• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muhammad Yamin Agus Haryanto CV. Pustaka Ilmu Group

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Muhammad Yamin Agus Haryanto CV. Pustaka Ilmu Group"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

CV. Pustaka Ilmu Group

TEORI PEMBANGUNAN

INTERNASIONAL

Muhammad Yamin

Agus Haryanto

(4)

TEORI PEMBANGUNAN INTERNASIONAL Muhammad Yamin & Agus Haryanto

Copyright © Pustaka Ilmu, 2017

viii+100 halaman; 14x21 cm ISBN: 978-602-6835-22-2 Editor: Muhammad Badaruddin Pemeriksa Aksara: Elpeni Fitrah Perancang Sampul: Nur Afandi Pewajah Isi: Tim Pustaka Ilmu Penerbit: Pustaka Ilmu Jl. Wonosari KM. 6.5 No. 243 Kalangan Yogyakarta Telp/Faks: (0274) 4435538 Layanan SMS: 081578797497 e-mail: redaksipustakailmu@gmail.com website: www.pustakailmu.co.id Anggota IKAPI Cetakan I, Mei 2017 Penerbit dan Distribusi: CV. Pustaka Ilmu Group

Jl. Wonosari KM. 6.5 No. 243 Kalangan Yogyakarta Telp/Faks: (0274) 4435538

e-mail: pustakailmugroup@gmail.com website: www.pustakailmu.co.id © Hak Cipta dilindungi Undang-undang All Rights reserved

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Penerbit Pustaka Ilmu Yogyakarta

(5)

K

KATA PENGANTAR

ami memanjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT atas selesainya buku referensi untuk mata kuliah Teori Pembangunan Internasional. Buku ini merupakan jawaban atas keresahan kami menyajikan literatur yang tepat bagi mahasiswa jurusan Hubungan Internasional untuk mendalami berbagai teori yang digunakan untuk membahas mengenai pembangunan internasional.

Dalam buku ini, kami menyajikan berbagai perspektif dan teori pilihan yang mencakup sikap optimis dan skeptis atas pembangunan internasional yang saat ini dilakukan berbagai negara. Dengan mengetahui dua sisi ini, mahasiswa dapat mengajukan berbagai pemikiran kritisnya melalui skripsi maupun tugas yang didesain dalam tiap bab.

Atas terbitnya buku ini, kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak:

1. Pertama, jajaran Rektor dan Dekan FISIP Universitas Jenderal Soedirman yang bersedia untuk membantu proses penerbitan buku ajar ini.

2. Kedua, rekan – rekan Dosen di Jurusan Hubungan Internasional FISIP UNSOED yang telah mengkritisi dan memberi masukan atas draft yang diajukan.

3. Ketiga, kepada keluarga di rumah yang telah rela waktu keluarganya berkurang selama tim penulis menyelesaikan buku.

(6)
(7)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ... v

BAB I Perspektif Liberalisme dan Model Pembangunan... 1

1. Sejarah Awal Liberalisme ... 1

2. Prinsip Dasar Liberalisme... 4

3. Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan Liberal ... 7

BAB II Teori Dependensia Dan Kritik ... 16

1. Pengertian Dependensia ... 16

2. Tokoh-Tokoh Pemikir Kelompok Teori Dependensia ... 20

2. Theotonio Dos Santos ... 23

3. Andre Gunder Frank ... 26

Bacaan Lanjut ... 28

BAB III TEORI KAPITALISME: PERJUANGAN KELAS .... 29

1. Perkembangan Masyarakat Kapitalisme ... 29

2. Perjuangan Kelas... 35

Bacaan Lanjut ... 39

BAB IV Teori Developmental State : Pelajaran dari NICs.... 40 1. Developmental State... 2. Peran Negara dalam Pembangunan

Ekonomi Negara NICs ... 40

(8)

viii

Teori Pembangunan Internasional

3. Konsep Pembangunan Developmental State,

Pelajaran dari Kemajuan NICs ... 47

Bacaan Lanjut ... 51

BAB V Teori Modernisasi dalam Pembangunan ... 52

Bacaan Lanjut ... 66

Teori Fungsional Struktural ... 67

1. Pengantar ... 67

2. Fungsionalisme Struktural Talcott Parson ... 71

3. Fungsionalisme struktural Robert King Merton ... 78

Bacaan Lanjutan ... 82

BAB VI Teori Konflik ... 84

1. Perkembangan Teori Konflik... 84

2. Pandangan Dahrendorf mengenai konflik... 86

3. Kontribusi Coser terhadap teori konflik... 90

Bacaan Lanjutan ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(9)

BA B

I

Perspektif

Liberalisme dan

Model Pembangunan

1. Sejarah Awal Liberalisme

Liberalisme berasal dari kata “Liber” dan “Isme”. Merujuk pada Mises (2011 : XV) “Liber” merupakan kata lain yang memiliki arti kebebasan. Sehingga Liberalisme dapat dikatakan sebagai sebuah pandangan filsafat dan ideologi yang menekankan kebebasan individu dan persamaan hak menjadi nilai utama. Atas dasar hal tersebut, paham ini menolak adanya pembatasan terhadap peran individu oleh khususnya pemerintah dan agama.

Paham liberalisme berkembang di abad pertengahan, sekitar abad 16, dikarenakan pemerintahan dan lembaga keagamaan yaitu negara serta gereja sangat dominan dengan sistem feodalisme. Kekuasaan yang melekat di negara dan gereja sangat kuat dikarenakan kedua institusi tersebut mengatasnamakan

(10)

Tuhan dalam membatasi peran individu masyarakat, bahkan pembatasan tersebut mengenai kebenaran, sehingga pernyataan yang diungkapkan oleh negara dan gereja dianggap sebagai kebenaran absolut sedangkan pendapat diluar tersebut merupakan dosa. Pandangan tersebut selanjutnya dikritisi oleh Martin Luther King yang melakukan pembaharuan liberalisme agama dan melakukan perlawanan terhadap gereja. Martin Luther memimpin perlawanan terhadap Gereja Katolik yang kemudian perlawanan tersebut mereka namai Protestan. Gerakan reformasi agama yang dibawa oleh Martin Luther ini memiliki semangat berupa ajakan pemikiran liberalisasi. Ia memiliki pemikiran bahwa otoritas agama satu-satunya yang ada adalah teks Bible bukan pendapat tokoh-tokoh agama, tidak mengakui keberadaan sistem kepausan yang mengatas namakan kedaulatan Tuhan untuk mengampuni atau tidak mengampuni kesalahan seseorang. Gerakan ini disebut sebagai gerakan awal liberalisme karena saat itu Martin Luther mengampanyekan untuk menafsirkan teks-teks agama bersandarkan kebebasan berfikir dan rasionalisme.

Semangat liberalisme semakin subur setelah eropa mengalami pertemuan kembali dengan filsafat Yunani yang menekankan penggunaan logika sebagai alat menemukan kebenaran. Perkembangan ini selanjutnya melahirkan pemikir- pemikir Liberal Eropa diabad 17-18. Paham liberalisme mulai berdampak pada kondisi sosial dan politik Eropa yang mulai memasuki abad pencerahan. Hal ini ditunjukan melalui revolusi sosial yang terjadi di tahun 1789. Hal tersebut menjadi puncak perlawanan terhadap tatanan feodal yang sudah mapan. Didalam pandangan politik, paham liberalisme tidak lepas dari pemikiran John Locke dan Hobbes. Kedua pemikir tersebut mengenalkan konsep bernama konsep negara alamiah (State Of Nature) yang dilandasi dari pemahaman bahwa individu

(11)

seseorang diasumsikan seragam walaupun dari kedua pemikir tersebut titik tolak keseragaman yang berbeda. John Locke memiliki asumsi bahwa fitrahnya semua manusia itu baik, adapun Hobbes beranggapan bahwa pada dasarnya semua orang itu jelek. Dengan adanya asumsi tersebut selanjutnya tiap-tiap individu yang ada didalam suatu area selanjutnya membentuk kontrak sosial untuk melindungi kebutuhan- kebutuhan individunya (Hobbes) atau adanya akal manusia yang melahirkan aturan-aturan dan norma dalam interaksi antar individu (John Locke). Kontrak sosial yang ada tersebutlah yang secara alamiah menjadi sebuah negara. Dalam tataran teori politik, pemahaman itu menjadi titik awal berkembangnya demokrasi politik karena keinginan individu yang ingin hidup bermasyarakat untuk meminimalisir konflik dan melindungi hak-hak yang mungkin akan terganggu karena kebebasan individu. Konsensus itulah yang kemudian menjadi dasar demokrasi.

Dalam Bidang ekonomi, liberalisme mengenal salah satu tokoh awalnya yaitu Adam Smith. Seperti layaknya Luther dan Hobes serta Locke, Adam Smith menekankan individualisme dan kebebasan dalam bidang ekonomi. Konsepnya yang paling terkenal adalah mekanisme pasar dan invisible hand. Disini Adam Smith berasumsi bahwasanya setiap individu memiliki keinginan untuk mencukupi kebutuhannya. Didalam mekanisme perdagangan, keinginan untuk mencukupi kebutuhan yang diistilahkan oleh Adam Smith sebagai permintaan akan berinteraksi dengan penawaran dari individu yang memiliki komoditi yang dibutuhkan. Adanya permintaan dan penawaran tersebutlah yang selanjutnya menentukan mekanisme pasar. Interaksi yang ada didalam mekanisme pasar tersebut berpengaruh terhadap harga dari komoditi yang ditukarkan. Di titik inilah konsep liberalisme ditekankan melalui

(12)

pandangan Adam Smith yang beranggapan bahwa biarlah mekanisme pasar yang berjalan menentukan interaksi ekonomi di masyarakat sehingga tidak dibutuhkan peran pemerintah dalam sistem perekonomian tersebut. Di bidang ekonomi liberalisme melahirkan sistem pasar dikarenakan kebebasan individu didasari oleh asumsi, individu yang bebas merupakan individu yang produktif. Adanya supply dan permintaan yang bekerja didalam sistem pasar tersebut membuka peluang untuk kompetisi secara sehat sehingga mekanisme pasar akan melahirkan keseimbangan alamiah. Pemikiran itulah yang menjadi titik awal berkembangnya kapitalisme ekonomi.

2. Prinsip Dasar Liberalisme

Liberalisme pada dasarnya lahir dari perlawanan terhadap pandangan feodalisme. Aturan dan pembatasan yang dilakukan oleh negara dan gereja dalam melaksanakan pemerintah men- jadikan kesempatan individu untuk memperoleh kesejahteraan dan hak-hak individu terbelenggu. Oleh sebab itu, liberalisme memperjuangkan hak-hak individu yang tidak diperoleh pada saat itu. Beberapa hal yang tidak diperoleh ketika masa feodal antara lain adalah kepemilikan individu. Ketika itu, kepemilikan privat hanya dimiliki oleh kaum bangsawan. Kaum bangsawan tersebut menjadi tuan tanah disuatu daerah dan membawahi rakyat-rakyat yang menghamba kepada mereka. Kepemilikan pribadi hanya dimiliki oleh status sosial khusus yang berkaitan erat dengan darah kebangsawanan. Selain itu, mengenai kebenaran yang dipercaya oleh masyarakat erat kaitannya dengan keputusan negara dan gereja yang berkuasa saat itu. kebenaran bersifat mutlak dan tidak dapat dibantah sehingga seringkali pandangan-pandangan rasional dianggap sebagai dosa dan kesalahan.

(13)

Liberalisme menyerukan bahwa perlu adanya kebebasan dalam bertindak dan berfikir dengan rasionalitas. Oleh sebab itu, liberalisme berakar kuat dengan individualisme, kesetaraan dan kebebasan seperti yang diungkapkan oleh Mises (2011 : X) bahwa secara definisi liberalisme merupakan kebebasan yang merata dan kesempatan yang setara untuk setiap individu tanpa pengaturan, kontrol, dan regulasi dari negara terhadap urusan manusia terhadap kesejahteraan material. Berdasarkan keadaan tersebut, kaum liberalisme selanjutnya membuat perlawanan terhadap feodalisme dengan dasar-dasar yang diperjuangkan berupa :

1. Kepemilikan Pribadi (Private Property) : Liberalisme

sangat mengagungkan kepemilikan pribadi. Hal ini menunjukan bahwa tiap-tiap individu memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan melalui kepemilikan pribadi. Selain itu dengan adanya kepemilikan pribadi, kaum liberalisme memiliki anggapan bahwa produktivitas akan semakin tinggi dikarenakan keinginan tiap-tiap individu untuk memenuhi kepuasan materilnya.

2. Kebebasan Individu (Personal Liberty) : Kebebasan

individu sangat dibutuhkan untuk terlaksananya demokrasi dan kapitalisme yang menjadi anak dari pandangan liberalisme. Kebebasan disini diartikan sebagai kesempatan untuk setiap individu menentukan yang terbaik bagi dirinya. Dalam sudut pandang ekonomi, dengan adanya kebebasan individu memungkinkan pekerja bebas bisa lebih banyak menghasilkan kekayaan untuk banyak orang bila dibandingkan dengan yang dihasilkan budak oleh tuan mereka. Jika perbudakan ataupun belenggu inividualisme masih banyak diterapkan maka terdapat kecenderungan rendahnya produktivitas sehingga kemajuan peradapan akan lambat.

(14)

3. Inisiatif Pribadi (private enterprise) : Melalui inisiatif

pribadi, setiap individu mendapat kesempatan untuk menentukan nasibnya sendiri berdasarkan hasil kerjanya. Semangat individualisme yang tinggi menyebabkan pandangan liberal membatasi peranan lembaga-lembaga yang berwenang terhadap keputusan-keputusan individu. Secara politik, negara merupakan hasil persetujuan dari individu yang terjadi secara alamiah untuk melindungi hak-hak yang melekat untuk setiap individu. Sehingga, peran negara sangat kecil dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam perdagangan, regulasi yang berlaku juga menunjukan semangat individu yang cukup tinggi. Liberalisme mengedepankan peranan kebutuhan dan keinginan setiap individu dalam regulasi perdagangan. Konsep ini dikenal sebagai konsep pasar dimana penentuan harga merupakan hasil dari adanya permintaan dan penawaran yang ada. Dapat dikatakan bahwa liberalisme menyerahkan kebijakan dan keputusan kepada tiap individu sehingga kebijakan yang pada akhirnya diputuskan merupakan suara terbanyak dari anggota masyarakat.

Liberalisme melihat bahwa setiap individu memiliki hak-hak pribadi yang harus dijunjung tinggi. Walaupun demikian perlu disadari hak-hak yang melekat pada setiap individu tersebut berpotensi terjadi gesekan sehingga liberalisme mensyaratkan beberapa hal yang perlu dipahami. Seorang pemikir liberal Filipina menilai bahwa terdapat 6 prinsip dasar liberalisme yaitu (Teehankee, t.tahun):

1. Individualisme : Penganut liberalisme sangat menekan-

kan kebebasan individu dan hak-hak individu, bahkan mereka beranggapan bahwa individualisme lebih penting dari kolektivisme.

(15)

2. Rasionalisme : Kaum liberal percaya bahwa dunia

dapat dipahami dengan logis karena memiliki struktur yang rasional

3. Kebebasan : Liberalisme beranggapan bahwa individu

memiliki kebebasan untuk memutuskan karena diasumsikan setiap individu mampu untuk berpikir dan bertindak sesuai mata hati.

4. Tanggung Jawab : Kebebasan tanpa tanggung jawab

adalah keliaran.

5. Keadilan : keadilan dalam sudut pandang liberalisme

adalah pemberian kesempatan kepada setiap individu untuk bersaing dan menggapai hak-haknya.

6. Toleransi : sikap untuk menghormati pandangan orang

lain, karena tanpa toleransi kebebasan tidak dapat ditegakkan.

3. Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan Liberal

Sebuah masyarakat yang menganut liberalisme dikenal sebagai masyarakat kapitalis, sedangkan kondisi masyarakat tersebut disebut kapitalisme (Mises, 2011 : 15). Karakter perkembangan kapitalisme ekonomi dimana hal ini melahirkan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi mengandalkan mekanisme pasar sebagai motor penggerak perekonomian sehingga para pemikir dari teori ekonomi kapitalis membatasi ataupun menolak intervensi pemerintahan dan negara dalam kegiatan perekonomian. Penganut ekonomi kapitalis memiliki kepercayaan besar terhadap kebebasan individu (personal liberty), kepemilikan pribadi (private property), dan inisiatif individu serta usaha swasta (private enterprise) (Fakih, 2001 : 46). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekonomi kapitalis bersifat memberi kebebasan kepada setiap individu untuk memanfaatkan sumber

(16)

daya yang ada untuk mendapatkan keuntungan pribadi yang sebesar-besarnya.

Titik tolak yang menjadi pandangan kapitalisme di awal perkembangannya adalah bahwa kebutuhan manusia akan terpenuhi secara baik apabila sumber daya yang dimiliki, yaitu tanah (SDA), Tenaga (Buruh) dan modal dimanfaatkan secara seefisien mungkin, serta hasil produksi dan jasa dijual dipasar dengan mekanisme persaingan yang benar-benar bebas (Agustiani, t.tahun). Asumsi yang ada dibenak Smith adalah kegiatan perdagangan yang terjadi dilakukan dalam atmosfir persaingan sempurna. Sehingga tidak ada kekuasaan yang akan mempengaruhi harga maupun proses produksi sehingga harga yang muncul merupakan interaksi dari adanya permintaan dan penawaran. Namun demikian, negara perlu turun tangan berperan sebagai setting moral dan legal institusional pengatur terjaminnya kontrak dihormati oleh semua pihak. (Handoko, 2013 : 66). Kebebasan ekonomi mungkin terjadi bila tidak ada intervensi pemerintah dan terbukanya mekanisme pasar. Dengan adanya mekanisme pasar maka memberikan kesempatan berputarnya ekonomi melalui adanya permintaan dan supply sehingga proses konsumsi dan produksi barang terjadi secara natural berdasarkan hukum permintaan dan penawaran. Smith menekankan beberapa hal penting dibidang ekonomi di dalam iklim liberal, sehingga kapitalisme menyandarkan diri pada: (Agustiani, t.tahun).

1. Hak milik swasta (Private Property)

Hal ini merupakan elemen pokok dari kapitalisme, sehingga setiap individu berhak untuk memiliki barang-barang ekonomi dan sumber daya ekonomi untuk kepentingan pribadinya. Hal ini tentunya dilakukan dengan cara-cara yang legal dimana pemerintah memiliki peran sebagai

(17)

regurator untuk memastikan perjanjian yang dilakukan disepakati bersama.

2. Prinsip dibina tangan yang tak terlihat (Invisible Hand)

Perkembangan kapitalisme dan pertukaran barang dan jasa yang terjadi berdasarkan penawaran dan permintaan. Kebutuhan dan keinginan masyarakaat tersebutlah yang selanjutnya membina pasar untuk memproduksi ataupun menentukan harga dari suatu barang. Setiap individu didalam mayarakat yang kapitalistik dimotivasi oleh kekuatan ekonomi sehingga ia bertindak seefisien mungkin untuk mendapatkan kepuasan terbesar.

3. Individualisme ekonomi (Laissez-Faire)

Perdagangan dan kemajuan ekonomi dilimpahkan kepada keputusan-keputusan individu mengenai permintaan dan penawaran, sehingga peran pemerintah sangat minim dalam sistem perekonomian kapitalisme. Kemajuan dan kesejahteraan ekonomi sangat bergantung pada keputusan- keputusan individu tersebut.

4. Persaingan pasar secara bebas (free market competition)

Prinsip mekanisme pasar menyebabkan para aktor di dalam perekonomian bersaing secara bebas untuk memperoleh konsumen, buruh untuk memperoleh pekerjaan, para majikan memperoleh buruh dan akses terhadap berbagai sumber daya ekonomi lainnya. Bentuk yang paling sempurna didalam pasar bebas adalah bila pembeli dan penjual dalam jumlah yang cukup banyak sehingga tidak terdapat satu pihak yang dapat mempengaruhi harga serta kebebasaan bagi pembeli dan penjual tidak dibatasi oleh batasan-batasan ekonomi atas permintaan dan penawaran. Point penting yang ditekankan oleh Smith dalam konsep ekonomi liberalnya adalah:

(18)

1. Kebebasan dalam bidang ekonomi sehingga perlu pembatasan peran pemerintah pada bidang ekonomi. 2. Berlakunya sistem pasar atau kompetisi bebas dan

pasar persaingan sempurna.

3. Adanya full employment sehingga ekonomi akan selalu berjalan lancar dan melakukan kesesuaian diri jika tanpa intervensi pemerintah.

4. Dengan memenuhi kepentingan individu maka akan memenuhi kepentingan masyarakat (Harmony of Interest)

5. Hukum pasar “permintaan akan turun bila penawaran naik”.

6. hukum ekonomi berlaku universal khususnya pada kegiatan ekonomi.

Paham liberalisme dalam hubungannya dengan pem- bangunan sebuah negara erat kaitannya dengan sistem perekonomian. Revolusi industri yang terjadi di Inggris pada abad 18 menjadi titik tolak awal berkembangnya pemikiran sistem ekonomi kapitalisme yang didasari oleh paham liberalitas. Ketika itu, Adam Smith menjadi tokoh yang mulai memandang kemajuan melalui ekonomi dengan pandangan logis rasional yang didasari oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Pandangan-pandangan Adam Smith ini kemudian lebih di- kenal sebagai Mazhab ekonomi klasik. Tokoh yang berperan besar berkembangnya mazhab ini adalah Adam Smith dan Riccardo. Dalam bukunya yaitu Wealth of Nation, Adam Smith berpendapat bahwa produksi dan perdagangan merupakan kunci pembuka kemakmuran suatu negara. hal ini dapat terjadi bilamana kebutuhan hidup dan fasilitas tersedia dengan harga yang cukup murah. Hal itu dapat tercapai dengan adanya kebebasan ekonomi.

(19)

Handoko (2013 : 66) mengungkapkan bahwa kekayaan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kemampuan produksi bangsa tersebut, sedangkan tingkat produksi suatu bangsa bergantung pada spesialisasi pembagian kerja. Semakin tinggi sepesialisasi tenaga kerja maka semakin tinggi pula produktifitas dimana hal ini sangat diipengaruhi oleh ketersediaan tenaga kerja dan ketersediaan modal. Berkaitan dengan pasar, semakin luas pasar yang mampu dicakupi oleh sebuah produksi maka peluang mendapatkan keuntungan semakin besar oleh sebab itu untuk meningkatkan kemakmuran perlu dilakukan perluasan pasar untuk distribusi produksi. Ekspansi yang besar ini tentunya perlu menghindari penghalang-penghalang yang akan membuat efisiensi menjadi turun seperti adanya bea masuk atau bea keluar barang. Oleh sebab itu, Smith beranggapan tindakan politik langsung oleh pemerintah terhadap ekonomi harus ditekan agar ekonomi berjalan secara efisien dan natural sesuai dengan proses yang terjadi di mekanisme pasar (Handoko, 2013 : 66).

Hal yang sama dilihat oleh Suyono (2010: 169) bahwa peningkatan produksi bisa tercapai bila dalam proses produksi dan ekonomi dilaksanakan pembagian kerja dan intervensi pemerintah yang minimal. Dapat dilihat bahwa ide utama dari sistem ekonomi liberal adalah adanya pasar bebas sehingga kemajuan bergerak berdasarkan mekanisme pasar dimana hukum persediaan barang yang diperlukan masyarakat turun atau langka, maka harga pasaran akan merangkak naik dan mendatangkan keuntungan besar bagi para produsen dimana selanjutnya keuntungan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendorong terbukanya pabrik-pabrik baru. Selanjutnya kenaikan produksi yang terjadi akan mendorong kenaikan upah dan bukan karena adanya kelebihan penduduk yang mencegah upah menjadi naik.

(20)

Dapat dilihat bahwa mazhab ekonomi klasik ini menekankan proses yang terjadi adalah mekanisme pasar yang merupakan Invisible hand dimana alokasi sumber daya yang ada dilandaskan akan interaksi atau hukum permintaan dan penawaran. Hal itu tentunya tanpa campur tangan pemerintah sebagai upaya efisiensi pasar. Sehingga secara otomatis, pertumbuhan ekonomi akan terjadi berlandaskan adanya pertumbuhan output total produksi dan pertumbuhan penduduk sebagai tenaga kerja. Namun demikian pertumbuhan output produksi perlu didorong oleh tersedianya sumberdaya alam (faktor produksi tanah), sumberdaya manusia dan ketersediaan barang modal. Sedangkan akumulasi modal sebagai titik tumpu perkembangan industri dan pembukaan produksi baru bisa terjadi bila pasar bagi produksi yang dihasilkan semakin luas yang diikuti dengan tingkat keuntungan yang tinggi melebihi tingkat keuntungan minimal.

Sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi landasan pandangan pembangunan negara-negara besar di dunia, pada satu titik mengalami fase depresi besar di tahun 1929-1933. Ketika itu perekonomian negara-negara besar mengalami kelesuan. Angka pengangguran tinggi, output perekonomian berkurang serta investasi merosot sangat tajam. Keynes salah satu tokoh ekonomi kapitalisme melihat bahwa hipotesis yang diusung oleh para kaum mazhab ekonomi klasik memiliki kelemahan. Ia berpandangan bahwa peningkatan permintaan tidak serta merta mampu di support oleh mekanisme pasar. Ia melihat bahwa pada dasarnya selera konsumen cenderung stabil sehingga konsumen bukan faktor penggerak ekonomi secara mutlak. Adanya peningkatan pendapatan ternyata tidak serta merta menaikan tingkat permintaan efektif karena Keynes melihat bahwa kecenderungan kenaikan upah akan dialokasikan kedalam tabungan, sehingga meningkatnya

(21)

pendapatan tidak selalu berbanding lurus dengan meningkatnya permintaan. Kecenderungan ini tidak mampu diantisipasi oleh pasar, sehingga Keynes beranggapan bahwa pemerintah harus terlibat dalam pembangunan dan perputaran ekonomi melalui kebijakan-kebijakan financial sebagai usaha menstimulir permintaan. Keynes melihat bahwa adanya interaksi yang terjadi antar variabel-variabel ekonomi seperti pendapatan, konsumsi, tabungan, pajak, pengeluaran pemerintah ekspor- impor, pengangguran, inflasi secara agregatif. Oleh sebab itu, dalam pembangunan, perlu melibatkan perhitungan dan asumsi-asumsi dari variabel-variabel tersebut. Pandangan ini selanjutnya menjadi awal perkembangan ekonomi makro. (Pujiati, 2011 : 118).

Pasca berkembangnya konsep negara kesejahteraan Keynes, para kapitalis merasa bahwa terjadi stagnasi kapital. Hal ini selanjutnya mempengaruhi para kapitalis untuk kembali kepada gerakan liberalisme yang menekankan meminimalisir peran pemerintah dalam pengambilan keputusan ekonomi. Hal tersebutlah yang selanjutnya mendorong paham neo- liberal mulai berkembang. Paham neo-liberalisme pada dasarnya berakar pada pikiran liberalisme Adam Smith dalam bukunya wealth of nations. Pemahaman ini memiliki keyakinan atas adanya invisible hand dalam mekanisme pasar oleh sebab itu peran negara dalam perekonomian ditekan seminimal mungkin. Para penganut paham neo-liberalisme beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dari hasil normal kompetisi bebas yang didasari keyakinan bahwa pasar bebas itu efisien. Para pemikir neo-liberal memiliki aturan bahwa perlu liberalisasi pasar perdagangan dan finansial, akhiri inflasi stabilisasi ekonomi makro, privatisasi, dimana hal tersebut tertuang dalam Washington Consensus.

(22)

Washington Consesnsus yang dihadiri oleh para embessy TNC MNC, negara-negara dengan kemampuan ekonomi tinggi, IMF dan world bank tersebut menghasilkan 10 hal yang menjadi dasar perekonomian yang berlandaskan paham neo-liberal. Adapun 10 hal tersebut adalah :

1. Defisit fiskal untuk memerangi defisit anggaran

2. Public expenditure atau pengeluaran publik yang me- rupakan kebijakan pemrioritasan anggaran belanja pemerintahan melalui pemotongan subsidi.

3. Pembaharuan pajak berupa pemberian kemudahan bagi pengusaha untuk kemudahan pembayaran pajak. 4. Liberalisasi keuangan, dimana kebijakan nilai bunga

bank yang diserahkan kepada mekanisme pasar.

5. Nilai tukar uang yang kompetitif dimana dilakukan melalui kebijakan untuk melepas nilai tukar uang tanpa kontrol pemerintah.

6. Trade liberalisation barrier, berupa kebijakan untuk membuka perdagangan bebas, seperti kebijakan untuk mengganti segala bentuk lisensi perdagangan dengan tarif dan pengurangan biaya tarif.

7. Foreign direct investment, berupa kebijakan untuk menyingkirkan segenap aturan pemerintah yang meng- hambat pemasukan modal asing.

8. Privatisasi, yakni pengelolaan seluruh perusahaan ne- gara yang diserahkan kepada pihak swasta.

9. Deregulasi kompetisi.

10. Intellectual Property Right atau hak paten.

Melalui 10 hasil Washington Consesnsus tersebut diketahui bahwa secara umum paham neo-liberal memiliki pokok pe- mikiran berupa :

(23)

1. Menjauhkan peran pemerintah terhadap perusahaan swasta melalui minimalisasi peran pemerintah pada bidang perburuhan, investasi, serta harga sehingga terbuka ruang untuk pasar mengatur dirinya sendiri. 2. Menghentikan subsidi untuk rakyat yang bertentangan

dengan prinsip neo-liberal serta prinsip pasar dan persaingan bebas. Oleh sebab itu, hal ini berdampak pada privatisasi perusahaan negara yang memiliki tujuan untuk melaksanakan subsisdi negara.

Mereduksi ideologi kesejahteraan bersama dan pemilikan komunal yang masih banyak dianut oleh masyarakat tradisional. Hal ini didasari dari keyakinan kaum Liberal yang menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya secara komunal tidak mampu berjalan secara efisien dan efektif, sehingga alangkah baiknya bila pengelolaan tersebut diserahkan kepada para ahlinya (Fakih, 2004 : 4-5).

Bacaan Lanjut :

Fakih, Mansour. 2004. Neoliberalisme dan Globalisasi. Ekonomi Politik Digital Journal Al Manar Edisi I.

Handoko, Yunus. 2013. Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Mark dan Keynes. Jurnal JIBEKA Vol. 7 Agustus 2013 : 64-70.

Mises, von Ludwig. 2011. Menemukan Kembali Liberalisme. Freedom Institute. Jakarta. Indonesia.

Suyono, Agus. 2010. Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangun- an. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang. Indonesia.

(24)

BA B

II

Teori Dependensia

Dan Kritik

1. Pengertian Dependensia

Teori Dependensia merupakan sebuah respons para pakar terhadap teori Modernisasi. Teori modernisasi yang memiliki tujuan untuk membangkitkan ekonomi negara- negara berkembang dirasa tidak mampu untuk mewujudkan hal tersebut. Teori yang menempatkan modal sebagai titik tolak pembangunan dirasa tidak mampu menghadirkan pembangunan di negara-negara berkembang khususnya bagi negara-negara Amerika Latin. Secara umum, teori dependensi memandang bahwa keadaan sebuah bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dari luar negaranya seperti ekspansi bisnis sebuah negara ataupun sistem perekonomian dunia. Pengaruh tersebut menjadikan sebuah negara bergantung dengan faktor diluar internal untuk menciptakan kemajuan negaranya. Walaupun demikian, teori dependensia tidak menempatkan

(25)

faktor eksternal sebagai satu-satunya penyebab berkembang atau tidaknya sebuah negara, namun teori ini menilai bahwa terdapat hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dalam mempengaruhi perkembangan sebuah negara dimana faktor eksternal berperan sangat besar. Bahkan, faktor internal sebuah negara cenderung bergantung pada keadaan eksternal negara itu.

Hal tersebut terlihat dari banyaknya pendapat para pakar, yang mengembangkan teori ini, beranggapan bahwa tidak berkembangnya suatu negara bukan hanya dikarenakan faktor internal yang berada di dalam negara tersebut, namun lebih dikarenakan proses perkembangan dunia secara umum yaitu dampak dari proses perkembangan ekonomi negara-negara maju. Teori yang berkembang di Amerika selatan sekitar tahun 1960 ini beranggapan bahwa negara terbelakang (underdevelop country) terjadi karena negara-negara tersebut (khususnya Amerika Latin), pada saat masyarakat pra-kapitalis, tergabung ke dalam sistem ekonomi dunia yang kapitalis. Dengan adanya negara maju yang cenderung kapitalis, negara-negara terbelakang tersebut hanya menjadi pelaku yang terpinggirkan dari sistem ekonomi dunia dikarenakan mereka kehilangan otonominya. Dapat dikatakan negara-negara terbelakang ini memiliki ketergantungan terhadap negara yang sudah maju.

Didalam salah satu bukunya, Pasaribu ( t.tahun) mengungkapkan bahwa ketergantungan itu terlihat dari sebuah pola dimana negara-negara terbelakang yang dilabeli dengan istilah “daerah pinggiran” dari sistem ekonomi dunia, menjadi daerah-daerah jajahan dari negara-negara maju yang telah mapan ekonominya atau diistilahkan sebagai “daerah metropolitan”. Daerah pinggiran ini hanya berfungsi untuk mensuplay barang mentah yang dibutuhkan oleh industri besar di daerah Metropolitan yang selanjutnya akan dijadikan pasar konsumsi

(26)

barang bagi hasil produksi industri negara metropolitan. Sistem yang berkembang tersebut, selanjutnya menyebabkan adanya hubungan ketergantungan antara daerah terpinggirkan dan daerah metropolitan.

Hatu (2013 : 55), melihat bahwa ketidakmampuan negara miskin untuk maju adalah adanya campur tangan dan dominasi negara maju di dalam pembangunan negara dunia ketiga. Ia melihat adanya campur tangan dan dominasi tersebut, tidak membawa arti besar bagi kemajuan sebuah negara. Hal ini dikarenakan negara maju menciptakan ketergantungan bagi negara miskin terhadapnya, sehingga ketergantungan yang diciptakan tersebut harus diputus untuk menciptakan peluang sebuah negara mampu melakukan kegiatan pembangunan secara mandiri.

Terdapat 2 aliran pakar yang berkembang di dalam teori dependensia. Aliran yang pertama adalah aliran yang dipengaruhi oleh Karl Marx yaitu aliran Marxis dan Neo-Marxis. Aliran ini dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti Andre Gunder Frank, Theotonio Dos Santos, Rudolfo Stavenhagen, Vasconi, Ruy Mauro Marini dan F. H. Cardoso. Adapun aliran yang kedua yaitu aliran yang tidak dipengaruhi Marxis dipelopori oleh Celso Furtado, Helio Jaguaribe, Anibal Pinto, dan Osvaldo Sunkel. Walaupun teori ini berasal dari Amerika Latin dan dipelopori oleh tokoh-tokoh pemikir yang berasal dari bagian selatan benua Amerika tersebut, namun beberapa tokoh dari sisi dunia lain juga turut menjelaskan keterbelakangan di sisi dunia lain tersebut dengan mengembangkan teori ini, sebut saja Samir Amin dari Afrika, Thomas Neiskopf dan Bharat Jhunjhunwala dari Asia serta Sritua Arief dan Sasono di Indonesia.

Pada dasarnya pemikiran para ahli dependensia mengenai permasalahan pembangunan di negara ketiga didasari pada dua

(27)

hal (Hatu, 2013 : 56-58). Masalah pertama, negara terpinggirkan pra-kapitalis merupakan kelompok negara yang melakukan cara produksi yang tidak dinamis seperti Asia maupun tidak dinamis dan feodal seperti Eropa dimana menjadi tempat lahirnya kapitalisme. Adapun yang kedua negara terpinggirkan akan maju ketika menjalankan sistem kapitalisme yang dibawa oleh negara maju. Kedua hal tersebutlah yang selanjutnya dibantah oleh kelompok teori dependensi. Bantahan yang kemudian diajukan oleh aliran teori ini juga ada dua. Yang pertama, dinamika yang terjadi di negara terpinggirkan yang pra-kapitalis memiliki ciri khas yang berbeda dengan negara-negara lain. Para tokoh ini beranggapan sekalipun tidak difasilitasi oleh negara maju dengan sistem kapitalis untuk maju, negara terpinggirkan akan memiliki cara tersendiri untuk mencapai kemajuan. Sedangkan yang kedua, dengan adanya campur tangan negara maju yang kapitalislah yang menyebabkan negara terpinggirkan tidak mampu maju karena adanya ketergantungan dengan negara maju itu. Ketergantungan itu tampak pada format neo- kolonialisme yang diterapkan oleh negara maju terhadap negara yang sedang berkembang.

Secara umum, Tokoh-tokoh teori dependensia melihat bahwa tergabungnya negara terpinggirkan secara paksa ke dalam sistem perekonomian dunia yang kapitalistik merupakan faktor utama penyebab keterbelakangan negara-negara tersebut. Oleh sebab itu, kesimpulannya bahwa tanpa adanya kolonialisme dan integrasi terhadap sistem perekonomian dunia tersebut, saat ini negara-negara berkembang telah mencapai kesejahteraan tinggi dan mengembangkan kemajuan melalui usaha mereka sendiri.

(28)

2. Tokoh-Tokoh Pemikir Kelompok Teori Dependensia

1. Paul Baran

Pandangan umum yang berkembang dari pemikir-pe- mikir liberal adalah bahwa pembangunan di dunia ketiga akan mencapai kemajuan bila mengadopsi konsep kemajuan yang dilalui oleh negara maju melalui kapitalisme. Paul Baran melihat bahwasanya hal tersebut kurang tepat. Ia melihat bahwa kapitalisme di negara dunia ketiga merupakan kapitalisme semu yang hanya memunculkan ketergantungan antara negara pinggiran (periphery) dengan negara pusat (center). Secara umum hal ini dikarenakan masyarakat lokal negara tersebut cenderung masih mempertahankan komoditas pertaniannya dibanding beralih kepada industri maju. Hal tersebut terjadi dikarenakan modal asing yang datang mengambil alih peran industrialisasi di negara tersebut.

Paul Baran melihat dalam proses perkembangan negara maju melalui mekanisme kapitalisme, masyarakat ataupun pemerintahan di negara tersebut harus mampu menga- kumulasikan modal untuk mengembangkan industrinya. Hal tersebut selanjutnya berdampak pada perubahan sosial yang terjadi dinegaranya dimana perubahan tersebut menjadi syarat bagi kemajuan negara. Syarat pertama adalah adanya peningkatan produksi yang diikuti oleh urbanisasi oleh petani dari pedesaan yang menjadi buruh pabrik di kota-kota besar.

Kedua munculnya kelas buruh yang mencari upah melalui

bekerja produksi dan kelas majikan yang membayar upah serta mengakumulasikan kapital. Ketiga Akumulasi kapital terkumpul disisi para kapitalis dimana akumulasi tersebut diinvestasikan kepada industri-industri baru (Zahidi, Tidak ada tahun : 28).

(29)

Hal tersebutlah yang tidak terdapat pada negara dunia ketiga. Berbeda dengan yang terjadi di negara maju, di negara berkembang, modal yang diinvestasikan dari asing tidak memberikan akumulasi modal di negara tersebut, yang terjadi justru kemerosotan modal di negara tersebut. Hal ini dikarenakan modal tersebut hanya dinikmati di kalangan pemerintah dan pengusaha di kalangan pemerintah serta pengusaha asing. Untuk memahami lebih lanjut hal tersebut, Baran membagi 4 aktor utama dalam perdagangan di negara dunia ketiga:

1. Kelas tuan tanah: Merupakan kelompok masyarakat

yang memiliki tanah yang luas di pedesaan dimana ia merupakan produsen dari hasil pertanian yang dapat diekspor.

2. Kelas Pedagang : Dengan adanya pihak asing yang

masuk dalam sistem perekonomian negara dunia ketiga, kelas pedagang mengembangkan usahanya dengan melakukan hubungan dengan kelas kelompok orang asing.

3. Kelas kaum industrialis: Kelompok masyarakat yang

melakukan kegiatan produksi komoditi.

4. Kelas orang asing: Kelompok masyarakat asing yang

datang untuk mencari barang mentah dan tenaga kerja murah untuk menyokong pabrik yang mereka dirikan di negara tersebut.

Mengacu pada konsep imperalisme yang dicetuskan oleh Lenin, Baran menilai bahwa kedatangan modal asing ke suatu negara dilakukan dengan tujuan untuk bahan mentah dan tenaga kerja murah. Melihat kondisi sosial di negara dunia ketiga yang masih menggunakan paham feodalisme, hal tersebut menjadi rawan dikarenakan pemerintahan yang ada memiliki kuasa untuk “bermain” dengan pemodal-pemodal asing yang

(30)

masuk. Kedatangaan modal asing ini disambut hangat oleh para penguasa (pemerintahan), kelas tuan tanah (biasanya melekat pada pemerintahan juga) dan pedagang dikarenakan modal tersebut mendatangkan keuntungan bagi mereka. Akan tetapi hal ini menyebabkan kelas industrialis lokal kalah bersaing dengan modal asing. Hal ini dapat terjadi karena adanya permainan antara pemerintah dengan modal asing maupun perbedaan tingkat modal dan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang komoditi. Selanjutnya yang terjadi adalah industrialisasi di negara tersebut cenderung dikuasai oleh asing dimana keuntungan tersebut hanya mengalir kepada pemilik modal, pedagang dan pemerintah/penguasa. Namun hal ini berdampak buruk terhadap perkembangan ekonomi negara dikarenakan akumulasi modal hasil keuntungan diperoleh pihak pemodal asing keluar negeri. Selanjutnya yang terjadi terhadap perekonomian negara tersebut adalah dipertahankannya pertanian sebagai sumber barang mentah bagi industri asing dan penyusutan modal dikarenakan akumulasi modal dibawa

keluar oleh penanam modal asing (Zahidi, Tidak ada tahun :

28-29).

Dalam hal ini, Baran menilai bahwa proses perkembangan di dunia ketiga sedikit berbeda dengan sistem di negara maju karena dinamika yang terjadi juga sudah berbeda. negara dunia ketiga yang masih pra-kapitalis dianggap akan berkembang secara wajar walaupun lamban dengan sendirinya tanpa campur tangan imperialisme dari negara maju. Adanya campur tangan imperialisme dinilai Baran menyebabkan negara dunia ketiga mengalami proses yang sama dalam arti perubahan dari masyarakat feodal menuju masyarakat kapitalis namun yang terjadi di negara dunia ke-3 merupakan kapitalisme semu dikarenakan banyaknya campur tangan kapitalis asing (Suyono, 2010 : 172-174).

(31)

2. Theotonio Dos Santos

Theotonio Dos Santos melihat bahwasanya terdapat struktur kekuasaan yang mempengaruhi negara-negara di Amerika Selatan. Dos Santos melihat fakta bahwa terdapat kenaikan investasi dari Amerika Utara di Amerika Latin. Kenaikan investasi ini juga diikuti oleh berkembangnya industri di negara Amerika Latin melalui adanya pembukaaan industri- industri produksi, yang sebelumnya cenderung investasi berupa industri barang mentah. Namun, hal tersebut tidak diikuti dengan semakin membaiknya keadaan negara Amerika Selatan karena nilai tambah yang dihasilkan cenderung dihisap ke negara modal di Amerika Utara. Dos Santos melihat bahwasanya fakta yang terjadi ini merupakan bentuk imperialisme dengan gaya yang baru. Hal tersebut dikarenakan, situasi ekonomi dari negara Amerika Latin yang ada merupakan hasil ekspansi dan pengkondisian dari perkembangan ekspansi negara lain yaitu negara pemodal di Amerika Utara. Hubungan ekonomi antar negara yang terlibat dalam perdagangan dunia ini berada dalam hubungan saling ketergantungan. Oleh sebab itu, ia beranggapan bahwa teori dependensia tidak bisa lepas dari teori Imperialisme bahkan ia berpendapat bahwa teori ini merupakan perkembangan teori imperialisme (Fakih, 2010 : 128-129).

Hal yang sama diutarakan Hatu (2013 : 57-58) bahwa alam pemikiran Dos Santos melihat bahwa ketergantungan merupakan keadaan dimana ekonomi negara tertentu dipengaruhi oleh ekspansi dari ekonomi negara lain. Namun demikian, hubungan yang saling berkaitan itu dirasa timpang dikarenakan negara maju ataupun sering disebut negara center, melakukan eksploitasi sumber daya yang berada di negara lain sebagai upaya meningkatkan perekonomian negaranya sendiri. Ekspansi tersebut dapat dilihat dari adanya investasi yang ditanamkan di negara berkembang dengan laba yang dibawa

(32)

keluar dari negara tersebut. Yang menjadi titik penting atas keterbelakangan negara berkembang dalam hubungan tersebut adalah adanya pengawasan yang ketat, monopoli modal asing, serta penggunaan teknologi maju pada tingkat nasional dan internasional yang menekan kondisi internal sebuah negara untuk tidak mampu meningkatkan daya saingnya. Sehingga, Dos Santos melihat bahwa faktor eksternallah yang menjadi sumber awal keterbelakangan negara berkembang khususnya negara-negara di Amerika Latin.

Hubungan ketergantungan yang terjadi antara negara maju sebagai pemodal dan negara berkembang sebagai penyedia sumber daya, dilihat oleh Dos Santos dalam 3 macam bentuk (Suryono, 2010 : 143-144);

1. Ketergantungan Kolonial

Ketergantungan Kolonial merupakan ketergantungan yang terjadi dikarenakan adanya kekuatan-kekuatan kolonial untuk memonopoli perdagangan serta tanah, pertambangan, dan tenaga kerja.

2. Ketergantungan Industri-Keuangan

Ketergantungan industri-keuangan merupakan dominasi negara maju terhadap negara berkembang melalui penanaman investasi modal dalam bidang produksi barang mentah dan produk pertanian.

3. Ketergantungan Industri-Teknologi

Ketergantungan industri-teknologi terjadi dikarenakan perusahaan-perusahaan multinasional mencari ceruk pasar dengan membuka industri di negara-negara berkembang untuk memenuhi kebutuhan negara tersebut. namun, perlu diketahui bahwa secara teknis, negara tersebut tidak memproduksi sendiri barang yang dibutuhkan

(33)

karena produksi tersebut sangat bergantung pada adanya perusahaan multinasional dari asing.

Suyono (2010 : 144) menilai bahwa kondisi ketergantungan kolonial dan industri-keuangan menyebabkan ketidakberdayaan negara berkembang dikarenakan adanya dua faktor yaitu;

2.1. Sebagian besar pendapatan nasional yang diperoleh melalui kegiatan perdagangan ekspor, tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan reinvestasi dikarenakan pendapatan tersebut digunakan untuk membeli input dari luar negeri.

2.2. Adanya eksploitasi pekerja melalui tekanan kerja yang tinggi dan upah yang ditekan rendah sehingga pasar tidak mampu menghasilkan permintaan efektif yang berarti.

Disisi lain, ketergantungan Industri-Teknologi memung- kinkan timbulnya investasi-investasi baru yang ditentukan oleh tersedianya devisa sebagai pembiayaan mesin-mesin baru dan bahan mentah yang tidak diproses di dalam negeri. Adanya investasi mesin-mesin baru tersebut seringkali dipengaruhi oleh kemampuan sebuah negara untuk mendatangkan mesin baru melalui adanya devisa negara, namun juga dapat terjadi karena adanya sistem monopoli yang dilakukan oleh negara maju dalam rangka penyertaan modal. Penyertaan modal yang diinvestasikan di negara tersebut, selanjutnya mempersyaratkan pembelian mesin-mesin teknologi baru tersebut sebagai prasarat untuk adanya investasi. Ketergantungan industri-teknologi ini bisa menjadi pemicu munculnya ketergantungan dalam bidang ekonomi, sosial dan politik, bilamana sektor produksi ekspor ini dikuasai oleh pihak asing.

(34)

3. Andre Gunder Frank

Andre Gunder Frank menggunakan istilah Negara Metropolis (Metropolis State) dan negara satelit (Periphery State) untuk menjelaskan mengenai hubungan ketergantungan yang terjadi di Amerika Selatan. Frank menjelaskan bahwa hubungan ketergantungan yang terjadi antara negara metropolis dan satelit adalah hubungan dimana negara metropolis dengan sistem kapitalisnya mengeksploitasi surplus ekonomi negara satelit. Dijelaskan lebih jauh oleh Frank bahwa adanya monopoli ini menyebabkan negara satelit tidak mendapatkan surplus ekonomi yang menjadi hak mereka. Dengan semakin meningkatnya monopoli yang terjadi, menyebabkan negara satelit semakin bergantung kepada negara metropolis (Fakih, 2001 : 130).

Hal yang paling penting yang ditekankan oleh Frank adalah sebuah realita bahwa kota kecil di suatu negara satelit akan menjadi titik tolak adanya pergerakan surplus ekonomi menuju negara Metropolis. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan ada otoritas yang berperan untuk melakukan determinasi kepada pihak pemerintahan negara satelit mengenai kebijakan yang harus dilakukan (Fakih, 2001 : 130) (Hatu, 2013 : 59). Pergerakan surplus tersebut menyebabkan hubungan timbal balik yang terjadi antara kedua negara Metropolis dan satelit dimana Frank membuat 4 buah hipotesa yang menggambarkan hubungan tersebut (Suryono, 2010 : 141-142)

1. Hipotesis I : Frank menilai adanya hubungan

ketergantungan yang terjadi antara negara metropolis dengan negara satelit berjalan tidak berimbang sehingga di satu sisi yaitu negara metropolis akan berkembang dengan pesat namun negara satelit akan semakin tertinggal serta terbelakang. Adapun bila tampak bahwa terjadi perkembangan di negara satelit

(35)

hal tersebut merupakan perkembangan semu yang rapuh akibat adanya ketergantungan.

2. Hipotesis II : Frank berpendapat bahwa negeri-negeri

miskin akan menjadi negara yang memiliki ekonomi sehat dan industri yang maju bila kaitannya dengan negara metropolis dan dunia kapitalis tidak adanya ketergantungan.

3. Hipotesiss III : Area-area yang saat ini terbelakang

merupakan dampak dari adanya hubungan dengan negara metropolis dan sistem kapitalis internasional berupa areal pensuplay bahan mentah yang saat ini menjadi terlantar akibat perubahan produksi internasional.

4. Hipotesis IV : Pertumbuhan areal kawasan perkebunan

bukanlah didasari oleh adanya hubungan dengan sistem kapitalisme asing. Frank beranggapan bahwa areal-areal tersebut mampu maju dan berkembang dikarenakan adanya respons yang positif terhadap kesempatan-kesempatan yang ada.

Teori dependensia menurut Frank akan mengakibatkan negara metropolis akan semakin maju sedangkan negara pinggiran akan mengalami ketertinggalan. Namun demikian, Frank melihat terdapat dampak lain yang muncul akan adanya ketergantungan antara negara satelit dengan negara maju seperti adanya kerjasama antara pemodal asing dengan borjuasi lokal yang selanjutnya menyebabkan eksploitasi tinggi terhadap rakyat sehingga kesejahteraan dari adanya surplus ekonomi tidak dapat dirasakan secara merata.

Untuk meminimalisir adanya ketergantungan dengan negara metropolis, Frank menyarankan agar negara satelit perlu meninjau ulang hubungan yang terbangun antara keduanya.

(36)

Frank menilai negara satelit perlu mengambil langkah berupa meninjau ulang hutang-hutang yang dengan negara metropolis, berupaya melakukan industrialisasi secara mandiri, membatasi impor teknologi dari negara pusat. Bahkan dalam perspektif hubungan internasional, Frank menyarankan untuk membangun aliansi selatan-selatan sebagai upaya memajukan negara selatan yang rata-rata merupakan negara berkembang.

Bacaan Lanjut

Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. INSISTPress.

Hatu, Rauf A. 2013. Sosiologi Pembangunan. Interpena. Pasaribu, Rowland B. F. tanpa tahun. Teori-teori Pembangunan.

https://rowlandpasaribu.wordpress.com/perkuliahan/ ekonomi-pembangunan/

Suyono, Agus. 2010. Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang. Indonesia.

Zahidi, M. Syaprin. Tidak ada Tahun. Pemikir-Pemikir Marxis dalam Hubungan Internasional.

(37)

B A B

III

TEORI KAPITALISME:

PERJUANGAN KELAS

1. Perkembangan Masyarakat Kapitalisme

Menurut Wolf, Kapitalisme merupakan suatu sistem ekonomi dengan sejumlah besar pekerja yang menghasilkan sedikit komoditas demi keuntungan sejumlah kecil kapitalis yang memiliki modal, alat produksi komoditi dan waktu kerja kaum pekerja yang dibeli melalui upah (Ritzer, 2012 : 92-93). Namun Karl Marx menilai bahwa kapitalisme bukan hanya sebuah sistem ekonomi namun juga suatu suatu sistem kekuasaan yang menggunakan relasi-relasi ekonomi. Penelitian dan pandangan Marx selama ini bertujuan untuk menyingkap relasi-relasi ekonomi dari sistem kapitalis tersebut (Ollmann, 1976 : 168) (Ritzer, 2012 : 93). Marx menilai bahwasannya terdapat ketidakadilan yang terjadi di kapitalisme melalui pemahamannya tentang mode of production. Ia mencoba

(38)

menjelaskan ketidakadilan struktural dan eksploitasi yang ada di dalam kapitalisme melalui penelitian dan tulisannya (Fakih, 2001 : 100).

Karl Marx melakukan pendekatan melalui Komoditas untuk melihat relasi ketidakadilan yang terjadi di dalam sistem kapitalisme. Komoditas sendiri memiliki dua nilai yang terkandung di dalamnya yaitu nila guna (Use Value) dan nilai tukar (Exchange Value). Nilai guna merupakan relasi antara kebutuhan-kebutuhan manusia dengan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu (Ritzer, 2012 : 94). Adapun nilai tukar yaitu sifat untuk dapat dijual belikan merupakan dasar nilai dari suatu komoditas secara kuantitatif (Fakih, 2001 : 101). Sementara itu Giddens (2007 : 57) mengungkapkan bahwa Nilai tukar merupakan nilai yang dimiliki suatu produk bila ditawarkan untuk ditukarkan dengan produk lain dalam hal ini alat tukar berupa uang.

Sebagai gambaran, nilai guna adalah ketermanfaatan yang bisa didapatkan dari suatu barang seperti halnya nasi yang memiliki nilai guna untuk memuaskan rasa lapar ataupun Smartphone yang memiliki nilai guna untuk melakukan komunikasi. Nilai guna keduanya tidak dapat saling ditukarkan karena tiap barang seringkali memiliki karakteristik yang berbeda untuk memuaskan kebutuhan manusia. Dalam proses pertukaran barang, tentunya nasi dan smart phone memiliki nilai yang berbeda, uang yang dikeluarkan untuk membeli nasi harganya akan berbeda dengan uang yang dikeluarkan untuk membeli smart phone, sehingga nilai kedua barang ini berbeda secara kuantitatif. Nilai tukar ini berbeda dengan sifat fisiknya. Exchange value yang melekat pada sebuah komoditi merupakan dasar penilaian terhadap komoditi itu. Marx menggali bagaimanakah exchange value terbentuk dari proses produksi komoditi. Disini Marx menemukan fenomena bahwa

(39)

dalam menentukan exchange value, didasarkan pada kuantitas kerja buruh yang terkandung dalam sebuah komoditi. Analisis Marx mengenai faktor buruh yang menentukan besaran exchange value inilah yang lebih lanjut dikenal sebagai the labor theory of value. Untuk menghitung faktor buruh yang masuk dalam proses produksi komoditi itu dikenal sebagai mode of production of capitalism.

Bagaimana mode of production menghasilkan keuntungan, yang menjadi poin penting kapitalisme, merupakan hal yang selanjutnya dikaji. Pada intinya dalam produksi masal dibutuhkan tenaga kerja banyak yang homogen dalam melakukan pekerjaannya. Tenaga kerja itu diperoleh melalui buruh-buruh heterogen seperti petani dan pengrajin yang telah terpisah dari alat produksinya. Untuk mencukupi kehidupannya, petani dan pengrajin itu selanjutnya menjual tenaganya untuk bekerja di pabrik-pabrik yang ada. Oleh sebab itu, mulai tercipta pasar tenaga kerja. Buruh yang dihomogenkan ini kemudian dikenal sebagai labour power (tenaga kerja) (Fakih, 2001 : 102).

Kelangsungan mengenai teori yang dikembangkan Marx mengenai kapitalisme ini ia mengenalkan konsep mengenai surplus value (nilai surplus). Menurut Fakih (2001 : 104) nilai surplus yaitu perbedaan antara nilai antara tenaga kerja yang dijual buruh dan nilai produk akhir yang dihasilkan dalam proses produksi. Secara lebih rinci diasumsikan bahwa proses industrialisasi meningkatkan produksi barang dalam satu satuan kerja tertentu sehingga bila buruh mampu menghasilkan barang dengan waktu yang lebih cepat maka hal tersebut disebut surplus value (Giddens, 2007 : 61-62). Surplus value inilah yang selanjutnya menjadi sumber keuntungan kapitalis (Fakih, 2001 : 104 ; Giddens, 2007 : 62).

Faktor buruh dalam menciptakan exchange value melalui proses produksi tersebut selanjutnya menjadi dasar bagi Marx

(40)

untuk melihat adanya ketidakadilan dalam hubungan sosial yang terjadi di masyarakat kapitalis. Komoditas yang menjadi titik utama pengamatan Marx dipahami bukan hanya sebagai barang namun juga merupakan titik tolak hubungan sosial. Melalui konsep The Fetishism of Commodities Marx memandang bahwa penukaran komoditas bukan hanya dikarenakan faktor fisiknya saja, namun nilai tukar yang terkandung dalam komoditas tersebut terletak hubungan sosial yang terkandung didalamnya. Dapat dikatakan bahwa buruh atau tenaga kerja dianggap sebagai faktor modal seperti faktor modal lainnya seperti tanah, modal dan bahan baku yang tidak ada hak sosial didalamnya. Sehingga dalam kapitalisme Marx menilai terdapat transfer kekayaan dari buruh yang memproduksi secara langsung kepada mereka yang tidak ikut memproduksi (kapitalis). Marx melihat ini sebagai bagian utama dari fetishism didalam kapitalisme.

Bila melihat konsep dasar dari kapitalisme yang berasal dari kata Capital (modal) maka pemupukan modal menjadi titik krusial yang dibutuhkan oleh para kapitalisme. Keuntungan yang diperoleh melalui surplus value selanjutnya akan digunakan untuk modal berikutnya. Disini mulai terlihat bahwa sumber profit dari surplus value yang dihasilkan melalui kegiatan produksi tidak terdistribusi secara adil (Fakih, 2007 : 105). Bisa dikatakan bahwa modal tidak akan bertambah tanpa adanya eksploitasi orang-orang yang benar-benar melakukan pekerjaan, dimana para pekerja dieksploitasi melalui sebuah sistem (Ritzer, 2012 : 99).

Oleh Ritzer (2012 : 100-102) konsep eksploitasi Marx diawali melalui adanya konsep labour power (tenaga kerja/buruh bebas) sebagai komoditas yang dilempar ke pasar tenaga kerja dikarenakan akses mereka terhadap alat produksi yang minim. Buruh bebas ini harus menerima syarat yang diajukan oleh para

(41)

kapitalis dikarenakan kebutuhan mereka terhadap komoditas serta terdapat “angkatan cadangan” yang juga membutuhkan pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan mereka terhadap komoditas. Selayaknya mekanisme pasar yang diterapkan pada kegiatan permintaan dan penawaran, dengan adanya “angkatan cadangan” maka para kapitalis dapat membayar upah pekerja dengan harga yang sedikit lebih rendah dari nilai yang dihasilkan oleh para pekerja terhadap komoditas yang dihasilkan (surplus value), adapun sisanya digunakan untuk diri sendiri yang kedepannya dapat dijadikan sebagai modal tambahan untuk ekspansi-ekspansi perusahaan mereka. Perluasan tersebut kemudian menciptakan surplus value yang lebih banyak lagi. Hasrat yang tinggi terhadap keuntungan membuat para kapitalis berfikir untuk menekan biaya sebanyak mungkin melalui eksploitasi tenaga kerja yang sebisa mungkin diupah serendah mungkin dikarenakan tenaga kerja / buruh adalah penghasil surplus value.

Perkembangan masyarakat kapitalisme dipandang berbeda oleh Weber. Ia melihat bahwa proses perkembangan kapitalisme didasari oleh semangat keagamaan. Ia melihat bahwasanya semangat kapitalisme terlihat dari para penganut Protestan khususnya aliran calvinism. Ia melihat bahwasanya para penganut calvinisme sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap yang dibutuhkan oleh para pemeluknya ke arah kapitalis. Hal ini terlihat dari paham calvinisme yang mengejurkan bagi para penganutnya agar memperhatikan kehidupan saat ini “life here and now” bukan pada kehidupan setelah kematian. Selain itu hal ini diperkuat oleh doktrin “panggilan takdir” (predestination/ beruf) yang merupakan doktrin yang menyataaan bahwa Tuhan serba berkuasa dan mempengaruhi. Maka Tuhan telah tahu mana yang terpilih (the elect) dan terselamaatkan serta siapa yang tidak. Dalam tanda kutip keadaan masa depan seseorang s udah

(42)

ditakdirkan dan di ketahui oleh Tuhan. Untuk mengatasi ras tidak aman dan ketidakpastian terhadap takdir tesebut, setiap individu haruslah mengupayakan segala daya upayanya secara bersungguh-sungguh semasa hidupnya dalam bentuk kegiatan kerja dengan bersungguh-sungguh.

Selanjutnya Weber membandingkan pemahaman yang dianut oleh calvinism dengan ciri-ciri pemikiran seorang kapitalis mengenai dunia yang diistilahkannya dengan the spirit of capitalism. Weber membandingkan bahwa tidak banyak perbedan antara karakteristik dari para penganut calvinism dengan pemikiran-pemikiran yang dianut oleh para kapitalis. Hal ini terlihat dari sisi pandang yang mirip dalam hal memaksimalkan output dengan memilih jalan yang paling baik untuk mencapai kadar output tersebut.

Weber membandingkan antara pandangan hidup calvinisme dengan semangat kapitalisme dikarenakan untuk mencapai masyarakat kapitalisme dibutuhkan syarat-syarat sosial yang harus terpenuhi. Dalam hal ini terdapat hubungan sebab akibat antara pandangan hidup calvinism dengan kapitalisme yang berkembang di barat dimana Weber melihat terdapat 2 sebab. Pertama : untuk melakukan perubahan sosial yang memiliki implikasi besar seperti perkembangan kapitalisme di Barat perlu sekelompok individu yang memiliki kecakapan untuk merubah cara pandang atau cara berfikir serta perilaku terhadap ide baru mengenai teknologi baru yang dapat megnubah cara hidup manusia. Dalam hal ini Weber menilai bahwa para penganut calvinism memiliki karakteristik yang cocok untuk melakukan hal itu. sedangkan sebab yang kedua adalah prasarat yang dibutuhkan dalam perkembangan kapitalisme tersebut bukan hanya dikarenakan manusianya. Weber menilai secara alamiah semua pandangan ataupun doktrin agama besar di dunia memiliki sumber daya manusia yang sama namun menurutnya

(43)

tidak ada yang memiliki etika yang mengutamakan spirit “the life here and now” seperti calvinisme. Spirit tersebut mrupakan spirit penghambaan kepada Tuhan dengan cara bekerja dengan keras yang menjadi salah satu prasarat perkembangan kapitalisme. Berbeda dengan Marx, disini Weber menunjukan bahwa elemen superstruktur juga dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku ekonomi yang merupakan base structure. Dapat dikatakan bahwa pembentukan masyarakat kapitalis tidak lepas dari adanya faktor diluar faktor ekonomi. Berkembangnya paham kapitalisme di barat dipandang Weber terbentuk melalui ide-ide keagamaan yang ada di dalam cara pandang calvinisme.

2. Perjuangan Kelas

Proses ketidakadilan yang dibentuk dari mode of production, kapitalisme menciptakan lapisan masyarakat yang oleh Marx mengistilahkan dengan kelas. Terdapat dua kelas yang terbentuk pada struktur masyarakat kapitalisme yaitu kelas kapitalis, yaitu para pemilik modal dan membayar upah bagi terjadinya proses produksi dan kelas proletar, yaitu kaum yang bekerja menghasilkan komoditi namun tidak memiliki alat produksi sendiri (Ritzer, 2011 : 98). Wolf (1987) didalam (Fakih, 2010 : 109) mengartikan kelas proletar adalah anggota masyarakat yang menghasilkan nilai lebih (surplus value) melalui proses produksi sedangkan kelas kapitalis merupakan anggota masyarakaat yang mengambil nilai lebih (surplus value) dan mendistribusikannya. Dapat dilihat bahwa pembagian dua kelas utama dalam struktur masyarakat kapitalis ini didasari oleh adanya potensi konflik kepentingan mengenai surplus value. Walaupun demikian, Marx berpendapat bahwa terbentuknya kelas tidak akan terjadi bila tidak ada kesadaran kelas-kelas yang berkonflik.

Secara umum sistem kapitalis akan berdampak pada terbentuknya dua kelas besar tersebut. Hal ini dikarenakan

(44)

konsep kapitalisme yang memiliki sifat mencari keuntungan dan melakukan akumulasi kapital untuk ekspansi yang lebih besar dengan sistem yang cenderung bebas dan menggunakan mekanisme pasar. Untuk meningkatkan keuntungan efisiensi dan ekspansi menjadi titik penting dalam perkembangan kapitalisme. Efisiensi didapat melalui menekan biaya serendah mungkin sedangkan ekspansi akan diperoleh ketika memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Seperti yang telah diutarakan diatas, untuk mencapai hal tersebut selanjutnya kapitalisme menekankan adanya eksploitasi bagi buruh yang menghasilkan surplus value. Namun persaingan antar kapitalisme mengharuskan para pelaku usaha untuk saling bersaing dimana selanjutnya persaingan antar para kapitalis akan menyebabkan adanya tergulungnya bisnis kecil oleh bisnis franchise raksasa, mekanisasi akan menggantikan tenaga ahli, adanya monopoli melalui merger yang menyebabkan beberapa kapitalis akan kehilangan alat produksinya dan semua yang tergusur tersebut akan menjadi kelas proletar (Ritzer, 2012 : 104).

Dengan meningkatnya kaum proletar, Marx selanjutnya meramalkan bahwa akan terjadi dimana ada segelintir orang yang menjadi kaum kapitalis yang menguasai alat produksi termasuk kaum proletar, dengan angkatan cadangan yang berjumlah banyak. Ketimpangan inilah yang selanjutnya diramalkan oleh Marx akan menyebabkan sebuah revolusi sosial melawan kapitalisme dimana kaum proletar menjadi penggeraknya karena adanya kesadaran kelas yang terbangun dari ketidakadilan sistem kapitalisme tersebut.

Berbicara mengenai perjuangan kelas akan berhulu pada pemikiran Marxisme. Pemikiran ini merujuk pada ide-ide Karl Marx (1818-1883). Karl Marx melihat bahwa terdapat perubahan- perubahan struktur ekonomi di abad 19 yang dahulunya berpaham feodalisme menuju pada konsep kapitalisme. Marx

(45)

melihat bahwa hubungan produksi yang terdapat pada sistem kapitalisme merupakan hubungan yang timpang dan exploitatif. Adanya dinamika hubungan tersebut selanjutnya menyebabkan terbentuknya dua kelas yaitu kelas borjuis (pemilik modal) dan kelas buruh (pekerja).

Hubungan yang timpang dan exploitatif diuraikan oleh Marx dalam teorinya yaitu teori surplus value. Melalui teori ini Marx menilai bahwasanya sistem kapitalis pemilik modal melakukan pengupahan buruh dengan harga yang kurang dari nilai yang diciptakan kemampuan yang digunakan dan komoditi produksi. Adanya situsai yang lemah dari buruh terhadap pemilik modal semakin membuat situasi buruh tereksploitasi.

Hal tersebut selanjutnya berdampak pada penumpukan kapital di tangan para borjuis sehingga kemiskinan dan pengangguran akan semakin meluas. Kondisi tersebut semakin menekan para kaum buruh sehingga kaum buruh akan mengorganisir dirinya pada suatu ikatan serikat buruh dimana pengorganisasian tersebut akan mengubah relasi dan struktur produksi melalui revolusi sosial untuk mengambil alih kepemilikan alat-alat produksi.

Pada tahapan lanjut pertentangan kelas, Lenin mengembangkan teori imperialisme sebagai puncak kapitalisme. Teori Imperialisme Lenin ini membawa perjuangan kelas pada tingkatan internasional. Lenin dianggap sebagai peletak dasar pemikiran Marxis dalam hubungannya dengan hubungaan internasional. Ia merupakan tokoh sentral dalam penggulingan Tsar, menginspirasikan gerakan Komunis Internasional, dimana program tersebut bertujuan untuk menyatukan proletar global untuk melawan borjuis di negaranya masing-masing.

Berbicara mengenai Hubungan Internasional, tulisan Lenin yang berjudul “Imperialisme, The Highest Stage of Capitalism” menjadi titik tolak pemikiran Marxis dalam hubungan

Gambar

Gambar	.	Struktur	Sistem	Tindakan	Umum	(Ritzer,	2011	:	411)

Referensi

Dokumen terkait

Suatu negara tidak akan pernah terlepas dari adanya kerja sama dengan negara lain, seperti salah satu contohnya kerja sama yang dijalin antara negara Australia dan

Ide pertama kali dikembangkan oleh Carpentier pada tahun 1962 sebagai kelanjutan dari economic dispatch (ED) konvensional untuk menentukan pengaturan optimal dari

Di era sekarang ini dan sebuah keamanan menjadi perhatian utama bagi teknologi elektronik (Niranjanamurthy and Chahar 2013) agar tetap aman seiring meningkatnya

Berdasarkan hasil penelitian penentuan fase gerak yang mampu memisahkan sildenafil sitrat dari matriks suplemen kesehatan stamina pria dan validasi metode yang telah

Guna meningkatkan kenyamanan dan kemudahan penggunaan ashitaba maka diformulasikan granul effervescent, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi

Dari kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada Provinsi Nangroe Aceh Darussalam melalui diberlakukannya otonomi khusus dengan adanya Undang-Undang 18 Tahun

PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN INDIVIDUAL KULIAH KERJA NYATA REGULER UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN.. Periode LXI

Berdasarkan kondisi permasalahan diatas dan betapa pentingnya peran auditor internal di sebuah organisasi guna menjaga keberlanjutan organisasi itu sendiri dalam