitian tersebut adalah (1) prosesi meliputi bersih makam Punden dan leluhur desa, doa bersama, penyembelihan kerbau, pagelaran wayang kulit di depan halaman kelurahan, (2) makna dalam penyembelihan wujud bersyukur kepada Allah Swt. yang telah memberikan rizki berupa kesuburan sehingga dapat mencukupi kebutuhan ternak, tumpeng bermakna wujud kepasrahan warga terhadap ikatan takdir, nasi golong mempunyai arti kebulatan tekad, cengkir melambangkan keyakinan dalam berfikir, janur memiliki arti kebersihan hati, jajan pasar memiliki makna kesederhanaan dan kebersamaan warga, (3) persepsi masyarakat bagi golongan islam kurang setuju dengan adanya tradisi Nyadran karena tidak sesuai dengan ajaran Islam, bagi masyarakat pada umumnya merasa setuju karena selain wujud pelestarian tradisi juga sebagai tempat bersosialisasi masyarakat untuk mempererat kerukunan juga sebagai pemacu peningkatan ekonomi masyarakat sekitar.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo adalah mengungkap tentang prosesi tradisi Nyadran dan makna yang ada pada sesaji tradisi tersebut.

(26)

Perbedaaan dari penelitian yang akan dilaksanakan di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo adalah tempat dilakukan penelitian. Dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang juga mengungkap persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan tradisi tersebut. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan karena peneliti berusaha untuk mengungkap fungsi tradisi Nyadran terhadap kehidupan masyarakat tersebut dan yang berada disekitarnya.

B. Kajian Teori 1. Kebudayaan

Kebudayaan adalah suatu hasil pikiran yang tidak berakar dari nalurinya dan hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah melalui proses belajar. Koentjaraningrat (dalam Sutardjo, 2010: 12) berpendapat bahwa budaya berasal dari buddhayah (Sanskerta) adalah bentuk jamak dari buddhi “budi/akal”. Jadi, kebudayaan berarti hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal yang tumbuh dari diri manusia untuk menghadapi permasalahan hidup yang dihadapinya melalui proses belajar .

Dalam Depdiknas (2008: 215) dijelaskan bahwa kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat-istiadat. Antara keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman dan yang menjadi pedoman tingkah laku. Dengan demikian, kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan

(27)

pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalaman.

Kebudayaan meliputi gagasan-gagasan, cara berfikir, ide-ide, yang menghasilkan norma-norma, adat istiadat, hukum dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan pedoman bagi tingkah laku dalam masyarakat. Tingkat yang lebih tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat adalah sistem nilai budaya, karena sistem nilai budaya merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran (sebagian) masyarakat. Sistem nilai budaya tidak hanya berfungsi sebagai pedoman tetapi sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidupnya.

Wujud kebudayaan mencakup tiga hal, yaitu (a) sesuatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai norma-norma dan peraturan-peraturan yang meliputi alam pikiran masyarakat yang berupa tulisan dan karangan, (b) aktivitas kelakuan berpola dalam masyarakat, meliputi sistem masyarakat, (c) hasil karya manusia, meliputi bentuk fisik (benda-benda, bangunan) ( Sutardjo, 2010: 13). Dengan demikian wujud dari kebudayaan memiliki berbagai bentuk sesuai dengan pola dan tingkah laku manusia dalam masyarakat. Perwujudan kegiatan tersebut dijadikan pedoman hidup manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari supaya kehidupan manusia kelak menjadi lebih baik dan lebih serasi dengan alam.

Dijelaskan lebih lanjut Sutardjo, (2010: 14) bahwa Isi kebudayaan begitu kompleks dan mencakup berbagai keadaan dan kebudayaan masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun modern, yang mencakup

(28)

masalah (a) sistem religi dan upacara keagamaan, (b) sistem organisasi dan kemasyarakatan, (c) sistem pengetahuan, (d) bahasa dan sastra, (e) kesenian, (f) sistem mata pencaharian hidup, (g) sistem teknologi dan peralatan. Jadi, kebudayaan merupakan sesuatu yang berguna atau kaitannya dengan setiap masyarakat itu. Kebudayaan merupakan sesuatu yang kompleks yang didalamnya terdapat kepercayaan, agama, norma, adat istiadat, kesenian dan hukum yang didapat setiap seseorang yang menjadi anggota masyarakat.

Dari berbagai pendapat yang ada di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil karya akal dan budi manusia di dalam kehidupannya setelah mengalami proses belajar, dengan menciptakan segala sesuatu yang berguna bagi dirinya atau masyarakat. Kebudayaan juga merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari kebudayaan itu bersifat abstrak.

2. Folklor

a. Pengertian Folklor

Istilah folklor berasal dari bahasa Inggris folklore. Folklor berasal dari dua kata folk dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf

(29)

pendidikan yang sama dan agama yang sama. Lore adalah tradisi folk, tradisi turun-temurun inilah yang disebut dengan lore (Dundes dalam Danandjaja, 1986: 1).

Menurut Endraswara (2006: 58) menyebutkan bahwa folklor berasal dari kata folk dan lore. Folk sama artinya dengan kolektif. Folk dapat diartikan rakyat dan lore adalah tradisinya. Dengan demikian folklore adalah salah satu tradisi rakyat yang diwariskan secara turun- temurun dan dilestarikan oleh masyarakat yang memilikinya. Jadi, folklor biasanya tumbuh dan berkembang pada masyarakat yang masih tradisional.

Danandjaja (1986: 2) dalam buku Folklor Indonesia menjelaskan lebih rinci bahwa folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Namun, hakikat folklor itu sendiri adalah sebuah identitas yang terdapat dalam masyarakat tradisional. Folklor dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya dengan suka rela dan penuh semangat, tanpa ada paksaan. Jadi dengan semangat dan penuh suka rela tersebut, rasa akan memiliki tradisi dalam masyarakat akan mengakar dan menyebabkan emosi masing- masing warganya menjadi manunggal dan merasa memilikinya.

(30)

Endraswara (2010: 4-5) menjelaskan bahwa folklor Jawa adalah segala karya tradisi yang diwariskan dan berguna bagi pendukungnya.

Folklor Jawa sebagai suatu karya milik kolektif besar orang Jawa.

Orang Jawa mengakui secara sadar atau tidak bahwa dirinya memiliki folklor. Hal ini ditunjukkan oleh sikap memiliki (handarbeni) dan ingin memelihara folklor tersebut.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, folklor merupakan sebagian dari kebudayaan yang ada. Folklor diwariskan secara tradisional dan dimiliki kelompok atau kolektif yang dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakatnya sendiri.

b. Ciri- ciri Folklor

Menurut Endraswara (2006: 59) menyebutkan bahwa folklor mempunyai ciri-ciri yang berbeda dalam kajian penelitian kebudayaan yang spesifik, karena didalamnya mengandung nilai-nilai yang amat tinggi. Untuk mengetahui bahwa yang diteliti termasuk dalam folklor adalah dengan adanya:

1) Penyebaran dan pewarisannya secara lisan, yaitu dengan tutur kata dari mulut ke mulut.

2) Bersifat tradisional, artinya disebarkan dalam kurun waktu lama dan standar.

3) Ada dalam berbagai versi dan varian.

4) Bersifat anonim artinya penciptanya tidak diketahui.

5) Mempunyai bentuk, berumus dan berpola.

(31)

6) Mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif.

7) Bersifat pralogis.

8) Bersifat polos dan lugu.

Folklor harus memenuhi nilai-nilai yang ada, apabila kriteria- kriteria tersebut tidak dipenuhi maka dapat dimungkinkan bahwa hal tersebut bukan bagian dari sebuah folklor.

c. Folklor Jawa

Folklor Jawa pada dasarnya merupakan bagian dari kebudayaan Jawa. Folklor Jawa tersebar secara turun-temurun sejalan dengan adanya budaya Jawa yang “adiluhung” dan terus berkembang sejalan dengan kehidupan orang Jawa.

Menurut Endraswara (2010: 4) mengungkapkan bahwa folklor Jawa adalah segala karya tradisi yang diwariskan dari nenek moyang mereka dan berguna bagi pendukungnya. Folklor disebarkan dalam bentuk lisan pada masyarakat Jawa sehingga berkesinambungan dari generasi ke generasi di dalam masyarakat Jawa sendiri. Dengan demikian, folklor Jawa bersifat tradisional dan dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa supaya terjaga keaslian dan kesakralannya.

Dalam perkembangannya sekarang ini, kebudayaan telah mempengaruhi subkultur tersebut. Folklor Jawa sesungguhnya hasil dari akulturasi dari berbagai unsur. Pengaruh dari animisme- dinamisme, Hinduisme, Budhaisme, dan Islam membentuk sebuah

(32)

akulturasi kebudayaan (Purwadi, 2012: 3). Jadi, folklor Jawa terbentuk dari sebuah akulturasi budaya yang berkembang dari waktu ke waktu secara berkesinambungan. Di dalam masyarakat Jawa, folklor diwariskan secara turun temurun dan menjadi perpaduan antara folklor dan kebudayaan Jawa yang “adiluhung”.

Folklor Jawa dapat diberikan ciri khas diantaranya: (1) disebarkan secara lisan, artinya dari mulut ke mulut, dari satu orang ke orang lain, dan secara ilmiah tanpa paksaan, (2) nilai-nilai tradisi Jawa sangat menonjol dalam folklor, (3) dapat bervariasi antara satu wilayah, namun hakikatnya sama, (4) pencipta dan pengarang folklor tidak jelas siapa dan darimana aslinya, (5) cenderung memiliki formula dan rumus yang tetap dan ada yang lentur, maksudnya ada rumus yang tak berubah-ubah sebagai pathokan dan ada yang berubah-ubah tergantung kepentingan, (6) mempunyai kegunaan bagi pendukung atau kolektiva Jawa, (7) kadang-kadang mencerminkankan hal-hal yang bersifat pronologis, (8) menjadi milik bersama dan tanggung jawab bersama, (9) mempunyai sifat polos dan spontan, (10) ada yang memiliki unsur humor dan wejangan (Endraswara, 2010: 6).

Menurut Purwadi (2012: 1-2) ciri-ciri folklor Jawa yaitu (1) milik masyarakat tradisional secara kolektif, (2) mengutamakan jalur lisan, dan (3) bersifat inovatif atau jarang mengalami perubahan.

Folklor bisa meliputi dongeng, cerita, hikayat, kesenian dan busana

(33)

daerah. Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki folklor yang beraneka ragam.

Bertumpu dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa wujud tradisi yang ada di Jawa merupakan salah satu bentuk dari folklor yang diturunkan secara turun-temurun yang merupakan perpaduan antara folklor dan kebudayaan Jawa yang

“adiluhung”.

d. Bentuk- bentuk Folklor

Menurut Endraswara (2010: 25-38) bentuk folklor Jawa ada lima bentuk yaitu (1) folklor Jawa esoterik dan eksoterik artinya sesuatu yang memiliki sifat yang hanya dapat dimengerti oleh sejumlah besar orang saja. Folklor eksoterik adalah sesuatu yang dapat dimengerti oleh umum, tidak terbatas oleh kolektif tertentu, (2) folklor Jawa populer dan sakral artinya folklor sederhana, tetapi banyak diminati, sedang folklor Jawa sakral merupakan folklor serius yang membutuhkan waktu dan pemaknaan mendalam, (3) folklor sebagai media komunikasi budaya merupakan suatu bidang budaya yang ditandai sesuatu pergumulan dalam arti pemberian pengertian- pengertian yang telah dianggap baku dengan penciptaan baru, (4) metamorfosis folklor Jawa palsu yaitu dapat terjadi karena adanya migrasi, terutama yang timbul oleh kesenjangan dari seseorang untuk mengabadikan dan mendokumentasikan folklor, dan (5) folklor Jawa

(34)

politik merupakan wahana ekspresi, pencipta folklor sengaja membangkitkan gairah politik agar mendapat perhatian berbagai pihak.

Menurut Brunvand (dalam Danandjaja, 1986: 21-22) menggolongkan folklor berdasarkan tipenya menjadi tiga kelompok besar yaitu (1) folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan di antaranya bahasa rakyat (logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan), ungkapan tradisional (peribahasa dan pepatah) pertanyaan tradisional (teka-teki), puisi rakyat (pantun, gurindam, dan syair), (2) folklor sebagian lisan yaitu folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan di antaranya kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, dan pesta rakyat, dan (3) folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan diantaranya material (arsitek rakyat, kerajinan tangan rakyat, dan obat-obatan tradisonal), dan non material (gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan musik rakyat).

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk folklor Jawa ada lima macam di antaranya bentuk folklor Jawa esoterik dan eksoterik.

Populer dan sakral, palsu, politik, dan sebagai media komunikasi budaya. Secara umum bentuk folklor dibagi menjadi tiga yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan foklor bukan lisan.

(35)

e. Fungsi Folklor

Di dalam hidup bermasyarakat, folklor memiliki beberapa fungsi terutama yang lisan dan sebagian lisan. Folklor memiliki banyak fungsi yang menarik dan penting diteliti dalam rangka melaksanakan pembangunan bangsa ini.

Menurut Boscom dalam Endraswara (2006: 59) folklor mempunyai fungsi-fungsi untuk masyarakat pendukungnya, yaitu : 1) Sebagai sistem proyeksi

2) Sebagai alat pengesahan kebudayaan 3) Sebagai alat pendidikan

4) Sebagai alat pemaksaan pemberlakuan norma-norma.

Fungsi folklor disini adalah sebagai bagian dari kehidupan masyarakat yang berfungsi untuk mendukung berbagai kegiatan di lingkungan masyarakat.

Selain Boscom, Alan Dundesa dalam Endraswara (2006: 59) menyebutkan ada 4 fungsi folklor yang berbeda, seperti:

1) Untuk mempertebal perasaan solidaritas kolektif 2) Sebagai alat pembenaran suatu masyarakat 3) Memberikan arahan kepada masyarakat

4) Sebagai alat yang menyenangkan dan memberi hiburan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi folklor adalah sebagai pembentukan identitas lokal, jati diri, dan kerukunan.

Pembentukan identitas dalam folklor sangat berpengaruh pada setiap

(36)

kebudayaan yang ada di dalam masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu, folklor mempunyai peranan penting dalam suatu kelompok masyarakat atau sekelompok orang.

3. Upacara Tradisional

Upacara tradisional merupakan salah satu peninggalan kebudayaan yang ada di setiap tempat. Hal ini dimiliki warga dan mengikat masyarakatnya untuk mempelajari tentang apa yang terkandung di dalam upacara tersebut.

Purwadi (2005: 1) mengungkapkan bahwa upacara tradisional merupakan warisan sosial yang dimiliki masyarakat dengan jalan mempelajarinya. Upacara tradisional juga berfungsi sebagai pembinaan warga masyarakat yang bersangkutan. Fungsi tersebut antara lain sebagai alat untuk memperkokoh norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku secara turun-temurun. Dengan demikian, upacara tradisonal mempunyai nilai filsafat yang tinggi dalam praktiknya, sehingga akan mempererat hubungan baik yang bersifat vertikal maupun horisontal.

Upacara tradisional mempunyai bentuk dalam berbagai jenis.

Bentuk-bentuk tersebut seperti upacara slametan, bancakan, kenduren dan sebagainya. Upacara slametan adalah upacara sedekah makanan dan doa bersama. Upacara tersebut bertujuan untuk memohon keselamatan dan ketentraman untuk keluarga yang menyelenggarakan. Pada tradisi bancakan adalah upacara sedekah makanan yang berdasarkan hajat yang melaksanakan yang berkaitan dengan leluhur supaya terhindar dari suatu

(37)

permasalahan. Pada kegiatan kenduren adalah upacara sedekah makanan karena ungkapan rasa syukur memperoleh anugerah atau kesuksesan yang dicita-citakan ( Purwadi, 2005: 22-26).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa upacara adat mempunyai keistimewaan tersendiri bagi masyarakat yang melaksanakan.

Hal tersebut terlihat jelas bahwa dalam setiap acara yang berbeda maka acara yang dilakukan juga berbeda, sesuai dengan tujuan dan kepentingannya.

4. Persepsi Masyarakat a. Pengertian Persepsi

Kata persepsi tergolong kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris perception yang mempunyai arti penglihatan, pemahaman, dan tanggapan. Depdiknas (2008: 1061) menjelaskan bahwa persepsi adalah tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu yang diteliti.

Dengan demikian, persepsi sendiri merupakan tanggapan orang maupun kelompok masyarakat menilai suatu yang mereka lihat.

Menurut peneliti persepsi adalah sebuah tanggapan di mana seseorang mengetahui suatu hal atau gejala melalui panca indranya.

Hal atau gejala tersebut kemudian dibuat menjadi sebuah tanggapan dan menjadi sebuah pernyataan.

b. Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah kesatuan yang tetap dari orang-orang yang hidup di daerah tertentu dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok.

(38)

Masyarakat Jawa adalah penduduk Jawa yang tinggal di bagian tengah dan timur pulau Jawa (Sutardjo, 2010: 33). Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang mengerti tentang apa yang dilakukan dan tidak perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam kehidupan bermasyarakat mempunyai suatu aturan dan tatanan tersendiri.

Dalam bukunya, Purwadi (2005: 3) memberikan contoh masyarakat yang baik adalah masyarakat lebah. Masyarakat lebah adalah masyarakat yang cara kerjanya mengikuti sebuah tatanan atau mempunyai tata tertib yang wajib dilakukan. Hal yang dilakukan harus sesuai dengan aspek formal maupun material, baik batin dan lahirnya dn tata caranya.

Bertumpu pada penjelasan di atas, persepsi masyarakat dapat diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup bersama di daerah tertentu kemudian melihat dan menilai sesuatu yang mereka lihat dan kemudian mereka pahami. Dalam sebuah pandangan, terkadang masyarakat mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Hal tersebut sesuai dengan sudut pandang masyarakat tersebut, sehingga tanggapan masyarakat tentang suatu hal kadang berbeda-beda pendapat.

5. Punden

Punden atau pepunden berasal dari bahasa Jawa yaitu pundi.

Depdiknas (2008: 1116) menjelaskan bahwa pundi berarti yang dimuliakan atau junjungan. Dengan demikian punden merupakan sesuatu yang dihormati atau dijunjung oleh masyarakat. Punden atau pepunden

(39)

pada umumnya tempat dimakamkannya cikal bakal desa atau orang yang dihormati di suatu daerah. Punden pada umumnya lebih dinilai wingit karena masyarakat percaya lebih menghormati dan memposisikan lebih daripada makam yang yang lainnya.

Hal ini sesuai dengan Punden yang berada di desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Makam Punden tersebut memiliki tempat dan posisi yang berbeda dengan makam lainnya. Punden tersebut terletak di daerah sendiri dan mendapat perlakuan yang berbeda seperti diberi cungkup serta diberi kemenyan pada hari-hari tertentu.

6. Sesaji ( uborampe/ sajen )

Pada masyarakat Jawa, upacara adat, tradisi, dan ritual slametan adalah acara yang sudah diakrabi sejak lahir. Dalam setiap kegiatan tersebut pasti ada yang dinamakan ubo rampe atau sesaji (sajen). Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena Jawa merupakan pusat dari kerajaan-kerajaan terdahulunya yang sudah mempunyai kebiasaan dengan upacara-upacara adat Jawa.

Nurhayati (2009: 132) mengungkapkan bahwa sajen berasal dari kata saji dan imbuhan –an yang artinya disediakan. Sajen adalah rangkaian (makanan, benda-benda, alat-alat khusus dan sandang) yang dipersembahkan untuk roh para leluhur sebagai tanda hormat dan syukur, serta permohonan perlindungan keselamatan dalam hidupnya. Dengan demikian, sajen tidak selalu sama bentuknya tetapi diselaraskan dengan kebutuhan atau hajatnya.

(40)

Purwadi (2005: 103) menjelaskan bahwa sajian adalah makanan kecil, benda-benda kecil, bunga-bunga serta barang hiasan yang disusun menurut konsepsi kegiatan sehingga memiliki simbol atau arti tersendiri.

Selain makanan yang disusun, setiap makanan dan sajian yang dihidangkan terpisah juga mempunyai arti sendiri-sendiri.

Dari penjelasan di atas, sesaji menurut peneliti adalah perlengkapan yang digunakan selama prosesi adat berlangsung. Pada umumnya sesaji yang digunakan dalam setiap acara berbeda-beda, karena sesaji yang digunakan sesuai dengan kebutuhan.

7. Tradisi Nyadran

a. Pengertian Tradisi

Dalam Depdiknas (2008: 1483) dijelaskan bahwa tradisi merupakan adat atau kebiasaan dari turun temurun atau dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat. Dengan kata lain, tradisi adalah penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang ada merupakan cara yang paling baik dan benar.

Menurut Kayam dalam Sutarjo (2010: 63), tradisi adalah gugusan nilai-nilai budaya yang mapan dalam kurun waktu bergenerasi. Jadi, tradisi diwariskan secara turun-temurun dan masih berlangsung hingga sekarang.

Koentjaraningrat dalam Herusatoto (2008:164) menjelaskan bahwa tradisi atau adat-istiadat dapat dibagi dalam empat tingkatan

(41)

yaitu: 1) tingkat nilai budaya, 2) tingkat norma-norma, 3) tingkat hukum dan, 4) tingkat aturan khusus.

Berdasarkan pengertian tradisi di atas, dapat dikatakan bahwa tradisi adalah segala sesuatu yang berupa nilai, norma sosial, pola kelakuan, dan kebiasaan tertentu yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan serta diwariskan secara turun-temurun dan masih berlangsung hingga sekarang.

b. Pengertian Nyadran

Nyadran atau sadrana berasal dari bahasa Sanskerta, Sraddha yang artinya keyakinan. Secara sederhana Nyadran adalah kegiatan bersih makam yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat Jawa yang umumnya tinggal di pedesaan.

Tradisi ini sudah berlangsung sejak jaman Hindu-Budha sebelum masuknya ajaran Islam ke tanah Jawa. Sejak abad ke-15 para Sunan yang dikenal dengan sebutan Wali Songo menggabungkan tradisi tersebut dalam dakwahnya untuk menyebarkan agama Islam supaya mudah diterima.

Nyadran bisa dipahami sebagai sebuah simbolisasi hubungan antara seseorang dengan leluhurnya, antara sesama dan hubungan dengan Tuhan. Bentuk kegiatannya adalah berupa acara massal membersihkan makam dan mendoakan para pendahulunya supaya mendapat ampunan dan keselamatan dari Tuhan.

(42)

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi Nyadran merupakan kebiasaan dari masa lalu yang ditrasformasikan hingga masa kini. Tradisi Nyadran yang sudah ada sejak dahulu ini merupakan wujud dari hubungan antara manusia dengan leluhur-leluhurnya yang telah tiada dan dianggap mampu melindungi dari gangguan dunia.

Tradisi Nyadran memiliki makna dan simbol-simbol yang bermanfaat dalam kehidupan sosiokultural masyarakat desa. Pada hakikatnya tradisi ini memiliki makna yang luhur karena berhubungan dengan nilai gotong-royong dan solidaritas sosial. Tradisi Nyadran memberikan pengaruh multi fungsi dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Dengan melaksanakan tradisi ini, menambah intensitas masyarakat dalam berinteraksi serta dapat menjaga kelestarian akan budaya yang dimiliki oleh masyarakat di desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

(43)

A. Jenis Penelitian

Penelitian Bentuk Makna Simbol dan Fungsi Upacara Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo menggunakan metode penelitian Kualitatif, di mana penelitian ini lebih cenderung pada data.

Penelitian data kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dalam penelitian dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting, dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2011: 248).

Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2011:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, para penulis masih tetap mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk peneliti kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Dalam metode penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, catatan lapangan, dan pemanfaatan dokumen.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dimana dalam penelitian peneliti lebih cenderung pada pemaparan

29

(44)

hasil. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dalam bentuk tertulis maupun lisan. Dalam mengumpulkan data, peneliti dapat mendapatkan informasi yang mendalam terkait dengan bentuk makna simbolis dan fungsi upacara Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Dengan metode kualitatif ini peneliti juga akan mendapatkan informasi yang akurat sehingga akan memudahkan dalam memaparkan hasil penelitiannya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo yang berjarak 35 km dari Kota Purworejo.

2. Waktu

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan, yakni sejak awal penelitian. Dari pembuatan proposal sampai dengan laporan hasil penelitian.

No. Kegiatan Waktu Penelitian

Mar Aprl Mei Jun Jul Agst 1. Pembuatan proposal

2. Pengolahan data 3. Pemilihan data 4. Analisis

5. Pembuatan laporan 6. Hasil laporan

(45)

C. Sumber Data dan Data Penelitian 1. Sumber Data

Menurut Arikunto (2010: 172) sumber data yaitu subjek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah informan atau nara sumber.

Bungin (2011: 116) menjelaskan dalam wawancara perlu menyeleksi informan sehingga akan terhindar dari kesulitan dilapangan.

Syarat-syarat informan yang baik adalah:

a. Memiliki idealisme dalam dunia ilmu pendidikan

Dalam menentukan informan atau narasumber sedapat mungkin memilih yang memiliki pendidikan. Di daerah pedesaan kadang pendidikan kurang diperhatikan. Dengan memilih narasumber berpendidikan diharapkan akan mendapatkandata informasi yang lebih baik dan akurat mengenai penelitian.

b. Memahami makna dan maksud wawancara

Informan atau narasumber yang memahami maksud dan tujuan wawancara otomatis akan memberikan data informasi yang jelas dan tepat. Dengan begitu tidak ada data informasi yang dibuat-buat dan sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.

c. Memahami permasalahan yang diwawancarai

Dalam hal tersebut peneliti dalam mencari informan atau nara sumber diharapkan mencari orang yang benar-benar memahami mengenai hal-hal yang diteliti. Dengan ini peneliti akan mendapatkan

(46)

data yang benar. Hal penelitian ini dapat dicek dengan melihat KTP/identitas warga yang akan diwawancarai atau dimintai informasi.

d. Mampu berkomunikasi dengan baik

Informan atau narasumber yang mampu berkomunikasi dengan baik akan memudahkan peneliti dalam proses wawancara. Dengan bahasa dan komunikasi yang baik dan mudah dimengerti akan memudahkan peneliti dalam mengolah data yang didapat ketika proses wawancara.

Informan atau nara sumber yang dimaksud adalah yang dianggap menguasai dan dapat dipercaya untuk sumber data yang valid seperti sesepuh desa, kepala desa, perangkat desa, tokoh masyarakat yang masih aktif dalam menyelenggarakan tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Informan dalam penelitian ini adalah:

a. Bapak Purwidianto S.Kom selaku Kepala Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, sebagai pihak yang berperan dalam menyelenggarakan ritual upacara Nyadran.

b. Mbah Gondho Sastra selaku juru kunci makam, merupakan informan yang dapat menjelaskan tentang bagaimana bentuk makna simbolis dan fungsi dalam upacara Nyadran.

c. Sesepuh Desa (nama), orang yang dituakan atau dianggap tua di mana pendapatnya dihormati oleh masyarakat.

(47)

d. Masyarakat Desa Kedunglo, dalam penelitian ini masyarakat sedikit banyak mengetahui bentuk makna simbolis dan fungsi dalam tradisi Nyadran, karena semua masyarakat ikut terlibat dalam prosesi tradisi Nyadran.

2. Data

Data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata atau tindakan dan selebihnya adalah dokumentasi. Lofland dan lofland (dalam Moleong, 2011: 157) mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Jadi, data utama dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata hasil dari observasi di lapangan dan yang lainnya berupa data tambahan.

Jenis data yang digunakan peneliti adalah data primer dan data sekunder:

a. Data primer yaitu data yang langsung digunakan dikumpulkan oleh peneliti (organisasi atau petugas-petugas) dari objeknya atau sumber pertamannya (Heriyanto dan Hamid, 2008: 4). Data primer penelitian ini adalah hasil wawancara, catatan hasil observasi proses tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

Data primer dikumpulkan secara langsung dari lapangan melalui wawancara dan catatan hasil observasi terhadap informan perwakilan instansi maupun perorangan yang dianggap menguasai dan dapat

(48)

dipercaya untuk mendapatkan data yang valid. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan data primer dari hasil wawancara,

b. Disamping data primer terdapat data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain sehingga biasanya data dicatat dalam bentuk publikasi-publikasi (Heriyanto dan hamid, 2008: 4). Data sekunder itu biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, dokumen pribadi, dokumen resmi. Data sekunder misalnya data mengenai keadaan demografi suatu daerah, data mengenai produktivitas suatu perguruan tinggi, data mengenai persediaan pangan di suatu daerah, dan sebagainya. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu berasal dari dokumen tentang apa saja yang berhubungan dengan masalah yang berkaitan dengan ritual tradisi Nyadran di Desa Kedunglo, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Observasi

Observasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya dan mengaitkannya dengan panca indra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (bungin, 2011: 118). Dalam penelitian ini, peneliti meninjau langsung ke lokasi di mana upacara adat tersebut dilakukan.

Dengan demikian peneliti dapat mengetahui secara langsung bagaimana

(49)

prosesi dari tradisi Nyadran berlangsung dan diharapkan memperoleh data yang selengkap-lengkapnya.

Keterlibatan peneliti merupakan hal yang wajib dalam penelitian kualitatif untuk mengumpulkan data, agar peneliti melihat secara langsung hal-hal yang harus diteliti dan tidak diteliti. Dengan demikian, peneliti wajib untuk melakukan observasi ke lokasi langsung supaya hasil penelitian mendekati objektivitas, lebih lengkap dan mendalam.

Dalam melakukan observasi peneliti mengamati berbagai hal yang akan menjadi faktor-faktor penentu hasil penelitian ini, hal tersebut meliputi: (a) letak geografis penelitian, (b) kondisi sosial yang ada dalam masyarakat setempat, (c) masyarakat setempat, (d) upacara adat yaitu tradisi Nyadran. Dalam observasi ini peneliti mencari informasi tentang segala data yang berkaitan dengan objek penelitian.

Observasi ini dilakukan dengan menggunakan bantuan berupa alat tulis, dan kamera. Alat tulis untuk mencatat hasil observasi di lapangan dan kamera sebagai sarana merekam dan mengambil gambar supaya peneliti mendapatkan gambaran yang lebih jelas sebelum acara tersebut berjalan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi pasif (observasi nonpartisipan). Sugiyono (2010: 204) menjelaskan bahwa dalam observasi pertisipasi pasif (observasi nonpartisipan) , peneliti datang di tempat kegiatan tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Jadi, peneliti berada di luar aktifitas tidak turut

(50)

membantu kegiatan yang diteliti. Dalam observasi ini peneliti mencatat hasil observasi dengan cermat, kritis, dan tidak tergesa-gesa supaya apa yang dicatat dalam observasi adalah benar-benar data yang dibutuhkan.

2. Teknik Wawancara

Menurut Moleong (2011: 186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Jadi, secara garis besar wawancara berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan untuk mempermudah dalam mentranskrip hasil dari wawancara atau tanya jawab.

Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2011: 186) menjelaskan lebih rinci maksud mengadakan wawancara antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan. Merekonstruksi kebulatan- kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu. Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang. Memverifikasi, mengubah, memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi). Memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai penecekan anggota. Secara umum wawancara dilakukan secara langsung bertatap muka dengan informan penelitian.

(51)

Adapun teknik wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur (semi structured) yaitu wawancara yang menggunakan pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan yang terstruktur sebagai pedoman wawancara (guideline interview) yang digunakan sebagai kontrol dalam alur pembicaraan, kemudian diperdalam dengan mengorek keterangan lebih lanjut (Arikunto, 2010: 270). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang terkait dengan penelitian bentuk makna simbolis dan fungsi upacara nyadran.

3. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang- barang tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian (Arikunto, 2010: 201).

Dokumen bisa berbentuk tulisan maupun gambar dari seseorang.

Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan wawancara dengan narasumber. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, peta desa, dan video. Dokumentasi ini sangat penting karena akan berguna untuk mengecek data yang telah terkumpul dan dapat dijadikan bukti otentik agar hasil penelitiannya terjaga validitasnya.

Moleong (2011: 217-218), menjelaskan lebih lanjut dokumen pribadi adalah dokumen dan kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti

(52)

berbagai faktor disekitar subjek penelitian. Jadi, sebuah dokumen dapat dijadikan sebagai sumber data karena banyak hal dalam dokumen yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan yang terjadi dalam suatu penelitian. Dokumen resmi terbagi atas internal dan eksternal yang berupa memo, anggaran, dasar, lembaga sosial, majalah, video, foto-foto, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan oleh media massa.

Adapun data yang didokumentasikan yaitu berupa foto-foto dan video. Dokumentasi bertujuan untuk menambah kevaliditasan data yang ada seperti mendokumentasikan prosesi tradisi Nyadran dan juga uborampe yang digunakan dalam acara tersebut.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah, hasilnya lebih baik, dan sistematis sehingga akan lebih mudah diolah (Arikunto, 2010:

203). Dengan demikian instrumen penelitian merupakan segala sesuatu yang digunakan peneliti untuk memudahkan pekerjaanya sehingga mendapatkan hasil yang baik.

Moleong (2011: 9) menjelaskan dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri merupakan alat pengumpul data utama. Instrumen penelitian yang dimaksud di sini adalah peneliti itu sendiri. Jadi, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelopor hasil penelitiannya.

(53)

Pengertian instrumen atau alat penelitian disini lebih tepat karena peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.

Untuk mendapatkan data-data yang valid dan objektif terhadap apa yang diteliti maka kehadiran peneliti dilapangan dalam penelitian kualitatif sangat diperlukan. Kehadiran peneliti sebagai pengamat langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang akan diteliti sangat menentukan hasil penelitian, maka dengan cara riset lapangan sebagai pengamat penuh secara langsung pada lokasi peneliti dapat menemukan data secara langsung. Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian menggunakan instrumen dan alat penelitian sesuai metode penelitian yang dipilih.

Adapun instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah 1. Pedoman wawancara digunakan sebagai fokus pencarian data, pertanyaan

dalam wawancara dapat dikembangkan sesuai dengan pengetahuan informan penelitian dengan instrumen ini diharapkan peneliti mendapatkan data yang akurat. Wawancara ini ditujukan kepada narasumber antara lain pemangku adat, perangkat desa, dan warga masyarakat yang dianggap mengerti mengenai tradisi Nyadran. Pokok pertanyaan yang diajukan adalah tentang prosesi pelaksanaan upacara tradisi tersebut, makna simbolik sesaji dan fungsi tradisi Nyadran terhadap kehidupan masyarakat kedunglo.

2. Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat tetap terfokus dengan apa yang akan di teliti, pedoman observasi ini akan memudahkan peneliti dalam melakukan kegiatan yang akan atau harus diamati. Hal-hal yang

(54)

diamati dalam observasi ini adalah pelaksanaan prosesi tradisi Nyadran, tempat dan pelaku tradisi Nyadran, serta orang-orang yang dapat dijadikan informan sehingga dapat memudahkan peneliti dalam mendapatkan data.

3. Kamera foto untuk merekam gambar. Adanya kamera foto diharapkan dapat memberikan gambar yang berupa foto mengenai pra acara dan prosesi tradisi Nyadran beserta sesaji yang digunakan dalam tradisi Nyadran di Desa Kemiri, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo.

4. Alat perekam untuk merekam hasil wawancara. Adanya bantuan alat perekam diharapkan dapat diperoleh data yang akurat, karena dokumentasi berupa rekaman dapat dianalisis dengan teliti.

5. Buku catatan untuk mencatat hasil wawancara maupun hasil analisis data.

Adapun buku catatan dimaksudkan untuk mencatat hasil keterangan dari penelitian, maupun sebagai catatan tambahan pada saat dilakukan analisis data atau pengecekan kembali data yang diperoleh. Hal-hal yang dicatat meliputi situasi yang terjadi selama persiapan dan pelaksanaan upacara, respon para pelaku yang terlibat langsung mapun tidak dalam upacara dan lain-lain yang relevan dengan masalah penelitian.

F. Teknik Keabsahan Data

Moleong (2011:321) mengungkapkan keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui (validitas) dan keandalan (reliabilitas).

Menurut versi positivisme yang disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri. Jadi, suatu data dikatakan absah apabila

(55)

telah melewati tahap keabsahan data, sehingga akan didapatkan data penelitian yang valid dan credible (dapat dipercaya).

Untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah perlu dilaksanakan pemeriksaan keabsahan data. Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2011: 330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.

Menurut Bungin (2011:264) salah satu cara paling penting dan mudah dalam uji keabsahan hasil penelitian adalah dengan triangulasi peneliti, metode, teori dan sumber data.

Terdapat empat langkah dalam pengecekan data yaitu:

1. Triangulasi Kejujuran Peneliti

Menurut Bungin (2011:264) triagulasi ini dilakukan untuk menguji kejujuran, subjektivitas, dan kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan. Peneliti sebagai manusia dengan sadar atau tanpa sadar melakukan kesalahan yang merusak kejujurannya ketika mengumpulkan data di lapangan. Dengan ini, peneliti memerlukan peneliti lain untuk mengecek kembali data-data yang didapatkan sehingga akan mendapatkan data yang sama.

2. Triangulasi dengan Sumber Data

Menurut Patton dalam Bungin (2011:264-265) triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda dalam

(56)

metode kualitatif. Dengan menggunakan triangulasi sumber ini, peneliti mengecek kembali data-data yang telah didapatkannya dengan melalui waktu dan cara yang berbeda. Pengecekan dilakukan sampai mendapatkan data-data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan derajat kepercayaannya.

3. Triangulasi dengan Metode

Menurut Bungin (2011:265) triangulasi dengan metode dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi, atau apakah hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika di- interview. Triangulasi ini dilakukan untuk mengecek penggunaan metode pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama meskipun menggunakan metode yang berbeda. Apabila berbeda maka peneliti harus menjelaskan perbedaan itu, tujuannya untuk mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda.

4. Triangulasi dengan Teori

Bungin (2011:265) berpendapat bahwa triangulasi dengan teori adalah dilakukan dengan menguraikan pola, hubungan dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis untuk mencari tema atau penjelasan pembanding. Pendapat ini diperkuat oleh Patton dalam Bungin (2011:265) bahwa triangulasi dengan teori dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelas banding (rival explanation). Triangulasi ini digunakan peneliti untuk menjelaskan kembali informasi yang telah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis hasil inversi parameter petrofisika LMR dan EEI untuk identifikasi litologi dan fluida diketahui bahwa daerah prospek yang merupakan

Karena rute yang dihasilkan dari metode (llarke-Wright "Savings" dianggap belum cukup memuaskan, maka dilakukan kombinasi dari rute-rute yang dihasilkan oleh

aktor Orang, proses, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem informasi yang akan dibuat di luar sistem informasi yang akan dibuat itu sendiri, jadi walaupun

Bentuk-bentuk pertanyaan tersebut pada dasarnya dapat dikembangkan oleh guru untuk mendorong peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir dengan mengajukan hipotesis

peserta didik akan memahami apa yang disampaikan guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru yang bersangkutan harus memikirkan mengenai apa dan bagaimana seharusnya anak didik

Pada pertemuan ke-dua (95%) sampai pertemuan ke-empat (50%) terjadi penurunan, hal ini dikarenakan pada pertemuan ke-dua siswa sangat antusias dengan materi pembelajaran

Faktor-faktor yang memungkinkan untuk digunakan oleh perusahaan dalam meningkatkan motivasi kerja karyawan agar dapat meningkatkan produktifitas kerja karyawan,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya birokrasi, budaya inovatif dan budaya suportif terhadap kepuasan kerja pada salah satu bank di Rangkasbitung. Data