• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Ibu menyusui membutuhkan zat-zat gizi yang lebih banyak daripada ibu yang tidak menyusui. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) bagi bangsa Indonesia, ibu yang sedang menyusui bayi pada 6 bulan pertama membutuhkan tambahan energi sebesar 330 kkal dan protein 20 g dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui, pada golongan umur yang sama (Menkes 2013). Tambahan tersebut penting untuk membantu penyembuhan setelah melahirkan, meningkatkan status gizi dan kesehatan ibu serta mengisi ulang cadangan zat gizi ibu (Gillespie 1999).

Mudjajanto & Sukandar (2007) mengungkapkan bahwa konsumsi energi dan protein ibu menyusui secara rerata hanya memenuhi 60% dan 87% dari AKG. Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) di Indonesia tahun 2014 menunjukkan bahwa banyak dari kelompok umur ibu menyusui yaitu umur 19-55 tahun dengan konsumsi energi dan protein pada kategori kurang. Terdapat sebanyak 50% dari kelompok umur tersebut dengan konsumsi energi <70% dari AKG dan sebanyak 33.8% dengan konsumsi protein <80% AKG (Kemenkes 2015). Ibu menyusui dengan konsumsi energi, protein dan zat gizi lainnya pada kategori kurang, berisiko mengalami deplesi. Mengingat bahwa ASI merupakan satu-satunya makanan yang paling ideal untuk bayi sejak lahir hingga 6 bulan maka perlu diupayakan agar asupan zat gizi ibu menyusui dapat mencapai AKG. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk hal tersebut adalah melalui pemberian makanan tambahan.

Produk makanan tambahan untuk ibu menyusui berbasis bahan pangan yang memiliki fungsi laktagogum sangat potensial sebagai pangan alternatif bagi ibu menyusui untuk memperbaiki asupan energi, protein dan sekaligus juga untuk meningkatkan sekresi dan produksi ASI karena fungsi laktagogum dari bahan pangan yang digunakan.

Torbangun atau bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour.) merupakan bahan pangan lokal dari Sumatera Utara yang memiliki fungsi laktagogum. Fungsi daun torbangun sebagai laktagogum telah dibuktikan oleh sejumlah penelitian pada manusia (Santosa 2001; Damanik et al. 2006; 2009). Daun torbangun umumnya diolah menjadi sayur atau sop dan biasanya dikonsumsi segera setelah ibu melahirkan selama ±30 hari dengan tujuan untuk memperlancar dan meningkatkan produksi ASI (Damanik et al. 2004; 2006; 2009).

Hingga saat ini, belum ada produk makanan tambahan yang diformulasi berbasis tepung torbangun untuk ibu yang sedang menyusui. Rice (2011) mengungkapkan bahwa selain fungsi laktagogum, tanaman torbangun memiliki keunggulan yaitu mudah tumbuh dengan umur panen yang relatif singkat, sehingga ketersediaan bahan baku daun torbangun untuk pengembangan produk relatif mudah untuk diupayakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk makanan tambahan fungsional berbasis tepung torbangun dalam bentuk produk siap saji untuk ibu menyusui dan menganalisis

29 karakteristik organoleptik, kandungan gizi, sifat fisik dan mikrobiologinya. Produk tersebut diharapkan menjadi salah satu alternatif variasi olahan torbangun dengan daya simpan yang lebih lama dan penggunaan yang lebih praktis dibandingkan hasil olahan tradisional. Keistimewaan lainnya adalah konsumsi produk tersebut tidak hanya berkontribusi terhadap tambahan asupan zat gizi yang dibutuhkan oleh ibu menyusui tetapi sekaligus juga dapat mendukung praktek pemberian ASI eksklusif melalui fungsi laktagogum yang dimilikinya.

Metode Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pengembangan produk makanan tambahan untuk ibu menyusui dalam bentuk serbuk siap saji adalah tepung torbangun, tepung jagung, isolat protein kedelai, susu skim bubuk dan tepung gula. Bahan kimia digunakan untuk analisis zat gizi dan uji mikrobiologi.

Peralatan yang digunakan adalah peralatan untuk uji organoleptik, peralatan gelas untuk analisis kimia dan sifat fisik,drum dryer dandisc mill.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan analisis proksimat bahan dasar untuk pembuatan produk. Tahap selanjutnya meliputi formulasi bahan dasar, pengolahan menjadi produk, uji organoleptik produk, analisis zat gizi dan pengujian sifat fisik serta mikrobiologi dari 1 produk terpilih berdasarkan hasil uji organoleptik.

Analisis Proksimat Bahan Dasar

Analisis proksimat dilakukan terhadap tepung torbangun, tepung jagung, isolat protein kedelai dan susu skim bubuk. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air (metode gravimetri), kadar abu (metode pengabuan kering), kadar lemak (metode Soxhlet) dilakukan sesuai dengan SNI 01-2891-1992 (BSN 1992), kadar protein (metode mikro Kjeldahl) sesuai dengan AOAC 960.52-1961 (AOAC 2010) dan kadar karbohidrat dengan metodeby difference.Adapun data proksimat tepung gula diketahui dari Tabel Komposisi Pangan Indonesia (Mahmud et al. 2009).

Formulasi Bahan untuk Pengembangan Produk

Formulasi atau penyusunan komposisi campuran bahan yang digunakan ditujukan agar secara perhitungan kandungan zat gizi khususnya energi dan protein dari produk yang dihasilkan dapat mendekati angka tambahan kalori dan protein per hari bagi ibu menyusui dan porsi per 1 kali penyajian juga mendekati serbuk sereal komersial. Tahap formulasi untuk pengembangan produk menggunakan rancangan percobaan, yaitu rancangan acak lengkap dengan 1 faktor (Mattjik & Sumertajaya, 2006). Formulasi dilakukan dengan 1 faktor perlakuan dengan 3 taraf pelakuan masing-masing 2 ulangan yaitu penggunaan tepung daun torbangun berturut-urut 9.6 g (F1), 10.8 g (F2) dan 12 g (F3). Formulasi menggunakan bahan dasar yang sama yaitu tepung jagung, isolat protein kedelai, susu skim bubuk dan tepung gula.

Pengolahan Menjadi Produk

Formula yang disusun F1, F2 dan F3 masing-masing diolah menjadi bentuk serbuk siap saji. Pengolahan dimulai dari pencampuran tepung jagung dan isolat protein kedelai secara merata. Selanjutnya dibuat adonan dengan penambahan air (1:4) dan dimasak dengan uap selama 10 menit Setelah itu campuran tersebut dikeringkan dengan drum dryer (140oC; 3 rpm). Pengeringan dengan alat ini akan menghasilkan produk berupa lembaran-lembaran tipis kemudian ditepungkan dengan disc mill dan diayak dengan ukuran 80 mesh. Selanjutnya dilakukan pencampuran kering (dry mix) tepung komposit tersebut dengan susu skim bubuk, tepung gula dan tepung torbangun.

Uji Organoleptik Produk

Uji organoleptik produk dilakukan oleh 40 orang panelis konsumen yaitu ibu menyusui bayi umur hingga 6 bulan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bantar Jaya Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor. Uji organoleptik menggunakan 3 skala hedonik yaitu (1) tidak suka (2) biasa dan (3) suka.

Analisis Produk Terpilih

Berdasarkan pertimbangan hasil uji organoleptik dipilih 1 dari 3 produk untuk dianalisis lebih lanjut. Analisis produk terpilih meliputi analisis proksimat, sifat fisik dan uji mikrobiologi. Analisis sifat fisik meliputi daya serap air dan kelarutan dalam air, sedangkan uji mikroba meliputi angka lempeng total, E. coli, Salmonella, danStaphylococcus aureus.

Analisis Data

Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif berdasarkan nilai modus dan persentase penerimaan panelis terhadap produk. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tingkat kesukaan panelis yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur danoverallproduk digunakan uji Kruskal Wallis.

Hasil dan Pembahasan Kandungan Gizi Bahan untuk Pengembangan Produk

Kandungan gizi dari bahan-bahan yang digunakan dalam pengembangan produk disajikan pada Tabel 8. Selain pada bahan isolat protein kedelai, komponen utama yang terdapat pada bahan-bahan yang digunakan untuk formulasi adalah karbohidrat. Bahan formulasi dengan kandungan protein paling tinggi adalah isolat protein kedelai. Kadar protein pada susu skim bubuk hanya setengah dari nilai yang tertera pada daftar komposisi bahan pangan Indonesia yaitu 35.6% dan tidak sesuai dengan syarat mutu susu menurut SNI 01-2970- 2006 dimana kadar protein pada susu berlemak atau kurang berlemak minimal 23% sedangkan pada susu bebas lemak minimal 30% (Mahmud 1990; DSN 2006).

31 Tabel 8 Kandungan gizi bahan untuk pengembangan produk (% berat basah)

Bahan Air Abu Lemak Protein Karbohidrat

Tepung torbangun 8.79±0.04 7.92±0.01 9.17±0.00 20.91±0.01 53.21±0.05

Tepung jagung 12.31±0.15 0.86±0.01 3.36±0.00 3.86±0.01 79.61±0.16

Susu skim bubuk 3.49±0.03 6.15±0.03 0.20±0.03 17.12±0.12 73.04±0.08

Isolat protein kedelai 6.08±0.02 3.54±0.02 1.93±0.01 70.93±0.11 17.52±0.15

Tepung Gula*) 5.40 0.60 0 0 94

*)

Kandungan gizi berdasarkan Tabel komposisi pangan Indonesia (Mahmudet al.2009).

Hasil analisis proksimat bahan pada Tabel 8 digunakan sebagai pertimbangan untuk merancang jumlah bahan yang digunakan pada tahap formulasi disamping pertimbangan uji coba pengolahan. Jumlah tepung torbangun yang digunakan untuk setiap formula didasarkan pada nilai rendemen pembuatan tepung torbangun terhadap jumlah daun torbangun segar yang umum dikonsumsi per hari di Sumatera Utara yaitu 120-150 g daun torbangun segar (Damanik 2009). Komposisi bahan dari masing-masing formula disajikan pada Tabel 9. Selanjutnya, formula tersebut diolah menjadi bentuk serbuk siap saji berdasarkan modifikasi pembuatan serbuk instan minuman sereal berbahan dasar jagung oleh Charunuchet al. (2003).

Tabel 9 Komposisi bahan menurut jenis formula (%)

Bahan F1 F2 F3

Tepung torbangun 9.7 10.9 12.1

Tepung jagung 29.7 28.5 27.3

Isolat protein kedelai 20.2 20.2 20.2

Susu skim bubuk 10.1 10.1 10.1

Tepung gula 30.3 30.3 30.3

Total 100.0 100.0 100.0

Hasil Uji Organoleptik Produk

Penerimaan konsumen terhadap suatu produk baru merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dari berbagai keunggulan produk tersebut (Setianingsihat al.2010). Penerimaan konsumen terhadap produk F1, F2 dan F3 dinilai melalui uji organoleptik untuk mendapatkan 1 produk yang lebih disukai oleh panelis. Pengujian dilakukan oleh 40 orang panelis konsumen yaitu ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Bantar Jaya Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Uji organoleptik menggunakan 3 skala hedonik yaitu (1) tidak suka (2) biasa dan (3) suka.

Persentase penerimaan panelis terhadap produk dihitung berdasarkan perbandingan jumlah panelis yang memberikan penilaian skala 2 (biasa) dan skala 3 (suka) terhadap total panelis. Tabel 10 menunjukkan bahwa penerimaan produk berkisar antara 88% hingga 100%, dan secara keseluruhan (overall) penerimaannya cukup baik dimana lebih dari 90% panelis dapat menerima ke-3 produk tersebut. Kesukaan panelis terhadap produk secara keseluruhan (overall) merupakan nilai yang diperoleh peneliti berdasarkan penjumlahan skor penilaian panelis dengan persentase sebagai berikut : 40% dari skor penilaian warna, masing-masing 25% dari skor penilaian rasa dan aroma serta 10% dari skor penilian terhadap tekstur. Persentase warna lebih tinggi karena penerimaan konsumen terhadap suatu produk makanan seringkali diawali dengan penerimaan terhadap penampakan atau warnanya.

Tabel 10 Persentase penerimaan panelis menurut jenis produk (%)

Jenis Produk Warna Rasa Aroma Tekstur Overall

Produk F1 100 88 98 95 98

Produk F2 100 98 95 100 100

Produk F3 98 98 98 100 100

Deskripsi warna dari produk yang dihasilkan adalah agak kehijauan dengan aroma spesifik dari campuran aroma jagung dan torbangun. Tekstur di mulut halus dengan perpaduan rasa manis dan rasa unik dari torbangun yaitu sedikit agak pahit. Nilai modus dan persentase panelis menurut penilaian terhadap warna, rasa, aroma, tekstur danoveralldari masing-masing produk disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai modus dan persentase panelis menurut jenis produk Jenis produk Warna Modus (%) Rasa Modus (%) Aroma Modus (%) Tekstur Modus (%) Overall Modus (%) Produk F1 3 (70%) 3 (50%) 3 (68%) 3 (68%) 3 (70%) Produk F2 3 (60%) 2 (53%) 3 (53%) 3 (60%) 3 (60%) Produk F3 3 (55%) 3 (70%) 2 (48%) 3 (75%) 3 (62%) Nilai rerata kesukaan panelis terhadap produk F1, F2 dan F3 baik dari segi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall berada di atas kategori 2 dari 3 skala penilaian (Tabel 12).

Tabel 12 Nilai rerata kesukaan panelis terhadap produk

Jenis Produk Warna Rasa Aroma Tekstur Overall

Produk F1 2.7±0.5a 2.4±0.7a 2.7±0.5a 2.6±0.6a 2.7±0.6a Produk F2 2.6±0.5a 2.4±0.6a 2.5±0.6a 2.6±0.5a 2.6±0.5a Produk F3 2.5±0.6a 2.7±0.5a 2.5±0.6a 2.8±0.4a 2.6±0.5a Keterangan: Huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan

33 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rerata kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan overallproduk tidak berbeda signifikan (p>0.05). Berdasarkan pertimbangan hasil uji organoleptik tersebut maka ke-3 produk memiliki peluang yang sama untuk terpilih dan dianalisis lebih lanjut meliputi analisis proksimat, sifat fisik dan uji mikrobiologi. Selanjutnya pemilihan 1 produk dilakukan berdasarkan pertimbangan manfaat laktagogum dari tepung torbangun. Produk F3 dipilih yaitu produk dengan taraf penambahan tepung torbangun yang lebih banyak (12 g) dengan persentase penerimaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan overall dari produk tersebut semuanya berada di atas 95%.

Kandungan Gizi, Sifat Fisik dan Hasil Uji Mikrobiologi Produk F3

Kandungan gizi, sifat fisik dan hasil uji mikrobiologi produk F3 dicantumkan pada Tabel 13. Pada tabel tersebut turut dicantumkan SNI susu sereal menurut BSN (1996) sebagai pembanding. Susu sereal dipilih sebagai pembanding karena belum ada SNI produk sejenis produk F3 atau produk yang menggunakan bahan pangan yang memiliki fungsi laktagogum.

Tabel 13 Kandungan gizi, sifat fisik, mikrobiologi produk F3

Karakteristik yang diuji Satuan Produk F3 SNI susu sereal*) Kandungan gizi: Air % b/b 4.36±0.11 maks.3.0 Abu % b/b 2.53±0.04 maks.4 Lemak % b/b 0.73±0.10 min.7 Protein % b/b 12.15±0.03 min. 5 Karbohidrat % b/b 80.23±0.04 min.60.7 Sifat fisik:

Indeks daya serap air - 3.06 -

Daya larut dalam air (%) 76.96 -

Mikrobiologi:

E. coli APM/g negatif maks. <3

Salmonella - negatif negatif

Staphylococus aureus - negatif negatif

Angka lempeng total (koloni/g) <1.0 x 101 maks. 5 x 105

*)

Syarat mutu susu sereal menurut SNI 01–4270–1996 (BSN 1996).

Kandungan energi produk F3 sebesar 376 kkal per 100 g. Kandungan energi tersebut dihitung berdasarkan kandungan protein, lemak dan karbohidrat produk F3 yaitu 4 kkal/g protein; 9 kkal/g lemak dan 4 kkal/g karbohidrat. Berdasarkan AKG, ibu yang sedang menyusui bayi umur hingga 6 bulan memerlukan tambahan kecukupan energi sebesar 330 kkal dan tambahan kecukupan protein sebesar 20 g (Menkes 2013). Oleh karena itu, produk F3 dengan porsi sekali penyajian 33 g dapat berkontribusi terhadap pemenuhan tambahan energi untuk ibu yang sedang menyusui bayi umur hingga 6 bulan sebesar 38% dan pemenuhan tambahan protein sebesar 20%.

Produk F3 memiliki indeks daya serap air sebesar 3.06 dengan daya larut dalam air sebesar 76.96%. Komponen bahan pangan yang terutama berkontribusi terhadap daya serap air adalah pati. Pada produk F3, tepung jagung merupakan bahan pangan yang terutama berkontribusi terhadap daya serap air dibandingkan bahan pangan lainnya karena kandungan pati pada jagung yang lebih tinggi (Marleni 2008).

Pengujian mikrobiologi juga sangat penting pada produk pangan untuk menjamin keamanannya (Setianingsih at al. 2010). Hasil analisis mikrobiologi menunjukkan hasil yang negatif untuk bakteri E.coli, Salmonella dan S.aureus. Nilai angka lempeng total yaitu <1.0 x 101(koloni/g) masih dalam batas toleransi yang diizinkan menurut SNI 01–4270–1996 untuk persyaratan serbuk instan yang terbuat dari susu bubuk dan sereal dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan yaitu maks. 5 x 105koloni/g (BSN 1996).

Simpulan

Rerata kesukaan panelis terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, overall produk F1, F2 dan F3 tidak berbeda signifikan (p>0.05). Secara umum, hampir semua panelis dapat menerima produk F1, F2 dan F3 baik dari segi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall. Produk F3 merupakan produk terpilih dengan taraf penambahan tepung torbangun yang lebih banyak dan persentase penerimaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, tekstur, overall, semuanya diatas 95%. Tiap 100 gram produk F3 memiliki kandungan energi sebesar 376 kkal dan protein sebesar 12.15 g dengan daya larut dalam air sebesar 75%. Produk F3 aman untuk dikonsumsi dengan hasil uji negatif untuk bakteriE.coli, SalmonelladanS. aureus dengan nilai angka lempeng total masih dalam batas toleransi.

6 PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN

Dokumen terkait