• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsionalisme Struktural Talcott Parson

BAB V Teori Modernisasi dalam Pembangunan

2. Fungsionalisme Struktural Talcott Parson

Tallcot Parson dikenal sebagai seorang tokoh yang mengembangkan teori fungsionalisme struktural. Pendekatan teori ini tidak lepas dari pandangan parson mengenai sistem biologis yang terdapat pada tubuh organisme. Ia beranggapan bahwa seperti layaknya organisme biologis, struktur sosial yang terdapat di dalam masyarakat memiliki bagian-bagian dimana tiap bagian tersebut memiliki fungsi yang spesifik dan saling berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Keterkaitan yang erat tersebut menyebabkan ketergantungan antar bagian yang terdapat didalam struktur sosial. Bila tiap bagian yang terdapat pada struktur sosial tersebut tidak berfungsi maka hal tersebut akan mengganggu fungsi bagian lain di dalam struktur yang ada di dalam struktur sosial. Pandangan tersebut diibaratkan seperti organisme hidup yang terkena penyakit. Adanya salah satu organ yang tidak berfungsi akan menyebabkan ketidakseimbangan didalam sistem organisme hidup tersebut.

Selain konsep mengenai struktur dan fungsi yang terdapat didalam sistem sosial, Parson melakukan pendekatan mengenai tindakan yang terdapat didalam sistem sosial masyarakat. Dalam hal ini Parson memiliki pendapat bahwasannya tindakan individu maupun kelompok didalam suatu sistem sosial masyarakat sangat dipengaruhi bingkai alat-tujuan (means-ends frameworks). Pada intinya bingkai alat-tujuan merupakan asumsi dimana semua tindakan yang dilakukan oleh individu maupun

kelompok di dalam struktur sosial erat kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai oleh individu maupun kelompok tersebut. Selain itu, tindakan seringkali terjadi dalam suatu situasi tertentu dimana beberapa elemen yang terkait sudah pasti, sedangkan beberapa elemen-elemen lainnya digunakan subjek yang bertindak tersebut untuk menjadi alat mencapai tujuan. Disini secara normatif tindakan suatu individu maupun kelompok sangat bergantung atau diatur sehubungan dengan alat dan tujuan, sehingga dapat dikatakan komponen-komponen dasar dari suatu tindakan adalah tujuan, alat, kondisi, dan norma (Johnson, 1986 : 162).

Pandangan lain yang menjadi pendekatan Parson dalam mengembangkan teori ini adalah pendekatan yang membandingkan antara positivisme dan idealisme. Hal yang dianggap penting dalam hubungannya dengan perilaku tindakan yang diambil oleh individu maupun kelompok sangat erat kaitaannya dengan perilaku manusia yang mengedepankan rasionalitas. Setiap individu ataupun sistem sosial di dalam masyarakat dalam mengambil tindakan cenderung melakukan sebuah analisa terlebih dahulu berupa penilaian-penilaian terhadap lingkungan-keadaan dengan skema alat-tujuan yang bersifat rasional. Perilaku tindakan yang diambil dapat dilihat hubungan antara alat dan tujuan bersifat kompleks dan panjang, sehingga diantara hubungan yang bersifat kompleks tersebut keputusan diambil dalam rangka menyeleksi alat-tujuan untuk mengambil tindakan (Johnson, 1986 : 106 – 107).

Pengambilan Keputusan dalam tindakan terkadang dipengaruhi oleh adanya pandangan idealistik sehingga penting untuk memahami keseluruhan etos budaya, ideal-ideal, dan nilai-nilai, norma-norma yang berada didalam masyarakat. Sehingga pola tindakan institusional ataupun individu menjadi berarti hanya menurut cara di mana tindakan-tindakan itu terwujud dan mengungkapkan pandangan hidup

yang umum ini. Pandangan idealistik ini juga penting dalam struktur masyarakat untuk memberikan arah pada tindakan individu dan kelompok bagi mereka yang hidup didalam suatu sistem sosial. Walaupun demikian perilaku yang dilandasi pandangan idealistik ini sering terbentur oleh kondisi sumber materil tertentu dan tenaga. Kelangkaan sumber materil dan keletihan fisik dapat menghalangi terlaksananya kondisi ideal tersebut. Adanya tindakan yang mengedepankan rasionalitas dan adanya nilai-nilai ideal di dalam suatu masyarakat (pandangan positivisme dan idealistik) menggambarkan bahwa proses subyektif individu maupun kelompok mencerminkan lingkungan eksternal yang memungkinkan individu ataupun kelompok tersebut melakukan proses penyesuaian diri (Johnson, 1986 : 108 – 109).

Perkembangan lebih lanjut Parson melihat bahwa definisi fungsi yang merupakan “suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem itu”, memunculkan empat imperatif fungsional yang khas pada semua sistem yang dikenal dengan AGIL yaitu (Ritzer, 2011 : 408-410) :

1. Adaptation : sistem harus mengatasi kebutuhan mendesak yang bersifat situasional eksternal sehingga dibutuhkan proses adaptasi terhadap lingkungan dan mengadaptasi lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.

2. Goal attainment : sistem harus mendefinisikan tujuan yang akan dicapai.

3. Integration : sistem harus mengatur hubungan antar bagian-bagian dari komponennya serta mengelola hubungan diantara tiga imperatif fungsional lainnya (AGL).

4. Latency : sistem harus menyediakan, memelihara, dan memperbarui motivasi individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan menopang motivasi itu.

Teori fungsional struktural yang diungkapkan oleh Parson menjadikan sistem tindakan sebagai alat untuk melihat fenomena sosial yang ada. Ia melihat terdapat level-level antar hubungan yang terjadi antar sistem tindakan yang mana parson melihat terdapat susunan yang jelas antar level-level. Di dalam sistem Parson, level-level yang ada disatukan dalam dua cara yaitu: Pertama, setiap level-level yang rendah memberikan kondisi, energi-energi yang dibutuhkan bagi level-level yang lebih tinggi. Kedua, level-level yang lebih tinggi mengendalikan level-level dibawahnya (Ritzer, 2011 : 410). Konsep hubungan antar level tersebut dapat dilihat melalui skema tindakan Parson pada Gambar di bawah ini.

Gambar. Skema Tindakan Parson (Ritzer, 2011 : 411)

Parson mengansumsikan beberapa hal dalam mensintesis teorinya yaitu :

1. Sistem-sistem mempunyai khasiat ketertiban dan kesaling tergantungan bagian-bagiannya.

2. Sistem-sistem cendrung mencari titik keseimbangannnya sendiri.

3. Sistem-sistem mungkin statis atau terlibat dalam suatu perubahan yang teratur.

4. Sifat dasar satu bagian sistem memiliki dampak pada bentuk yang dapat diambil bagian-bagian lain.

5. Sistem-sistem memelihara batas-batas dengan ling-kungan-lingkungannya.

6. Alokasi dan integrasi adalah dua proses fundamental yang diperlukan untuk tercapainya keadaan seimbang tertentu dalam sebuah sistem.

7. Sistem-sistem cenderung memelihara diri sendiri yang melibatkan pemeliharaan perbatasan dan hubungan bagian-bagian dengan keseluruhan, pengendalian variasi-variasi lingkungan dan pengendalian terhadap tendensi-tendensi pengubah sistem dari dalam.

Inti karya Parson ditemukan dalam empat sistem tindakan yang saling berhubungan dengan empat imperatif fungsional. Keempat sistem tindakan tersebut adalah sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan organisme behavioral yang hubungannya dengan empat imperatif fungsional digambarkan melalui struktur sistem tindakan umum pada gambar di bawah ini.

Adapun penjelasan mengenai empat sistem tindakan akan diurai dibawah ini (Ritzer, 2011 : 413-422) :

Sistem Sosial : sistem sosial berkaitan banyak dengan konsep

kunci di dalam konsep Parson seperti para aktor, interaksi, lingkungan optimasi kepuasan dan budaya. Parson tidak menganggap interaksi sebagai unit yang penting dalam sistem sosial walaupun ia mengungkapkan bahwa di dalam sistem sosial interaksi menjadi pola dominan yang membentuk sebuah sistem sosial. Ia melihat bahwa dasar dari sistem sosial adalah adanya peran dan status yang merupakan suatu komponen struktur sistem sosial. Status menekankan pada posisi struktural didalam sistem sosial, sedangkan peran merupakan apa yang dilakukan sang aktor dalam posisi struktural tersebut.

Selain melihat secara strukturalis mengenai sesuatu yang diperankan dalam konteks sistem sosial, Parson juga memandang sistem sosial menggunakan konsep fungsionalis. Oleh sebab itu, Person menggambarkan sejumlah persyaratan fungsional dari suatu sistem sosial. Adapun persyaratan tersebut antara lain :

1. Sistem sosial harus terstruktur sehingga dapat bekerja dengan mudah bersama sistem-sistem lain.

2. Agar dapat lestari, sistem sosial harus mendapat dukungan dari sistem-sistem lain.

3. Sistem harus memenuhi suatu proporsi signifikan kebutuhan para aktornya.

4. Sistem mendapat partisipasi dari para anggotanya 5. Mempunyai satu kendali minimal atas perilaku yang

berpotensi menimbulkan kekacaauan.

6. Konflik harus dikendalikan bila mana konflik tersebut dirasa mengganggu.

Sistem Budaya : Parson melihat budaya sebagai kekuatan

yang mengikat berbagai unsur di dunia sosial dikarenakan budaya merupakan hal yang menengahi interaksi individu dan mengintegrasikan kepribadian dan sistem-sistem sosial. Ia mendefinisikan bahwa kebudayaan merupakan simbol-simbol yang terpola, teratur yang merupakan titik orientasi bagi para aktor, aspek-aspek sistem kepribadian yang diinternalisasi dan pola-pola yang terlembagakan didalam sistem sosial (Parson, 1990 : Ritzer, 2011 : 419).

Sistem Kepribadian : dalam mendefinisikan sistem kepribadian, Parson menggunakan komponen dasar kepribadian yaitu yang diistilahkan dengan “watak yang dibutuhkan”. Ia melihat bahwa watak-watak yang dibutuhkan merupakan motivasi utama dalam melakukan tindakan dimana hal ini merupakan dorongan-dorongan yang dibentuk oleh latar sosial. dorongan tersebut di klasifikasikan ke dalam dua tipe. Pertama dorongan-dorongan tersebut memaksa para aktor untuk mencari sesuatu dari relasi sosialnya, sedangkan tipe kedua meliputi nilai- nilai yang diinternalisasi yang mendorong para aktor mematuhi berbagai standar budaya. Adanya pengharapan-pengharapan peran yang akhirnya membuat aktor memberi dan mendapat tanggapan-tanggapan yang tepat. Parson turut memusatkan perhatiannya pada proses internalisasi dari sistem kepribadian dalam proses sosialisasi.

Organisme Behavioral : organisme bahavioral dimasukan

kedalam sistem tindakan dikarenakan hal ini merupakan sumber energi dari bagian lain sistem tersebut.

Rancangan Parson mengenai skema AGIL dan sistem tindakan tersebut selanjutnya digunakan pada semua level didalam sistem teoritisnya. Dalam menggunakan skema AGIL, parson melihat bahwa organisme behavioral merupakan sistem tindakan yang menangani fungsi adaptasi. Sistem

kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan, sistem sosial menangani fungsi integrasi sedangkan sistem budaya melaksanakan sistem pemeliharaan pola. Melalui hal tersebut terlihat bahwa parson membuat struktur dari sistem tindakan umum yang menjalankan skema AGIL sesuai fungsinya masing- masing (Ritzer, 2011 : 410).

Dokumen terkait