• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Coser terhadap teori konflik

BAB VI Teori Konflik

3. Kontribusi Coser terhadap teori konflik

Coser mengembangkan teori mengeni konflik dikarenakan pandangannya yang kurang setuju dengan pendekatan yang dilakukan oleh penganut paham fungsionalisme. Ketidaksetujuan Coser dilandasi oleh paham bahwa nilai atau konsensus

normatif keteraturan dan keselarasan yang memandang bahwa konflik menjadi disfungsional terhadap keseimbangan sistem, tersebut secara keseluruhan. Ia melihat ide Simmel mengenai konflik yang merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang dasar dan bahwa konflik dihubungkan dengan bentuk-bentuk alternatif seperti kerjasama dalam hal berbagai cara yang tidak terhitung jumlahnya dan bersifat kompleks (hubungan timbal balik) menjadi dasar dari analisa-analisanya. Ia melihat terdapat konsekuensi-konsekuensi yang lebih besar yang terjadi dari adanya konflik didalam sistem sosial masyarakat. Disini Carson melihat bahwasanya konflik tidak harus bersifat disfungsional untuk sistem dimana konflik itu terjadi, melainkan bahwa konflik tersebut dapat memiliki konsekuensi-konsekuensi positif atau menguntungkan sistem.

Dalam hal ini Coser memiliki pandangan bahwa terdapat dua tipe konflik yaitu konflik realistik dan konflik non realistik. Konflik realistik merupakan konflik yang berasal dari adanya kekecewaan salah satu bagian dari struktur sosial yang ada karena kekecewaan atas tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi di dalam hubungan dan dari perkiran kemungkinan keuntungan para partisipan yang ada di dalam sistem sosial. Konflik realistis banyak ditemui di dalam masyarakat seperti adanya tuntutan- tuntutan mengenai kenaikan gaji buruh dan penerapan upah minimum yang ada. Adapun konflik non realistik merupakan konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan antara struktur masyarakat yang saling antagonis, namun konflik ini terjadi karena adanya kebutuhan meredakan ketegangan, minimal dari salah satu pihak yang saling berkonflik. Konflik non realistik juga dapat dipahami sebagai adanya prasangka sehingga suatu kelompok melawan kelompok lainnya sebagai objek prasangka. Konflik non realistik biasanya melibatkan pihak ketiga dalam dinamikanya seperti adanya kambing hitam

dalam sebuah permasalahan konflik atau melibatkan pihak ketiga untuk menyerang kelompok yang menjadi antagonisnya.

Mengenai derajat kekerasan dalam konflik, Coser menilai bahwasanya tipe konflik yang muncul didalam suatu sistem seringkali mempengaruhi tingkat derajat kekerasan konflik. Konflik yang muncul didalam kelompok masyarakat yang bertikai tersebut merupakan konflik yang realistis. Memiliki batasan yang jelas mengenai sasaran dan tujuan-tujuan yang dapat dicapai seringkali kelompok yang saling berkonflik cenderung berusaha mencapai kompromi atas sarana mewujudkan kepentingan mereka sehingga derajat konflik cenderung kurang keras. Namun bila konflik muncul di dalam masyarakat merupakan konflik yang non realistik, maka emosi yang dilibatkan dan keterlibatan orang didalamnya akan semakin besar pula, sehingga konflik yang terjadi semakin keras pula.

Coser memiliki pandangan positif terhadap adanya konflik yang terjadi di dalam sebuah sistem sosial. Konflik dapat menjadi bermuatan positif fungsional bilamana ia memperkuat kelompok, sedangkan konflik dapat menjadi bermuatan negatif bila melalui adanya konflik tersebut cenderung bergerak melawan struktur. Ia melihat bahwasanya konflik dapat bersifat instrumental penyatuan, pembentukan dan pemeliharaan struktur sosial. Hal ini dapat dilihat dari proses konflik yang terjadi antar kelompok. Konflik yang terjadi antar kelompok tersebut dilihat Coser sebagai alat untuk memperjelas identitas kelompok yang saling berkonflik. Dengan adanya konflik yang terjadi dengan kelompok lain, antar kelompok akan lebih memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama anggota kelompoknya. Selain itu, di dalam kelompok tersebut akan terbentuk sebuah sistem bersama yang bertujuan untuk melindungi kelompok agar tidak lebur ke dalam dunia sosial di

sekelilingnya (Rasyid, 2015 : 280-281). Hal ini dapat dicontohkan melalui semangat nasionalisme. Penciptaan musuh nasional bersama menjadikan semangat kebersamaan sebuah bangsa menjadi lebih padu. Adanya klaim sepihak dari negara Malaysia terhadap beberapa kesenian budaya Nusantara menjadi salah satu contoh konflik antar dua negara yang saling bertetangga dimana saat itu, rasa nasionalisme dari masyarakat Indonesia muncul dengan semakin menunjukan identitas ke Indonesiaan lalu lebih peduli akan kebudayaan Nusantara.

Pada perkembangannya, konflik dapat menjadi bersifat positif bilamana konflik yang terjadi tersebut tidak mem- pertanyakan ataupun menyerang dasar-dasar hubungan struktural, namun konflik akan bergerak menjadi negatif bila konflik yang terbangun diantara dua kelompok yang ada menyerang nilai inti. Seringkali konflik menjadi bermuatan negatif bila diantara dua kelompok yang saling berkonflik tidak terdapat toleransi institusional terhadap konflik yang dihadapi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ancaman bagi keberlangsungan kondisi keseimbangan yang ada didalam sebuah struktur sosial bukanlah dikarenakan adanya konflik namun lebih dikarenakan adanya sifat kekakuan sehingga konflik yang ada dibiarkan terakumulasi menjadi rasa permusuhan. Akumulasi yang melahirkan rasa permusuhan tersebutlah yang pada titik tertentu meledak dan seringkali konflik tersebut lalu disalurkan melalui jalur utama yaitu perpecahan.

Konflik yang terjadi dapat pula merupakan sebuah parameter mengenai sebuah hubungan didalam sebuah struktur sosial. Konflik yang diungkapkan dapat merupakan tanda-tanda dari hubungan yang hidup, sedangkan tidak adanya konflik cenderung dikarenakan adanya penekanan masalah yang ada, sehingga terdapat kecenderungan kelompok akan menciptakan suasana yang benar-benar kacau (Dermatoto, 2010 : 2). Apabila

konflik berkembang didalam suatu hubungan yang intim maka pemisahan konflik yang realistik dan non realistik cenderung lebih sulit dilakukan. Semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih sayang yang sudah tertanam, sehinggaa semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan.

Konflik juga menunjukan adanya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat secara umum. Coser menilai bahwasanya bila didalam suatu kelompok tidak banyak terdapat konflik hal tersebut menunjukan lemahnya integrasi kelompok tersebut didalam masyarakat. Dalam struktur besar maupun kecil, konflik didalam kelompok menunjukan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Perbedaan merupakan peristiwa yang normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur. Dalam hal ini jelas Coser menolak argumen Fungsional struktural bahwa ketiadaan suatu konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan. Menurutnya, semakin erat hubungan suatu ikatan struktur masyarakat maka konflik yang terjadi akan lebih terintegrasi dari kelompok tersebut tehadap masyarakat cukup tinggi. Walaupun demikian Coser meyakini bahwa adanya suatu konflik didalam suatu sitem sosial sebenarnya adalah suatu peristiwa yang normal, bahkan dapat bermuatan positif bagi struktur sosial dengan memperkuat struktur yang sudah ada.

Pandangan Coser mengenai konflik yang memperkuat struktur tersebut tentunya tetap berpegang pada bingkai fungsional struktural dimana adanya konflik, konsensus, integrasi dan perpecahan merupakan suatu kesatuan yang utuh didalam suatu masyarakat secara fundamental. Semua hal tersebut merupakan suatu kesatuan dari sistem yang berkorelasi.

Bacaan Lanjutan

Agung, Dewa Agung Gede. 2015. Pemahaman Awal terhadap Anatomi Teori Sosial dalam Perspektif Struktur Fungsional dan Struktur Konflik. Jurnal Sejarah dan Budaya Th. IX No. 2 Desember 2015.

Demartoto, Argyo. 2010. Strukturalisme Konflik : Pemahaman akan Konflik Pada Masyarakat Industri Menurut Lewis Coser dan Ralf Dahrendorf. Jurnal Sosiologi Dilema Vol. 24 No. 1 Tahun 2010.

Rasyid, Muhammad Rusydi. 2015. Pendidikan dalam Perspektif Teori Sosiologi. Auladuna, Vol 2 No. 2. Desember. 2015. Ritzer, George. 2011. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai

Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Dewa Agung Gede. 2015. Pemahaman Awal terhadap Anatomi Teori Sosial dalam Perspektif Struktur Fungsional dan Struktur Konflik. Jurnal Sejarah dan Budaya Th. IX No. 2 Desember 2015.

Demartoto, Argyo. 2010. Strukturalisme Konflik : Pemahaman akan Konflik Pada Masyarakat Industri Menurut Lewis Coser dan Ralf Dahrendorf. Jurnal Sosiologi Dilema Vol. 24 No. 1 Tahun 2010.

Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. INSISTPress.

Fakih, Mansour. 2004. Neoliberalisme dan Globalisasi. Ekonomi Politik Digital Journal Al Manar Edisi I.

Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta. Indonesia

Handoko, Yunus. 2013. Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Mark dan Keynes. Jurnal JIBEKA Vol. 7 Agustus 2013 : 64-70.

Hatu, Rauf A. 2013. Sosiologi Pembangunan. Interpena.

Johnson, Chalmers. 1999. The Developmental State: Oddessay of A Concept. Dapat diakses melalui http://www. bresserpereira.org.br/Terceiros/Cursos/09.Woo-Cumings,Meredith_The_developmental_State_Odyssey_ of_a_concept.pdf

Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia, Jakarta.

Marzali, Amri. 2006. Struktural Fungsionalisme. Antropologi Indonesia Vol. 30 No. 2 2006

Mises, von Ludwig. 2011. Menemukan Kembali Liberalisme. Freedom Institute. Jakarta. Indonesia.

Pasaribu, Rowland B. F. tanpa tahun. Teori-teori Pembangunan. https://rowlandpasaribu.wordpress.com/perkuliahan/ ekonomi-pembangunan/

Pasaribu, Rowland B. F. tanpa tahun. Teori-teori Pembangunan. https://rowlandpasaribu.wordpress.com/perkuliahan/ ekonomi-pembangunan/

Rasyid, Muhammad Rusydi. 2015. Pendidikan dalam Perspektif Teori Sosiologi. Auladuna, Vol 2 No. 2. Desember. 2015. Ritzer, George. 2011. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai

Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Indonesia

Ritzer, George. 2011. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Suyono, Agus. 2010. Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang

Zahidi, M. Syaprin. Tidak ada Tahun. Pemikir-Pemikir Marxis dalam Hubungan Internasional.

Profil Penulis

Muhammad Yamin

Dosen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman. Lulus S-1 di Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Lulus S-2 di Magister Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada. Publikasi yang pernah diterbitan, buku Intelijen

Indonesia: toward to professional intelligence (2006), tulisan jurnal yang telah diterbitkan diantaranya, Poros Maritim Indonesia Sebagai Upaya Membangun Kembali Kejayaan Nusantara (INSIGNIA-2015), Towards Sister City Cooperation between Cilacap and Mueang Chonburi District (Advances in Economics Bussiness and Management Research-2016), Analisa Strategi dan Edukasi Kabupaten Banyumas dalam Persiapan Kerjasama Internasional melalui Model Sister City (Jurnal Hubungan Internasional (JHI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta-2017).

Agus Haryanto

Penulis lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 12 Juli 1983. Penulis menyelesaikan studi Sekolah Dasar di SD Tegalrejo II Yogyakarta tahun 1996, SMP Negeri 7 Yogyakarta tahun 1999, SMA Negeri 2 Yogyakarta tahun 2002, S1 Jurusan Ilmu

Hubungan Internasional UGM tahun 2006, S2 Kajian Wilayah Jepang Universitas Indonesia tahun 2009, dan S3 Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Padjajran pada tahun 2016.

Penulis menikah dengan Rita Budiasih Nurjayanti, SE., dan telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak yaitu: Muhammad Rafif Naufal, Aizza Hasna Farannisa, dan Muhammad Miqdad Altamis. Saat ini, penulis aktif menjadi pembicara dalam seminar nasional maupun internasional dan menuangkan gagasannya dalam media cetak dan elektronik. Penulis dapat dihubungi melalui email: agushari.oke@gmail.com

Dokumen terkait