• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan kinerja produktivitas kebun dapat diupayakan melalui usaha sebagai berikut : 1. Proses budidaya dan pemeliharaan dengan memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh

yaitu:

- Pembibitan bertujuan sebagai sarana untuk memilih kecambah yang terbaik sebelum ditanam dan memilih bibit yang memiliki tumbuh kembang baik sehingga akan berproduksi baik dan menguntungkan bagi perusahaan. Penggunaan varietas unggul dapat menghasilkan tingkat rendemen lebih banyak 2-4% dari varietas normal. - Kesuburan tanah yang baik memiliki sejumlah persyaratan, diantaranya

memperbaiki kandungan ketersediaan hara makroprimer (N, P dan K) dan unsur mikroprimer, meningkatkan kandungan bahan organik dan kehidupan biologis tanah

Proyeksi produksi CPO 3847 ton Kadar ALB 3,84% Tindakan koreksi: - Optimasi penentuan trip

transportasi TBS - Optimasi penentuan

jumlah truk transportasi TBS - Minimisasi stagnasi pabrik Diharapkan 15% Tindakan koreksi: - Peningkatan pengelolaan panen (persiapan, kriteria, rotasi, pelaksanaan dan pengawasan) Diharapkan 1,75% Tindakan koreksi:

- Optimasi kinerja utilitas pabrik

- Peningkatan kinerja sortasi dan penumpukan (pra-pengolahan) - Pemilihan bibit tanaman

unggul

Diharapkan 23,30%

Tindakan koreksi:

-Budidaya & pemeliharaan *) Pembibitan

*) Pengendalian gulma *) Pengendalian hama dan penyakit

*) Pemupukan *) Prunning

-Mempertahankan dan memelihara luasan tanaman menghasilkan sebesar 5980 ha Diharapkan 1963,21 kg/ha Asp ek R en d em en C PO Asp ek Pem an en an T B S Asp ek Pen an g an an T B S R esta n Asp ek Pro d u k tiv itas Pan en

67

dan meningkatkan efektifitas pemupukan. Upaya ini perlu mendapat perhatian khususnya pada lokasi tanaman kelapa sawit yang masih memiliki kekurangan persyaratan kesuburan tanah.

- Pemupukan pada tanaman kelapa sawit memiliki peranan yang sangat penting yaitu menentukan 35-40% terhadap hasil panen. Penggunaan kembali tandan kosong sisa pengolahan sebagai pupuk organik dapat menjadi alternatif pemupukan.

- Pengendalian gulma ditujukan untuk menciptakan lingkungan tumbuh tanaman untama optimal agar pekerjaan pemeliharaan lainnya seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan panen dapat dilakukan dengan mudah, sehingga diperolah tingkat pertumbuhan dan produksi yang optimal.

- Pengendalian hama dan penyakit tanaman harus diperhitungkan dalam pengelolaan budidaya kelapa sawit karena dengan penyebarannya yang luas dapat menyebabkan gagal panen pada tanaman kelapa sawit.

- Pemotongan pelepah (prunning) ditujukan untuk memudahkan memotong buah, menghindari tersangkutnya brondolan, memperlancar proses penyerbukan alami, mempermudah sensus buah atau pengamatan buah matang dan untuk sanitasi tanaman.

2. Dalam RKAP yang ditetapkan manajemen dari tahun ke tahun, tercatat sejak tahun 2009, luas TM meningkat secara gradual. Pada 2009, luas lahan panen mencapai 5056 hektar, kemudian pada tahun 2010 mencapai 5095 hektar dan pada 2011 sebesar 5980 hektar. Untuk memperoleh proyeksi seperti pada Gambar 57, manajemen dapat mempertahankan luas lahan tanaman menghasilkan pada tahun 2011 yaitu sebesar 5980 hektar. Bila dilakukan pemeliharaan dan pengawasan secara bijaksana, peningkatan luasan lahan tanaman menghasilkan akan berimbas pada peningkatan produktivitas.

3. Proses panen-angkut merupakan proses yang melibatkan departemen tanaman dan pabrik. Koordinasi semua pihak mesti diupayakan agar harmonis dan berjalan sesuai tanggung jawabnya masing-masing. Untuk menciptakan kerjasama yang baik, manajemen dapat memperbanyak alokasi jam pelatihan berbentuk pelatihan konsultasi.

Kinerja rendemen CPO mempengaruhi dinamika produksi CPO yang dihasilkan. Beberapa rekomendasi atau tindakan korektif demi peningkatan kinerja rendemen CPO adalah:

1. Pemanfaatan utilitas pabrik secara optimal dan juga pemeliharaan instalasi merupakan prioritas-prioritas agar kondisi instalasi pabrik tetap dalam keadaan standar dan tetap memiliki performa maksimal. Indikator dari pemanfaatan utilitas pabrik ini dilihat dari efisiensi kempa, efisiensi rebusan, efisiensi pabrik dan efisiensi ekstraksi minyak. Apabila kelima indikator itu nilainya berada diatas 90%, maka sudah dianggap pemakaiannya optimal. Namun, jika tidak tindakan korektif harus dilakukan demi mencari nilai efisiensi kelima indikator tersebut.

2. Pengawasan dan peningkatan kinerja pra-pengolahan saat TBS sudah masuk kedalam halaman pabrik mutlak dilakukan. Sortasi dan penumpukan di loading ramp harus dimonitor agar fraksi buah yang tidak diinginkan perusahaan tidak masuk ke dalam pengolahan. 3. Pemilihan bibit varietas unggul dapat mempengaruhi 2-4% rendemen akhir.

68

Kinerja pengaruh kriteria panen mempengaruhi dinamika kadar ALB dalam CPO yang dihasilkan. Buah yang mentah dan kotor secara positif mempengaruhi tingkat kenaikan ALB. Oleh karena itu perlu adanya tindakan korektif apabila hal tersebut terjadi. Peningkatan kinerja pengaruh kriteria panen dapat ditempuh dengan meningkatkan dan menerapkan pengelolaan terintegrasi panen TBS. Pengelolaan panen terintegrasi meliputi persiapan panen, kriteria matang panen, sistem dan rotasi panen, taksasi produksi dan sensus buah, pelaksanaan panen, pengawasan panen, basis, premi dan denda panen harus diterapkan secara keseluruhan. Sistem punish and reward diberlakukan agar menciptakan atmosfir disiplin dalam proses pemanenan TBS. Hal ini didasarkan karena agroindustri sendiri adalah industri yang bertumpu kepada bahan baku dan pemberian nilai tambah dengan pengolahan. Pengolahan tidak akan dapat berjalan apabila secara ekstrim ketersediaan bahan baku tidak ada, dan pengolahan dengan instalasi pabrik modern tidak akan efektif dan efisien jika TBS sebagai input bahan baku tidak memenuhi standar pengolahan.

Peningkatan kinerja TBS restan yang secara positif mempengaruhi dinamika kadar ALB dapat ditempuh dengan penjadwalan transportasi yang optimum dan juga dengan menjaga stagnasi pabrik dibawah norma yang telah ditetapkan. Penjadwalan transportasi meliputi penentuan trip (rute) dan jumlah truk yang tersedia di setiap afdeling harus dapat mengangkut seluruh hasil panen di masing-masing afdeling untuk diolah di pabrik. Kekurangan truk dalam hal ini, akan berimbas pada jumlah TBS yang tidak diangkut sehingga mengalami penundaan dalam pengolahan sehingga menurunkan kualitasnya. Stagnasi pabrik juga harus dijaga agar TBS sebagai bahan baku dapat masuk secara kontinu tanpa ada hambatan untuk segera diolah. Berdasarkan RKAP, norma untuk stagnasi pabrik ditetapkan hanya sebesar 5%. Nilai stagnasi pabrik pada bulan Maret 2011 adalah sebesar 0,79% lebih rendah daripada bulan April 2011 sebesar 1,02%.

69

IX.

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

KESIMPULAN

Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Keragaman mutu minyak sawit kasar bersifat dinamik di sepanjang rantai pasokannya dan mempunyai sensitivitas tinggi terhadap perubahan parameter produktivitas kebun, rendemen CPO, TBS restan, pengaruh kriteria panen terhadap kadar ALB dan kecukupan truk.

2. Ukuran kesuksesan manajemen berdasarkan hasil strukturisasi sistem yaitu volume produksi CPO dan kadar ALB yang sesuai dengan RKAP yang ditetapkan perusahaan

3. Perancangan model dinamik penilaian risiko mutu CPO PKS Unit Adolina (CPOdyn) telah berhasil dalam mendeskripsikan pola perilaku dinamik penilaian risiko mutu CPO serta merumuskan paket kebijakan untuk PKS Unit Adolina pada bulan mendatang sesuai dengan apa yang tertuang dalam RKAP perusahaan.

4. Secara umum, bila diproyeksikan desired value dari rendemen CPO dengan kisaran sebesar 22,0-24,00% dan produksi CPO mencapai 3250000-3847000 kg, dengan asumsi jarak tiap afdeling ke pabrik dan jumlah TBS pembelian sesuai dengan studi kasus penelitian, maka dibutuhkan armada truk sejumlah 17-19 truk per harinya pada musim panen normal dan 21- 23 truk harian pada musim panen puncak.

5. Skenario perilaku dasar berdasarkan proyeksi hasil simulasi produktivitas kebun, rendemen CPO, TBS restan dan pengaruh kriteria panen terhadap kadar ALB serta kecukupan truk selama periode Mei - September 2011 menghasilkan dinamika produksi CPO PKS Unit Adolina dengan kisaran sebesar 3846921 kg hingga 4419347 kg. Dinamika kadar ALB yang diperoleh dengan kisaran sebesar 3,80%-3,84%.

6. Simulasi perilaku dinamik pada skenario agresif (optimis) pada periode Mei - September 2011 menghasilkan dinamika produksi CPO PKS Unit Adolina dengan kisaran sebesar 3846921 kg hingga 4419347 kg. Dinamika kadar ALB yang diperoleh dengan kisaran sebesar 3,80%-3,84%.

7. Simulasi perilaku dinamik pada skenario lambat (pesimis) pada periode Mei - September 2011 menghasilkan dinamika produksi CPO PKS Unit Adolina dengan kisaran sebesar 2999770 kg hingga 3563005 kg. Dinamika kadar ALB yang diperoleh dengan kisaran sebesar 4,09%-4,13%.

8. Hasil penilaian risiko akibat karakteristik ketidakpastian pada persentil 50% menunjukkan, bahwa kinerja PKS Unit Adolina dari sisi produksi CPO bulan Mei 2011 sebesar mencapai nilai 3860158 kg dan pada bulan September 2011 meningkat menjadi 4446622 kg. Dinamika produksi CPO pada persentil 25% periode Mei 2011 sebesar 3612941 kg dan pada September 2011 meningkat menjadi 4148236 kg. Dinamika produksi CPO pada persentil 75% periode Mei 2011 sebesar 4084867 kg dan periode September 2011 meningkat menjadi sebesar 4698084 kg.

9. Hasil penilaian risiko akibat karakteristik ketidakpastian pada persentil 50% menunjukkan, bahwa kinerja PKS Unit Adolina dari sisi kadar ALB bulan Mei 2011 menyentuh tingkat ALB sebesar 3,83% dan pada September 2011 menurun menjadi 3,79%. Penurunan pada kadar ALB mengindikasikan bahwa kualitas CPO yang diproduksi jauh lebih baik daripada periode sebelumnya. Dinamika kadar ALB pada persentil 25% periode Mei 2011 sebesar

70

3,62% dan pada September 2011 meningkat performanya menjadi 3,55%. Dinamika kadar ALB pada persentil 75% periode Mei 2011 sebesar 3,99% dan periode September 2011 menurun menjadi 3,97%.

B.

SARAN

Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :

1. Agar penilaian risiko mutu tersebut lebih kompleks, mendetail dan lebih merepresentasikan perilaku dinamik secara sempurna di dunia nyata, perlu ditambahkan sub-model finansial, dimana aspek biaya produksi, biaya kehilangan dan keuntungan pabrik termasuk didalamnya. 2. Pengembangan lebih lanjut sub-model yang telah ada yaitu dengan memasukkan parameter indikator penilaian risiko mutu pada tingkat seksi agar dapat menjelaskan perilaku yang lebih komprehensif dan dinamik terhadap parameter utama.

3. Sub-model transportasi yang dibangun oleh pemodel tidak dilengkapi dengan analisis antrian. Kondisi antrian sendiri terjadi dua kali sebelum TBS masuk ke loading ramp untuk siap diolah, yaitu pada jembatan penimbangan dan pada fasilitas pembongkaran.

4. CPOdyn masih terbatas hanya untuk skenario perubahan nilai parameter dengan fungsi konstan. Untuk itu diperlukan penambahan pilihan fungsi lain yang dapat menambah kemampuan dinamik CPOdyn.

RANCANG BANGUN PENILAIAN RISIKO MUTU DALAM RANTAI