• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Salah satu strategi global untuk mencapai kesehatan dan tumbuh kembang bayi yang optimal adalah melalui praktek pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak bayi lahir. Hingga saat ini, cakupan dan durasi pemberian ASI eksklusif masih rendah di berbagai negara (WHO 2003, 2011). Berdasarkan laporan Riskesdas 2013, cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia hanya 30.2 % (Kemenkes 2013).

Sekresi atau produksi ASI yang tidak mencukupi merupakan faktor yang paling umum yang menyebabkan berhentinya praktek pemberian ASI eksklusif. ABM (2011) menguraikan bahwa sekresi dan produksi ASI dapat ditingkatkan melalui penggunaan laktagogum, baik dalam bentuk sediaan farmasi atau obat maupun laktagogum dari tanaman atau herbal.

Torbangun atau bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour.) merupakan bahan pangan yang memiliki fungsi laktagogum. Daun torbangun telah dimanfaatkan oleh masyarakat suku Batak dari Sumatera Utara secara turun- temurun sebagai laktagogum. Daun torbangun umumnya dikonsumsi sebagai sayur oleh masyarakat dan secara khusus dikonsumsi oleh ibu segera setelah melahirkan hingga 30-40 hari pasca melahirkan dengan tujuan untuk memperlancar dan meningkatkan produksi ASI (Damanik et al. 2001, 2006; Damanik 2009).

Tradisi mengkonsumsi daun torbangun sebagai laktagogum hingga sekarang masih terbatas di kalangan suku Batak dengan bentuk olahan sebagai sayur atau sop. Rice (2011) menguraikan bahwa disamping manfaat daun torbangun sebagai laktagogum, tanaman torbangun memiliki keunggulan yaitu mudah tumbuh dengan umur panen yang relatif singkat sehingga sangat potensial untuk dikembangkan pemanfaatannya.

Pengolahan daun torbangun menjadi tepung torbangun merupakan salah satu upaya untuk memperluas pemanfaatan torbangun dengan sasaran pengguna tidak terbatas hanya suku Batak. Selain volume bahan menjadi lebih kecil atau lebih ringkas dengan daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan torbangun segar, tepung torbangun diharapkan sebagai bentuk bahan pangan setengah jadi yang lebih fleksibel untuk pengembangan produk pangan yang lebih beragam. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Neacsu (2015) bahwa pengolahan bahan pangan dari tumbuhan khususnya kelompok sayuran menjadi bentuk tepung akan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan untuk pengembangan produk yang kaya akan komponen bermanfaat pada bahan pangan tersebut.

Polya (2003) menguraikan bahwa manfaat fungsional dari berbagai macam tanaman dikaitkan dengan kandungan komponen bioaktifnya. Sejumlah penelitian pada manusia dan hewan coba telah membuktikan fungsi daun torbangun sebagai laktagogum, akan tetapi komponen aktif dari daun torbangun yang berfungsi sebagai laktagogum belum banyak diketahui (Santosa 2001;

23 Damanik et al. 2006; Permana 2008; Rumetor 2008). Wahlqvist et al.(2005) menjelaskan bahwa komponen aktif yang terkait dengan efek laktagogum ekstrak air daun torbangun kemungkinan termasuk kelompok sterol, asam lemak, steroid, asam organik dan turunannya atau kombinasinya.

Mortel and Mehta (2013) mengungkapkan bahwa pengetahuan tentang bagaimana mekanisme laktagogum dari herbal atau tanaman masih terbatas dibandingkan mekanisme laktagogum dalam bentuk sediaan farmasi. Mekanisme laktagogum daun torbangun yang diajukan berdasarkan studi Silitonga (1993) adalah melalui peningkatan aktivitas sel epitel kelenjar mammae tikus putih Wistar, sedangkan Permana (2008) mengungkapkan mekanisme laktagogum melalui peningkatan jumlah alveoli kelenjar mammae mencit yang aktif.

Kajian berbagai studi eksperimen oleh Anderson and Valdes (2007) mengungkapkan bahwa mekanisme laktagogum dalam bentuk sediaan farmasi seperti domperidone dan metoclopramide adalah melalui pelepasan hormon prolaktin dengan menghambat reseptor dopamine pada kelenjar pituari anterior. Jayadeepa (2011) melakukan studi dengan teknikin silicountuk membandingkan mekanisme laktagogum dari domperidone dengan senyawa fitokimia yang terdapat pada laktagogum herbal. Studi tersebut mengungkapkan bahwa senyawa fitokimia seperti sesamin, trifoliol dan kaempferol berperan sebagai laktagogum dengan mengaktifkan reseptor hormon prolaktin. Kaempferol merupakan senyawa flavonoid golongan flavonol. Oleh karena itu, pada penelitian ini senyawa kaempferol dianalisis sebagai parameter laktagogum dari tepung torbangun. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung rendemen tepung torbangun dan menganalisis zat gizi, total flavonoid serta kaempferol pada tepung torbangun.

Metode Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah daun torbangun (Coleus amboinicus Lour), akuades, etanol teknis 95%, HMTL 0.5%, aseton, larutan HCl 25%, etil asetat, asam glasial 5%, AlCl32%, standar kuersetin (0.5 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan 15 ppm), metanol 90%, heksan teknis, kloroform teknis, butanol teknis, fase gerak A (air:asam format 0.1%), dan fase gerak B (asetonitril:asam format 0.1%).

Alat yang digunakan adalah tea roller, tea steaming, steam blancher, drum dryer, desikator, oven, neraca, refluks, corong pemisah, kertas saring, rotary evaporator, spektrofotometer UV-Vis, LC-MS (UPLC-QtoF-MS/MS System) dengan kolom Symmetry (C18. 5 µm, 4.6 x 150 mm).

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian dimulai dengan penanaman torbangun, pembuatan tepung torbangun dan analisis kimia tepung torbangun. Analisis kimia tepung torbangun terdiri dari analisis proksimat, total flavonoid dan kaempferol.

Pembuatan Tepung Torbangun

Torbangun yang digunakan pada pembuatan tepung diperoleh dari hasil pemanenan torbangun setelah penanaman 10 minggu (Urnemi 2002). Bagian tanaman yang digunakan adalah daun yang masih muda atau kira-kira 3 daun dari ujung tangkai tanaman.

Pembuatan tepung torbangun dilakukan dengan memodifikasi pengolahan secara tradisional pada tahap peremasan dan pemerasan. Tahap pembuatan tepung torbangun meliputi tahap pencucian, diblansir dengan uap selama 2 menit, penggulungan dengan tea roller, press dengan alat, pemasakan dengan uap selama 3 menit, pengeringan dengandrum dryer, dan penepungan (Gambar 5).

Gambar 5. Tahap pembuatan tepung torbangun Analisis Proksimat Tepung Torbangun

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi makro dari tepung torbangun, tepung jagung, isolat protein kedelai dan susu skim bubuk. Analisis proksimat meliputi analisis kadar air (metode oven), kadar abu (metode pengabuan kering), kadar lemak (metode Soxhlet) dilakukan sesuai dengan SNI 01-2891-1992 (BSN 1992), kadar protein (metode mikro Kjeldahl) sesuai dengan AOAC 960.52-1961 (AOAC 2010) dan kadar karbohidrat dengan metode by difference.

Penentuan Total Flavonoid Tepung Torbangun

Total flavonoid diukur berdasarkan metode Chang et al. (2002) menggunakan uji kolometrik aluminium klorida. Sebelum pengukuran total flavonoid terlebih dahulu dilakukan ekstraksi tepung torbangun menggunakan metode BPOM RI (2004) dan persiapan larutan induk.

Ekstraksi tepung torbangun: 5 gram tepung torbangun ditambahkan dengan 50 ml etanol teknis 95%, kemudian didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya larutan

Diblansir dengan uap (2 menit)

Ditepungkan dan diayak (80 mesh) Digulung danpress

Dimasak dengan uap (3 menit)

Daun torbangun yang muda, disortir dan dicuci

Tepung torbangun Dikeringkan dengandrum

25 disaring dan direfluks selama 6 jam pada suhu 90°C. Kemudian larutan disaring dan dievaporasi denganrotary evaporatorpada suhu 45°C, 85 rpm dan vakum 75 mBar, sehingga dihasilkan ekstrak tepung torbangun.

Pembuatan larutan induk: ekstrak tepung torbangun ditambahkan dengan 1 ml larutan HMTL 0.5%, 20 ml aseton dan 2 ml larutan HCl 25%. Campuran tersebut dihidrolisis dengan cara direfluks menggunakan pendidih tegak selama 30 menit lalu disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditera dengan aseton. Diambil sebanyak 20 ml filtrat dan dimasukkan ke dalam corong pemisah lalu dikocok. Ditambahkan 20 ml aquades dan ditera sebanyak 2 kali masing-masing dengan 25 ml dan 20 ml etil asetat. Fase etil asetat yang diperoleh ditampung dan ditambahkan etil asetat hingga volume menjadi 50 mL.

Pembuatan larutan sampel: 10 mL larutan induk, ditambahkan 1 ml AlCl3 2%, kemudian ditera dengan asam glasial 5% dalam metanol hingga 25 ml. Pembuatan blanko berasal dari campuran 1 ml AlCl3 yang ditambahkan dengan asam glasial 5% dalam metanol hingga volume 25 ml.

Pengukuran total flavonoid dilakukan setelah penambahan AlCl32% selama 30 menit dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm. Total flavonoid ekstrak tepung torbangun dinyatakan dalam ekivelen kuersetin (Quercetin Equivalents=QE). Larutan standar yang digunakan adalah kuarsetin dengan konsentrasi 0.5 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 15 ppm.

Penentuan Kaemferol dan Derivatifnya

Penentuan kaempferol dan derivatifnya pada tepung torbangun dilakukan dengan modifikasi metode Hoberg (1999). Pemisahan dengan kromatografi menggunakan LC-MS (UPLC-QtoF-MS/MS System) dengan kolom Symmetry (C18. 5 µm, 4.6 x 150 mm) pada kecepatan aliran 1.0 mL/menit, fase gerak A (air:asam format 0.1%) serta fase gerak B (asetonitril:asam format 0.1%). Komponen yang terelusi diukur pada panjang gelombang 370 nm.

Ekstrak tepung daun torbangun yang diperoleh dilarutkan dengan 200 mL metanol 90%. Setelah itu difraksinasi menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, berturut-urut dengan pelarut heksan, kloroform, dan butanol teknis. Langkah awal difraksinasi dengan pelarut heksan teknis sebanyak 300 ml, kemudian dikocok beberapa kali. Kemudian dimasukkan dalam corong pisah, diaduk hingga homogen. Selanjutnya difraksinasi dengan menggunakan pelarut heksan teknis sebanyak 300 ml dan dikocok beberapa kali. Fase heksan tersebut dipisahkan. Proses fraksinasi diulangi 3 kali, fase heksan disatukan, dan dikeringkan denganrotary evaporatormenjadi fraksi heksan.

Fase metanol yang diperoleh ditambahkan dengan 100 mL aquadest. Selanjutnya ditambahkan dengan 300 ml kloroform teknis (destilat) dan dikocok beberapa kali. Fase kloroform yang diperoleh dipisahkan. Proses fraksinasi diulangi 3 kali, dan dikumpulkan lalu dikeringkan dengan rotary evaporator menjadi fraksi kloroform. Langkah ini diulang untuk pelarut butanol. Masing- masing fase dianalisis dengan volume injeksi 10 µL.

Analisis Data

Data penelitian dianalisis secara deskriptif dan nilai pengukuran yang diperoleh dinyatakan sebagai nilai rerata dan standar deviasi.

Hasil dan Pembahasan Rendemen dan Kandungan Gizi Tepung Torbangun

Rendemen merupakan berat tepung torbangun yang dihasilkan dibandingkan berat daun torbangun segar yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata rendemen tepung torbangun yang diperoleh adalah 8.03±0.29%. Kandungan gizi tepung torbangun berdasarkan hasil analisis proksimat dalam % berat basah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan gizi tepung torbangun (% berat basah)

Komponen Jumlah (%) Air 8.79±0.04 Abu 7.92±0.01 Lemak 9.17±0.00 Protein 20.91±0.01 Karbohidrat 53.21±0.05

Daun torbangun di dalam Tabel Komposisi Bahan Pangan Indonesia dikelompokkan pada golongan sayuran. Kadar air daun torbangun segar yang tertera pada tabel tersebut adalah 92.5% (Mahmud et.al 2009). Bahan pangan dengan kadar air yang tinggi bersifat mudah rusak (Muchtadi 2013). Pengeringan daun torbangun segar dengan drum dryerpada penelitian ini mampu mengurangi kadar air hingga 83.71%. Oleh karena itu, pengolahan daun torbangun segar menjadi tepung torbangun selain menjadikan tepung torbangun lebih fleksibel dalam pemanfaatannya pada pembuatan berbagai produk pangan juga dapat menjadi suatu bentuk alternatif untuk menambah daya simpannya dibandingkan dengan torbangun segar.

Total Flavonoid Tepung Daun Torbangun

Tepung torbangun pada penelitian ini dibuat dari tanaman torbangun yang ditanam sendiri untuk memperkecil peluang keberagaman kandungan fitokimia dari bahan yang digunakan. Chludil et al. (2008) menyatakan bahwa senyawa fitokimia yang terdapat pada tanaman sangat dipengaruhi oleh umur panen, kondisi tanah, stress lingkungan baik secara fisik, biologi maupun kimiawi.

Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang paling banyak pada tanaman, dan quersetin merupakan senyawa flavonoid yang paling umum terdapat pada bahan pangan. Kandungan total flavonoid tepung daun torbangun dengan kuersetin sebagai standar adalah sebesar 1.02±0.08 mg QE/g. Kandungan total flavonoid pada tepung torbangun pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan flavonoid daun torbangun kering asal Jakarta yang dilaporkan oleh Khattaket al.(2012) yaitu 0.178±0.7 mg QE/g.

Kandungan Kaempferol Tepung Torbangun

Kaempferol merupakan senyawa flavonoid dengan struktur yang hampir sama dengan kuersetin dan keduanya merupakan senyawa flavonoid golongan flavonol yang umum terdapat pada buah dan sayuran (Materska 2008).

27 Kandungan kaempferol tepung torbangun yang diperoleh pada penelitian ini adalah 9.64 mg/100 g.

Flavonoid pada bahan pangan umumnya terdapat dalam bentuk berikatan dengan senyawa lain seperti glikosida. Kaempferol derivatif merupakan senyawa gugus utama kaempferol yang berikatan dengan gugus lainnya (Wildman 2007). Analisis ekstrak tepung torbangun yang difraksinasi menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda menggunakan LCMS-MS dapat mendeteksi adanya kaempferol derivatif dengan memecah senyawa derivatif tersebut menjadi gugus utama dan gugus lainnya (Cuthbertson et al. 2013). Penentuan kaempferol dan derivatifnya didasarkan pada berat molekul dari beberapa senyawa yang termasuk kaempferol dan derivatif seperti pada Tabel 6. Tabel 7 menunjukkan bahwa tepung torbangun yang dihasilkan pada penelitian ini juga mengandung kaempferol derivatif. Jayadepa (2011) dengan teknik in silico mensimulasikan mekanisme domperidone yaitu sediaan farmasi yang digunakan untuk meningkatkan produksi ASI dengan komponen aktif dari herbal dan beberapa tanaman yang digunakan sebagai laktagogum. Selanjutnya diuraikan bahwa kompoen aktif kaempferol pada herbal atau tanaman tersebut memiliki mekanisme yang mirip dengan domperidone yaitu menghambat reseptor dopamine pada kelenjar pituari anterior sehingga memicu pelepasan hormon prolaktin.

Tabel 6 Berat molekul kaempferol dan beberapa turunannya Kaempferol dan derivat Rumus

Molekul (Da) Massa molekul (Da) [M+H] (Da) Kaempferol

Kaempferol 3-O-glucoside (Astragalin) Kaempferol 3-glucuronide Kaempferitrin Kaempferol 3-O-rutinoside C15H10O6 C21H20O11 C21H18O12 C27H30O14 C27H30O15 286.047729 448.100555 462.079834 578.163574 594.158447 287.055554 449.108380 463.087659 579.171399 595.166272 Tabel 7 Hasil analisis kualitatif kaempferol dan derivatifnya pada tepung

torbangun menurut fase pelarut

Kaempferol dan derivatifnya Fase pelarut

heksan kloroform butanol air Kaempferol

Kaempferol 3-O-glucoside (Astragalin) Kaempferol 3-glucuronide Kaempferitrin Kaempferol 3-O-rutinoside + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + Simpulan

Rendemen tepung torbangun pada penelitian ini sebesar 8% dengan kadar air sekitar 9%, total flavonoid sebesar 1 mgQE/g dan kandungan kaempferol sebesar 9.64 mg/100 g. Kaempferol derivatif juga terdapat pada tepung torbangun yang dihasilkan.

FUNGSIONAL UNTUK IBU MENYUSUI

Dokumen terkait