• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam pembangunan infrastruktur TPA, pemerintah pusat mempunyaiperan membangun TPA Regional dan pengadaan alat berat yang diperlukan, revitalisasi TPA menjadi semi sanitary/control landfill; pilot pembangunan TPA kota dengan sistem semi sanitary/control landfill dan pilot pembangunan STA antara. Dalam pembangunan TPST 3R pemerintah pusat melakukan Pilot pembangunan TPS 3R serta penyediaan tenaga fasilitator pada waktu persiapan pelaksanaan dan program pelatihan. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota mempunyai peran dalam penyiapan lahan, biaya operasi dan pemeliharaan, penyiapan transportasi dari sumber ke TPA, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi.

6.4.3. RENCANA PENGEMBANGAN DRAINASE

6.4.3.1.ARAHAN KEBIJAKAN DAN LINGKUP KEGIATAN A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Drainase

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang sistem pengelolaan drainase, antara lain:

a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.

b. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

c. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2010- 2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Laporan Akhir VI - 90 Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air (Retarding Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat. Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design (perencanaan), Operation (Operasi) dan Maintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat

6.4.3.2.ISU STRATEGIS, KONDISI EKSISTING, PERMASALAHAN, DAN TANTANGAN A. Isu Strategis Pengembangan Drainase

Kota Pekalongan dalam merumuskan isu strategis ini dengan melakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, Dokumen RP2KP, Rencana Induk Drainase dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan Drainase di Kabupaten/Kota. Isu-isu strategis dalam pengelolaan Sistem Drainase Perkotaansecara umum di Indonesia antara lain: a. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase

Belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah permukiman (“grey water”). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat.

b. Pengendalian debit puncak

Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan penampungan air sementara untuk menghindari aliran puncak. Penampungan-penampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan, kolam-kolam retensi di atap-atap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk, lapangan, yang selanjutnya di atas untuk dialirkan secara bertahap.

Laporan Akhir VI - 91 Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana penanganan drainase permukiman di daerah adalah:

 Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu disiapkan seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besarbesaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan basah dan penggunaan daerah resapan air (wet land), termasuk sanksi yang diterapkan.

 Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur, kedalaman, posisinya, agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing.

 Kejelasan keterlibatan masyarakat dan swasta, sehingga masyarakat dan swasta dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.

 Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam penanganan drainase harus di rumuskan dalam peraturan daerah.

d. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta

Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran drainase, kurang peduli dalam perawatan saluran, maupun penutupan saluran drainase dan pengalihan fungsi saluran drainase sebagai bangunan, kolam ikan dll.

e. Kemampuan Pembiayaan

Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan drainase baik dari segi pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaan. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas pengelolaan drainase perkotaan.

f. Penanganan Drainase Belum Terpadu

Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu, terutama masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir terbatasnya masterplan drainase sehingga pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal yang berakibat pengelolaan sifatnya hanya pertial di wilayah yang dikembangkannya saja. Setiap Kab./Kota wajib merumuskan isu strategis yang ada di daerah masing-masing. Isu strategis dalam pengembangan drainase perkotaan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) yang lebih berpihak kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase a. Aspek teknis

Menguraikan dan melampirkan peta yang berisi kondisi jaringan drainase kota, baik kondisi fisik, kapasitas saluran dan fungsinya. Diuraikan juga sejauh mana sistem jaringan yang ada berfungsi dalam mengatasi masalah genangan/banjir yang terjadi. Perlu juga digambarkan mengenai daerah dan tingkat pelayanan sistem drainase yang ada dilihat dari cakupan daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air hujan, serta perlu di jelaskan daerah rawan genangan di Kota/Kabupaten masing-masing.

Pada aspek teknis ini perlu ditampilkan: 1. Gambar peta genangan Kabupaten/Kota.

2. Gambar peta jaringan sistem drainase (klasifikasi sistem drainase primer dan sekunder termasuk jaringan jalan kota)

1. Sistem drainase eksisting

Sistem drainase eksisting Kota Pekalongan secara garis besar terdiri dari beberapa sungai/kali, maupun saluran drainase. Berdasarkan hasil analisa Kota Pekalongan terbagi menjadi 3 DAS (Daerah Aliran Sungai) yaitu : DAS Weduri , DAS Kupang, DAS Susukan.

Laporan Akhir VI - 92 Pembagian DAS (Daerah Aliran Sungai) berdasararkan elevasi kontur. Kontur tertinggi digunakan sebagai batas DAS. Akan tetapi pada DAS Susukan tidak memiliki drainase yang masuk menuju kota maupun menuju sungai Banger, sungai dari DAS Susukan langsung mengarah menuju muara dan sebagian besar wilayah DAS Susukan adalah wilayah Kabupaten Pekalongan. Untuk lebih memudahkan dalam pembagiannya Kota Pekalongan dibagi menjadi 3 (tiga) kawasan wilayah yaitu sebagai berikut :

1) Kawasan pekalongan barat

Meliputi jaringan drainase yang berada disebelah barat Kali Kupang/Kali Pekalongan. 2) Kawasan Pekalongan Tengah

Meliputi saluran-saluran drainase yang berada antara Kali Banger (sebelah barat Kali Banger dan sebelah timur Kali Kupang) Kali Pekalongan.

3) Kawasan Pekalongan Timur

Meliputi saluran-saluran drainase yang berada disebelah timur Kali Banger.

Sistem drainase di Kota Pekalongan secara garis besar terdiri dari beberapa sungai/kali, maupun saluran yang dapat dimanfaatkan untuk drainase. Adapun sungai dan saluran yang ada di sistem drainase Kota Pekalongan diuraikan sebagai berikut :

a. Kali Pekalongan

Kali Pekalongan mengalir membelah Kota Pekalongan; hulu Kali Pekalongan adalah Kali Kupang yang mengalir dari wilayah Kabupaten Pekalongan. Kali Kupang setelah berada di Desa Jenggot/Desa Kuripan Lor Kecamatan Pekalongan Selatan bercabang dua, cabang sebelah kiri menjadi Kali Pekalongan dan cabang sebelah kanan menjadi Kali Banger. Kali Pekalongan mengalir melewati Kota Pekalongan hingga bermuara di Laut Jawa.

b. Kali Banger

Kali Banger berawal dari percabangan Kali Kupang di Desa Jenggot / Desa Kuripan Lor Kecamatan Pekalongan Selatan yang sebelah kanan dan mengalir ke laut di sebelah timur Kali Pekalongan.

c. Kali Gawe

Kali Gawe bagian hulunya berada di wilayah Kabupaten Pekalongan dan bermuara di Kali Pekalongan.

d. Kali Cempagan

Kali Cempagan hulunya berada di wilayah Kabupaten Pekalongan. Kali Cempagan bermuara (bertemu/menjadi satu) dengan dengan sebuah sungai dari wilayah Kabupaten Batang dan akhirnya bermuara ke Kali Pekalongan.

e. Kali Sibulanan

Kali Sibulanan berawal dari Saluran Sekunder Baros (Saluran Irigasi) mengalir ke utara mulai dari wilayah Kecamatan Pekalongan Timur sampai di wilayah Kecamatan Pekalongan Utara, dan akhirnya bertemu dengan Sudetan kali Banger dan Kali Banger.

f. Kali Susukan

Kali Susukan berawal dari buangan air dari Saluran Irigasi Sekunder Baros di Bangunan Akhir B. Br. 9. Kali Susukan masih relatif kecil, namun nantinya dapat dimanfaatkan sebagai drainase.

g. Kali Kupang

Kali Kupang berada di wilayah Kabupaten Batang, namun sebagian ada yang berada di perbatasan antara wilayah Kabupaten Batang dengan Kota Pekalongan. Kali Kupang cukup besar baik lebar sungainya maupun debitnya, bila tidak mendapat perhatian kemungkinan luapan air banjirnya juga akan dapat mencapai wilayah Kota Pekalongan bagian timur.

Laporan Akhir VI - 93 Kali Bremi hulunya mulai dari Saluran Sekunder Podo Timur (Saluran Irigasi) di Bangunan Sadap Podo Timur 7 (B. Pt 7.) mengalir ke utara kemudian bertemu dengan Kali Meduri. Kali Bremi ini bila banjir debitnya cukup besar.

i. Kali Kranding

Kali Kranding hanya merupakan alur sungai kecil di Kelurahan Bandengan mulai dari Jeruk sari ke Utara hilang di areal tambak/rawa-rawa.

j. Saluran Irigasi dan drainase jalan

Di wilayah Kota Pekalongan terdapat beberapa jaringan saluran irigasi maupun pembuangan. Beberapa saluran yang ada antara lain :

 Saluran Sekunder Grabyak  Saluran Sekunder Baros,  Saluran Sekunder Larangan;

 Saluran Sekunder Asem Binatur, dan  Saluran sekunder Podo Timur.

Selain sungai dan saluran irigasi, ada pula saluran-saluran drainase jalan. Drainase – drainase jalan belum membentuk suatu sistem (jaringan) yang baik masih berdiri sendiri – sendiri dan jumlah serta dimensinya masih perlu ditinjau.

Kota Pekalongan terdapat sungai besar yang mengalir baik sebagai pembuang maupun pemasok air. Sungai-sungai besar tersebut antara lain : Sungai Weduri, Sungai Bremi, Sungai Pekalongan dan Sungai Banger. Limpasan air hujan yang berada di sekitar sungai- sungai tersebut tidak dapat dibuang langsung menuju sungai. Hal ini karena sungai-sungai besar di wilayah Kota Pekalongan mempunyai tanggul yang tinggi. Di wilayah Kota Pekalongan bagian barat terdapat Kali Bremi dan beberapa sungai lain yang dimensinya lebih kecil. Sungai-sungai ini belum mampu untuk menampung limpasan air hujan. Di wilayah tengah Kota penggelontor kota yang dimanfaatkan pula sebagai saluran irigasi.